Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE


CORONARY ARTERY DISEASE

Pembimbing: dr. Dicky Yulianda, M.Ked (Kardiologi ) Sp.JP

M.Fajrir Halim
(71220891044)
LATAR BELAKANG

Congestive Heart Failure (CHF)


• Gagal jantung kongestif merupakan penyakit
penyebab kematian terbanyak kedua di
Indonesia setelah stroke.
• Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun
2018, prevalensi gagal jantung kongestif di
Indonesia yang didiagnosis dokter adalah
sebesar 1,5% atau sekitar 1.017.290 penduduk.
• Gagal jantung (Heart Failure) adalah
sindroma klinik yang ditandai oleh adanya
kelainan pada struktur atau fungsi jantung
yang mengakibatkan jantung tidak dapat
memompa darah yang adekuat untuk
FISIOLOGI
GAGAL Abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi
yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk
JANTUNG mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh.

KONGESTIF
Secara klinis, gagal jantung merupakan gejala
yang kompleks dimana seseorang memiliki
tampilan berupa; gejala gagal jantung, tanda khas
gagal jantung dan adanya bukti objektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istirahat
ETIOLOGI

1.Penyakit jantung koroner


2.Hipertensi
3.Aritmia
4.Defek struktural valvular dan miokardium
5.Gangguan metabolik
6.Emboli paru
GEJALA KHAS
Sesak nafas saat istirahat atau aktivitas, kelelahan,
edema tungkai

TANDA KHAS
Takikardia, takipnea, ronkhi paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali

Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat istirahat,


kardiomegali, suara jantung tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik
KLASIFIKASI
Klasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NYHA)
• Kelas I. Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan
kelelahan, berdebar atau sesak napas.
• Kelas II. Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun
aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak napas.
• Kelas III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat.
Tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas.
• Kelas IV. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas
Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung

• Stadium A. Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat
gangguan struktural atau fungsional jantung, dan juga tidak tampak tanda atau gejala
• Stadium B. Telah terbentuk kelainan pada struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan
gagal jantung tapi tidak terdapat tanda atau gejala.
• Stadium C. Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang
mendasari.
• Stadium D. Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna
muncul saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi farmakologi maksimal (refrakter)
KLASIFIKASI FRAMINGHAM

Menurut klasifikasi Framingham, diagnosis gagal jantung didasarkan pada adanya 2 kriteria
mayor, atau adanya 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS
1. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG yang mungkin dapat diperoleh antara lain: sinus
takikardia, sinus bradikardia, atrial takikardia/ flutter/ fibrilasi,
aritmia ventrikel, iskemia/infark miokard, hipertrofi ventrikel kiri,
blok atriovenrikular, LBBB.
2. Foto Thorax
Dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan mendeteksi penyakit
atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas

3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, estimasi
laju filtrasi glomerulus (eGFR), glukosa, tes fungsi hepar, dan urinalisis, dan profil
lipid.
4. Peptida Natriuretik
Kadar peptida natriuretik meningkat sebgai respon peningkatan tekanan dinding
ventrikel. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi setelah terapi optimal
merupakan indikasi prognosis buruk

5. Ekokardiografi
Digunakan untuk evaluasi struktur dan fungsi dari miokardium dan katup
jantung serta menyediakan informasi mengenai tekanan dan aliran intrakardiak.
Penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri pada pemeriksaan ekokardiografi
dilakukan dengan menilai fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF)
ALGORITMA
DIAGNOSIS
GAGAL
JANTUNG
TATALAKSANA

Non Farmakologi
• Manajamen Perawatan Mandiri
• Ketaatan Pasien berobat
• Pemantauan berat badan mandiri
• Asupan cairan
• Pengurangan berat badan
• Latihan Fisik

RUTHSTON MEDICAL CENTER | 2020


TERAPI FARMAKOLOGI
1.Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACE-I)
Indikasi Pemberian:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan atau tanpa gejala
b. Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40% dengan tanda dan gejala gagal
jantung

2. Penyekat Reseptor B
Indikasi Pemberian:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan atau tanpa gejala
gagal jantung
b. Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal
jantung
c. Gejala ringan sampai berat ( Kelas fungsional II-IV NYHA)
d. ACE-I/ARB/ARNI (dengan atau tanpa antagonis aldosteron)
sudah diberikan
e. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik
i.v dan tidak ada tanda retensi cairan berat
3. Antagonis Aldosteron
Indikasi Pemberian:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%
b. Gejala sedang samapai berat (kelas fungsional III-IV NYHA)

4. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)


Indikasi Pemberian:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang intoleran pada ACE-I
c. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hiopotensi
simtomatik sama seperti ACE-I, tetapi ARB sedikit menyebabkan batuk

5. Diuretik
Direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti.

Anda mungkin juga menyukai