id/epidem
iolodi-filariasis/
Hospes dan Vektor Utama Penyakit Kaki
Gajah (Filariasis)
Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah merupakan penyakit infeksi yang bersifat menahun
disebabkan cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. penyakit ini dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, kantung buah zakar, payudara dan kelamin
wanita. Gejala dan Tanda Filariasis, antara lain, pada tahap Awal (akut) berupa demam
berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-5 hari terutama bila bekerja berat.
Demam dapat sembuh sendiri tanpa diobati.Juga timbul benjolan dan terasa nyeri pada
lipatan paha atau ketiak tanpa adanya luka badan.Kemudian ketika teraba adanya urat
seperti tali yang berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan
berjalan ke arah ujung kaki atau tangan. Sedangkan pada tahap Lanjut (kronis), akan
terjadi pembesaran yang hilang timbul pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara
dan alat kelamin wanita dan lama kelamaan menjadi cacat menetap.
Menurut Widoyono (2008), penyakit kaki gajah (Filariasis) terdapat hampir di seluruh dunia
terutama di daerah tropis dan beberapa daerah sub tropis. Pada tahun 2004, filariasis telah
menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara di seluruh dunia. Sedangkan di Asia filariasis
menjadi penyakit endemik di Indonesia, Myanmar, India dan Srilanka.
Di Indonesia berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 2000-2004, terdapat lebih
dari 8000 orang penderita klinis kronis filariasis yang tersebar di seluruh propinsi. Secara
epidemiologi, data ini mengindikasikan lebih dari 60 juta penduduk Indonesia berada di
daerah yang beresiko tinggi tertular filariasis, dengan 6 juta penduduk diantaranya telah
terinfeksi. Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
terutama di daerah pedesaan. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filaria. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Epidemiologi Filariasis
Menurut Supali, dkk (2008), filariasis malayi merupakan salah satu penyakit zoonosis yang
dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini memiliki hospes reservoar dan vektor
nyamuk. Secara epidemiologi, persebaran filariasis terkait dengan berbagai faktor seperti
hospes definitive, yaitu manusia, hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang
sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda jaringan.
Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan
produktivitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi
pada anak-anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah
infeksi.
Filariasis disebabkan oleh tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Morfologi Cacing dewasa jantan W. bancrofti berukuran 2-4 cm dan betina 5-10 cm.
Mikrofilaria berukuran panjang antara 245-300 µm, bersarung pucat, lekuk badan halus,
panjang ruangan kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur. Tidak ada inti
tambahan. Larva stadium 1 (L1) bentuk seperti sosis, ekor lancip, panjang 127 µm. Larva
stadium 2 (L2) bentuk lebih panjang dari L1 , ekor pendek seperti kerucut, panjang 450
µm. Larva stadium 3 (L3) bentuk langsing panjang, panjang 1200 µm, pada ekor terdapat 3
papila bulat
Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing
betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Mikrofilaria brugia malayi panjangnya 200-
275 µm, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang
kepalanya dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya
mempunyai satu-dua inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti Wuchereria bancrofti
namun bila dijumpai dapat dibedakan dari L3 Wuchereria bancrofti dari keberadaan
tonjolan di bagian posterior tubuhnya.
Cacing dewasa brugia timori berbentuk halus seperti benang, warna putih susu, yang
betina berukuran 40 mm ekor lurus, dan cacing jantan berukuran 23 mm (lebih kecil dari
yang betina) ekornya melengkung kearah ventral. Mikrofilaria berukuran 3 1 0 µm, ruang
kepala memiliki rasio panjang-lebar sekitar 2: 1 pada brugia malayi tetapi pada brugia
timori 3: 1, bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya tiga kali lebarnya,
badan mempunyai inti-inti tidak teratur, ekor mempunyai dua inti tambahan.
Daur hidup parasit brugia malayi ini cukup panjang, masa pertumbuhannya di dalam tubuh
nyamuk kurang lebih 3 bulan. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, melepaskan
sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang dalam otot-otot
toraks. Mula-mula parasit ini memendek disebut L1, kemudian berganti kulit tumbuh lebih
gemuk dan panjang disebut L2, selanjutnya jadi L3 yang lebih kurus dan makin panjang, L3
ini kemudian bermigrasi mula-mula ke abdomen, kemudian ke kep ala dan alat tusuk
nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung L3 (bentuk infekti) menggigit manusia maka
secara aktif larva tersebut masuk melalui luka dan masuk ke tubuh hospes dan bersarang di
saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes larva mengalami pergantian kulit dan
menjadi cacing dewasa
Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi
menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan
lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis perlu diperhatikan faktor-faktor
seperti hospes definitif (manusia), hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang
sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing
Brugia malayi kebanyakan di daerah tertentu vektor utamanya nyamuk genus Mansonia
dan Anopheles. brugia timori vektornya adalah nyamuk Anopheles barbirotris dan sejauh
diketahui, manusia adalah satu-satunya hospes definitif. Brugia malayi yang hidup pada
manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirotris dan yang hidup pada manusia dan
hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Beberapa sifat vektor nyamuk adalah menyukai darah manusia (antropofilik), menyukai
darah hewan (zoofilik), menyukai darah hewan dan manusia (zooantropofilik), menggigit di
luar rumah (eksofagik) dan menggigit di dalam rumah (endofagik). Perilaku nyamuk
sebagai vektor penyakit kaki gajah menentukan distribusi penyakit kaki gajah.
Sedangkan secara intrinsik, stadium mikrofilaria ditemukan di dalam darah tepi terutama
pada malam hari dan mencapai puncaknya pada pukul 22.00 – 01.00 (sifat periodisitas
mikrofilaria yang bersifat nocturnal). Sedangkan mikrofilaria yang mempunyai sifat
subperiodik nokturnal, berada dalam darah tepi selama 24 jam tetapi mencapai puncaknya
pada pukul 18.00 – 22.00. Pada mikrofilaria yang sifatnya nonperiodik, stadium mikrofilaria
dapat ditemukan di dalam darah tepi setiap saat dan tidak pernah mencapai puncak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang disebabkan
oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang dihadapi dalam bidang
kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan
penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah.
Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga
memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan membawa
patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan
dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi
dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan
manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit
seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih
menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas
penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010).
Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum
diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum
anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, demam
berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan
rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping
nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi
sebagai vektor dan binatang pengganggu (Nurmaini,2001).
Namun kedua phylum tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, untuk itu keberadaan
vektor dan binatang penggangu tersebut harus ditanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin
membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau
menurunkan populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan
kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen
pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan
densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlunya pengendalian vektor penyakit
2. Pengertian Vektor-borne disease
3. Jenis – jenis vector penyakit
1.3. Tujuan
Mengetahui definisi, jenis-jenis vektor penyakit, peranan yang dapat merugikan manusia, serta
mengetahui cara pengendaliannya.
BAB II
PEMBAHASAN
c) Vektor Biologis
Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut.
Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yangpaling mudah
adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing Schistosoma japonicum.Larva(miracidium)
masuk ke dalam tubuh siput,berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia,
kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui
kulit dimana akan terjadi dermatitis (SOULSBY, 1982).
d) Vektor Mekanis
Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai
pembawa agen penyakit.Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya infeksi
cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi filaria, vektor harus sering
menggigit hospesny agar terjadi infeksi. Diperkirakan lebih dari
100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan menghasilkan mikrofilaria.
e) Vektor Insidentil
Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan
faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk ke
dalam mulut, contohnya pada penyakit Chagas yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi dan
vektor yang berperan adalah Triatoma bugs. Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus
silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam
lingkungan manusia.
Penyakit yang sering mewabah di Indonesia dan dianggap penting serta kemungkinan masuknya
penyakit enzootic
Klasifikasi arthropodborner disease menurut J.E.Park
Arthropodborner Penyakit yang ditularkan
1. Nyamuk Malaria, filarial, yellow fever, ensefalitis, dengue haemofhagic
fever.
2. Lalat rumah Demam tifoid dan paratifoid, diare, disentri, kolera,
gastroenteritis, amebiasis, infestasi, helmintik, yaws,
poliomyelitis, konjungtivitis, trakoma, antraks.
3. Lalat pasir Kalaazar, oriental sore, oraya fever, sandfly fever.
4. Lalat tsetse Sleeping sickness
5. Tuma Epidemic typus, relapsing fever, trench fever.
6. Pinjal tikus Bubonic plague, chiggerosis, endemic thypus, hymenolepsi
diminuta.
7. Lalat hitam Onkosersiasis
8. Reduvid bug Chagus disease
9. Sengkenit keras Tick typus, tick paralysis, ensefalitis viral, tularemia,
haemorrhagic fever, human babesiosis.
10. Sengkenit lunak Relapsing fever
11. Trambiculid mite Scrub typhus
12. Itch-mite Scabies
13. Cyclops Guinea-worm disease, fish tupewarm(D.latus)
C. Klasifikasi Vektor
Arthropoda (arthropous) adalah filum dari kerajaan binatang yang termasuk di dalamnya
kelas Insecta, kelas Arachnida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting
secara medis, sebagai parasit, atau vektor organismeyang dapat menularkan penyakit pada
manusia. Klasifikasi arthropoda sebagai vektor penyakit secara rinci sebagai berikut (Chandra,
2006):
1. Kelas Insecta
1.1 Mosquito (Nyamuk)
1.1.1 Anophelesne
D. Penyakit Menular
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat bermacam-macam sebagai berikut :
a. Air sebagai penyebar mikroba patogen.
b. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit.
c. Jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi sehingga orang tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik.
d. Air sebagai sarang hospes sementara penyakit.
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di antara masyarakat se\\\ringkali
dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau “waterborne diseases” Penyakit- penyakit ini
hanya dapat menyebar, apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang di
pakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang
dapat menyebar lewat air ini sangat banyak mancamnya.Mulai dari virus, bakteri, protozoa,
metazoa. Table 5.9 di bawah ini menyajikan beberapa penyakit “waterborne” yang banyak di
dapat di Indonesia.Dilihat dari segi epidemiologi beberapa penyakit tertera di table 5.9 masih
sangat penting di Indonesia. Untuk itu beberapa penyakit tersebut akan di uraikan secara singkat
di bawah ini.
Tabel 5.9 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agentnya
Agent Penyakit
Virus:
Rotavirus Diare pada anak
V. Hepatitis A Hepatitis A
V.Poliomyelitis Polio (myelitis anterior acuta)
Bakteri:
Vibrio cholera eschrichia Cholera
coli enteropatogenik Diare
Salmonella typhi Typhus abdominalis
Salmonella paratyphi Paratyphus
Shigella dysenteriae Dysenterie
Protozoa:
Entamoeba histolytica Dysenterie amoeba
Balantidia coli Balantidiasis
Giardia lamblia Giardiasis
Metazoa:
Ascaris lumbricoides Ascariasis
Clonorchis sinensis Clonorchiasis
Diphyllobothrium latum Diphylobothriasis
Taenia saginata Taeniasis
Schistosoma Schistosomiasis
1. Cholera
Penyakit cholera disebabkan oleh vibro cholerae, dikatakan berasal dari India tetapi pernah
terdapat di seluruh dunia. Cholera adalah penyakitusus halus yang akut dan berat,sering
mewabah yang mengakibatkan banyak kematian. Masa tunasnya berkisar antara beberapa jam
sampai beberapa hari. Gejala utamanya adalah muntahber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi
dengan cepat. Sedangkan gejala cholera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian
beras, tetapi sangat jarang ditemui, sehingga cholera klasik jarang didapat. Namun demikian
keganasan cholera tidak menjadi berkurang karenanya, orang dewasa dapat meninggal dalam
waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi.Wabah-wabah cholera terutama sangat
ganas, sebelum ditemukannya chemoterapeutika dan antibotika bagi pengobatannya serta vaksin
bagi pencegahannya. Angka kematian berkisar 50% pada masa lalu. Saat ini, orang sudah
mengetahui seluk beluk penyakit cholera, namun demikian, penyakit ini masih terus saja
mewabah, terutama di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia di mana sanitasi lingkungan masih
sangat tidak memadai. Reservoir bakteri cholera adalah manusia yang menderita penyakit,
sedangkan penularan terjadi secara langsung dari orang ke orang, ataupun tidak langsung lewat
lalat, air, serta makanan dan minuman.
Kasus klasik wabah cholera terjadi pada tahun 1854, di Broad Street, London. Lebih dari
500 orang meninggal karenannya. Wabah ini di teliti oleh seorang dokter bernama John Snow,
dokter kerajaan Inggris saat itu. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa wabah tersebut di
sebabkan sesuatu yang ada di dalam sumber air yang dipakai oleh masyarakat setempat. Pada
saat itu orang menggunakan sumur pompa yang ada di tengah-tengah taman, sekitar dimana
rumah-rumah meraka berada. Atas dasar pendapatnya itu Dr.Snow mencabut handel sumur
pompa tersebut, sehingga orang tidak dapat memanfaatkan airnya. Dengan demikian wabah
dapat dihentikan. Kasus ini menjadi sangat terkenal, karena beberapa hal sebagai berikut:
Wabah itu terjadi 30 tahun sebelum pasteur menemukan mikroba sebagai penyebab penyakit,
tetapi Snow berani mengemukakan bahwa penyebab itu adalah sesuatu yang kotor dan berada di
dalam air.
Kasus ini adalah kasus yang mengasosiasikan wabah penyakit dengan air, dan bahwa penyakit
dapat menyebar lewar air.
Kasus ini dapat dipakai sebagai contoh bahwa penyakit dapat dicegah sekalipun penyebab yang
sebetulnya belum diketahui.
2. Typhus Abdominalis
Sama dengan cholera, Tyhpus juga merupakan penyakit yang menyerang usus halus.
Penyebabnya adalah salmonella typhi, terdapat di seluruh dunia, dengan reservoir manusia pula.
Beda dengan cholera, angka kematian typhus berkisar anatara 10% sebelum penemuan
antibiotika dan menurun sampai 2% - 3% setelahnya. Gejala utama adalah panas yang terus
menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah
infeksi. Kasus thypus yang tidak spesifik juga banyak ditemui, terutama diantara anak-anak.
Penularan dapat terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang
terkontaminasi bakteri. Sama halnya dengan cholera, orang sudah banyak tahu tentang segi
kedokteran serta pencegahannya, tetapi di negara kita ini wabah masih sering dijumpai.
Salah satu masalah yang menyulitkan pemberantasan adalah didapatnya pembawa kuman
thypus, yakni yang pernah menderita ataupun tidak pernah menderita penyakit ini. Di daerah
tropis, dimana terdapat banyak kasus batu ginjal ataupun batu kandung kemih dan kandung
empedu, salmonella sering tinggal pada batu-batu tersebut tanpa menimbulkan gejala pada
pembawanya. Sesekali, salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki lingkungan
dan berkesempatan menyebar. Kasus terkenal adalah bernama Mary dan lebih dikenal sebagai
thyphoid Mary. Pembawa ini selama hidupnya bekerja sebagai koki, tetapi dimana ia bekerja
selalu terjadi kasus-kasus thypus. Persamaan yang didapat hanyalah Mary seorang pengolah
makanan. Pemeriksaan pada Mary selanjutnya menunjukkan bahwa dia adalah pembawa kuman
thypus.Kesulitan lain di dalam pemberantasan thypus adalah kuatnya daya tahan kuman thypus
di luar tubuh manusia. Bahkan ada pendapat bahwa kuman tersebut dapat berkembang biak
diluar tubuh. Namun pendapat iniperlu dikaji lebih lanjut. Yang jelas, baik kuman thypus
maupun cholera, dapat bertahan cukup lama di dalam lingkungan air. Tangki septik yang sering
digunakan masyarakat untuk mengolah tinja sehingga tidak berbahaya, tidak dapat membunuh
kuman ini secara sempurna. Keadaan ini, serta masih banyaknya masyarakat yang membuang
hajat langsung ke perairan bebas sangat menghambat usaha pemberantasan. Selain itu, imunisasi
hanya dapatmemberi proteksi untuk 3 – 6 bulan saja.
3. Hepatitis
Gejala-gejala umum dari hepatitis ini adalah rasa nyeri atau sakit pada perut bagian
kanan, badan lemas, mual, demam dan diare. Pada beberapa kasus juga ditemukan gejala seperti
akan flu dan sakit kuning yang ditandai kulit dan mata yang terlihat kuning. Namun, gejala
penyakit hepatitis tidak selalu tampak, khususnya pada kebanyakan kasus yang menimpa anak-
anak.Virus dapat berpindah dari seorang penderita ke orang yang sehat.Jika kekebalan tubuh
seseorang sedang lemah, virus dapat dibersihkan oleh antibodi manusia itu sendiri jika system
kekebalan tubuhnya baik.
4. Hepatitis A
Virus hepatitis A biasanya terdapat pada kotoran si penderita, dan virus ini dapat hidup pada
air atau es batu. Virus ini menyebar karena seseorang meminum air yang tercemar VHA atau
mengkonsumsi makanan yang tidak dimasak dengan benar sehingga virus tetap hidup pada
makanan atau bisa juga karena orang yang mempersiapkan makanan tidak mencuci tangan
dengan benar terlebih dahulu, padahal mungkin saja pada tangannya terdapat virus hepatitis A.
Tidak mencuci tangan sehabis menggunakan toilet juga menyebabkan virus ada pada kotoran
manusia ini akhirnya berpindah.
5. Hepatitis B
Virus Hepatitis B (VHB) biasanya menular melalui darah atau cairan tubuh seperti air liur,
cairan vagina, atau air mani yang masuk dalam aliran darah orang sehat. Ini karena hepatitis B
terdapat dalam darah dan cairan tubuh tersebut.Tranfusi darah, darah pada pisau cukur,
perawatan gigi, gunting kuku, jarum suntik atau jarum yang digunakan untuk membuat tato
dapat memindahkan sejumlah kecil darah yang terinfeksi virus hepatitis. Bahkan noda darah
yang sudah mengering dapat menulari orang lain selama 1 minggu sejak menempel pada suatu
benda. Cara lain penyebaran virus ini adalah karena terbawa sejak dari kandungan oleh seorang
ibu yang terinfeksi (keturunan) dan karena hubungan seks
6. Hepatitis C
Cara penularan virus ini hampir sama dengan penularan hepatitis B, tetapi pada kebanyakan
orang adalah karena jarum suntik.
Cara menangani Hepatitis sebaiknya lakukan sejak dini agar penderita dapat disembuhkan,
karena semakin lambat ditangani, virus akan merusak hati dan bahkan menjadi kanker.
Terkadang karena tidak menampakkan gejala yang jelas, kebanyakan orang tidak menyadari
kalau dalam tubuhnya sudah berdiam virus hepatitis dan terlanjur hati sudah menjadi rusak
parah.Lakukan vaksinasi agar seseorang mendapatkan antibodi dari virus hepatitis A (VHA) dan
virus hepatitis B (VHB). Namun, untuk hepatitis C tidak ada vaksinasi untuk
mencegahnya.Walau seseorang belum terindikasi virus ini tetapi pemberian vaksin dapat
mencegah virus merusak hati karena gejala hepatitis bisa saja baru muncul puluhan tahun
kemudian.Pemberian vaksin khususnya perlu diberikan pada anak-anak karena kekebalan tubuh
mereka lebih lemah untuk membersihkan virus hepatitis dibandingkan orang dewasa.Lakukan
pencangkokkan hati jika hati sudah rusak parah. Tetapi, ini akan sulit karena donor hati yang ada
lebih sedikit dibandingkan daftar tunggu dari penderita yang membutuhkan hati. Penderita
hepatitis seharusnya mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup agar tubuh
mampu bertahan menghadapi virus ini dan mencegah jumlah virus semakin banyak yang akan
menggeroti kesehatan penderitanya.
7. Poliomyelitis
Polio disebut juga Poliomyelitis adalah virus yang menyerang anak-anak dan dewasa
melalui mulut yang dapat membuat pincang hingga meninggal.Penyebaranya dari kontak dengan
tinja dari penderita.Polio disebabkan oleh virus yang tergolong dalam Picornavirus.Suatu
mikroorganisme.Penyebaran dari kontak dengan tinja dari penderita.Polio disebabkan virus yang
tergolong dalam Picornavirus.Suatu mikroorganisme berukuran kecil namun dapat melumpuhkan
tubuh.Poliomyelitis teramasuk penyakit infiksi akut yang dalam bentuk beratnya menyerang
saraf pusat. Perusakan neuron motor dalam sumsum tulang belakang menimbulkan kelumpuhan.
Namun, sebagian besar infeksi poliovirus bersifat subklinik.
Gejala Penyakit Polio
Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah
pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam selama 2-5 hari.
Penyakit polio dibedakan menjadi 3 jenis, maka masing – masing dari jenis penyakit polio
tersebut memiliki gejala / tanda – tanda sendiri.
1.Polio non-paralisis: Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio paralisis spinal: Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Pada
penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan
menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Namun penderita yang
sudah memiliki kekebalan biasanya terjadi kelumpuhan pada kaki.
3. Polio bulbar: Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan
saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata;
saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses
menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan
leher. Sudah bisa dibayangkan jenis polio ini menyebabkan kematian.
Penularan Virus Polio
Virus ini disebarkan melalui rute orofecal (melalui makanan dan minuman) yang sudah
terkontaminasi virus yang berasal dari feses penderita polio atau melalui percikan ludah. Penyebaran
utamanya melalui kontak dengan manusia. Mulut adalah tempat masuknya virus, dan perkembangbiakan
pertama terjadi di orofaring atau usus.
2.Patogenesis
• Fase Inkubasi
Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system dalam
tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut tidak cukup kuat
untuk menimbulkan keluhan sakit dan pada umumnya pencarian pengobatan belum dilakukan.
Akan tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti
pemeriksaan mikroskopis darah pada waktu malam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria
dalam tubuh mereka. Begitu pula jika meminum obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)yang
sedang digalakkan oleh pemerintah dalam program eliminasi penyakit kaki gajah, akan timbul
efek samping seperti sakit kepala, sakit tulang atau otot, pusing, anoreksia, muntah, demam, dan
alergi yang menandakan terdapat microfilaria dalam tubuh mereka.
•Fase Klinis
Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk
memunculkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Adapun gejala akut yang dapat terjadi
antara lain:
• Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi
setelah bekerja berat
• Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
• Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
• Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan
mengeluarkan nanah serta darah
• Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (early lymphodema) Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa
pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar
(elephantiasis skroti).
• Pasca Patognesis
Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens (penyembuhan)
dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh total, sembuh dengan cacat
atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele). Filariasis dapat disembuhkan jika diobati sedini
mungkin, namun jika tidak mendapatkan pengobatan dapat mengakibatkan Disabilitas
(kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan fungsi sebagian struktur/organ tubuh,
yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki
sehingga menurunkan fungsi aktivitas seseorang secara keseluruhan.
2. Stadium Demam
Pada stadium ini penderita merasakan panas, muka merah, kulit kering, muntah dan kepala
rasanya sangat sakit. Suhu tubuh biasanya mencapai 40 derajat celcius atau lebih. Kadang
penderita mengalami kejang-kejang. Gejala ini berlangsung biasanya 2 hingga 4 jam lebih.
3. Stadium Berkeringat
Stadium berkeringat yaitu pengidap penyakit malaria ini selalu berkeringat, suhu tubuh
dibawah rata-rata sehingga menyebabkan suhu tubuh menjadi dingin. Karena sering
berkeringat, biasanya sering merasakan haus dan kondisi tubuh sangat lemah.
1. Cara Modern
Jika terkena penyakit malaria, usahakan cepat ditangani dengan membawanya berobat ke
dokter ahli penyakit malaria. Jika sudah ditangan dokter pastinya akan cepat ditangani namun
bagaimana jika anda berada ditempat terpencil dan sangat jauh dari tempat dokter, anda
bisa menggunakan cara tradisional.
2. Cara Tradisional
Cara tradisional dapat dijadikan alternatif jika ada kendala berobat kepada dokter. Untuk
pengobatan secara tradisonal sangat mudah yaitu menggunakan “Daun Pepaya”. Jangan salah,
daun papaya juga sangat manjur untuk mengobati penyakit malaria. Caranya yaitu siapkan
beberapa daun papaya kemudian rebus dan minum airnya 3 kali sehari. Lakukan ini secara
teratur setiap hari dan yakinlah bahwa anda akan sembuh.
11. Trachoma
Trachoma adalah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya.
Penyakit ini disebabkan oleh tersebarnya bakteri Chlamydia trachomatis di tempat-tempat yang
kualitas sanitasinya buruk dan kualitas air yang tidak adekuat. Bakteri-bakteri ini kemudian
tersentuh oleh tangan manusia, menempel di tubuh lalat, atau tempat-tempat lain yang nantinya
mengontaminasi mata orang yang sehat. Infeksi oleh bakteri ini dapat menyebabkan munculnya
jaringan parut pada kornea mata. Pada awalnya, terbentuk reaksi infeksi inflamasi pada bagian
kelopak atas. Reaksi inilama-kelamaan membuat kelopak mata mengerut dan menyempit.
Kelopak yang membentuk jaringan parut ini lama-kelamaan semaki ke dalam hingga pada
akhirnya menutupi kornea. Ketika kornea tertutupi jaringan parut maka si penderita mulai
mengalami kebutaan. Dalam setiap kedipan mata, bulu mata akan menggaruk kornea dan
membuat penderita menderita. Kondisi ini disebut trichiasis.
Chlamydia trachomatis adalah bakteri intraseluler yang hanya bisa berpoliferasi di dalam sel
host eukariotik. Di luar sel inang, C. trachomatis membentuk badan elementer berupa spora
analogus. Ketika spora ini berada dalam sel inang, badan elementernya (BE) akan
berubah/berdiferensiasi menjadi badan retikulat (BR), yaitu bentuk non infeksius
dari Chlamydia. Setelah beberapa saat berada di dalam sel, BR akan mengalami replikasibinary
fusion dan kembali ke bentuk BE. Biasanya EB akan menempati sebagian besar sitoplasma di
dalam sel. EB kemudian membuat sel-sel inang mengalami lisis. Sel asli yang hancur diganti
dengan jaringan parut oleh mekanisme alami dalam tubuh manusia.Reservoir penyakit ini adalah
manusia. Cara penularanmelalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang
terkena infeksi atau dari dischargesnasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan
benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang
dicemari discharge nasofaring dari penderita.Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur
Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran
penyakit. Pada anak-anak menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring
dan rectum.Akan tetapi, di daerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan
reservoir genital. Masa inkubasi 5 sampai 12 hari.Masa penularanberlangsung selama masih ada
lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat
berlangsung bertahun-tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang banyak dengan
terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat kembali dengan reaktivasi dari
penyakit dan terbentuknya discharge kembali. Penderita tidak menular lagi 1-3 hari setelah diberi
pengobatan dengan antibiotika sebelum terjadinya perbaikan gejala klinis.
12. Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu / tungau / mite (Sarcoptes
scabei).Kutu ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop.
Penyakit Scabies ini juga mudah menular dari manusia ke manusia , dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan
penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprei, handuk, bantal, air yang masih
terdapat kutu Sarcoptesnya. Selain itu, penyebab lain terkena Penyakit Scabies ini adalah
Kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan
terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung.
Pengobatannya dapat dilakukan dengan menghilangkan tungau dalam kulit terlebih dahulu. Hal ini
dapat dilakukan dengan krim ataupun lotion selama 8 jam pertama. Lalu pengobatan lanjutan dilakukan
jika muncul ruam yang baru atau timbul liang di area lainnya. Seluruh anggota keluarga juga perlu diobati,
walau tidak memiliki gejala serupa guna menghindari penularan tungau.Obat-obatan yang dapat
digunakan berdasarkan resep dokter ialah krim dengan kandungan Permethrin 5%. Krim ini lebih aman
digunakan ketimbang Lindane. Pada bayi dokter biasanya menerapkan krim Crotamiton yang dapat
digunakan selama 2 hingga 5 hari.Walaupun obat-obat tersebut dapat membunuh tungau, namun gatal
tidak akan segera hilang dalam beberapa minggu. Dokter bisa saja memberikan obat invermectin untuk
diminum bagi mereka yang sistem kekebalan tubuhnya lemah, atau pengobatan diatas tidak segera
menuntaskan masalahnya.
Pencegahan Scabies
E. Infeksi Bakteri
1. Difteri
Penyakit difteri adalah penyakit menular mematikan yang menyerang saluran pernafasan bagian
atas (tonsil, faring dan hidung) dan kadang pada selaput lendir dan kulit yang disebabkan oleh
bakteri yaitu Corynebacterium diphteriae. Semua golongan umur baik anak-anak maupun orang dewasa
dapat tertular oleh penyakit ini.Penyakit ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu tertular bakteri dari orang
lain dan karier difteri. Karier difteri adalah seseorang yang sehat, tidak mengalami gejala penyakit difteri,
tetapi hasil tes swab hidung menunjukkan positif adanya kuman difteri. Orang dengan karier difteri dapat
disembuhkan dengan cara minum obat eritsomisin 4x1 selama 7 hari, serta dapat berkonsultasi pada
petugas kesehatan apakah perlu mendapatan tambahan imunisasi.
Pada umumnya penyakit difteri menyebabkan gejala-gejala seperti panas, sesak nafas, nyeri telan
pada tenggorokan, leher bengkak (bullneck), serta adanya selaput warna putih keabu-abuan di
tenggorokan yang dapat menyumbat jalan nafas. Selain itu penyakit difteri dapat menghasilkan racun
yang berbahaya karena dapat menyerang otot jantung, jaringan saraf dan ginjal.Difteri dapat menyerang
bagian tubuh seperti tenggorokan, bibir, kulit, mata, hidung, tonsil faring, dan laring. Penyakit Difteri yang
parah dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membra,
jumlah toksin, waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin. Komplikasi yang terjadi
antara lain kerusakan jantung, kerusakan system saraf dan obstruksi jalan nafas
Penyakit Difteri dapat menular melalui percikan ludah dari orang yang membawa bakteri ke orang
lain yang sehat. Namun penyakit ini juga dapat ditularkan melalui benda atau makanan yang telah
terkontaminasi dengan bakteri tersebut. Cara lain penularan penyakit difteri adalah dengan melakukan
kontak intim.
Cara Pencegahan Difteri
Selain melalui imunisasi, penyakit difteri juga bisa kita cegah dengan melakukan :
2. Pertusis
Batuk rejan adalah batuk yang menular dan bisa menular melalui bersin, batuk, dan juga
muntah yang dialami oleh si penderita. Proses dari terjadinya penularan batuk ini yaitu
kuman/bakteri penyakit yang terbang dan terhisap oleh orang lain yang berdekatan dengan si
penderita. Penderita dari batuk rejan ini mayoritas adalah anak-anak berusia antara 5 hingga 13
tahun, namun tidak menutup kemungkinan individu yang berusia kurang atau lebih dari usia itu
bisa terjangkit penyakit ini.
Tanda-tanda terjangkit batuk rejan:
Batuk yang terus menerus dan membuat si penderita seakan tak memiliki kesempatan
bernafas sama sekali.
Si penderita kadangkala akan muntah saat batuk
Pusing dan susah tidur
Tubuhnya terasa sangat lemas seakan tidak memiliki tenaga
Cara mengobati batuk pertusis (rejan) secara alamiah
Bahan-bahan yang harus kita sediakan pertama kali adalah belimbing, garam dapur, serta
air putih secukupnya. Kemudian cara untuk membuat ramuannya adalah kita harus menumbuk
10 buah belimbing yang masih segar sampai halus, lalu kita tambahkan sebanyak 2 sendok
makan garam dapur ke dalam adonan belimbingnya. Remas-remaslah tumbukan belimbing dan
garamnya dan kita saring untuk diambil airnya.Setelah itu ramuan yang dihasilkan bisa kita
gunakan untuk mengobati batuk jenis ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sembuh
total dari batuk rejan ini, minum ramuan ini dua kali sehari dan diminum teratur setiap hari
sampai sembuh.
3. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman ini
tersebar luas di tanah dan tahan hidup lama.Sering ditemukan dalam usus dan kotoran binatang
memamah biak seperti misalnya kuda dan di tempat-tempat yang kotor.Penyakit ini bisa
disebabkan beberapa hal.Biasanya banyak terjadi setelah anggota tubuh terkena luka tusuk yang
dalam, misalnya terkena tusukan paku, pecahan kaca,tutup kaleng, dicakar atau digigit
binatang peliharaan seperti kucing, monyet dan sebagainya.Selain kena luka tusuk, penyakit ini
juga banyakterjadi pada korban luka bakar yang luas, pada korban kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya.Mengorek-ngorek gigi yang sakit dengan lidi atau menggaruk-garuk telinga yang
sedang infeksi, juga merupakan penyebab umum penyakit tetanus.
Gejala Tetanus
Penyakit tetanus ini biasanya timbul lima hari sampai dua minggu setelah tubuh kena luka,
tetapi ada pula yang timbul baru setelah beberapa minggu korban terluka.Semakin lambat timbul
gejalanya semakin ringan penyakit itu.Tetanus yang ringan mula-mula ditandai oleh mulut yang
kaku, sedangkan yang berat langsung ditandai dengan kejang-kejang yang hebat.Tetapi
umumnya gejala penyakit ini ditandai oleh ketegangan otot yang semakin lama semakin
kencang, terutama pada rahang dan leher.Kemudian mulut sukar dibuka, muka menyeringai
karena otot-otot muka tegang, kuduk menjadi kaku dan timbul kejang-kejang.
Makin lama si penderita makin sukar menelan, merasa gelisah, sakit kepala, suhu badan
meningkat walau sering tidak begitu tinggi, mudah terangsang misalnya oleh suara yang keras
atau sinar yang terang dan sebagainya.Sedang pada bayi yang baru lahir gejalanya ia tidak mau
menyusu, mulut " mencucur " seperti mulut ikan serta timbul kejang-kejang.Gejala penyakit ini
timbul karena racun kuman Clostridium tetani merangsang saraf, kemudian merusak sel darah
merah dan sel darah putih.
Pencegahan Tetanus
Seseorang yang terkena penyakit tetanus memang harus dirawat secara intensif di rumah
sakit karena si penderita membutuhkan satu tempat tenang untuk menghindari rangsangan, seprti
suara yang keras, supaya jangan timbul kejang yang dikenal dengan kejang
rangsang.Perawatannya pun memekan waktu yang agak lama, tiga minggu sampai satu bulan,
tergantung berat ringannya gejalanya.
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan
kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga
keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari
kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah
(MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis,
penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan atau
perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal
sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber
binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat.
Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah
keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan
penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis dan
demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor
( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan
pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida
tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya
keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin
dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak
membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam
rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi
yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar.
Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya,
maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan
kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkanpertimbangan keamanan,
rasionalitas, efektifitas pelakasaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya.
A. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip
dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian
Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang
ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
B. Prinsip-prinsip PVT meliputi:
1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan
penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence based)
2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program terkait, LSM,
Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan
menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
C. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi,
menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik.
Contohnya:
- modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau,
pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic
- predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
- Bakteri, virus, fungi
- Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- larvasida
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut
:
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap
berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan
hidup. (Nurmaini, 2001)
2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam yang
dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama
3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan
manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan modifikasi/manipulasi
lingkungan
c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh alamiah atau
pemangsa/predator, fertilisasi
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang
pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan
bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang
disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama
untuk penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang bersayap
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk
peracunan.Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah
gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas
penyemprot maupun masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an
yang menjadi titik tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal
ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan
vektor nyamuk menggunakan bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk
pedesaan. Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun
efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan
cicak juga ikut mati keracunan (karena memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut
dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan
manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup atau kontak dengan bahan kimia tersebut
melalui makanan tercemar atau makan ayam yang keracunan.Selain itu penggunaan
DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada nyamuk sehingga pada
penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang
digunakan.Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara missal,
yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon).Pyrethrin
atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air.Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun
arsenic dan asam sianida.Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan
pada gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal
laut yang dikenal dengan istilah fumigasi.Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-
hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya
melalui saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent.Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk
dalam perangkap.Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus
tidak untuk membunuh.Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh
manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir
tikus (fisika).
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul,
jepretan dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya.Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang
paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana
caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini
apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril
dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat
menetas.Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji.
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan dikhawatirkan
akan terjadi wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan saluran dan
reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan memelihara
kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji resistensi
insekta terhadap insekta yang akan digunakan.
Pengendalian vektor adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vektor dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan oleh
vektor atau ganguan (nuisanse) yang diakibatkan oleh vektor. Penegendalian vektor dan binatang
pengganggu harus menerapakan bermacam-macam cara pengendalian, sehingga tetap berada di
bawah garis batas yang tidak merugikan dan membahayakan. Serta pengendalian tidak
menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup.
1. Pengendalian lingkungan
Merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat bersifat
permanen. Contoh, membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda. Terbagi atas dua cara yaitu :
a. Perubahan lingkungan hidup (environmental management), sehingga vektor dan binatang
penggangu tidak mungkin hidup. Seperti penimbunan (filling), pengeringan (draining), dan
pembuatan (dyking).
b. Manipulasi lingkungan hidup (environmental manipulation), sehingga tidak memungkinkan
vektor dan binatang penggangu berkembang dengan baik. Seperti pengubahan kadar garam
(solinity), pembersihan tanaman air, lumut, dan penanaman pohon bakau (mangrouves) pada
tempat perkembangbiakan nyamuk.
2. Pengendalian biologi
Pengendalian ini ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian
insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Cara yang dilakukan dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan atau hewan, parasit, predator maupun kuman patogen terhadap
vector. Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan.
3. Pengendalian Genetik
Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi populasi vektor dan binatang penggangu
melalui teknik-teknik pemandulan vektor jantan (sterila male techniques), pengunaan bahan
kimia penghambat pembiakan (chemosterilant), dan penghilangan (hybiriditazion). Masih ada
usaha yang lain seperti :
a. Perbaikan sanitasi : bertujuan menghilangkan sumber-sumber makanan(food preferences),
tempat perindukan (breeding places),dan tempat tinggal (resting paces), yang dibutuhkan vektor.
b. Peraturan perundangan : mengatur permasalahan yang menyangkut usaha karantina,
pengawasan impor-ekspor, pemusnahan bahan makanan atau produk yang telah rusak karena
vektor dan sebagainya.
c. Pencegahan (prevention) : menjaga populasi vektor dan binatang pengganggu tetap pada suatu
tingkat tertentu dan tidak menimbulkan masalah.
d. Penekanan (supresion) : menekan dan mengurangi tingkat populasinya.
e. Pembasmian (eradication) : membasmi dan memusnakan vektor dan binatang pengganggu
yang menyerang daerah/wilayah tertentu secara keseluruhan.
4. Pengendalian kimia
Pada pendekatan ini, dilakukan beberapa golongan insektisida seperti golongan
organoklorin, golongan organofosfat, dan golongan karbamat.Namun, penggunaan insektisida ini
sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan. Macam – macam
insektisida yang digunakan:
a. Mineral (Minyak), misalnya minyak tanah, boraks, solar, dsb.
b. Botanical (Tumbuhan), misalnya Pyrethum, Rotenone, Allethrin, dsb. Insektisida botanical ini
disukai karena tidak menimbulkan masalah residu yang toksis.
c. Chlorined Hyrocarbon, misalnya DDT, BHC, Lindane, Chlordane, Dieldrin, dll. Tetapi
penggunaan insektisida ini telah dibatasi karena resistensinya dan dapat mengkontaminasi
lingkungan.
d. Organophosphate, misalnya Abate, Malathion, Chlorphyrifos, dsb. Umumnya menggantikan
Chlorined Hydrocarbon karena dapat melawan vektor yang resisten dan tidak mencemari
lingkungan.
e. Carbamate, misalnya Propoxur, Carbaryl, Dimetilen, Landrin, dll. Merupakan suplemen bagi
Organophosphate.
f. Fumigant, misalnya Nophtalene, HCN, Methylbromide, dsb. Adalah bahan kimia mudah
menguap dan uapnya masuk ke tubuh vektor melalui pori pernapasan dan melalui permukaan
tanah.
g. Repelent, misalnya diethyl toluemide. Adalah bahan yang menerbitkan bau yang menolak
serangga, dipakaikan pada kulit yang terpapar, tidak membunuh serangga tetapi memberikan
perlindungan pada manusia.
5. Upaya pengendalian binatang pengganggu
Dalam pendekatan ini ada beberapa teknik yang dapat digunakan, diantaranya steril
technique, citoplasmic incompatibility, danchoromosom translocation. Upaya pencegahan yang
dapat dilakukan adalah :
a. Menempatkan kandang ternak di luar rumah
b. Merekonstruksi rumah
c. Membuat ventilasi
d. Melapisi lantai dengan semen
e. Melapor ke puskesmas bila banyak tikus yang mati
f. Mengatur ketinggian tempat tidur setidaknya >20 cm dari lantai.
Prinsip-prinsip pengendalian arthopoda
Ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pengendalian arthopoda antra lain:
1) Pengendalian lingkungan
2) Pengendalian Kimia
3) Pengendalian Biologi
4) Pengendalian Genetika
5) Pengendalian Terpadu
6) Pengendalian Dengan Tekhnologi Nuklir
Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthopoda karena
hasilnya daoat bersifat permanen.Contoh membersihkan tempat-tempat hidup arthopoda.
Pengendalian Kimia
Pada pendekatan ini, dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida seperti
golongan organoklorin,golongan organofosfat,dan golongan karbamat.Namun,penggunaan
insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan.
Pengendalian Biologi
Pengendalian Biologi ditunjukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat
pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun.Contoh,pendekatan ini adalah
pemeliharaan ikan.
Pengendalian genetika
Dalam pendekatan ini,ada beberapa teknik yang dapat digunakan diantaranya steril
technique,citoplasmic incompatibility,dan choromosomal translocation.
Pengendalian Terpadu
Strategi ini dilaksanakan atas dasar ekologi vektor,sehingga diketahui berbagai
karakteristik vektor seperti habitat,usia hidup,probabilitas terjadi insfeksi pada vektor dan
manusia,kepekaan vektor terhadap penyakit,dan lain-lainnya.Atas dasar ini ,dapat dibuat strategi
pengendalian yang menyeluruh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat,kerjasam
sektoral,dan lain-lainnya.
Pengendalian Dengan Tekhnologi Nuklir
Teknologi nuklir merupakan salah satu teknologi yang mengalami kemajuan pesat dalam
pemanfaatannya pada berbagai sektor seperti bidang pertanian dan kesehatan. Teknologi nuklir
adalah teknologi yang memanfaatkan radiasi / radioisotop untuk memecahkan masalah melalui
penelitian dan pengembangan di berbagai bidang, khususnya bidang kesehatan. Teknik ini
memiliki banyak keunggulan karena isotop radioaktif yang digunakan memiliki sifat kimiawi
dan sifat fisis yang sama denga zat kimia biasa/non radioaktif namun mempunyai kelebihan sifat
fisis yaitu dapat memancarkan radiasi. Radiasi gamma, netron dan sinar X dapat dimanfaatkan
untuk pengendalian hama dan vektor penyakit, yaitu dapat digunakan untuk membunuh secara
langsung (direct killing) dengan teknik disinfestasi radiasi dan secara tidak langsung (indirect
killing) yang dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM). Teknik ini relatif baru dan
potensial untuk pengendalian vektor malaria karena ramah lingkungan, efektif spesies dan
kompartibel dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga
dengan itu sendiri (autodical technique)
Teknik ini meliputi radiasi koloni vektor / serangga di laboratorium dengan berbagai dosis,
kemudian secara periodik dilepas ke lapang sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara
serangga mandul dengan serangga vertil menjadi semakin besar dari generasi pertama ke
generasi berikutnya, yang berakibat makin menurunnya persentase fertilitas populasi vektor di
lapang yang secara teoritis pada generasi ke-4 akan mencapai titik terendah menjadi 0% atau
jumlah populasi serangga pada generasi ke-5 menjadi nihil. Selain digunakan untuk dalam
pemandulan vektor, teknik nuklir juga bisa digunakan sebagai penanda vektor. Karena salah satu
sifat radioisotop (seperti P-32) dapat memancarkan sinar radioaktif, sehingga dipakai sebagai
penanda nyamuk Anopheles sp. di lapangan, sementara cara penandaan dengan teknik lain
dianggap sangat suilit mengingat tubuh nyamuk terlalu rapuh serta stadium larva dan pupa yang
hidup di air. Penandaan serangga dianggap penting terutama utuk mempelajari bionomik nyamuk
di lapangan, seperti jarak terbang, pola pemencaran, umur nyamuk, pemilihan hospes, siklus
gonotrofi dan aspek bionomik yang lain.Pelaksanaan TSM dapat dilakukan dengan 2 metoda
yaitu :
1. Metoda yang meliputi pembiakan massal di laboratorium, pemandulan dan pelepasan serangga
mandul kelapangan.
2. Metode pemandulan langsung terhadap serangga di lapangan.
Metoda pertama menerangkan bahwa jika ke dalam suatu populasi serangga di lapangan
dilepaskan serangga mandul, maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembang biak akan
menurun. Apabila nilai kemandulan serangga radiasi mencapai 100% dan daya saing kawinnya
mencapai nilai 1,0 (sama dengan jantan normal) dan jumlah serangga radiasi yang dilepas sama
dengan jumlah serangga normal (perbandingan 1:1), maka kemampuan berkembang biak
populasi tersebut akan turun sebesar 50%. Jika perbandingan tersebut dinaikkan menjadi 9:1
(jumlah serangga radiasi yang dilepas 9 kali dari jumlah serangga lapangan), maka kemampuan
populasi tersebut untuk berkembang biak akan turun sebesar 90%. Metoda kedua, yaitu metoda
tanpa pelepasan serangga yang dimandulkan. Metoda ini dilaksanakan dengan prinsip
pemandulan langsung terhadap serangga lapangan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
senyawa kemosterilan, baik pada jantan maupun betina. Dengan metoda kedua ini akan diperoleh
dua macam pengaruh terhadap kemampuan kembangbiak populasi serangga. Kedua pengaruh
tersebut adalah mandulnya sebagian serangga lapangan sebagai akibat langsung dari
kemosterilan dan pengaruh berikutnya dari serangga yang telah mandul terhadap serangga
sisanya yang masih fertil. Kemosterilan merupakan senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik pada hewan maupun manusia sehingga teknologi ini tidak direkomendasikan untuk
pengendalian vektor.Pengendalian vektor dengan cara konvensional menggunakan insektisida
diketahui kurang efektif karena timbul fenomena resisitensi bahkan sering terjadi resistensi
silang (cross resistancy) dan mengakitkan matinya flora maupun fauna non target, serta
menimbulkan pencemaran kingkungan., sehingga mengurangi efektivitas pengendalian itu
sendiri.
Air sangat erat hubungannya dengan manusia, air memiliki peranan yang besar dalam kesehatan
manusia. Beberapa fungsi air yang berguna untuk tubuh adalah sebagai bagian dari sistem yang
mengangkut nurisi dan gizi sebagai hasil metablisme dari makanan yang dikonsumsi. Air juga berfungsi
mengangkut sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, membantu memecahkan komponen dalam tubuh,
menjaga keseimbangan suhu tubuh karena proses oksidasi yang menghasilkan panas, menjaga
elastisitas kulit, dan membantu proses bernafas dengan melembabkan udara ketika dihembuskan.
Walaupun kita tidak beraktivitas tinggi, air yang dikeluarkan tubuh terhitung banyak. Salah satu kesalahan
yang sudah menjadi kebiasaan adalah mengkonsumsi air hanya ketika haus. Hal ini berakibat fatal
karena asupan air hanya sedikit. Tubuh membutuhkan sedikitnya satu liter air lebih banyak dari rasa
haus. Air yang dikonsumsi sehari-hari harus memiliki syarat kesehatan agar tidak menimbulkan penyakit
Penyebab penyakit yang ada dapat dikelompokan menjadi 4 bagian:
Faktor utama yang mempengaruhi persebaran penyakit adalah kualitas sanitasi danpersonal
hygene manusia. Hal ini karena penyakit ini sebagian besar ditularkan lewat pajanan manusia-
manusia atau lewat lalat sebagai vektor. Seseorang penderita trachoma memiliki peluang sangat
besar dalam menularkan penyakit ini. Ketika ada salah satu bagian tubuhnya, tisu, atau sapu
tangan yang digunakan untuk menyapu matanya maka pada saat itu juga bakteri berpindah dari
sumber (mata penderita) ke media perantara (tangan, tisu, sapu tangan). Ketika ada orang yang
bersalaman dengan tangan yang telah mengandung bakteri chlamidia kemudian dia
menggunakannya untuk mengucek matanyapadahal dia belum mencuci tangannya maka pada
saat itu juga penyakit mulai menyebar.
Lingkungan yang sanitasinya tidak terjaga memungkinkan lalat untuk berkembang biak
dengan baik. Lalat dapat menjadi vektor trachoma. Lalat dapat hinggap di mata penderita. Agen
yang menempel di tubuh lalat akan dibawanya ke tempat lain,misalnya tempat penampungan air,
tangan orang yang sehat, atau bahkan langsung hinggap di mata orang yang sehat. Agen
kemudian tersentuh oleh tangan orang sehat. Jika orang tersebutpersonal hygienenya kurang
terjaga maka ia akan menggunakan tangannya yang tadinya dihinggapi lalat dan mengucek
matanya. Pada saat itu agen mulai tersebar di orang yang baru. Hal yang sama akan terjadi lewat
tisu atau saputangan yang terpajan, air, dan sebagainya.
Masuknya Agen ke Air
Masuknya agen ke dalam air salah satunya disebabkan oleh penderita yang mencuci
matanya di sumber air. Bakteri juga dapat berasal dari tubuh lalat yang membawa agen. Selain
itu, mencuci sapu tangan penderita di sumber air juga dapat mencemari air.
Anak-anak perlu mendapatkan penyuluhan karena usia yang paling rentan terinfeksi adalah
anak-anak. Mereka berada dalam posisi yang paling rentan karena biasanya anak kecil belum
bisa membedakan tempat main yang bersih dan yang kotor. Pengetahuan mereka yang minim
akan tempat-tempat dan cara penularan penyakit juga menjadi salah satu faktor pemungkin.
Faktor lain yang juga dianggap berpengaruh adalah imunitas. Sistem imun anak-anak masih
belum sempurna untuk menahan infeksiChlamydia. Sedangkan orangtua perlu mendapatkan
penyuluhan karena merekalah yang mengurus keseharian anak mereka, memandikannya, dan
sebagainya. Para guru juga perlu mendapatkana penyuluhan agar mereka dapat mengembangkan
program-program di sekolah yang berbasiskan praktik personal hygiene.
Penyuluhan dapat dilakukan dalam bentuk drama dimana di dalamnya dimainkan beberapa
peran seperti anak-anak, lalat, bakteri chlamydia, dan lingkungan yang kumuh. Di dalam cerita
disampaikan bagaimana bakteri chlamydia bisa berada di mata penderita, lalu bagaimana bakteri
itu bisa tersebar akibat personal hygiene yang buruk seperti memakai handuk dan baju bekas
temannya padahal belum dicuci, tidak suka mencuci tangan dan wajah dengan sabun, suka main
di tempat air yang kotor, dan sebagainya. Di situ juga disampaikan pentingnya menjaga
higienitas sanitasi dan air bersih agar tidak terkontaminasioleh bakteri patogen yang disebarkan
oleh lalat, penderita, dan benda-benda yang telah kontak dengan penderita.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor penyakit akibat
serangga dikenal dengan arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases
2.Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri
3.Peranan vector penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari host kepejamu
(manusia)
4.Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengendalikan vector penyakit adalah Pengendalian Vektor
secara Terpadu (PVT), Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) dan Pengendalian terapan
(applied control).
B. SARAN
1. Kita harus tahu apa itu Vektor penyakit serta akibat atau awal dari penyebarannya.
2. Kita harus mengetahui jenis – jenis dan klasifikasi Vektor penyakit.
3. Kita harus tahu peranan vector penyakit kemanusia.
4. Kita harus tahu bagaimana cara mengendalikan vector penyakit yang benar.
1. Apa Filariasis itu ???
Filariasis atau yang sering kita sebut dengan Penyakit Kaki Gajah adalah penyakit
infeksi yang bersifat menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh
nyamk. penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, kantung buah zakar, payudara dan kelamin wanita.
Semua orang baik laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang tua dapat terserang
penyakit ini. Penyakit ini buka karena kutukan, terkena guna-guna atau keturunan.
Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di
wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah sekelompok cacing parasit nemtoda yang
tergolong superfamilia Filarioidea yang menyebabkan infeksi sehingga berakibat munculnya edema.
Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah
(kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit
kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.
Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan
yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit),
dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-
jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui
jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat
kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella
streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni
lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan
oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini
disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus,
oleh kopepoda (Crustacea).
Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi
oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea. Filariasis ditemukan di daerah
tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO
mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020.
Read more:http://doktersehat.com/filariasis-kaki-gajah/#ixzz5CtS4AhEY
Filariasis atau kaki gajah disebabkan oleh nyamuk. Penderita kaki gajah
mengalamai penyumbatan perdaran darah sehingga mengakibatkan
pembengkakan bagian tubuh tertentu.
Tidak ada gejala khusus dalam penyakit ini dan perkembangan penyakit bisa
terjadi dalam waktu tahunan.
BACA JUGA :
Ada tiga spesies cacing yang bisa menyebabkan filariasis, yaitu wuchereria
brancofti, brugia malayi, dan brugia timori.
Cacing filaria bertahan hidup selama 4-6 tahun di dalam saluran getah
bening , berkembang biak di dalam tubuh dan menghasilkan jutaan anak
cacing yang beredar di dalam darah dan menyumbat sehingga
mengakibatkan pembengkakan bagian tubuh.
Penyakit kaki gajah bisa menyerang siapa pun, baik orang tua maupun anak-
anak, baik laki-laki maupun perempuan, dan bila tidak segera ditangani
dapat menyebabkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan,
kantong buah zakar, payudara, dan alat kelamin.
Penyakit kaki gajah ditularkan dari seseorang yang dalam darahnya terdapat
anak cacing (mikrofilaria) kepada orang lain melalui gigitan nyamuk.
Semua jenis nyamuk bisa menjadi vektor penular penyakit kaki gajah, mulai
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Karena inilah,
Filariasis dapat menular dengan sangat cepat. Pada saat nyamuk menghisap
darah, mikrofilaria terhisap dan masuk ke badan nyamuk.
http://lifestyle.bisnis.com/read/20171008/106/696932/waspadai-filariasis-begini-cara-nyamuk-
antarkan-cacing-filaria-penyebabtularkan-kaki-gajah