Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

LAPORAN PENDAHULUAN FILARIASIS

Dosen Pengampu :

Baiq Ruli Fatmawati.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh:

Nama Anggota Kelompok 04

1. Ari Anggriawan Susanto ( 003SYE21 )


2. Baiq Rismayani Novira ( 005SYE21 )
3. Dinda Saroja Kumalasari ( 012SYE21 )
4. Lisa Junia Safitri ( 024SYE21 )
5. Nurul Islamiati ( 034SYE21 )
6. Riska Tiarini ( 039SYE21 )
7. Sony Atmawiguna ( 044SYE21 )

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3

TA.2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“FILARIASIS”.Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.

Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai  pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu
kami menyampaikan  banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
DAFTAR ISI

HALAMAN

COVER................................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian Filariasis............................................................................................................. 1

1.2 Epidemiologi/Insiden kasus............................................................................................. 1

1.3 Etiologi Filariasis................................................................................................................... 4

1.4 Tanda & gejala/manifestasi klinis.................................................................................. 6

1.5 Patofisiologi Filariasis.......................................................................................................... 10

1.6 Pemeriksaan Diagnostik/penunjang............................................................................. 11

a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Dan lain-lain

1.7 Penatalaksanaan medis....................................................................................................... 13

1.8 Diagnosa Keperawatan........................................................................................................ 13

1.9 Intervensi Keperawatan..................................................................................................... 14

2.0 Komplikasi................................................................................................................................ 20

PENUTUP.......................................................................................................................... 21

2.1 Kesimpulan

2.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 22
TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian Filariasis

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran
limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki.

Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda.Tiga spesies filaria
yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, dan Brugia timori (Elmer R. Noble & Glenn A. Noble, 1989). Parasit filaria
ditularkan melalui gigitan  berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan
siklus hidup yang kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut microfilaria.

Filariasisnhingga saat ini masih merupakannmasalah kesehatan masyarakat di


Indonesia. Walaupun penyakit ini tidak mematikan namun dapat mengakibatkan
kecacatannsehingga memberikan dampak yang cukup besar bagi penderita
maupun masyarakat, antara lainnmenurunnya produktivitas penderita dan
memberikan beban sosial bagi penderita, keluarga maupun masyarakat.

1.2 Epidemiologi/insiden Kasus

Kaki gajah dikenal sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, secara


epidimiologi paling umum terdapat didaerah asia tenggara,termasuk Indonesia.
Infeksi biasanya terjadi pada saat masa kanak-kanak yang menyebabkan sistem
limfatik asimtomatik. Limfidema elephamfiasis dan hidrogel terjadi dikemudian
hari yang berujung pada disabilitas permanen,stigma sosial,dan masalah ekonomi.
Secara Global kasus filariasis

Didunia, terdapat 1.39 milyar penduduk yang beresiko tertular filariasis. Pada
tahun 2000, lebih dari 120 juta orang terinfeksi filariasis dan 40 juta diantaranya
mengalami kecacatan dan tidak dapat bekerja lagi.

Secara global, wilayah Asia Tenggara merupakan daerah dengan filariasis


terbanyak, mencapai 63% kasus global, dengan 9 dari 11 negara merupakan
wilayah endemic. Negara endemic yang termasuk didalamnya adalah Bangladesh,
india, Indonesia, maldivies, Myanmar, Nepal, sri lanka, Thailand, dan timor leste.

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III
(L3).Nyamuk tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah
penderita atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria.Siklus penularan
filariasis ini melalui dua tahap (Gambar 3.), yaitu mosquito satges atau tahap
perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan human stages atau tahap
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang (hospes reservoar).

Rantai Penularan Filariasis Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur,
yaitu

1) Sumber penularan, yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung


mikrofilaria dalam darahnya.
2) Vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis.
3) Manusia yang rentan terhadap filariasis. Seseorangndapat tertular filariasis,
apabilanorang tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif, yaitu nyamuk
yangnmengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3). Pada saat nyamuk
infektif menggiggit manusia, maka larva L3 akan keluarndari probosis dan
tinggal di kulit sekitar lubang tusukan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik
probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamukndan
bergerak menuju ke sistem limfe. Berbeda dengan penularan pada malaria
dan demam berdarah, seseorang dapatnterinfeksi filariasis, apabila orang
tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif ribuan kali, sedangkan pada
penularan malaria dan demam berdarah seseorang akan sakit dengan sekali
gigitan nyamuk yang infektif. Di samping sulit terjadinya penularan dari
nyamuk ke manusia, sebenarnya kemampuan nyamuk untuk
mendapatkannmikrofilaria saat 20 menghisap darah yang mengandung
mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk yang menghisap mikrofilaria
terlalu banyak dapat mengalami kematian, tetapinjika mikrofilaria yang
terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah mikrofilaria stadium
larva L3 yangnakan ditularkan. Kepadatannvektor, suhu dan kelembaban
sangat berpengaruh terhadap penularan filariasis. Suhu dan kelembaban
berpengaruh terhadap umur nyamuk, sehingga mikrofilaria yang telah ada
dalam tubuh nyamuk tidak cukup waktunya untuk tumbuhnmenjadi larva
infektif L3 (masa inkubasi ekstrinsik dari parasit). Masa inkubasi ekstrinsik
untuk W. bancrofti antara 10-14 hari,nsedangkan B. malayi dan B. timori
antara 8-10 hari. Periodisitas mikrofilaria dannperilaku menggigit nyamuk
berpengaruh terhadap risiko penularan. Mikrofilaria yang bersifat periodik
nokturna (mikrofilaria hanya terdapat dindalam darah tepi pada waktu
malam) memiliki vektor yang aktif mencari darah pada waktu malam,
sehingga penularan juga terjadi pada malam hari. Di daerah dengan
mikrofilaria sub periodik nokturna dan non periodik, penularan terjadi
siang dan malam hari. Khusus untuk B. malayi tipe sub periodik dan non
periodik nyamuk Mansonia menggigit manusia atau kucing, kera yang
mengandung mikrofilaria dalam darah tepi, maka mikrofilaria masuk
kedalam lambung nyamuk menjadi larva infektif

1.3 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam
darah.Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Cacing filaria
berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Filariasis di Indonesia disebabkan
oleh tiga spesics cacing filaria yaitu:

a. Wuchereria bancrofti
b. Brugia malayi
c. Brugia timori

Cacing Wuchereria bancrofti inilah yang dapat menyebabkan penyakit kaki gajah
karena sifatnya yang dapat mengganggu peredaran getah bening.Sedangkan Brugia
malayi dan Brugia timori tidak. Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya
berukuran +250μ. cacing betina dewasa berukuran panjang 65 100mm dan cacing
jantan dewasa herukuran panjang 40mm. Di ujung daerah kepala membesar,
mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral stylet)

Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori, mikrofilarianya berukuran


+280u.Cacing jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing betina dewasa
panjangnya 39mm. Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan yang
mengelilingi tubuhnya.Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam) hari
dibandingkan siang hari.Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di
dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki
granula-granula flouresen yang peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar
matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler kapiler paru-paru.
Ketika tidak ada sinar matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem
pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah pada waktu 6
bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup hingga 5-
10 tahun.
Habitat cacing tersebut terletak di dalam sistem peredarah darah, limpa, otot,
jaringan ikat, atau rongga serosa. Cacing ini dapat bertahan hidup selama 4-6 tahun
dalam kelenjar getah bening (bagian tubuh yang melindungi manusia dari
penyakit). Cacing ini berkembang biak di dalam tubuh dan menghasilkan jutaan
anak cacing yang beredar dalam darah. Pada saat dewasa, jenis cacing ini
berbentuk langsing seperti benang berwarna putih kekuningan, panjangnya 2-
70cm, cacing betina panjangnya lebih kurang dua kali cacing jantan. Umumnya
tidak memiliki bibir yang jelas, memiliki mulut sederhana, serta rongga mulut yang
tidak nyata. Esofagus berbentuk seperti tabung, tanpa bulbus esofagus, biasanya
bagian anterior berotot sedangkan bagian posterior berkelenjar.

Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu :

1. Sumber penularan, yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung


mikrofilaria dalam darahnya.
2. Vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis.
3. Manusia yang rentan terhadap filariasis. Seseorang dapat tertular filariasis,
apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif, yaitu nyamuk
yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3). Pada saat nyamuk
infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosis dan
tinggal di kulit sekitar lubang tusukan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik
probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamukndan
bergerak menuju ke sistem limfe. Berbeda dengan penularan pada malaria
dan demam berdarah, seseorang dapat terinfeksi filariasis, apabila orang
tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif ribuan kali, sedangkan pada
penularan malaria dan demam berdarah seseorang akan sakit dengan
sekali gigitan nyamuk yang infektif.
Di samping sulit terjadinya penularan dari nyamuk ke manusia,
sebenarnya kemampuan nyamuk untuk mendapatkan mikrofilaria saat 20
menghisap darah yang mengandung mikrofilaria juga sangat terbatas,
nyamuk yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami
kematian, tetapinjika mikrofilaria yang terhisap terlalu sedikit dapat
memperkecil jumlah mikrofilaria stadium larva L3 yangnakan ditularkan.
Kepadatan vektor, suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap
penularan filariasis. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap umur
nyamuk, sehingga mikrofilaria yang telah ada dalam tubuh nyamuk tidak
cukup waktunya untuk tumbuh menjadi larva infektif L3 (masa inkubasi
ekstrinsik dari parasit). Masa inkubasi ekstrinsik untuk W. bancrofti antara
10-14 hari,nsedangkan B. malayi dan B. timori antara 8-10 hari.
Periodisitas mikrofilaria dannperilaku menggigit nyamuk berpengaruh
terhadap risiko penularan. Mikrofilaria yang bersifat periodik nokturna
(mikrofilaria hanya terdapat dindalam darah tepi pada waktu malam)
memiliki vektor yang aktif mencari darah pada waktu malam, sehingga
penularan juga terjadi pada malam hari. Di daerah dengan mikrofilaria sub
periodik nokturna dan non periodik, penularan terjadi siang dan malam
hari. Khusus untuk B. malayi tipe sub periodik dan non periodik nyamuk
Mansonia menggigit manusia atau kucing, kera yang mengandung
mikrofilaria dalam darah tepi, maka mikrofilaria masuk kedalam lambung
nyamuk menjadi larva infektif

1.4 Tanda & gejala/manifestasi klinis

a. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari.


b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak (lymphadenitis) tampak kemerahan, panas, dan sakit.
c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkalkaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis). d. Filarial abses.
d. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan, dan terasa panas (early lymphodema).
e. Gejala klinis yang kronis mencakup pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar
(elephantiasis skroti).
Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada
dasarnya gejalanklinis filariasis yang disebabkannoleh infeksi Wucheria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis
akut tampak lebih jelasndan lebih berat pada infeksi oleh B. malayi dan B.
timori. infeksi W. bancrofti dapat menyebabkan kelainan pada saluran
kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B. malayi dan B. timori tidak
menimbulkan kelainan padansaluran kemih dan alat kelamin.
1. Gejala Klinis Akut
Gejalanklinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang
disertai demam, sakit kepala, rasa lemah danndapat pula terjadi
abses.Abses dapat pecahnyang kemudian mengalaminpenyembuhan
dengan menimbulkan parut, terutama di daerah lipat paha dan
ketiak.Parut lebih sering terjadi pada infeksi B. malayi dan B. timori
dibandingkan dengan infeksi W. brancofti, demikiannjuga dengan
timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Sebaliknya, pada infeksi W.
brancofti sering terjadi peradangan buah pelir, peradangan epididimis
dannperadangan funikulus spermatikus

2. Gejala Klinis Kronis


a) Limfedema Pada infeksi W. brancofti terjadi pembengkakannseluruh
kaki, seluruh lengan, skrotum, penis, vulva, vagina, dan payudara,
sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki di bawah
lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut masih normal
b) Lymph Scrotum
Adalah pelebarannsaluran limfe superfisial pada kulit scrotum,
kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut
mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluarndan membasahi
pakaian.Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit,
yang dapatpecah dan membasahi pakaian, hal ini mempunyai risiko
tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut
berulang dan dapat berkembang menjadi limfedema skrotum.
Ukuran skrotum dapat kadangkadang normal kadang-kadang
membesar
c) Kiluria
Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh
darah di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filariandewasa spesies W.
brancofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran
kemih.
Gejala yang timbul adalah:
1) Air kencing seperti susu, karena air kencing banyak
mengandung lemak dan kadang-kadang disertai darah
(haematuria).
2) Sukar kencing
3) Kelelahan tubuh
4) Kehilangan berat badan.
d) Hidrokel
Hidrokel adalahmpembengkakan kantung buah pelir karena
terkumpulnya cairan limfe di dalam tunicanvaginalis testis. Hidrokel
dapat terjadi padansatu atau dua kantung buah pelir, dengan
gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut:
1) Ukuran skrotumnkadang-kadang normal tetapi kadang-
kadang sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan
tersembunyi .
2) Kulit padanskrotum normal, lunak dan halus.
3) Akumulasi cairan limfendisertai dengan komplikasi, yaitu
Chyle (Chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele).
Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan
hidrokel dengan komplikasindan hidrokel tanpa komplikasi.
Uji transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter Puskesmas
yang sudah dilatih.
4) Hidrokelnbanyak ditemukan di daerah endemis W. bancrofti
dan dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi W.
bancrofti
1.5 Patofisiologi Filariasis

Parasit

Menuju pembuluh limfa

Perubahan dari larva


stadium 3

Berkembang biak Parasite dewasa Menyebabkan antigen


parasite

Kumpulan cacing filaria Diatasi pembuluh limfa Mengaktifkan sel T


dewasa

Penyumbatan pembuluh Pembengkakan pembuluh Lge berikatan


limfa limfa

NYERI Kerusakan struktur Mediator inflamasi

Kerusakan integritas kulit Inflamasi kelenjar getah


bening

Inflamasi pada kulit PENINGKATAN SUHU


TUBUH
HARGA DIRI RENDAH
1.6 Pemeriksaan Diagnostik/penunjang

Pemeriksaan penunjang definitif pada filariasis adalah menemukan


mikrofilaria pada apusan darah tepi pengambilan darah malam hari.
Pemeriksaan lainnya adalah strip tes deteksi antigen/antibodi cacing. Tes ini
lebih mudah dilakukan karena tidak harus dilakukan pengambilan darah pada
malam hari, dan hasilnya yang cepat.Selain itu, dapat dilakukan deteksi DNA
mikrofilaria pada darah manusia lewat metode PCR (Polymerase Chain
Reaction).

Diagnosis Parasitologi Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria didalam


darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah
tebal, tehnik konsentrasi Knott, membrane filtrasi dan tes profokatif dan DEC
100.Pengambilan darah dilakukan malam hari mengingat periodisitas
mikrofilarianya umumnya nokturna.Pada pemeriksaan histopatologi kadang-
kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe
dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.

Diferensiasi spesies dan stadium filaria yaitu dengan menggunakan pelacak


DNA dan spesies spesifik dan antibodi monoclonal untuk mengidentifikasi larva
filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat
membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang
menginfeksi hewan penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

Diangnosis immunologi Dengan teknik ELISA dan ICT kedua teknik ini pada
dasarnya menggunakan antibodi monoclonal yang spesifik untuk mendeteksi
antigen W.brankrofti dalam sirkulasi.Hasil yang positif menunjukkan adanya
infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Pada stadium
obstruktif, microfilaria sering tidak  ditemukan lagi dalam darah, tapi ada di
cairan hidrokel atau cairan kiloria. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut

a. Laboratorium
Penemuan dalam pemeriksaan laboratorium adalah meningkatnya hitung
jenis eosinophil. Namun, apabila sudah terdapat limfedema dan berlangsung
kronis, hasil laboratorium bisa saja normal
b. Radiologi
Radiodiagnosis Pemeriksaan Pemeriksaan dengan USG pada USG pada
skrotum skrotum dan kelenjar dan kelenjar getah bening getah bening
inguinal inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-
gerak. Ini berguna untuk  evaluasi hasil pengobatan . Pemeriksaan
limfosintigrafi dengan menggunakan dextran atau albumin yang ditandai
dengan zat radioaktif menunjukkan abnormalitas pada sistem limfatik
sekalipun pada penderita yang asimtomatik mikrofilaremia
(Gandahusada,2004)
c. Dan lain-lain
1) Deteksi Antigen Filaria

Deteksi antigen filaria dapat dilakukan lewat sediaan darah perifer


dengan atau tanpa mikrofilaria.Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai respons terapi.Terdapat 2 jenis pemeriksaan antigen filaria,
yaitu secara kuantitatif (Og4C3 monoclonal antibody-based ELISA) dan
secara kualitatif (immunochromatographic / ICT).Kedua pemeriksaan ini
lebih sensitif dibandingkan dengan ADT. Namun jika dibandingkan
antara ELISA dan ICT, ELISA masih lebih sensitif daripada ICT

2) Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan untuk mendiagnosis
filariasis dengan menemukan cacing dewasa pada saluran
limfatik.Pada pasien risiko tinggi (misalnya hidup di daerah endemis
filaria), tanda ‘filaria dance’ yang ditemukan pada USG bisa mengarah
pada gerakan cacing filaria.Namun, pada pasien tanpa faktor
risiko, ‘filaria dance’ merupakan tanda obstruksi epididymis.
3) Lymphoscintigraphy
Pemeriksaan lymphoscintigraphy memiliki sensitifitas (96%) dan
spesifisitas (100%) untuk diagnosis limfedema

1.7 Penatalaksanaan medis

a. Perawatan Umum
1) Istirahat ditempat tidur, pindah tempat kedaerah yang dingin akan
megurangi derajat serangan akut.
2) Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi skunder dan abses
3) Pengikatan didaerah pembendungan akan mengu rangi edema
b. Medis
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik
untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan
mikro filarisidal. Obat lain yang dapat dipakai adalah anti-biotik
invermektin.

1.8 Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan


filariasis adalah sebagai berikut. per

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adangan pada kelenjar getah


bening.
b. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.
d. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pem bengkakan pada
anggota tubuh.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi
pada kulit.
1.9 Asuhan Keperawatan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawat
an
1 Hipertermi Tujuan: Manajemen Hipertermi:
Batasan Suhu tubuh agar tetap Tindakan
Karateristik: berada pada rentang Observasi
1. Suhu diatas normal 1. Identifikan penyebab
normal Kriteria Hasil : hipertermi
2. Kulit merah 1. Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Kejang 2. Suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit
4. Takikardi membaik 4. Monitor haluan urine
5. Takipneu 3. Suhu kulit membaik 5. Monitor komplikasi
6. Kulit terasa akibat hipertermi
hangat
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
6. Lakukan pendinginan
. eksternal
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
2 cairan dan elektrolit
Nyeri Tujuan: intravena, jika perlu
Nyeri berkurang
Kriteria Hasil: Manajmen Nyeri
1. Keluhan nyeri Observasi
menurun 1. Identifikasi lokassi,
2. Meringis menurun karateristik, durassi,
3. Sikap protektif frekuensi, kualitas, dan
menurun intensitas nyeri
4. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons
menurun nyeri non verbal
6. Frekuensi nadi 4. dentifikasi factor yang
meningkat memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
badaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat tidur
4. Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri didalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik. Jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi:
1. Identifikasi karateristik
nyeri
2. Identifikasi riwayat
alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas
analgesi
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis
malgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal jika
perlu
2. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontima, atau bolas
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalan serum
3. Tetapkan target
3 efektifitass analgesic
Gangguan Citra Tujuan: untuk mengoptimalkan
Tubuh Persepsi tentang respon pasien
Batasan penampilan, struktur tubuh,
Karateristik: dan fungsi fisik individu
Mengungkapkan membaik
kecacatan
/kehilangan bagian
tubuh
Fungsi/ struktur Promosi citra tubuh
tubuh Observasi
berubah/hilang 1. Identifikasi harapan citra
tubuh berdasarkan
tahapan perkembangan
2. Identifikasi budaya,
agama, jenis kelamin dan
umur terkait citra tubuh
3. Identifikasi perubahan
citra tubuh yang
mengakibatkan isolasi
4. Monitor frekuensi
penyataan kritik
terhadap diri sendin
5. Monitor apakah pasien
bisa melihat bagian
tubuh yang berubah

Terapeutik
1. Diskusikan perubahan
tubuh dan fungsinya
2. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga din
3. Diskusikan perubahan
akibat pubertas
kehamilan dan penuaan
4. Diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi
cima tubuh (mis
Luka, penyakit,
pembedahan)
5. Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tabah
secara realistis
6. Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh

Edukasi
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan
perubahan citra tubuh
2. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
3. Anjurkan menggamakan
alat bantu (mis. Pakaian,
wig, kosmetik)
4. Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung
(mis Kelompok sebaya)
5. Latih fungsi tubuh yang
dimiliki
6. Latih peningkatan
penampilan diri (mis.
Berdandan)
7. Latih pengungkapun
kemampuan diri kepada
orang lain muupun
kelompok

Promosi koping
Tindakan:
Observasi
1. Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
panjang sesuai tujum
2. Identifikasi kemampuan
yang dimiliki
3. Identifikasi sumber daya
yang tersedia unik
memenuhi tujuan
4. Identifikasi pemahaman
proses penyakit
5. Identifikasi dampak
situasi terhadap peran
dan hubungan
6. Identifikasi metode
penyelasaian masalah
7. Identifikasi kebutuhan
dan keinginan serhadap
dukungan sosial
Terapeutik:
1. Diskusikan perubahan
peran yang dialami
2. Gunakan pendekatn yang
tennang dan
meyakinkan.

2.0 Komplikasi

1. Cacat atau Disabilitas. Komplikasi yang paling umum dari kaki gajah adalah
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas, seperti biasanya karena
pembengkakan yang ekstrem. Contohnya, rasa sakit dan bengkak ini akan
membuat pengidapnya sulit melakukan pekerjaan sehari-hari.
2. Infeksi Sekunder. Infeksi sekunder, seperti infeksi jamur dan bakteri juga
sering dialami pengidap kaki gajah karena kerusakan pada sistem getah
bening.
3. Depresi. Kaki gajah dapat menyebabkan pengidapnya khawatir akan
penampilan mereka. Nah, hal inilah yang bisa meningkatkan kecemasan dan
depresi dalam hidupnya
PENUTUP

2.1 Kesimpulan

1) Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup
dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan
menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari,
pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan
skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan
USG pada skrotum.
2) Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di
dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi
cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab
penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar
limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3) Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan
Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan.
Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.

2.2 Saran

Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus


filariasis karena  penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik
sehingga akan menjadi  beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan
penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan
program Indonesia Sehat Tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif dan Kumala Sari.2010.Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Integumen. Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai