6. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori yakni kelainan struktural
jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional dari New York
Heart Association (NYHA).
Berdasarkan kelainan struktural jantung Berdasarkan kapasitas fungsional
(NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak ada batasan aktifitas fisik. Aktifitas
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat fisik sehari-hari tidak menimbulkan
gangguan struktural atau fugsional jantung, kelelahan, berdebar atau sesak nafas
dan juga tidak tampak tanda atau gejala
Telah terbentuk kelainan pada struktur Kelas II
jantung yang berhubungan dengan Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
perkembangan gagal jantung tapi terdapat keluhan saat istrahat, namun aktifitas
tidakterdapat tanda atau gejala. fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
berdebar atau sesak nafas.
Gagal jantung sering juga di klasifikasikan sebagai gagal jantung dengan penurunan fungsi
sistolik (fraksi ejeksi) dan gangguan fungsi diastolik saja namun fungsi sistolik (fraksi ejeksi)
yang normal, yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure with Reduced Ejection
Fraction (HFREF), Heart Failure with mid-range Ejection Fraction (HFmrEF), dan Heart
Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga
akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.
Macam Gagal Jantung
1. Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis, didukung
oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi
Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.
2. Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung kronis juga
didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatique baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.
9. Penanganan
Tujuan umum penanganan gagal jantung adalah: meniadakan tanda klinik seperti batuk
dan dispne, memperbaiki kinerja jantung sebagai pompa, menurunkan beban kerja jantung,
dan mengontrol kelebihan garam dan air. Obat yang digunakan untuk penanganan gagal
jantung bervariasi tergantung pada etiologi, keparahan gagal jantung, spesies penderita, dan
faktor lainnya.
Untuk mencapai tujuan dalam penanganan gagal jantung dapat dilakukan dengan cara:
1. Membatasi aktivitas fisik. Latihan/aktivitas akan meningkatkan beban jantung dan juga
meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen. Pada pasien yang fungsi jantungnya
mengalami tekanan, latihan dapat menimbulkan kongesti. Karena itu maka kerja jantung
harus diturunkan dengan istirahat atau membatasi aktivitas..
2. Membatasi masukan garam. Pada pasien yang mengalami CHF, aktivitas renin-
angiotensi-aldosteron mengalami peningkatan. Hal tersebut akan merangsang ginjal
untuk menahan natrium dan air sehingga ekskresi natrium dan air akan berkurang. Bila
ditambah pakan yang mengandung natrium tinggi maka retensi air dan peningkatan
volume darah akan semakin parah, dan pada gilirannya akan menimbulkan kongesti dan
edema.
3. Menghilangkan penyebab atau faktor pemicu gagal jantung. Menghilangkan penyebab
gagal jantung merupakan tindakan yang paling baik. Malformasi kongenital seperti
patent ductus arteriosus dapat diperbaiki dengan cara operasi dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi. Ballon valvuloplasti telah berhasil digunakan untuk menangani
stenosis katup pulmonik. CHF yang disebabkan oleh penyakit perikardium dapat
ditangani sementara atau permanen dengan perikardiosentesis atau perikardektomi.
Tetapi sayangnya hal tersebut sering tidak mungkin dilakukan dengan berbagai alasan.
4. Menurunkan preload. Karena adanya retensi garam dan air oleh ginjal pada pasien CHF,
maka preload jantung pada umumnya tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan kongesti
pada sistem sirkulasi. Oleh karena itu, penurunan preload akan menurunkan kongesti dan
edema pulmoner, yang akan memperbaiki pertukaran gas pada paru-paru pada kasus
CHF jantung kiri, dan menurunkan kongesti vena sistemik dan asites pada CHF jantung
kanan. Preload ditentukan oleh volume cairan intravaskular dan tonus vena sistemik.
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan pada
tenaga kesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Dewi I. N.
2012).
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejalagejala kongesti vaskuler
pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien (Wijaya & Putri, 2013).
c. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien
sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, sesak nafas berat, hipertensi,
DM, atau hiperglipidemia. Tanyakan juga obat obatan yang biasanya diminum oleh
pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki
pasien (Wijaya & Putri, 2013).
d. Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga. Bila ada keluarga yang
meninggal tanyakan penyebab meninggalnya. Penyakit jantung pada orang tuanya juga
menjadi faktor utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya (Ardiansyah,
2012).
Menurut Doenges (2010), Asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada klien gagal
jantung adalah :
A. Pengkajian primer
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan
seperti snoring.
2) Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi
dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
B. Fokus Pengkajian:
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap tanda-
tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.
1) Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya
krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Jantung: Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran: Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran.
4) Perifer: Kaji adakah sianosis perifer.
5) Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui
reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada kasus gagal jantung adalah :
a. Penurungan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na+H2O
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, perlu jika
15. Rujuk ke program
rehabilitas jantung
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang optimal. Pelaksanaan tindakan
merupakan realisasi dari intervensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau
tidak langsung (Rinawati, 2023)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu tahapan dari proses keperawatan dan merupakan
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi keperawatan dan implementasi sudah berhasil
dicapai. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kesalahan yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi intervensi. Pada tahap ini
dilakukan kegiatan untuk menentukan apakah rencana keperawatan dan apakah bisa
dilanjutkan atau tidak, merevisi, atau bisa juga dihentikan (Risnawati, 2023)
Dapus :
Panggabean. M. Buku Ilmu Penyakit Dalam: Gagal Jantung. Volume 2. Jakarta: 2009
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,