Disusun oleh :
MUHAMMAD FAJAR BUDIMAN (1911604070)
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat sifat yang perlu diteladani dari KH Mas Mansyur
2. Untuk mengetahui gambaran profil dari KH Mas Mansyur
3. Untuk mengetahui Gaya kepemimpinan KH Mas Mansyur selama menjabat
sebagai ketua Muhammadiyah ?
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami sifat sifat yang perlu diteladani dari KH Mas
Mansyur
2. Dapat mengetahui dan memahami gambaran profil dari KH Mas Mansyur
3. Dapat mengetahui dan memahami Gaya kepemimpinan KH Mas Mansyur selama
menjabat sebagai ketua Muhammadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1906, dalam usia 10 tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok
Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana, dia mengkaji Al-Qur’an dan
mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiaki Khalil. Belum lama dia belajar di
sana, kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia, Mas Mansyur menggalkan
pesantren itu pulang ke Surabaya. Sepulang dari Pesantren Demangan pada tahun
1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di
Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren Termas, Jawa
Tengah. Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi
memaksanya pindah ke Mesir. Penguasa Arab Saudi, Sultan Syarif Hussen,
mengeluarkan instruksi bahwa orang asing harus meninggalkan Makkah supaya tidak
terlibat sengketa itu. Pada mulanya ayah Mas Mansyur tidak mengizinkannya ke
Mesir, karena citra Mesir (kairo) saat itu kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebang
tempat bersenang-senang dan maksiat. Meski demikian, Mas Mansyur tetap
melaksanakan keinginannya tanpa izin orang tuanya. Kepahitan dan kesulitan hidup –
karena tidak mendapatkan kiriman uang dari orang tuanya – harus dijalaninya. Oleh
karena itu, dia sering berpuasa Senin dan Kamis serta mendapatkan uang ataupun
makanan dari masjid-masjid. Keadaan ini berlangsung kurang lebih satu tahun, dan
setelah itu orang tuanya kembali mengiriminya dana untuk belajar di Mesir.
Di Mesir, Mas Mansyur belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh
Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun
dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak
tokoh memupuk semangat rakyat mesir, baik melalui media massa maupun pidato.
Mas Mansyur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang
tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir
selama kurang lebih dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah
kembali ke Makkah selama satu tahun, dan pada tahun 1915 Mas Mansyur pulang ke
Hindia Belanda.
Langkah awal sepulang Mas Mansyur dari luar negeri adalah bergabung dalam
Syarikat Islam. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah (terjadinya
pergolakan politik) maupun di Mesir (munculnya gerakan nasionalisme dan
pembaharuan) merupakan modal baginya untuk berorganisasi. Saat itu SI dipimpin
oleh HOS Cokroaminoto, terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner.
Mas Mansyur dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar. Mas Mansyur juga
membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang diberi nama
Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran) terbentuknya majelis ini diilhami oleh
keadaan masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Masyarakat sulit
diajak maju, mereka sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi.
Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang
sebelumnya hanya mengadakan pengajian di rumah atau di surau masing-masing.
Majelis membahas masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan
murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajahan.
Menurut fikiran KH Mas Mansyur, apa gunanya dibangun kantor yang lengkap
dengan peralatan administrasi dan petugasnya, lengkap dengan kamar para ketua dan
sekretaris serta ruang tamu, kalau orang lebih suka mendatangi rumah anggota
Pengurus Besar di rumahnya untuk mengurus persoalan organisasi? Kalau maksudnya
untuk sambil bersilaturahmi apakah tidak dapat lebih dahulu ke kantor menyelesaikan
urusannya kemudian berkunjung ke rumah untuk bersilaturahmi? Atau apakah
silaturahmi itu hanya dilakukan apabila bersamaan dengan urusan organisasi, kalau
tidak ada, maka tidak perlu silaturahmi? Apa yang disebut di atas itu adalah salah satu
hal baru yang diresapkannya dalam adat kebiasaan anggota Pengurus Besar yang
lama. Kantor adalah tempat bekerja menyelesaikan segala sesuatu tentang
persyarikatan, tempat rapat, menjadi semacam markas dan tempat menerima tamu
dinas atau tamu resmi. Maka sudah seharusnya setiap Pimpinan Persyarikatan dari
pusat sampai ke ranting mampu memiliki dan menggunakan kantornya masing-
masing. Urusan Muhammadiyah bukanlah urusan pribadi tetapi urusan bersama dan
formal. Memang pemisahan urusan pribadi dengan urusan formal Muhammadiyah
sangat nyata tercermin dalam tindakan KH Mas Mansyur. Dan itu dilaksanakannya
dengan konsekuen, begitu konsekuen sehingga kejadian seperti yang akan
diceriterakan di bawah ini mungkin tidak akan berlaku pada orang lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kiai Haji Mas Mansur merupakan tokoh ulama reformis-modernis yang cukup
terkenal pada masanya. Ketokohan KH Mas Mansyur memang sudah tidak diragukan
lagi. Kepiawaian dan kecemerlangannya mampu membawa Muhammadiyah tetap
tegak dan menjadi organisasi islam terbesar hingga saat ini. Beliau telah memberikan
kontribusi secara komprehensif terhadap bangsa,negara, dan agama. Beliau adalah
salah satu contoh potret pemimpin yang ideal pada masa itu. Melalui pemikiran
pemikirannya serta perjuangannya beliau mampu mengembangkan Muhammadiyah
menjadi organisasi islam terbesar pada zamannya hingga sekarang. kepribadian beliau
yang disiplin, adil, dan juga tawakal harus menjadi panutan untuk generasi muda pada
zaman sekarang. Tidak hanya itu, beliau juga merupakan seorang yang berpikiran
terbuka dalam memandang segala sesuatu, dengan demikian permasalahan
permasalahan yang dialami ummat pada zamannya dapat diselesaikan dengan
penyelesaian yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA