Anda di halaman 1dari 10

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk
memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif sering digunakan jika
terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan (Kasron, 2012).
CHF mempunyai spektrum patofisiologi yang luas, mulai dari fungsi
pompa yang cepat menurun seperti pada infark miokard luas, takiaritmia atau
bradiaritmia yang timbul mendadak sampai kepada penurunan fungsi yang
sangat gradual tetapi progresif timbul dimana jantung sudah lama dalam
keadaan volume dan tekanan yang berlebihan (Ridzuan, 2015).

B. Etiologi
Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa
otot jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler
karena hipertensi, atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada
dasarnya semua kondisi yang menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi
ventrikel kiri merupakan predisposisi untuk gagal jantung. Penyakit jantung
koroner merupakan penyebab terbanyak (60-75%), diikuti penyakit katup
(10%) dan kardiomiopati (10%) (Imaligy, 2014).
Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar setengah
pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction) ventrikel kiri
yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipikirkan bahwa gagal jantung
secara primer terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi ventikel kiri (Imaligy,
2014).

C. Patofisiologi

10
Gagal jantung bermula apabila terjadi penurunan awal kapasitas
pemompaan jantung. Mekanisme kompensasi akan diaktifkan oleh sistem saraf
adrenergik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem sitokin. Dalam

11
jangka waktu pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskular
kepada kisaran homeostatik yang normal sehingga tidak menimbulkan gejala.
Dengan berjalannya waktu, aktivasi sistem ini akan menyebabkan kerusakan
secondary end-organ pada ventrikel dengan memburuknya remodeling
ventrikel kiri dan selanjutnya dekompensasi jantung (Mann dan Chakinala,
2012).
Beban kerja yang berlebihan pada jantung yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah sistolik (pressure overload), peningkatan volume
diastolik (volume overload) atau kehilangan miokardium, menyebabkan
hipertrofi sel miokard sebagai usaha meningkatkan kekuatan kontraktil.
Perubahan pada biokimia, elektrofisiologi dan fungsi kontraktil mengakibatkan
perubahan mekanikal pada fungsi miokard. Tingkat kontraksi menjadi lambat,
masa peak tension bertambah dan relaksasi miokard menjadi lambat.
Penebalan dinding ventrikel akan membatasi tingkat pengisian ventrikel
(diastolic dysfunction). Kekuatan kontraksi miokard berkurang bila terjadi
kehilangan sel dan hipertrofi (cardiac remodelling). Pada fase kompensasi
awal, peningkatan volume intrakaviter menyebabkan pengurangan ejeksi freksi
(progressive systolic dysfunction) dan pengurangan sirkulasi perifer. Gagal
jantung kongestif ditandai dengan pengurangan respon kontraksi terhadap
pertambahan volume dan pengurangan ejeksi freksi ventrikel kiri (Mann dan
Chakinala, 2012).

D. Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi gagal jantung kongestif berdasarkan tampilan klinis /
kapasitas fungsional dari New York Heart Association (NYHA) tahun 1994
yaitu :
a. Kelas I : tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.

11
b. Kelas II : terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
c. Kelas III : terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak.
d. Kelas IV : tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas
(Dickstein et al, 2008).

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American Collage of Cardiology /


American Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 yang menekankan
pembagian gagal jantung berdasarkan progressivitas kelainan struktural dari
jantung dan perkembangan status fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini,
perkembangan gagal jantung dibagi menjadi 4 stage, A,B,C dan D (Manurung,
2009) :
a. Stage A : memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal
jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
b. Stage B : telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan
dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala
c. Stage C : gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit
struktural jantung yang mendasari
d. Stage D : penyakit jantung struktural lanjut serta gejala jantung yang
sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat
terapi medis maksimal (refrakter)
(McMurray et al, 2012).

E. Manifestasi Klinis

12
Gagal jantung susah sekali dikenali secara klinis, karena beragamnya
keadaan klinis dan tidak spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada
tahap awal penyakit. Gejala yang lebih spesifik misalnya orthopnoea dan
paroxysmalnocturnal dyspnoea atau adanya peningkatan tekanan vena
jugularis biasanya tidak muncul pada pasien dengan gejala ringan.

(PERKI, 2015)

F. Algoritma Diagnosis Gagal Jantung


Penilaian klinis yang teliti diperlukan untuk mengetahui penyebab gagal
jantung, karena meskipun terapi gagal jantung umumnya sama bagi sebagain
besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik dan mungkin
penyebab dapat dikoreksi.
a. Teknik Diagnostik

13
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan
metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik
dan diastolik.

Gambar 1 : Algoritma Diagnosis Gagal Jantung (McMurray et al, 2012)

(PERKI, 2015)

14
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil
dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal
jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).

15
(Sumber : Dickstein et al, 2008)

c. Foto Thorak
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura
dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak nafas (Tabel 3). Kardiomegali dapat tidak ditemukan
pada gagal jantung akut dan kronik.

16
(Sumber : PERKI, 2015)

17

Anda mungkin juga menyukai