FIQH MAWARIS
Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu:
H. Ali Ambar, Lc.,M.Pd.I
Disusun Oleh :
Yudy Setiawan
202105099
i
DAFTAR ISI
C. Batasan Masalah........................................................................................... v
D. Tujuan .......................................................................................................... v
E. Manfaat ........................................................................................................ v
a. Pengertian ................................................................................................. 2
a. Al-Qur‟an ................................................................................................. 3
b. Hadits........................................................................................................ 3
ii
BAB III. PENUTUPAN ......................................................................................... iv
Kesimpulan .............................................................................................. iv
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama samawi yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad saw. untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat. Islam
mengatur segala hukum yang diperuntukkan untuk penganutnya secara rinci dan
jelas sehingga manusia tidak menyimpang dari aturan yang dikehendaki Allah
SWT. Diantara aturan yang telah rinci dijelaskan adalah peraturan tentang
bagaimana cara pembagian harta peninggalan, siapa yang berhak dan tidak berhak
mendapatkan harta tersebut. Aturan tersebut telah dijelaskan di dalam Al-Qur‟an
dan Sunnah atau hadits Rasulullah saw. Adanya aturan tersebut dimaksudkan agar
manusia khususnya umat Islam memiliki acuan dalam pembagian harta
peninggalan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat diperoleh rumusan masalah
berikut ini:
iv
C. Batasan Masalah
Agar penulisan makalah ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari
tujuan awal, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah sebagai
berikut :
D. Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan:
E. Manfaat
Melihat dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari makalah ini
adalah:
v
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh
Fiqh menurut pengertian kebanyakan fuqaha adalah : “segala hukum
syara‟ yang diambil dari kitab Allah SWT. Dan sunnah Rasul saw. dengan jalan
ijtihad dan istinbath berdasarkan hasil penelitian yang mendalam.”
“Fiqh itu ialah suatu ilmu yang menerangkan segala hukum yang dipetik dari
dalil-dalil yang tafshily.” (Ayat, Sunnah, Ijma‟, dan Qiyas).
B. Pengertian Mawaris
Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras yang berarti harta
peninggalan orang yang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warinya.2
Kata miras lebih sering dikenal dengan sebutan warisan.
Ilmu yang mempelajari warisan disebut ilmu mawaris atau lebih dikenal
dengan istilah faraid. Kata faraid merupaka bentuk jamak dari faraidah, yang
diartikan oleh para ulama Faradiyun dengan kata mafrudah, yaitu bagian yang
telah ditentukan kadarnya.
1
Muh. Hasby Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA,
2001), hlm. 1
2
Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: PUSTAKA SETIA, 1999), hlm. 11.
1
C. Pengerian Fiqh Mawaris
a. Pengertian
Menurut Drs Ahmad Rofiq, fiqh mawaris merupakan ilmu fiqh
yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima
warisan, siapa-siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian
tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara perhitungannya.3 Fiqh
mawaris juga disebut ilmu faraid, yang merupakan bentuk jamak dari kata
faridah artinya ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara
rinci di dalam al-Qur‟an.4
3
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1992), hlm. 5.
4
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 1.
5
Ibid. hlm. 2.
2
disebut zawi al-arham. Waris bisa timbul karena hubungan darah,
perkawinan, dan karena akibat memerdekakan hamba.
- Muwarris. Artinya orang yang diwarisi harta peninggalannya, yaitu orang
yang meninggal secara hakiki, secara taqdiry (perkiraan), atau melalui
keputusan hakim. Seperti orang yang hilang (al-mafqud) dan tidak
diketahu kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau
tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia dinyatakan
meninggal dunia.
- Al-Irs. Artinya harta warisan yang siap dibagikan oleh ahli waris sesudah
diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al-janazah),
pelunasan hutang, serta pelaksanaan wasiat.
- Warasah. Yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini
berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa
dibagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.
- Tirkah. Yaitu semua harta peniggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran
hutang, dan pelaksanaan wasiat.
-
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an mnenjelaskan ketentuan-ketentuan waris ini dengan
jelas sekali. Yaitu tercantum dalam surat An-Nisa‟ ayat; 7, 11, 12, 176 dan
surat-surat lain.
b. Hadits
) فها تقٍ فهو الولً رجل ﺫكر (هتفق علَه, الحقوا الفرائض تأهلها: قال ال ًّتٍّ صلً هللا علَه و سلّم
3
c. „Ijma dan Ijtihad.
„Ijma dan ijtihad para sahabt, imam-imam madzhab dan mujtahid-
mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil sumbangannya
terhadap pemecahan-pemecahan masalah mawaris yang belum dijelasakan
oleh nash-nash yang sharih. Misalnya:
6
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma’arif, 1981), hlm. 33.
4
7
. ﺇًﱠه لم ُﺴوﻊ وًه: ىقُﻞ, ىهو وي رىاُح الﺤﺴي الثصرٌﱢ عي عوراي
Terjemah : Dari Imran bin Husain, ia berkata : “Telah datang seorang laki-laki
kepada Nabi saw., lalu berkata : Sesungguhnya cucu laki-laki saya telah mati.
Apa bahagian saya dari peninggalannya? Sabdanya : “Bagimu seperenam”.
Tatkala ia berpaling pergi , ia seru dia, lalu bersabda : “buatmu seperenam
lagi”. Maka tatkala ia berpaling pergi, ia panggil dia, lalu bersabda :
“seperenam lagi itu sebagai makanan”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan “empat”
dan disahihkan oleh Tirmidzi dan ia itu dari riwayat al-Hasanul Bashri dari
„Imran, tetapi ada orang berkata bahwa ia tidak dengar daripadanya.
Keterangan :
Orang yang mati itu meninggalkan dua anak perempuan. Bagian dua anak
perempuan adalah dua pertiga. Tinggal sepertiga atau dua perenam. Kakek
mendapatkan seperenam sebagai bagian tetap dan seperenam lagi sebagai
„ashabah. Bagian „Ashabah ini Rasulullaah saw namakan makanan.8
Penjelasan dari Syarah Bulughul Maram yaitu Subulus Salam menurut Qatadah :
Saya tidak mengetahui berapa harta yang dia warisi? Dan beliau mengatakan :
Bagi paling sedikit yang mewarisi oleh kakek, seperenam (1/6). Gambarang
permasalahan ini ialah bahwa seseorang yang mati meninggalkan dua anak
perempuan dan orang lelaki yang bertanya itu adalah kakeknya. Bagian untuk dua
anak perempuan itu, dua pertiga (2/3) dan sisanya sepertiga (1/3). Lalu Rasulullah
saw. menyerahkan kepada orang yang bertanya itu seperenam sebagai bagian
wajib karena sekian itulah bagian bagi kakek. Beliau tidak menyerahkan
kepadanya seperenam lagi, agar dia tidak mengira bahwa bagiannya adalah
sepertiga (1/3). Beliau tinggalkan dulu yang seperenam itu hingga kakek itu pergi.
Lalu beliau panggil kembali, seraya beliau bersabda : untuk kamu seperenam lagi
dan seperenam sisa harta peninggalan itu. setelah orang itu pergi, maka beliau
panggil dia kembali, seraya bersabda : Bahwa yang seperenam kedua itu sebagai
tambahan atas bagian yang telah ditetapkan. Adapun maksud beliau itu adalah
sebagai pemberitahuan kepada orang itu bahwa seperenam yang kedua itu adalah
7
Syarah Bulughul Rahman karya Muhammad Hamid Al-Faqy
8
A. Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: cv DIPONEGORO, 1967), hlm. 474.
5
tambahan dari bagian yang wajib baginya. Sebab bagian kakek itu hanya
seperenam (1/6) sebagain bagian semestinya sedang sisanya adalah bagian sebagai
ashabahnya.9
Terjemah : Dari Ibnu Buraidah, Dari Bapaknya, bahwasanya Nabi Saw. telah
beri kepada nenek seperenam jika tidak mengahalangi dia seorang ibu.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa-i dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Jarud dan dikuatkan oleh Ibnu „Adl.10
Dan seperenam itu dibagi sama oleh dua orang nenek atau lebih, apabila
mereka sama derajatnya (jauh dekat hubungannya dengan si mayit). Jika berbeda
maka gugurlah nenek yang paling jauh dari kedua belah pihak (pihak ayah atau
ibu) karena ada yang paling dekat dengan si mayit. Tidak ada yang dapat
menggugurkan mereka para nenek itu kecuali ibu dan ayah si mayit. Masing-
masing dari keduanya (ibu dan ayah) mengugurkan bagian nenek dari pihaknya.
(Maksudnya, bahwa nenek tidak mendapat bagian jika ada ibu si mayit dan kakek
tidak mendapat bagian jika ada ayah si mayit.11
9
Abubakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam III, (Surabaya:Al-Ikhlas, 1995), hlm. 360.
10
A. Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: cv DIPONEGORO, 1967), hlm. 474.
11
Abubakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam III, (Surabaya:Al-Ikhlas, 1995), hlm. 361.
6
Terjemah : Dari Miqdam bin Ma‟dikarib, Ia berkata : “telah bersabda
Rasulullaah saw. : “Paman (saudara laki-laki ibu) itu warits bagi orang yang
tidak ada warits baginya.”
Dalam hadits tersebut terdapat dalil pewarisan saudara lelaki ibu apabila
tidak ada ashabah yang mewarisi si mayit, apabila tidak ada orang yang
mempunyai bagian, karena saudara laki-laki ibu adalah termasuk dzawil arham
(orang yang menunggu belas kasih dari orang yang mendapat warisan, karena dia
tidak mempunyai bagian warisan tetap).12
Terjemah : Dari Abi Umamah bin Sahl, ia berkata : “Umar telah menulis kepada
Abi „Ubaidah, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda : “Allah dan
Rasulnya Maula bagi orang yang tidak ada maula baginya : dan paman itu
warits bagi orang yang tidak mempunyai ahli warits”.13 Diriwayatkan oleh
Ahmad dan “empat” kecuali Abu Dawud, dan dihasankan oleh Tirmidzi, dan
disahihkan oleh Ibnu Hibban.
12
Ibid. Hlm. 362
13
A. Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: cv DIPONEGORO, 1967), hlm. 475.
14
Abubakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam III, (Surabaya:Al-Ikhlas, 1995), hlm. 364.
7
Cara mengkompromikan antara hadits tersebut dengan hadits dari Miqdam
dan Hadits dari Abu Umamah yang sama-sama menunjukkan penetapan bagian
waris bagi saudara lelaki ibu sekiranya tidak ahli waris bagi si mayit, bahwa
maksud Rasulullah saw. ialah menjadi ahli waris bagi orang yang tidak memiliki
ahli waris tetap dari semua pihak seperti ashabah, orang-orang yang mempunyai
bagian tetap dan bagi orang yang tidak meninggalkan saudara lelaki ibu. Dan
yang dimaksudkan dengan pewarisan Nabi saw. terhadap orang yang tidak
mempunyai ahli waris itu, ialah bahwa harta peninggalan si mayit menjadi milik
negara untuk kemasalahan umat Islam. Sesungguhnya harta peninggalan si mayit
tidak boleh menjadi kekayaan Baitul Mal kecuali apabila tidak ada semua ahli
waris tersebut termasuk tidak ada saudara lelaki ibu dan lainnya.15
Terjemah : Dari Jabir r.a. dari Rasulullaah saw. Beliau bersabda : “Jika anak
bersuara (hhidup ketika lahirnya) maka dia mendapat waris”. Diriwayatkan oleh
Abu Daud dan dinilai Shahih oleh Ibnu Hibban.
Hadits tersebut menjadi dalil bahwa apabila bersuara atau hidup bayi itu
sewaktu dilahirkan, maka bagi bayi itu berlaku hukum yang lainnya, termasuk
perihal mewarisi si mayit. Dikiaskan padanya semua hukum yang lain seperti
memandikan jenazahnya, mengafaninya dan menshalatinya., serta wajib qishas
atau diyat bagi orang yang membunuh bayi itu. Mereka berselisih pendapat
15
Ibid. Hlm. 365.
8
tentang masalah : apakah cukup dalam pemberitaan tentang bersuaranya itu
seorang perempuan yang adil atau harus terdiri dari dua perempuan yang adil atau
empat perempuan yang adil. Pendapat pertama, yaitu cukup seorang perempuan
yang adil itu menurut pendapat ulama Al Hadawiyyah (Syai‟ah). Menurut
pendapat kedua ; cukup dua perempuan yang adil adalah pendapat Al Hadi;
sedang yang ketiga, yaitu harus empat orang perempuan yang adil , adalah
menurut pendapat syafi‟i. perbedaan pendapat ini berkembang dalam setiap hal
yang bertalian dengan aurat para wanita. Mafhum hadits tersebut memberikan
pengertian bahwa jika bayi itu tidak bersuara sewaktu lahirnya, lalu tidak
dianggap hidup, maka baginya tidak berlaku suatu hukum yang telah disebutkan
diatas.16
16
Ibid. Hlm. 366.
9
BAB III. PENUTUPAN
Kesimpulan
Fiqh mawaris merupakan ilmu fiqh yang mempelajari tentang
siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa-siapa yang
tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya, dan
bagaimana cara perhitungannya. Fiqh mawaris juga disebut ilmu faraid,
yang merupakan bentuk jamak dari kata faridah artinya ketentuan-
ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam al-Qur‟an.
iv
DAFTAR PUSTAKA
Ikhlas.