Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“PROFIL KH. MAS MANSYUR DAN


KETELADANANNYA”

Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah


KEMUHAMMADIYAHAN DAN KE’AISYIYAHAN
Dosen Pengampu :
Dr. Siti ‘Aisyah, M.Ag.

Disusun oleh :
MUHAMMAD FAJAR BUDIMAN (1911604070)

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang besar dan organisasi gerakan


Islam modern, bukan hanya di Indonesia tetapi bahkan di Dunia Islam. Masyarakat
luas menganal Muhammadiyah melalui lembaga pendidikan, kesehatan, pelayanan
sosial, ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan gerakan dakwah lainnya yang
mengakar dan meluas di seluruh tanah air. Bagian dari kiprah Muhammadiyah
tersebut menunjukkan bukti gerakan Islam modern yang dipelopori Muhammadiyah
sangat menentukan perjuangan umat islam dan bangsa Indonesia di awal abad ke-20
hingga Indonesia merdeka serta pasca kemerdekaan hingga saat ini.

Kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa indonesia tidak perlu diragukan lagi,


Beberapa tokoh Muhammadiyah turut serta dalam momentum momentum penting
bangsa indonesia baik pada masa pra kemerdekaan maupun masa pasca kemerdekaan.
Salah satu contohnya adalah K.H. Mas Mansyur yang tergabung dalam nama empat
serangkai pada masa sebelum kemerdekaan indonesia. Kiai Haji Mas Mansur
merupakan tokoh ulama reformis-modernis yang cukup terkenal pada masanya.
Beliau tidak saja aktif dalam dunia pergerakan keagamaan, tetapi juga memiliki
peranan yang sangat berarti dalam perjuangan, baik sejak masa pergerakan
kebangsaan maupun hingga masa perang kemerdekaan Indonesia.Sebagai seorang
tokoh ulama reformis-modernis, beliau merupakan prototype kiai yang perjuangan
serta pandangan-pandangannya masih memiliki relevansi serta manfaat untuk dikaji
dan diterapkan hingga saat ini. Di tengah kondisi bangsa saat ini yang sangat
membutuhkan seorang figure pemimpin yang berani nombok daripada membebani
rakyat, dan ulama yang menggalang persatuan ketimbang menghujat satu sama lain,
Kiai Haji Mas Mansur dapat di jadikan teladan pemimpin dan ulama yang sangat
tepat. Keteguhan, ketaatan dan keberaniannya dalam berijtihad menempatkannya
sebagai ulama, pejuang dan pemikir sekaligus. Semangat juang tersebut tentunya
perlu diteladani oleh generasi muda pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu sangat
penting bagi generasi muda untuk mengetahui dan memahami kisah perjuangannya
dalam mengabdi untuk bangsa,negara,dan agama agar menjadi motivasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sifat sifat yang perlu diteladani dari KH Mas Mansyur ?
2. Bagaimana gambaran profil dari KH Mas Mansyur ?
3. Bagaimana Gaya kepemimpinan KH Mas Mansyur selama menjabat sebagai
ketua Muhammadiyah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat sifat yang perlu diteladani dari KH Mas Mansyur
2. Untuk mengetahui gambaran profil dari KH Mas Mansyur
3. Untuk mengetahui Gaya kepemimpinan KH Mas Mansyur selama menjabat
sebagai ketua Muhammadiyah ?

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami sifat sifat yang perlu diteladani dari KH Mas
Mansyur
2. Dapat mengetahui dan memahami gambaran profil dari KH Mas Mansyur
3. Dapat mengetahui dan memahami Gaya kepemimpinan KH Mas Mansyur selama
menjabat sebagai ketua Muhammadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil KH Mas Mansyur


1. Masa kecil KH Mas Mansyur
Mas Mansyur lahir pada 25 Juni 1896 di Surabaya. Ibunya bernama Raudhah,
seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo, Wonokromo,
Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli
agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan
bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Dia terkenal sebagai imam tetap dan khatib
di Masjid Agung Ampel Surabaya, suatu jabatan terhormat pada saat itu.Masa kecil
Mas Mansyur dilalui dengan belajar agama dari ayahnya sendiri. Selain itu, dia juga
belajar di Pesantren Sidoresmo dengan Kiai Muhammad Thaha sebagai gurunya

2. Pendidikan KH Mas Mansyur

Pada tahun 1906, dalam usia 10 tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok
Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana, dia mengkaji Al-Qur’an dan
mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiaki Khalil. Belum lama dia belajar di
sana, kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia, Mas Mansyur menggalkan
pesantren itu pulang ke Surabaya. Sepulang dari Pesantren Demangan pada tahun
1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di
Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren Termas, Jawa
Tengah. Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi
memaksanya pindah ke Mesir. Penguasa Arab Saudi, Sultan Syarif Hussen,
mengeluarkan instruksi bahwa orang asing harus meninggalkan Makkah supaya tidak
terlibat sengketa itu. Pada mulanya ayah Mas Mansyur tidak mengizinkannya ke
Mesir, karena citra Mesir (kairo) saat itu kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebang
tempat bersenang-senang dan maksiat. Meski demikian, Mas Mansyur tetap
melaksanakan keinginannya tanpa izin orang tuanya. Kepahitan dan kesulitan hidup –
karena tidak mendapatkan kiriman uang dari orang tuanya – harus dijalaninya. Oleh
karena itu, dia sering berpuasa Senin dan Kamis serta mendapatkan uang ataupun
makanan dari masjid-masjid. Keadaan ini berlangsung kurang lebih satu tahun, dan
setelah itu orang tuanya kembali mengiriminya dana untuk belajar di Mesir.
Di Mesir, Mas Mansyur belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh
Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun
dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak
tokoh memupuk semangat rakyat mesir, baik melalui media massa maupun pidato.
Mas Mansyur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang
tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir
selama kurang lebih dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah
kembali ke Makkah selama satu tahun, dan pada tahun 1915 Mas Mansyur pulang ke
Hindia Belanda.

3. Peran Penting KH Mas Mansyur sebelum bergabung dengan Muhammadiyah

Langkah awal sepulang Mas Mansyur dari luar negeri adalah bergabung dalam
Syarikat Islam. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah (terjadinya
pergolakan politik) maupun di Mesir (munculnya gerakan nasionalisme dan
pembaharuan) merupakan modal baginya untuk berorganisasi. Saat itu SI dipimpin
oleh HOS Cokroaminoto, terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner.
Mas Mansyur dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar. Mas Mansyur juga
membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang diberi nama
Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran) terbentuknya majelis ini diilhami oleh
keadaan masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Masyarakat sulit
diajak maju, mereka sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi.
Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang
sebelumnya hanya mengadakan pengajian di rumah atau di surau masing-masing.
Majelis membahas masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan
murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajahan.

Mas Mansyur juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan berbobot. Pikiran-


pikiran pembaruannya banyak dimuat di media massa. Majalah yang pertama kali
diterbitkan bernama Suara Santri. Kata santri ditunakan sebagai nama majalah, karena
pada saat itu kata santri sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu, majalah
Suara Santri mendapat sukses yang gemilang. Majalah Jinem, adalah majalah kedua
yang diterbitkan oleh Mas Mansyur. Majalah ini terbit dua kali sebulan, menggunakan
bahasa Jawa dengan huruf Arab (pegon). Melalui majalah itu, Mas Mansyur
mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Selain
itu, Mas Mansyur pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya. Tulisan-
tulisan Mas Mansyur juga dimuat di malah Siaran dan majalah Kentungan Surabaya;
Penganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyrakat di
Medan dan Adil di Solo. Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansyur juga
menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain, Hadis Nabawiah,
Syarat Sahnya Nikah, Risalah Tauhid dan Syirik, dan Adab al-Bahts wa al-
Munadlarah. Selain aktif dalam bidang tulis-menulis, dia juga aktif berorganisasi,
meskipun aktivitas organisasi menyita waktunya di dunia jurnalistik.

B. KH Mas Mansyur dan Muhammadiyah

Pada tahun 1921, Mas Mansyur masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas


Mas Mansyur di Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh
kebaradaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaruan. Tangga-tangga
perjuangan organisasi yang dilalui Mas Mansyur selalu dinaiki dengan mantap.
Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul
Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas
Mansyur diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah (1937-1943). Mas
Mansyur dikukuhkan sebagai ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres
Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan Oktober 1937.

Sebagai Ketua PB Muhammadiyah, Mas Mansyur bertindak disiplin dalam


berorganisasi. Sidang-sidang PB selalu diadakan tepat waktu. Demikian juga dengan
para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah. Berbeda dari PB sebelumnya yang
seringkali menyelesaikan persoalan Muhammadiyah di rumahnya masing-masing,
Mas Mansyur selalu menekankan bahwa kebiasaan seperti itu tidak bagik bagi
disiplin organisasi, kerena PB Muhammadiyah telah memiliki kantor beserta segenap
karyawan dan perlengkapannya. Namun, ia tetap bersedia untuk menerimah
silaturrahmi para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah itu di rumahnya.

Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan. Mas Mansyur banyak


membuat gebrakan dalam hukum Islam dan politik umat Islam saat itu. Yang perlu
juga dicatat, Mas Mansyur tidak ragu mengambil kesimpulan tentang hukum bank,
yakni haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dan dimaafkan, selama keadaan
memaksa untuk itu. Ia berpendapat bahwa secara hukum bunga bank adalah haram,
tetapi ia melihat bahwa perekonomian umat Islam dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan, sedangkan ekonomi perbankan saat itu sudah menjadi suatu sistem
yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu, jika umat Islam tidak memanfaatkan dunia
perbankan untuk sementara waktu, maka kondisi perekonomian umat Islam akan
semakin turun secara drastis. Dengan demikian, dalam kondisi keterpaksaan tersebut
dibolehkan untuk memanfaatkan perbankan guna memperbaiki kondisi perekonomian
umat Islam.

C. Meneladani Sifat KH Mas Mansyur

1. Pribadi yang Disiplin

Sebagai seorang Ketua Pengurus Besar, KH Mas Mansyur termasuk pemimpin


yang ketat disiplinnya, terutama dalam menetapi waktu bersidang, sesuai dengan
waktu yang tersebut dalam undangan. Pernah beberapa kali dia membatalkan rapat
karena pada saat yang ditentukan yang hadir masih jauh daripada cukup. Peristiwa ini
berhasil menimbulkan kesadaran kawan-kawannya yang menyebabkan bertambah
lancarnya persidangan karena dapat dimulai tepat pada waktunya. Sebelum KH Mas
Mansyur memegang tampuk pimpinan telah menjadi kebiasaan bagi orang-orang
daerah yang pergi ke Yogyakarta untuk urusan organisasi dengan Pengurus Besar,
tidak menuju ke kantor tetapi ke rumah ketua atau salah seorang anggota Pengurus
Besar. Biasanya ke rumah H Syuja’ atau KH Mochtar dan biasanya mencukupkan
segala urusannya di situ. Tetapi KH Mas Mansyur tidak menghendaki hal seperti itu
berlangsung terus karena dapat melemahkan disiplin dan nilai organisasi. Antara
urusan silaturahmi dan urusan organisasi harus ditarik garis yang tegas. Memang
rumah KH Mas Mansyur selalu terbuka bagi setiap tamu terutama tamu
Muhammadiyah dan dia selalu ramah dalam menerima tamunya. Tetapi, begitu
tamunya menyampaikan maksud kedatangannya seperti menyerahkan surat undangan
konperensi atau meminta kehadiran salah seorang anggota Pengurus Besar, atau
kehadiran muballigh untuk peringatan Isra’ Mi’raj, misalnya atau pengesahan daerah
atau cabang atau hal-hal lain yang ada hubungannya dengan administrasi, pasti tamu
itu dimintanya datang ke kantor esok harinya.

2. Membedakan Urusan Pribadi dan Organisasi

Menurut fikiran KH Mas Mansyur, apa gunanya dibangun kantor yang lengkap
dengan peralatan administrasi dan petugasnya, lengkap dengan kamar para ketua dan
sekretaris serta ruang tamu, kalau orang lebih suka mendatangi rumah anggota
Pengurus Besar di rumahnya untuk mengurus persoalan organisasi? Kalau maksudnya
untuk sambil bersilaturahmi apakah tidak dapat lebih dahulu ke kantor menyelesaikan
urusannya kemudian berkunjung ke rumah untuk bersilaturahmi? Atau apakah
silaturahmi itu hanya dilakukan apabila bersamaan dengan urusan organisasi, kalau
tidak ada, maka tidak perlu silaturahmi? Apa yang disebut di atas itu adalah salah satu
hal baru yang diresapkannya dalam adat kebiasaan anggota Pengurus Besar yang
lama. Kantor adalah tempat bekerja menyelesaikan segala sesuatu tentang
persyarikatan, tempat rapat, menjadi semacam markas dan tempat menerima tamu
dinas atau tamu resmi. Maka sudah seharusnya setiap Pimpinan Persyarikatan dari
pusat sampai ke ranting mampu memiliki dan menggunakan kantornya masing-
masing. Urusan Muhammadiyah bukanlah urusan pribadi tetapi urusan bersama dan
formal. Memang pemisahan urusan pribadi dengan urusan formal Muhammadiyah
sangat nyata tercermin dalam tindakan KH Mas Mansyur. Dan itu dilaksanakannya
dengan konsekuen, begitu konsekuen sehingga kejadian seperti yang akan
diceriterakan di bawah ini mungkin tidak akan berlaku pada orang lain.

3. Tabah Menghadapi Cobaan

Ketika Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan baru saja berlangsung, datang


telegram kepedanya yang isinya mengabarkan bahwa istri mudanya yang tinggal di
Surabaya meninggal dunia! Kita dapat bayangkan bagaimana terkejut, susah, dan
masygul-nya KH Mas Mansur ketika membaca berita itu. Mungkin kalau terjadi pada
orang lain tentu buru-buru memberitahukan kemalangan itu kepada teman-temannya
dan sekaligus pamit pulang. Tetapi tidak demikian dengan KH Mas Mansur. Dia tetap
tenang, menarik nafas, dan terdiam. Dan sebentar kelihatan wajahnya muram. Kawan-
kawannya sesama anggota Pengurus Besar tidak diberitahunya tentang kemalangan
itu. KH Mas Mansur tetap menghadiri semua sidang dan rapat dalam kongres,
pidatonya tetap tertib dan bermutu dan buah fikirannya tetap cemerlang. Matanya
tetap bersinar dan bercahaya dan senyum tetap tersungging di bibirnya. Setelah
Kongres selesai barulah berita itu disampaikannya kepada kawan-kawannya dan
barulah matanya tergenang oleh air mata..
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kiai Haji Mas Mansur merupakan tokoh ulama reformis-modernis yang cukup
terkenal pada masanya. Ketokohan KH Mas Mansyur memang sudah tidak diragukan
lagi. Kepiawaian dan kecemerlangannya mampu membawa Muhammadiyah tetap
tegak dan menjadi organisasi islam terbesar hingga saat ini. Beliau telah memberikan
kontribusi secara komprehensif terhadap bangsa,negara, dan agama. Beliau adalah
salah satu contoh potret pemimpin yang ideal pada masa itu. Melalui pemikiran
pemikirannya serta perjuangannya beliau mampu mengembangkan Muhammadiyah
menjadi organisasi islam terbesar pada zamannya hingga sekarang. kepribadian beliau
yang disiplin, adil, dan juga tawakal harus menjadi panutan untuk generasi muda pada
zaman sekarang. Tidak hanya itu, beliau juga merupakan seorang yang berpikiran
terbuka dalam memandang segala sesuatu, dengan demikian permasalahan
permasalahan yang dialami ummat pada zamannya dapat diselesaikan dengan
penyelesaian yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Aqsha Darul.2005.K.H. MAS MANSUR Perjuangan dan Pemikiran.Erlangga:Jakarta

Kurniawan Dani.2018.K.H MAS MANSUR. Diakses pada 28 November 2021, dari


www.tablighmu.or.id/2018/0-kh-mas-mansur.html

Suara Muhammadiyah.2020.Profil Kiai Haji Mas Mansyur: Peran dalam Empat


Serangkai. Diakses pada 28 November 2021, dari
https://suaramuhammadiyah.id/2020/03/23/profil-kiai-haji-mas-mansyur-peran-
dalam-empat-serangkai/

Anda mungkin juga menyukai