Ekonomi Rabbani
Sebuah Uraian Tugas Saya Selama Kuliah
Selasa, 16 April 2013
Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat
limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan tema “Membahas Tentang Riba” yang
sederhana ini.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi
salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Sejarah Peradaban Islam serta
merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada H. Rahmadi Wibowo, Lc selaku dosen mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat
Ekonomi serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar
bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga
dalam penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penulis nanti dalam upaya
evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh
mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………….......................... 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………..... 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….. 4
a. Latar belakang …………………………………………….. 4
b. Rumusan masalah …………………………………………. 4
c. Tujuan penulisan ………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………...... 5
1. PENGERTIAN RIBA DAN MACAM-MACAMNYA……………… 5
A. Pengertian Riba………………………….................................. 5
B. Macam-Macam Riba……………………………... 5
2. AYAT-AYAT TENTANG RIBA…………………………. 6
A. QS. Ar Ruum:39……………………… ..................... 6
B. QS. An Nisa: 160-161…………………. .................... 7
C. QS. Ali Imran:130 …………...................................................... 8
D. QS. Al Baqarah…………………………………………. 8
3. PEMECAHAN MASALAH RIBA DALAM KEHIDUPAN................. 9
A. Zakat ……………………… .............................................9
B. Islam dan Kerja Keras………………… .......................9
C. Memerangi Suap-Menyuap dan Pemborosan Uang ………….10
D. Pinjaman Manusiawi………………………………………………..10
E. Tata Kerja Bank…………………………………………………………10…
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Riba atau biasa disebut az ziyadah yang artinya tambahan atau kelebihan.
Merupakan sesuatu yang dibenci dalam Islam , karena tindakan ini adalah tindakan
yang dhalim dan kedhaliman diharamkan kepada semua orang tanpa pandang bulu.
Islam mengharamkan riba. Di dalam al Quran terdapat 4 surat yang membahas
tentang tidak diperbolehkannya riba. Apa itu riba, Mengapa riba dilarang , Apa saja
ayat-ayat yang membahas tentang riba, dan bagaimana mengatasi problema riba
dalam kehidupan ? akan dibahas di dalam makalah yang kami susun ini.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II
Pembahasan
5Où=ÝàÎ6sù z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rߊ$yd $oYøB§ym öNÍköŽn=tã
BM»t7ÍhŠsÛ ôM¯=Ïmé& öNçlm; öNÏdÏd‰|ÁÎ/ur `tã È@‹Î6y™ «!$#
#ZŽÏWx. ÇÊÏÉÈ ãNÏdÉ‹÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ô‰s%ur (#qåkçX çm÷Ztã
öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRô‰tGôãr&ur
tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#x‹tã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang
daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami
Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Penjelasan
Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa Allah akhirnya mengharamkan
makanan yang dulunya dihalalkan bagi mereka. Pengharaman tersebut dilakukan
kareana perilaku zalim orang-orang Yahudi kepada sesame manusia. Terebih lagi
mereka seringdengan sengaja menghangi manusia dari jalan Allah. Sebagaimana
juga telah diterangkan dalam QS. At Taubah:34, bahwa sesungguhnya sebagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan yang bahil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah.
Juga disebabkan karena mereka memakan riba dengan terang-terangan.
Padahal sudah dijelaskan bahwa perilaku tersebut dilarang. Oleh karena itu, Allah
telah menyediakan untuk orang-orang kafir dan berbuat aniaya tersebut siksa yag
pedih.
C. QS. Ali Imran: 130
yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $
$Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ҕB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌ
ÉÈ
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Penjelasan:
Ayat diatasmerupakan penegasan kepada orang-orang yang beriman untuk tidak
memakan riba. Terlebih lagi apabila ribatersebut berlipat ganda. Riba yang
dimaksud disini adalah riba nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba
nasi’ah selamanya hukumnya haram, meskipun tidak berlipat ganda. Sebagaimana
telah diterangkan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh
karena itu Allah memberikan perintah kepada orang-orang beriman supaya
bertakwadengan meniggalkan riba tersebut. Dengan begitu mereka yang taat akan
mendapatkan keberuntungan.
D. QS. Al Baqarah: 278-279
yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râ‘sŒur $tB u’Å+t/ $
z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷s•B ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs?
(#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qß™u‘ur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù
â¨râäâ‘ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Penjelasan:
Ayat tersebut akan sempurna untuk dijelaskan jika diketahui asbabun nuzulnya. Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir ath Thabari meriwayatkan, “Kaum Tsaqif,penduduk kota
Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah SAW. Bahwa semua
hutang mereka, demikian juga piutang ( tagihan ) mereka yang berdasakan riba agar
dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah,
Rasulullah SAW menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Mekah yang juga
meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya. Bani Amr
bin Umair bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan uang
secara riba kepada Bani Mughirah dansejak zaman jahiliyah Bani Amr Mughirah
senantiasa membayarnya dengan tambahan riba.
Setelah kedatangan Islam hal seperti itu masih berlanjut. Dan pada suatu
ketika ketika Bani Amr menagih hutang kepada bani MUghirah seprti biasanya.
Tetapi bani Mughirah setelah memeluk Islam menolak untuk memberikan
ribatersebut. Dilaporkanlah masalah tersebut kepada GubernurItab bin Usaid.
Menanggapi masalah ini, Gubernur Itab bin Usaidlangsung menulis surat kepada
Rasulullah SAW dan turunlah ayat tersebut.Rasulullah AW lantas menulis surat
balasan, “ Jika ,ereka ridha atas ketentuan Allah di atas maka itu baik. Tetapi jika
mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.
Bedasar asbabun nuzul tersebut, makaAllah memerintahkan kepada
seluruh orang yang beriman untuk meninggalkan sisa riba dari setiap piutang.
Perintah tersebut akan menunjukkan siapa yang benar-benar orang yang beriman
dan bertakwa. Jika benar-benar masih melakukan transaksi riba maka Allah dan
Rasul-Nya akan memerangi mereka. Karenaya, tidak bertransaksi lagi dengan riba
namun tetap mendapatkan hak kembali ata setiap piutang yakni pokoknya saja.
Perintah tersebut merupakan keadilan social supaua tidak ada manusia yang
menganiaya dan dianiaya.
3. Pemecahan Masalah Riba dalam Kehidupan
A. Zakat
Pemecahan palng penting bagi golongan terdesak adalah zakat. Karena
seseorang tidak lah akan berhutang kepada orang lain, kecuali karena keadaa
terpaksa. Zakat merupakan pendidikan rohani yang heat untuk menaikkan manusia
ke tingkat kebersiahn ruhnya , kesucian jiwwa dan hatinya. Allah memberkahi harta
orang berzakat. Begitu pula orang yang bersedeekah. Pemiliknya akan memperoleh
tambahan, berapapun hartanya itu diambil untuk zakat, karena adaya barakah pada
hartanya yang dizakati.
B. Islam dan kerja
Islam agama tengah atau moderat mempercayai kerja, memujinya dan
mengajak manusia untuk bekerja, sehingga para Rasul dan Nabi pun imakan dari
usahanya sendiri. Rasulullah saw. Contohnya, beliau makan dari jerih payah sndiri
dengan menggembala kambingIslam menggalakkan bekerja yang halal,sekaligus
bertindak fitrah dan tidak membenarkan kita memandang remeh pekerjaan-
pekerjaan yang dianggap sebagian orang sebagai pekerjaaan yang tak berharga.
Semua ini merupakan dorongan untuk bekerja, menjauhi pengangguran dan
kemalasan, yang pada umumnya dapat mengakibatkan pemerasan terhadap yang
lain dan khususnya riba yang dilakukan oleh orang-orang yang kaya yang biasa
bermalas-malasan dan hanya meminjamkan hartanya dengan berbunga. Setiap
manusia wajib bekerja apa saja dengan ikhlas dan selanjutnya mudah-mudahan
taufiq dari Allah dan dapat mencapai derajat yang tinggi serta terwujud harapannya.
Jadi bekerja adalah merupakan perjuangan, kehormatan dan usaha, bahkan ibadah.
Sedangkankemalasan merupakan kerugian dan dosa kepada Allah, Rasul-Nya dan
masyarakat.
C. Memerangi suap-menyuap dan pemborosan uang
Sebagian besar Negara Islam, masyaraktnya sedang diuji dengan maraknya
suap-menyuap. Pegawai pemerintah tidak mau bekerja kalau tidak diberi suap.
Masyakat dibiarkannya terlantar, kalau meekatidak diberi suap menangani pekerjaan
tersebut. Dengan demikian gaji mereka tidak akancukup, karena uang yang mereka
dapatkan adalah uang haram. Tidak barakah. Karena itu , seharusnya ada usaha
dengan segenap kemampuan yang ada untuk memberantas perilaku ini. Hal ini
berlaku pada seluruh masyarakat yang mempraktekan suap-menyuap, riba dan
pemborosan. Seharusnya semua hal tersebut diberanas dan hendaklah kita
mempelajari agama Allah dan mengamalkannya dengan ikhlas.
D. Pinjaman manusiawi
Hal yang paling diserukan leh Islam adalah pinjaman manusiawi dengan arti
bahwa orang yang meminjamkan kepada oramg lain dua kali, seolah-olah dia
member sedekah sekali. Sesungguhnya langkah ini merupakanpengbdian kepada
individu dari masyarakat, sehingga para individu tidak lari ke pinjaman ribawi.
E. Tata kerja bank
Masih banyak bank-bank yang berjalan dengan system riba. Karena bank-
bank tersebut telah menetapkan bunga tetap yang disodorkan didepan. Hal ini
merupakan riba. Dan sebagai alternatifnya adalah bagi hasil. Terdapat produk bagi
hasi d bank-bank syariah. Mudharabah misalnya.
BAB III
Penutup
Riba itu haram. Sekecil apapun riba tetap dihitung haram. Tidak ada barakah
yang didapat dari riba. Barakah hanya didapat bila kita keluarkan harta kita untuk
dakat dan sedekah. Riba ada 2 macam . Riba nasi’ah dan riba fadl. Al Qur’an telah
banyak membahas tentas riba. Terhitung ada $ sura yang menjelaskannya . ada
beberapa solusi untuk mengatasi problema riba di kehidupan. Seperti berzakat,
hilangkan suap menyuap dan hidup boros, gigih bekerja, memeperbaiki tata kerja
bank.
Daftar Pustaka
Dr. Abu Sura’I Abdul Hadi MA.1993Bunga Bank Dalam Islam.Al Ikhlas.Surabaya. Indonesia
-->
A. Pendahuluan
Islam merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda dari sistem-sistem ekonomi lainnya.
Hal ini karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi
setiap muslim dalam melaksanakan aktifitasnya. Islam memiliki tujuan-tujuan syariah (maqasid asy-
syari’iyyah). Tujuan-tujuan itu sendiri selain mengacu kepada kepentingan manusia untuk mencapai
kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting bagi
persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara
kepuasan jasmani dan rohani.[1]Ekonomi Islam secara jelas membedakan antara uang (money)
dengan modal (capital). Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept,
sedangkan capitaladalah stock concept. Dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar akan
berdampak pada semakin baiknya tingkat ekonominya. Dalam kerangka pikir inilah, Islam
menganjurkan qardh dan sedekah yang secara makro akan mempercepat perputaran uang dalam
perekonomian.[2]
Dalam konsep ekonomi Islam tidak dikenal motif kebutuhan uang untuk spekulasi, karena
spekulasi tidak dibolehkan. Kebalikan dari sistem ekonomi konvensional yang memberikan bunga
atas modal. Ekonomi Islam malah menjadikan modal sebagai objek zakat. Dalam ekonomi Islam,
uang adalah barang public, sedangkan capital adalah barang pribadi. Karenanya, penimbunan uang
(dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Bila diibaratkan darah,
perekonomian akan kekurangan darah alias kelesuan ekonomi alias stagnasi. Berkembangnya bank-
bank syariah di negeri-negeri Islam berpengaruh ke Indonesia, pada awal periode 1980-an. Diskusi
tentang ekonomi syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan, para tokoh yang terlibat
dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefudin, M.
Amien Azis dan lain-lain.[3]
Akan tetapi, perakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan
pada tahun 1990. Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990
menyelenggarakan lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua, Bogor Jawa Barat. Kemudian,
ditindaklanjuti dalam Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-
25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas ke IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan
bank Islam di Indonesia, yang kemudian melahirkan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan akte
pendirian tanggal 1 November 1990.[4]Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berdasarkan pada
Al-Qur’an dan Hadis juga didasari oleh kenyataan akan praktek bunga pada bank konvensional yang
“tumbang” akibat Negative Spread[5]yang dialami, dan juga diperkuat dengan fatwa-fatwa ulama,
bank di tingkat nasional maupun internasional akan pengharaman bunga bank, maka muncullah
berbagai lembaga keuangan syariah yang dewasa ini telah cukup berkembang dengan pesatnya.
Dengan pesatnya perkembangan ekonomi syariah, saat ini tidak hanya perbankan saja yang syariah
akan tetapi Asuransi, Obligasi, Reksadana, Saham, Lembaga Pembiayaan, Gadai, dan Hotel.
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.[7]
Sepintas ayat di atas hanya melarang riba yang berlipat ganda. Akan tetapi, memahami
kembali ayat tersebut secara cermat termasuk mengkaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya secara
komprehensif, secara pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh akan
sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan. Oleh
karena itu, berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul “Tafsir Ayat
Ekonomi Tentang Riba”.
B. Pembahasan
1. Pengertian Riba dan Jenis-Jenis Riba
a. Abdurrahman Al-Jaziri mengemukakan riba adalah salah satu dari dua penukaran yang sejenis tanpa
adanya imbalan untuk tambahan itu.
b. Hanabilah sebagaimana dikutip oleh Wahbah Zuhaili riba adalah tambahan dalam perkara-perkara
tertentu.
c. Kamalludin bin Al-Hammam dari Hanafiah riba adalah kelebihan yang sunyi (tidak disertai) dengan
imbalan yang disyaratkan dalam jual beli.
d. Syafi’iyah riba adalah akad atas ‘iwadh (penukaran) tertentu yang tidak diketahui persamaannya
dalam ukuran syara’ pada waktu akad atau dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran
tersebut atau salah satunya.[10]
Dari definisi yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa riba adalah suatu
kelebihan yang terjadi dalam tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai
dengan imbalan, dan kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian. Dengan demikian, apabila
kelebihan tersebut tidak disyaratkan dalam perjanjian maka tidak termasuk riba. Secara garis besar,
riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli.
Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua riba
jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
a. Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang
(muqtaridh).
b. Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada
waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang
yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan
jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[11]
39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).[12]
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)
dari jalan Allah,
161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya,
dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.[13]
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.[14]
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280. dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
281. dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa
yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).[15]
Allah Swt. berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memberlakukan riba dan
memakan riba yang berlipat ganda, seperti yang dahulu biasa mereka lakukan bila telah tiba masa
pelunasan utang; maka jalan keluar adakalanya si pengutang melunasi utangnya atau membayar
bunga ribanya. Jika ia membayar, maka tidak ada masalah; tetapi jika ia tidak dapat membayar
utangnya, dia harus menambah bayarannya sebagai ganti dari penangguhan masa pelunasannya.
Demikianlah seterusnya sepanjang tahun, adakalanya utang sedikit menjadi bertambah banyak dan
berlipat-lipat dari utang yang sebenarnya.[16]
b. Tafsir Jalalayn
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda) bacaannya ada yang memakai alif dan ada pula yang tidak, maksudnya ialah memberikan
tambahan pada harta yang diutang yang ditangguhkan pembayarannya dari tempo yang telah
ditetapkan (dan bertakwalah kamu kepada Allah) dengan menghindarinya (supaya kamu beroleh
keberuntungan) atau hasil yang gemilang.[17]
Menurut Syaikh As Sa’diy, bahwa hikmah -dan Allah yang lebih mengetahui- dimasukkan ayat
ini di sela-sela kisah perang Uhud adalah karena sebelumnya Allah telah menjanjikan, jika mereka
bersabar dan bertakwa, maka Dia akan memenangkan mereka dan mengalahkan musuh mereka dan
nampaknya jiwa menjadi rindu untuk mengetahui lebih dalam tentang perkara-perkara yang menjadi
sebab kemenangan, keberuntungan dan kebahagiaan, maka disebutkanlah lafaz takwa tiga kali, yaitu
di ayat 130, 131 dan 133.
Ditujukan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya orang-orang yang beriman yang
dapat melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dimana iman itu adalah
pembenaran yang sempurna terhadap sesuatu yang wajib dibenarkan dan menghendaki adanya amal
dari anggota badan. Hal ini menunjukkan bahwa iman, tidak hanya ucapan saja, bahkan disertai amal.
Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa “Al Iman qaul wa’amal” (Iman adalah ucapan yang
didukung oleh hati dan adanya amal).
Menurut sebagian besar ulama adalah bahwa riba itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat
ganda. Riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba nasiah yang umum terjadi dalam masyarakat
Arab zaman jahiliyah, yaitu ketika orang yang berhutang sudah jatuh tempo harus membayar, namun
ia belum mampu, orang yang memberi pinjaman berkata, “Kamu mau membayar hutangmu atau saya
tambah lagi waktunya namun hutangmu juga bertambah”.[18]
C. Analisis
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara manusia dalam memenuhi
kebutuhannya yang tidak terbatas dengan alat-alat pemuas kebutuhan yang terbatas. Sementara
menurut Islam, ilmu ekonomi lebih ditekankan pada cara manusia untuk dapat memenuhi
kebutuhannya harus sesuai dengan syariah, bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan
serta pendistribusiannya adil. Fondasi ilmu ekonomi Islam terdiri dari 3 hal, yaitu akidah, syariah dan
etika. Akidah berkaitan dengan ideologi, syariah berkaitan dengan hubungan antara sesama manusia
(mu’amalah) dan hubungan antara manusia dengan Allah (ibadah) serta etika yang mana berkaitan
dengan moral pelaku ekonomi. Adapun sumber norma dalam ekonomi Islam terdiri dari 2 hal, yakni
primer dan sekunder. Sumber norma primer yaitu Al-Qur’an dan Hadist sementara sumber norma
sekunder yaitu Ijtihad.[19]
Menurut An-Naqvi terdapat gejala aksiomatik dalam ilmu ekonomi Islam yaitu tauhid (unity),
keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will), dan tanggung jawab (responsibility). Tauhid
mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam.
Keseimbangan merupakan konsep yang menunjukkan keadilan sosial. Kehendak bebas manusia
berarti suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia
tidak dibatasi. Tetapi, kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan
prinsip dasar diciptakannya manusia sebagai khalifah di bumi. Tanggung jawab terkait erat dengan
tanggung jawab manusia atas segala aktivitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung
jawab kepada manusia lain sebagai masyarakat.[20]
1. Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah kepada manusia sehingga pemanfaatannya haruslah
bisa dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
2. Kepemilikan pribadi diakui dalam batas-batas tertentu yang berhubungan dengan kepentingan
masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
4. Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya, dan harus
berperan sebagai modal produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya dialokasikan untuk kepentingan orang
banyak.
6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah mencapai batas (nisab).
Penghasilan bank yang terbanyak berasal dari jasa kredit berupa bunga. Bunga diterima bank
sebagai jasa pemberian kredit kepada pihak tertentu (debitur) dan bank pun memberikan jasa bunga
kepada pemilik uang (deposan) dengan tingkat bunga tertentu. Yang menjadi masalah sekarang
apakah bunga bank termasuk riba ? dalam menjawab masalah ini para ulama tidak memiliki satu
kesepakatan. Mereka berselisih paham dalam menghukumi bunga bank yaitu:
1. Kelompok pertama menyatakan bahwa bunga bank itu dihukumi riba, karena terjadi penambahan
jumlah pinjaman dengan jumlah pembayaran dan penambahan tersebut adalah riba, karena itu
hukumnya haram.
b. Bersifat memaksa
c. Memberatkan
Jika sifat bunga itu tidak memiliki sifat seperti itu, bunga bank tidak termasuk riba.
3. Kelompok ketiga menyatakan bahwa bunga bank dihukumi riba, tetapi karena bank yang tanpa
bunga belum ada dan bank sangat diperlukan bagi pengembangan ekonomi umat, maka
memanfaatkan bank dengan bunganya termasuk perbuatan darurat, karena itu tidak berdosa.[22]
D. Kesimpulan
1. Riba ( )الرباsecara bahasa bermakna ziyadah (زي™™ادة – tambahan) dalam pengertian lain, secara
linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. riba adalah suatu kelebihan yang terjadi dalam
tukar-menukar barang yang sejenis atau jual beli barter tanpa disertai dengan imbalan, dan
kelebihan tersebut disyaratkan dalam perjanjian.
2. Proses pengharaman riba melalui proses yang cukup panjang, tidak serta merta apalagi dengan tiba-
tiba. Tahap pertama menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah
menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada
Allah (surah al-Run ayat 39), kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk dan Allah
mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba (surah al-
Nisa’ ayat 160-161), ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda (surah Ali ‘Imran ayat 130) dan keempat Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun
jenis tambahan yang diambil dari pinjaman (surah al-Baqarah ayat (275-281).
3. Islam melarang riba dalam segala bentuknya. Hikmah dari pelarangan riba yakni mendorong sikap
tolong menolong (ta’awun), mementingkan orang lain, melawan sifat ego (mementingkan diri
sendiri), tidak mengeksploitasi orang lain, mengagungkan kerja, menghormati orang-orang yang
bekerja, menjadikan kerja sebagai salah satu bentuk usaha yang utama, tidak akan terjadi
penjajahan ekonomi dan mendorong umat agar mau memberikan pinjaman kepada orang lain yang
membutuhkan dengan model “qardhul hasan” atau pinjaman tanpa bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. Azis. 1992. Mengembangkan Bank Islam di Indonesia (Jakarta: Bangkit)
Institut Bankir Indonesia, Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah. 2003. (Jakarta: Djambatan)
Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press)
Nuril, Amalia Hidayati. 2014. Handout Konsep Dasar Ekonomi Islam pada Mata Kuliah Ekonomi
Mikro Islam
Rivai, Veihzal dan Antoni Nizar Usman. 2012. Islamic Economics & Finance Ekonomi dan Keuangan
Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Saeed, Abdullah. 2003. Islamic Banking and Interest A Study of the Prohibition of Riba and it’s
Contemporary Interpretation, terj. Muhammad Ufuqul Mubin, et.al, Bank Islam dan Bunga: Studi
Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Sumitro, Warkum. 2002. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga terkait BMI dan
Takaful di Indonesia cet. 3 (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa)
Syafi’i, Muhammad Antonio. 2013. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press)
Yahya, Abu Marwan bin Musa. Ebook Tafsir Al-Qur’an Hidayatul Insan Jilid I
[2] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001)
[3] M. Amien Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia (Jakarta: Bangkit, 1992)
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek(Jakarta: Gema Insani Press,
2003) hlm. 25
[6] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga terkait BMI dan Takaful di
Indonesia cet. 3 (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2002) hlm. 2
[8] Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest A Study of the Prohibition of Riba and it’s
Contemporary Interpretation, terj. Muhammad Ufuqul Mubin, et.al, Bank Islam dan Bunga: Studi
Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) hlm. 33
[14]Ibid., hlm. 84
[18]Abu Yahya Marwan bin Musa, Ebook Tafsir Al-Qur’an Hidayatul Insan Jilid I
[20]Veihzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics & Finance Ekonomi dan Keuangan
Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012) hlm. 230
[21]Amalia Nuril Hidayati, Handout Konsep Dasar Ekonomi Islam pada Mata Kuliah Ekonomi Mikro
Islam, 2014
Berlangganan
POPULAR POSTS
Search
About
Contact
Privacy Policy
Disclaimer
Copyright 2018 Andy Budi Cahyono
Ekonomi Islam
Qazwa
480045
macam macam riba
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering banget nih melakukan transaksi ekonomi mulai
dari menabung di bank, investasi, pinjam-meminjam, atau sekadar jual beli. Dari banyak
nya aktivitas tersebut, kadang kita gak sadar kalau bisa jadi termasuk bagian jenis-jenis
riba dalam Islam. Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas macam macam
serta jenis jenis riba dalam islam beserta contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
.
Jenis jenis riba dalam Islam
1. Riba hutang-piutang
Riba yang mengambil keuntungan lebih dari suatu hutang, contohnya riba qardh dan
riba jahiliyah.
Penambahan nilai barang yang dibeli oleh konsumen, contohnya riba fadhl dan riba
nasi’ah.
1. Riba Fadhl
Pertukaran atau jual beli barang ribawi dengan kuantitas, kualitas, atau kadar takaran
yang berbeda. Barang ribawi itu sendiri disebutkan dalam hadits sebagai emas, perak,
gandum, gandum merah, garam, dan kurma. Dalam hadits lain disebutkan sebagai emas,
perak, dan bahan makanan. Sehingga dalam Islam, untuk barang barang tersebut
pertukaran yang dilakukan harus lah memenuhi jumlah dan kualitas yang sama.
Contoh praktik riba fadhl misalnya seseorang menukar 10 gram emas (20 karat) dengan
11 gram emas (19 karat). Contoh lainnya 2 kilo gandum berkualitas baik ditukar dengan
3 kilo gandum berkualitas buruk.
2. Riba Qardh
3. Riba Jahiliyah
Adanya tambahan nilai hutang karena adanya tambahan tempo pembayaran hutang
disebabkan peminjam tidak mampu membayar hutang pada waktunya. Praktik riba
seperti ini banyak diterapkan pada masa jahiliyah.
Contohnya pemberi hutang berkata kepada pihak penerima hutang saat jatuh tempo,
“kamu lunasi hutang sekarang sesuai jumlah kamu berhutang atau membayar
dikemudian hari dengan syarat adanya tambahan jumlah hutang”
Contoh lainnya adalah penggunaan kartu kredit. Saat pengguna kartu kredit membeli
barang senilai 1 juta dan tidak mampu membayar penuh saat jatuh tempo, maka
penguna diharuskan membayar bunga atas tunggakan kartu kreditnya tersebut.
4. Riba Yad
5. Riba Nasi’ah
barang ribawi lainnya. Riba ini mirip dengan riba fadhl hanya saja
ada perbedaan pada serah terima barang jual beli.
Contohnya dua orang saling bertukar emas. Satu orang memiliki
emas 24 karat ingin ditukar dengan emas 24 karat dengan
timbangan yang sama. Akan tetapi emas 24 karat yang satunya
baru diserahkan satu bulan setelah perjanjian transaksi disetujui
masing-masing pihak padahal harga emas bisa saja berubah
sewaktu-waktu.