Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tri wahyudi

Nim : S19128029

Prodi/semester : D3/Semester 3

Resume KMB1 : ke-4

Program pemerintah dalam penanggulangan penyakit tropis

A. Filariasis
Filariasis atau kaki gajah adalah anggota badan yang bengkak karena infeksi cacing
tambang. Cacing ini mempengaruhi pembuluh limfatik dan ditularkan oleh gigitan nyamuk.
Penyakit kaki gajah masih ada di Indonesia, khususnya di wilayah Papua, Nusa Tenggara
Timur, Jawa Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, ada 13.000 kasus kaki gajah di Indonesia. Selain kaki, bagian tubuh lain
seperti alat kelamin, lengan dan dada bisa membengkak. Sebelum pembengkakan terjadi,
kaki gajah tidak menyebabkan gejala khusus, sehingga perawatan sering terlambat. Oleh
karena itu, pencegahan kaki gajah sangat penting. Pencegahan dapat dilakukan dengan
menghindari gigitan nyamuk dan mematuhi Program Pencegahan Manajemen Massal yang
dikelola pemerintah.

1. Upaya penanggulangan penyakit falariasis


Pemerintah telah menetapkan Program Eliminasi Filariasis sebagai salah satu
prioritas nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional tahun 2004–2009, Bab 28, D,5. Selain itu diterbitkan Surat Edaran
Mendagri No. 443.43/875/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan Pengobatan Massal Filariasis
dalam rangka Eliminasi Filariasis di Indonesia, sehingga diharapkan komitmen dari
pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota akan semakin meningkat.

Pengendalian filariasis dengan pemberian obat Diethylcarbamazine Citrat (DEC)


sudah mengalami beberapa kali perubahan metode sejak dimulainya program
pengendalian filariasis pada tahun 1970. Kemudian terbukti bahwa pemberian obat DEC
dikombinasikan dengan Albendazole dalam dosis tunggal secara masal setahun sekali
selama minimal 5 tahun berturut-turut sangat ampuh untuk memutus rantai penularan
filariasis. Namun, upaya pengendalian filariasis terkendala dengan terbatasnya sumber
daya walaupun Pemerintah dan pemda telah berupaya mendukung dan memobilisasi
sumber daya untuk eliminasi filariasis tahun 2020. Pemerintah juga mendorong peran
aktif masyarakat di daerah endemis filariasis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
sektor swasta serta sektor terkait dalam menyikapi program eliminasi filariasis tersebut.

Tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah agar filariasis tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020. Sedangkan tujuan
khusus program adalah

(a) menurunnya angka mikrofilaria menjadi kurang dari 1% di setiap kabupaten/kota,

(b) mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis. Program eliminasi filariasis di
Indonesia ini menerapkan strategi Global Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO.
Strategi ini mencakup pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP filariasis di
daerah endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang dikombinasikan dengan
albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya mencegah dan membatasi
kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis filariasis, baik kasus akut maupun kasus
kronis.

B. Malaria
Malaria adalah  penyakit infeksi  yang disebabkan  oleh parasit malaria yang
merupakan  golongan  plasmodium  yang  menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah,  ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Penyakit ini dapat menyerang manusia, kera dan primata lainnya, hewan  melata dan hewan
pengerat.

1. Upaya penanggulangan penyakit malaria


a. Menemukan dan mengobati penderita
b. Melakukan mass fever survey (MFS) terutama konfirmasi
c. Mengendalikan vektor
d. Memetakan lingkungan dan breeding place
e. Melakukan surveilans migrasi (bila mobilitasnya tinggi)
f. Melakukan survei entomologi
g. Memberi penyuluhan kepada masyarakat

C. Demam berdarah dengue (DBD)


Penyakit demam berdarah dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini ada hampir di seluruh daerah di
Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Penyakit ini telah berkembang sejak lama di dunia, pertama kali dikenali pada tahun 1779 di
Kairo, dan pada tahun yang sama juga didapati terjadi di Asia yaitu di Jakarta yang dahulu
masih bernama Batavia

1. Upaya penanggulangan penyakit DBD


a. Pemerintah menginstruksikan semua rumah sakit baik negeri maupun swasta
untuk tidak menolak pasien penderita DBD.
b. Pemerintah merekomendasikan sejumlah rumah sakit milik pemerintah untuk
memberikan pengobatan gratis kepada penderita DBD yang dirawat di ruang
perawatan kelas III. • Pemerintah merekrut juru pemantau jentik (”jumantik”)
untuk memeriksa jentikjentik nyamuk Aedes aegypti di setiap rumah tangga.
c. Pemerintah melakukan penyuluhan masyarakat melalui iklan layanan masyarakat
di media massa, brosur dan penyuluhan melalui tenaga kesehatan.
d. Pemerintah melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui
perkembangan virus dengue.
e. Pemerintah menerapkan sistem peringatan dini dan menetapkan status Kejadian
Luar Biasa pada wilayah yang mengalami ledakan kejadian demam berdarah
dengue.
f. Pemerintah memberikan perlakuan seperti pada penanganan Kejadian Luar Biasa,
walaupun kejadiannya belum sampai pada kriteria Kejadian Luar Biasa (Depkes
2005).
D. Demam Tifoid
Demam tifoid (selanjutnya disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi akut usus halus
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit menular ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan
menyebabkan 216.000– 600.000 kematian. Tifoid dapat menurunkan produktivitas kerja,
meningkatkan angka ketidakhadiran anak sekolah, karena masa penyembuhan dan
pemulihannya yang cukup lama, dan dari aspek ekonomi, biaya yang dikeluarkan tidak
sedikit.

1. Penanggulangan demam Tifoid


Di Indonesia, peran pemerintah pusat dan daerah merupakan peluang sekaligus
kekuatan untuk meningkatkan dan memperkuat program pengendalian tifoid dalam
mencegah dan menurunkan angka kesakitan dan kematian tifoid, yaitu diterbitkannya
Permenkes tentang Struktur Organisasi, pedoman manajemen pengendalian tifoid,
rencana aksi kegiatan pengendalian tifoid, tersedianya sarana dan prasarana KIE, adanya
kerjasama lintas program mencakup PHBS, air bersih, jamban dan sanitasi darurat, serta
kegiatan penyuluhan (KIE) tentang pencegahan tifoid. Dalam upaya tata laksana, adanya
Kepmenkes tentang Pedoman Pengendalian Tifoid, dan tersedianya pedoman dan
petunjuk teknis program pengendalian dan tata laksana tifoid, obat program, dukungan
Komite Ahli (Komli) dalam tata laksana tifoid. Dalam hal surveilans epidemiologi,
adanya Kepmenkes tentang Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan,
dan sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi kegiatan pengendalian tifoid. Dalam
upaya manejemen, adanya struktur organisasi di pusat dalam pengendalian tifoid, dan
penanggungjawab program di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, puskesmas, dan
masyarakat/ kader dalam pengendalian tifoid.

Anda mungkin juga menyukai