Disusun oleh :
NIM. SRP18
Disusun oleh :
NIM. SRP173110013
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan kasus yang berjudul “Konstipasi
(Hemoroid) Pada Ny. F Diruang Bedah Umum (Ruang K) RSUD dr. Soedarso Pontianak”.
Penyusunan KIA ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan
Dalam penyusunan KIA ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, arahan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada:
1. Bapak Supriadi, S. Kp., MHS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan
Muhammadiyah Pontianak.
2. Bapak Hartono, M. Kep, selaku Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah
3. Bapak Dr. Suriadi, MSN., AWCS, selaku Dewan Penguji Tugas akhir.
4. Bapak Supriadi, S. Kp., MHS, selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
5. Direktur RSUD dr. Soedarso Pontianak beserta staff yang telah memberikan kesempatan
6. Orang Tua dengan doa dan restunya penulis dapat menyelesaikan pendidikan tepat
waktu.
7. Rekan-rekan satu angkatan yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan KIA ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan
v
Semoga bantuan, bimbingan, saran dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan balasan
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................. 3
1. Tujuan Umum............................................................................... 3
2. Tujuan Khusus.............................................................................. . 3
C. Manfaat Penulis................................................................................... 4
1. Pengertian ...................................................................................... 6
2. Klasifikasi ...................................................................................... 7
4. Etiologi .......................................................................................... 14
6. Patofisiologi ................................................................................... 15
viii
7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 16
8. Penatalaksanaan ............................................................................. 17
9. Pencegahan .................................................................................... 18
10. Komplikasi..................................................................................... 18
1. Pengkajian ..................................................................................... 19
4. Implementasi ................................................................................. 28
5. Evaluasi ......................................................................................... 28
C. Pathway ............................................................................................... 29
A. Pengkajian ........................................................................................... 30
D. Rangkuman ......................................................................................... 45
1. Pengkajian .................................................................................... 46
ix
4. Implementasi ................................................................................ 50
5. Evaluasi......................................................................................... 50
A. Kesimpulan .......................................................................................... 53
B. Saran .................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan melebarnya pembuluh darah vena di sekitar anus yang berasal dari pleksus
hemoroidalis (Simadibrata, 2014). Pleksus hemoroidalis terdiri dari vena dan arteri yang
fungsinya sebagai katup pada sfingter ani untuk bekerja (Ulima, 2012). Hemoroid
menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan nyeri pada bantalan anal (Dorland, 2011).
Hemoroid atau yang sering dikenal dengan penyakit wasir atau ambeien merupakan
penyakit yang sangat umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak jaman dahulu.
insidennya lebih tinggi pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia diatas 50
tahun ditemukan 50% populasi mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014). Menurut
data WHO, jumlah hemoroid di dunia pada tahun 2014 mencapai lebih dari 230 jiwa dan
diperkirakan meningkat menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2030. Berdasarkan data dari
The National Center of Health Statistics di Amerika Serikat, pravelensi hemoroid sekitar
yaitu konstipasi dan mengejan yang berkepanjangan. Selain itu terdapat dilatasi
abnormal dan distorsi saluran vaskular, bersama dengan perubahan destruktif pada
jaringan ikat pendukung dalam kanalis anal, reaksi inflamasi, dan hiperplasia vaskular
ditemukan pada banyak kasus hemoroid (Lohsiriwat, 2012). Kedua jenis hemoroid ini
sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik pria maupun wanita
yang berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi
1
2
dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Hemoroid adalah seikat
pembuluh darah di dalam dubur / pelepasan, hanya sebagian berada di bawah selaput
Hemoroid umum diderita oleh umur 50, sekitar separuh orang dewasa berhadapan
dengan yang menimbulkan rasa gatal, terbakar, pendarahan dan terasa menyakitkan.
Dalam banyak kesempatan kondisi boleh memerlukan hanya selfcare perawatan sendiri
Hemoroid diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia (Slavin, 2008). National Center
for Health Statistics (NCHS) melaporkan terdapat 10 juta orang di Amerika Serikat
4,4%, dengan puncak kejadian pada usia antara 45- 65 tahun. Sedangkan pada usia
dibawah 20 tahun penyakit hemoroid ini jarang terjadi. Prevalensi meningkat pada ras
Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi (Chong dan Bartolo, 2008). Di
Indonesia sendiri untuk penelitian prevalensi dalam skala nasional juga belum diketahui
pasti. Belum banyak data mengenai pravelensi hemoroid di Indonesia. Menurut data
Depkes tahun 2015 pravelensi hemoroid di Indonesia setidaknya 5,7 % dari total
populasi atau sekitar 10 juta orang, namun lainnya 1,5 % saja yang terdiagnosa. Jika data
Riskesda (Riset Kesehatan Dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa penduduk
Penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Soedarso Pontianak periode 2009-
2012 menunjukkan bahwa hemoroid paling paling banyak diderita pada kelompok usia
45-54 tahun sebanyak 15 orang (24,2%) dan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak
Pada Ny. F Diruangan Bedah Umum (Ruang K) RSUD dr. Soedarso Pontianak.
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
pada pasien Ny. F dengan Hemoroid diruangan bedah umum (Ruang K) di RSUD
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis setelah pelaksanaan asuhan keperawatan
adalah :
Soedarso Pontianak.
Pontianak.
4
f. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah di berikan pada Ny.
Soedarso Pontianak.
C. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
diberikan.
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
hemoroid.
3. Bagi Penulis
4. Bagi Klien
Rumah Sakit.
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI/NERS
ABSTRAK
Menurut data yang didapatkan dari RSUD dr. Soedarso Pontianak periode 2009-2012
menunjukkan bahwa hemoroid paling paling banyak diderita pada kelompok usia 45-54
tahun sebanyak 15 orang (24,2%) dan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang
(64,5%) (Putra, 2013). Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan penulis dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan yang bermutu
pada pasien Ny. F dengan Hemoroid di ruang bedah umum (ruang k) RSUD dr. Soedarso
Pontianak. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di
bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah
mukosa (submukosa) diatas atau di dalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009) Hemorhoid adalah
varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya
hemorhoid belum diketahui secara jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai
penarikan feces. Hasil laporan kasus ditemukan data pada Ny. F yaitu pasien mengatakan belum
ada BAB selama seminggu, pasien mengatakan nyeri pada anus. Hasil pengkajian tersebut
didapatkan masalah keperawatan pada Ny. F yaitu dalam asuhan keperawatan Konstipasi
berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi, nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik, ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status
kesehatan.Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah monitor tanda dan gejala konstipasi,
monitor bising usus, anjurkan pasien untuk diet tinggi serat, mendukung intake cairan, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi laksatif. Evaluasi dari ketiga diagnosa tersebut adalah Dari
ketiga diagnosa yang diangkat sesuai kondisi pada Ny. F, ada beberapa diagnosa yang
dikategorikan belum teratasi sebagian. Adapun diagnosa keperawatan yang belum teratasi yaitu
konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama
eliminasi dan ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, sedangkan yang
teratasi sebagian yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
iii
MUHAMMADIYAH PONTIANAK HIGH SCHOOL OF NURSING
PROFESSIONAL/NERS STUDY PROGRAM
Constipation (Hemorrhoids) In Ny. F In the General Surgery Room (Room K) RSUD dr.
Soedarso Pontianak
ABSTRACT
According to data obtained from RSUD Dr. Soedarso Pontianak for the 2009-2012 period showed that
hemorrhoids suffered the most in the 45-54 year age group as many as 15 people (24.2%) and the
male sex group as many as 40 people (64.5%) (Putra, 2013) . After carrying out nursing care, it is
hoped that the author can increase knowledge and abilities in applying quality nursing care to Ny. F
with hemorrhoids in the general surgery room (room k) RSUD dr. Soedarso Pontianak. External
hemorrhoids are dilated veins that are under the skin (subcutaneously) below or outside the dentate
line. Internal hemorrhoids are dilated veins that are under the mucosa (submucosa) above or within
the dentate line. (Sudoyo Aru, et al 2009) Hemorrhoids are varicositis due to widening (dilation) of
the internal hemorrhoidal venous plexus. The mechanism of hemorrhoids is not clearly known.
Hemorrhoids are associated with chronic constipation with stool withdrawal. The results of the case
report found data on Mrs. F, the patient said there had been no defecation for a week, the patient said
pain in the anus. The results of the study found nursing problems in Ny. F, namely in nursing care,
constipation is related to ignoring the urge to defecate due to pain during elimination, acute pain is
related to physical injury agents, anxiety is related to changes in health status. Nursing actions taken
are monitoring signs and symptoms of constipation, monitoring bowel sounds, instructing patients for
a high-fiber diet, support fluid intake, collaboration with doctors in the provision of laxative therapy.
The evaluation of the three diagnoses is from the three diagnoses that were appointed according to the
condition of Ny. F, there are several diagnoses that are categorized as partially resolved. The nursing
diagnoses that have not been resolved are constipation related to ignoring the urge to defecate due to
pain during elimination and anxiety related to changes in health status, while the partially resolved is
acute pain associated with physical injury agents.
Bibliography : 16 (2009-2016)
iv
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran
vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar lines dentate.
Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submokosa)
suatu pelebaran dari vena- vena didalam pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini
anus yang berasal dari plexus homorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran
vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate.
Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa)
Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula
6
7
tekanan hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu
2. Klasifikasi
a. Hemoroid eksterna, berasal dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persyarafan serabut saraf
nyeri somatic.
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
2006).
a. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu
8
inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah
sekitar 15cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan
superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga
belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid
dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari
arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka
Gambar 2.1
Keterangan :
1) Rektum
sementara waktu, memberitahu otak untuk segera buang air besar, dan
9
membantu mendorong feses sewaktu buang air besar. Ketika rektum penuh
dengan feses, maka rektum akan mengembang dan sistem saraf akan
air besar.
2) Kolom Anal
Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah sejumlah lipatan
vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan jaringan otot di bagian atas
3) Anus
Anus adalah pembukaan yang dilewati oleh kotoran manusia saat kotoran
4) Kanalis Anal
Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang sekitar 4 cm yang
Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah cincin otot
lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan keliling 2,5 sampai 4 cm.
Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal eksternal meskipun
internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang air besar.
Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat otot lurik
berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus. Panjangnya sekitar 8
10
sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal adalah untuk membuka dan
7) Pectinate Line
membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian sepertiga (bawah)
anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas dan bawah
atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut disebut wasir internal yang
b. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
hemoroid.
11
Gambar 2.2
Keterangan :
1) Internal hemorrhoid
bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu
kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil
banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles disebut: three primary
2) External hemorrhoid
pectinea dan diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus,
a. Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan
merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari
makan yang pertama kali dimakan pada hari itu. Propulasi feses ke
defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu
kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan
4. Etiologi
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
abdomen).
e. Usia tua.
f. Konstipasi kronik.
i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah).
j. Kurang olahraga/imobilisasi.
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada hemoroid yaitu:
a. Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi
setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki proses yang
cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan yang
c. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema
6. Patofisiologi
sebagaian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk fases
menjadi kecil, yang bias menyebabkan kondisi mengejan selama BAB peningkatan
venous return. Hemoroid eksterna diklasifikasi sebagai akut dan kronis. Bentuk akut
berupa pembekakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan
suatu hematoma. Trombosis akut biasa berkaitan dengan peristiwa tertentu seperti
tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare atau perubahan dalam diet. Kondisi
rangsangan akumulasi mukus. Keluarnya mukus dan terdapat feses pada pakaian
dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolapse menetap (Brunner &
Suddarth, 2013).
vena, dapat di bagi menjadi 2, yaitu Interna dan Eksterna. Yang pertama Interna
(dilatasi sebelum spinter) yang di tandai dengan bila membesar baru nyeri, bila vena
sesudah spinter) di tandai dengan nyeri dan bila vena pecah BAB berdarah-
trombosit-inflamasi.
16
rendah serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil yang bisa menyebabkan
7. Pemeriksaan Penunjang
hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak
b. Anoskop
c. Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Konservatif
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
17
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
c. Pembedahan
6) Permintaan pasien.
mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan dan sedasi (Brunner &
Suddarth, 2013).
18
9. Pencegahan
b. Minuman air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak kekurangan cairan
tubuh.
d. Mengubah kebiasaan buang air besar. Bila ingin buang air besar segeralah ke
kamar mandi karena akan menyebabkan feses menjadi keras dan jangan duduk
10. Komplikasi
Rektum akan relaksasi dan harsat untuk defekasi hilang apabila defekasi tidak
sempurna. Air tetap terus di absorsi dari masa feses yang menyebabkan feses
menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih sukar. Tekanan fases berlebihan
menyebabkn kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah
satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). Daerah anorektal sering merupakan
tempat abses dan fistula, kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna
yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi fekal, fisura, serta mengakolon (Smeltzer
a. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan dan
takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan semakin memperberat luka di
anus.
19
b. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak normal)
d. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga
tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan
besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk. (Dermawan, 2010).
tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita post operasi
hemoroid menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, alamat, agama, status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose
keperawatan.
a. Umur
Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang berusia sekitar
Pekerjaan Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi,
pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya
hemoroid.
20
b. Keluhan utama
Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus akibat sesudah
operasi.
e. Riwayat psikososial
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita. Pasien merasa
3) Pola aktivitas
f. Pemeriksaan fisik
6.
2) Tanda-tanda vital
dan halus.
h. Pemeriksaan telinga
lubang.
3) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan
sekunder.
i. Pemeriksaan mata
Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata (ketajaman
menghilang).
strabismus.
hygiene.
k. Pemeriksaan leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe
Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea,
Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest.
m. Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus
n. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran
organ.
peningkatan motilitas.
kepekaan.
Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan apakah ada
Anus
Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada tanda infeksi,
apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih terjadi pendarahan
berlebih.
Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah) atau
tidak.
p. Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas maupun bawah.
1) : lumpuh.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan asupan serat tidak adekuat, asupan cairan
selama 3x24 jam pasien dapat mengurangi tidak adekuat, aganglionik, kelemahan
penegeluaran feses tidak lengkap. 2. Monitor tanda dan gejala konstipasi (mis.
tidur
27
selama 3x24 jam pasien dapat beraktivitas 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
secara mandiri baik dengan atau tanpa 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat
28
4. Implementasi
dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam
implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Harry,
2005)
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tersebut dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan kepada pasien terlebih dahulu
melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien agar tindakan yang akan
diberikan dapat disetujui pasien dan keluarga pasien, sehingga seluruh rencana tindakan
5. Evaluasi
dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning). Dalam
evaluasi ini dapat ditemukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan
C. Pathway
Hemoroid
HEMOROIDEKTOMI
Eksisi plexus
hemoroidalis
Port de Entry
Kurangnya informasi Diskotinuitas jaringan Takut BAB
Bakteri/kuman
mudah masuk
Defisit pengetahuan Pelepasan mediator kimia Feses mengeras
tentang penyakit, (bradikardin, histamine
pengobatan dan skretasnin, praglandin)
Resiko infeksi
perawatannya Konstipasi
Nyeri
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien/Klien
Pendidikan : SLTA
Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Alasan Masuk
Pasien mengatakan sudah 1 minggu SMRS menderita nyeri pada anus dan pasien
mengatakan masuk RSUD Dr. Soedarso pada tanggal 10 April 2017 karena
mengalami peradangan pada ambeien, dan pada pagi hari SMRS pasien merasakan
30
31
3. Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan nyeri pada anus penyebabnya karena adanya benjolan pada
anus, nyeri yang dirasakan seperti diiris-iris, pasien mengatakan nyeri pada
anusnya dan abdomen, pasien mengatakan skala nyeri yang dirasakan pada anus
namun kesadaran pasien tetap composmentis yaitu GCS 15, dan pasien
mengatakan nyeri dirasakan setiap malam hingga mengganggu tidur saat malam
hari. pasien mengatakan cemas, pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien
lalu, pasien mengatakan memiliki riwayat jantung 8 tahun yang lalu, pasien
Pasien dan keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki
4. Genogram
Ket :
: Laki- laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal Serumah
33
a. Kepala:
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak terdapat benjolan atau lesi, rambut sedikit
b. Mata
c. Hidung
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada lesi, benjolan tidak ada, pernapasan cuping
hidung tidak tampak, sekret tidak ada, indra penciuman berfungsi dengan baik.
Palpasi: tidak ada masa, dan tidak ada nyeri tekan pada hidung.
d. Telinga
Inspeksi: Bentuk simetris kanan dan kiri, keadaan daun telinga baik, tidak
Palpasi: tidak teraba masa, dan tidak ada nyeri tekan pada telinga.
e. Mulut
Inspeksi: Mukosa lembab, kehitaman, tidak terdapat caries gigi, bentuk bibir
f. Dada
Inspeksi: Tidak ada sesak nafas, batuk dan secret. Bentuk dada simetris, Leher
simetris tidak ada peningkatan JVP, tidak ada otot bantu pernafasan,
Palpasi: Kelenjar getah bening teraba, tiroid teraba, posisi trakea letak ditengah
tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi: vocal permitus dan ekspansi paru anterior dan posterior dada normal
g. Jantung
Inspeksi: Pada pemeriksaan inspeksi CRT >3 detik tidak ada sianosis.
Perkusi: sonor Perkusi batas jantung : Basic jantung berada di ICS II dari lateral
ke media linea , para sterna sinistra, tidak melebar, Pinggang jantung berada di
ICS III dari linea para sterna kiri, tidak melebar, Apeks jantung berada di ICS V
bunyi jantung normal dan regular, bunyi jantung II : saat auskultasi: terdengar
bunyi jantung normal dan regular, bunyi jantung tambahan : tidak ada bunyi
h. Paru-Paru
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, gerakan dada normal dan seimbang antara kanan
j. Abdomen
Inspeksi: Bentuk abdomen bulat dan datar, benjolan/masa tidak ada pada perut,
tidak tampak bayangan pembuluh darah pada abdomen, tidak ada luka operasi.
Perkusi: timpani
k. Genetalia
Omeprazole 1 x 40mg
Vitamin K 1 x 1 ampul
B. Diagnosa Keperawatan
selama eliminasi yang ditandai dengan Data Subjektif : Pasien mengeluh belum ada
BAB seminggu ini. Data Objektif : tampak gelisah, bising usus 9x/menit, ada
benjolan di anus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik yang ditandai dengan. Data
Subjektif: pasien mengeluh nyeri bagian benjolannya. Data Objektif: Pasien tampak
meringis, skala 4.
dengan Data Subjektif : Pasien mengeluh cemas dengan penyakitnya. Data Objektif :
selama eliminasi yang ditandai dengan Data Subjektif : Pasien mengeluh belum ada
BAB seminggu ini. Data Objektif : tampak gelisah, bising usus 9x/menit, ada
benjolan di anus.
a. Perencanaan
defekasi lama dan sulit menurun. Intervensi: 1). Identifikasi faktor risiko
konstipasi (mis. asupan serat tidak adekuat, asupan cairan tidak adekuat,
aganglionik, kelemahan otot abdomen, aktivitas fisik kurang), 2). Monitor tanda
dan gejala konstipasi (mis. defekasi kurang 2 kali seminggu, defekasi lama /
obatan yang menyebabkan konstipasi, 4). Anjurkan minum air putih sesuai
b. Implementasi
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 10 April 2017. Data :
Data Subjektif : Pasien mengatakan belum ada BAB dalam seminggu ini. Data
Objektif : tampak gelisah, bising usus 9x/menit, ada benjolan di anus. Suhu :
36,5 C, Nadi 85x/menit, RR: 20 x/menit. Action : jam 14.30 Mengkaji faktor
tidak ada BAB, Jam 14.45 Memonitor tanda-tanda vital. Jam 15.00 Menjelaskan
tentang penyakitnya. Jam 17.10 Memberikan terapi obat dulcolac subs. Jam
38
19.25 Memonitor tanda-tanda vital. Jam 20.00 Menganjurkan pasien untuk tetap
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 11 April 2017. Data :
Data subjektif : Pasien mengatakan belum ada tanda-tanda mau BAB. Data
Objektif : Pasien tampak gelisah, bising usus 9x/menit. Action : jam 14.10
Memberikan terapi obat ke pasien. Jam 19.00 Menganjurkan pasien makan yang
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 12 April 2017. Data :
Data Objektif : Pasien tampak tidak bertanya lagi tentang penyakitnya. Suhu :
36, 7C, Nadi 82x/menit, RR: 20 x/menit. Action : jam 14.10 Mengobservasi
c. Evaluasi
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 10 April 2017. Respon
tampak gelisah, bising usus 8x/menit. Analisis yang diperoleh adalah masalah
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 11 April 2017. Respon
subjektif : Pasien masih belum ada BAB. Respon Objektif : Pasien tampak
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 12 April 2017. Respon
tampak gelisah, sering pergi ke kamar mandi. Analisis yang diperoleh adalah
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik yang ditandai dengan. Data
Subjektif: pasien mengeluh nyeri bagian benjolannya. Data Objektif: Pasien tampak
meringis, skala 4.
a. Perencanaan
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, 2). Identifikasi skala nyeri, 3). Identifikasi
respon nyeri non verbal, 4). Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri, 5). Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, 6). Fasilitasi
istirahat dan tidur, 7). Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, 8).
40
b. Implementasi
2017. Data : Data Subjektif : Pasien mengatakan nyeri daerah anus. Data
Objektif: Pasien tampak meringis, skala 4. Action : Jam 14.15 Mengkaji faktor
nyeri. Jam 14.25 Mengidentifikasi faktor nyeri. jam 15.45 Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam. Jam 15.45 Memberikan posisi yang nyaman. Jam 17.00
dalam. Respon : Pasien akan melakukan teknik relaksasi nafas dalam jika
merasa nyeri.
2017. Data : Data Subjektif : Pasien mengatakan masih terasa nyeri jika
bergerak. Data Objektif : Pasien tampak meringis, skala 4. Action : Jam 14.15
Mengkaji nyeri pada pasien. Jam 14.25 Mengidentifikasi faktor nyeri. Jam
15.30 Memonitor keluhan nyeri pada pasien. Jam 16.00 Menganjurkan pasien
teknik nafas dalam. Jam 16.00 Memberikan posisi yang nyaman. Jam 20.00
Mengevaluasi nyeri pasien. Respon : Pasien melakukan teknik nafas dalam saat
merasa nyeri.
nyeri. jam 15.25 Memonitor faktor nyeri. Jam 15.45 Menganjurkan pasien
melakukan teknik nafas dalam. Jam 17.00 Memberikan terapi injeksi. Jam
41
20.00 Mengevaluasi nyeri pada pasien. Respon : Pasien bisa melakukan teknik
c. Evaluasi
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 10 April 2017. Respon
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 11 April 2017. Respon
umum pasien tampak meringis, skala 4. Analisis yang diperoleh adalah masalah
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 12 April 2017. Respon
pasien tampak baik, tampak tenang, skala 3. Analisis yang diperoleh adalah
dengan Data Subjektif : Pasien mengeluh cemas dengan penyakitnya. Data Objektif :
a. Perencanaan
b. Implementasi
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 10 April 2017. Data :
RR: 20 x/menit. Action : jam 14.30 Mengkaji pengetahuan pasien, Jam 14.45
17.10 Memberikan terapi obat. Jam 19.25 Memonitor tanda-tanda vital. Jam
menanyakan penyakitnya.
43
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 11 April 2017. Data :
Memberikan terapi obat ke pasien. Jam 19.00 Menganjurkan pasien makan yang
Tindakan yang diberikan pada Ny. F pada tanggal 12 April 2017. Data :
Data Objektif : Pasien tampak tidak bertanya lagi tentang penyakitnya. Suhu :
36, 7C, Nadi 82x/menit, RR: 20 x/menit. Action : jam 14.10 Mengobservasi
c. Evaluasi
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 10 April 2017. Respon
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 11 April 2017. Respon
Evaluasi pada Ny. F pukul 20.00 pada tanggal 12 April 2017. Respon
Tabel 3.1 Rangkuman Intervensi Dan Implementasi Diagnosis Keperawatan Utama Konstipasi
INTERVENSI
IMPLEMENTASI ALASAN
TEORI LAPANGAN ALASAN
1. Monitor tanda dan 1. Monitor tanda dan Rencana keperawatan atau 1. Memonitor tanda dan lima rencana keperawatan
gejala konstipasi gejala konstipasi. intervensi pada masalah gejala konstipasi yang sudah penulis susun
2. Monitor bising usus Rasional; untuk keperawatan utama yaitu 2. Memonitor bising usus dalam rencana tindakan,
3. Monitor feses; mengetahui perubahan konstipasi berhubungan 3. Menganjurkan pasien semuanya dapat
frekuensi, konsisten saat defekasi. dengan mengabaikan untuk diet tinggi serat diimplementasikan ke
dan volume 2. Monitor bising usus. dorongan untuk defekasi 4. Mendukung intake pasien, hal ini karena
4. Konsultasi dengan Rasional; untuk yang ada pada teori cairan pasien dan keluarga yang
dokter tentang mengetahui ada (NANDA NIC NOC, 5. Berkolaborasi dengan koorperatif dan adanya
penurunan dan perubahan pada bising 2013) terdapat dua puluh dokter dalam pemberian kerjasama penulis dan
peningkatan bising usus. rencana tindakan terapi laksatif. perawat ruangan serta
usus 3. Anjurkan pasien untuk sedangkan rencana kolaborasi dengan tim
5. Monitor tanda dan diet tinggi serat. tindakan saat dilapangan medis lainnya sehingga
gejala rupture Rasional; makanan penulis rencanakan hanya implementasi dapat
usus/peritonitis tinggi serat dapat lima rencana tindakan dilakukan sesuai rencana
6. Jelaskan etiologi dan membantu melancarkan karena sesuai dengan yang ada serta kemauan
rasionalisasi tindakan prosees defekasi. kondisi pasien. pasien untuk sembuh.
terhadap pasien 4. Dukung intake cairan.
7. Identifikasi faktor Rasional; agar tidak
penyebab dan dehidrasi secara oral.
kontribusi konstipasi 5. Kolaborasi dengan
8. Dukung intake cairan dokter dalam pemberian
9. Kolaborasi dalam laksatif. Rasional;
pemberian laksatif untuk membantu
10. Anjurkan pasien melancarkan proses
untuk diet tinggi serat defekasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini memberikan ulasan dan bahasan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan
kepada Ny. F ditinjau dari sudut pandang konsep dan teori. Pembahasan difokuskan pada
aspek pengkajian dan diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi serta evaluasi yang
dilakukan pada Ny. F dengan Konstipasi Hemoroid Diruang Bedah Umum (Ruang K) RSUD
dr. Soedarso Pontianak selama 3 hari dari tanggal 10 sampai 12 April 2017.
1. Pengkajian
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
pengkajian penulis mendapatkan data dari pasien, keluarga pasien, perawat, dokter
catatan medik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien. Pengkajian
yag dilakukan pada pasien tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan data-data
sekunder, hal ini dikarenakan pasien dan keluarga pasien kooperatif dan mau
46
47
secara objektif dan melakukan pemeriksaan fisik head to toe sesuai dengan
pemeriksaan fisik.
Dari hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2017, yaitu pasien mengatakan
belum buang air besar selama dua minggu dan terasa sakit saat bergerak, bising usus
9x/menit, perut pasien tampak kembung, terdapat hemoroid di anus pasien. Hal ini
sesuai dengan teori dimana masalah keperawatan yang sering muncul pada hemoroid
adalah konstipasi menurut (Brunner & Suddarth, 1996), faktor penyebab lainnya
yang terjadi pada emfisema. Banyak orang yang mengalami konstipasi karena
mereka tidak menyempatkan diri untuk defekasi. Dorongan untuk defekasi secara
normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja; rangsangan
refleks penyekat rektoanal, relaksi otot sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal
dan otot dalam region pelvik dan peningkatan tekanan intra abdomen. Gangguan
salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi (Brunner & Suddarth,
Rentang normal adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu.
Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur
menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses
yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mucus
yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responnya terhadap massa
pengiritasi ini. Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal
dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal dan akibatnya
tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk menimbulkan
kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme. Khususnya
2. Diagnosa Keperawatan
keperawatan yang diangkat pada kasus Ny. F dengan Hemoroid, ternyata ada
dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi, nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan ansietas berhubungan dengan
penulis mengangkat diagnosa yang pertama sebagai prioritas utama yaitu konstipasi
karena data yang didapat dibuktikan dengan pasien mengatakan belum ada buang air
besar selama dua minggu dan terasa sakit saat bergerak, bising usus 9x/menit, perut
diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan pada Ny. F dan masalah kesehatan
pada Ny. F.
3. Perencanaan Keperawatan
eliminasi yaitu monitor tanda dan gejala konstipasi dengan rasional untuk
mengetahui perubahan saat defekasi (Sudoyo Aru, 2009), monitor bising usus
dengan rasional untuk mengetahui perubahan pada bising usus (Sudoyo Aru, 2009),
anjurkan pasien untuk diet tinggi serat dengan rasional karena serat makanan adalah
polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat
dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri dari
dua golongan yaitu 1. Serat yang larut dalam air; pektin, gum, dan mukilase yang
jenis ini dapat mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan absorsi lemak
dan kolesterol darah, sehingga menurunkan resiko atau mencegah atau meringankan
penyakit jantung koroner dan dislipidemia. 2. Serat yang tidak larut dalam air;
selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat pada dedak beras, gandum,
intake cairan dengan rasional agar tidak dehidrasi secara oral (Sudoyo Aru, 2009),
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian laksatif dengan rasional laksatif adalah
obat untuk membantu melancarkan proses defekasi (NHS UK, 2017). Adapun
rencana tindakan yang tidak dimasukkan merawat pasien ada 15 tindakan, hal
sebagian besar rencana yang terdapat diteori memiliki makna yang sama dana ada
4. Implementasi
intervensi yang telah dibuat sebelumnya, namun tidak bisa dilakukan semuanya
karena beberapa faktor yang menjadi alasan, seperti; kondisi pasien yang tidak
eliminasi yaitu memonitor tanda dan gejala konstipasi, memonitor bising usus,
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian laksatif agar pasien bisa BAB seperti
biasa.
Diagnosa keperawatan yang lain yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik dan ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
dilakukan juga pada pasien adapun implementasi tidak jauh berbeda dengan studi
medik.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi ini, penulis menilai sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai
dalam pemberian asuhan keperawatan. Proses evaluasi yang berlangsung selama tiga
Dari ketiga diagnosa yang diangkat sesuai kondisi pada Ny. F, ada beberapa
untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi dan ansietas berhubungan dengan
perubahan dalam status kesehatan, sedangkan yang teratasi sebagian yaitu nyeri akut
dikarenakan pasien masih mengeluh belum ada BAB, hal tersebut dikarenakan
normal adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada
individi yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur disertai
feses yang keras. Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa
rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal dan
Selama proses pengambilan data berlangsung yaitu mulai pada tanggal 10 sampai 12
April 2017 banyak sekali kesempatan-kesempatan yang dimiliki oleh penulis dalam
menjalankan perannya sebagai perawat profesional, selain itu penulis juga banyak
Adapun kesempatan serta peran perawat yang dilakukan oleh penulis selama pengkajian
yaitu:
2. Penulis berkesempatan bertanya langsung pada pasien dan keluarga pasien tentang
5. Penulis menjalankan perannya sebagai kolaborator dimana dalam hal ini penulis
PENUTUP
A. Kesimpulan
(Hemoroid) Diruangan Bedah Umum (Ruang K) RSUD dr. Soedarso Pontianak Tahun
Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces. Pleksus vena
Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua
rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan
umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik pada system porta,
seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis.
(Isselbacher, 2000).
Didalam pengkajian pada tanggal 10 April 2017 ditemukan masalah pada Ny. F
adalah pasien haemoroid dengan keadaan pre operasi dengan 3 diagnosis keperawatan
dengan hemoroid.
Pada implementasi asuhan keperawatan pada pasien haemoroid hampir semua dapat
dilakukan.
53
54
Evaluasi atau catatan perkembangan pada pasien dengan asuhan keperawatan pada
pasien Konstipasi (Hemoroid) Diruangan Bedah Umum (Ruang K) RSUD dr. Soedarso
B. Saran
Diharapkan pada pihak Rumah Sakit untuk lebih mengingatkan pelayanan Rumah
Sakit kepada pasien serta menyediakan peralatan-peralatan medis yang cukup pada
Dapat meningkatkan kualitas dan mutu dalam memberikan asuhan keperawatan dan
tanggap dalam memberi tindakan keperawatan secara cepat dan tepat serta
Berman, A., Synder, S. & Fradsen, G.. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3th ed). New
Derr, P., McEvoy, M., & Tardiff, J. (2014). Emergency & Critical Care (8th ed.).
Hurwitz, A., Massone, R. & Lopez, B.L. (2014). Acquired Bleeding Disoders.
MediAction.
Perry, A. G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed.). St