Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan DX (Definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis, KIE)

 Definisi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung
gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Kasron, 2012).
 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori yakni kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional dari New York Heart Association
(NYHA).

Berdasarkan kelainan struktural Berdasarkan kapasitas fungsional


jantung (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat fisik sehari-hari tidak menimbulkan
gangguan struktural atau fugsional jantung, kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
dan juga tidak tampak tanda atau gejala.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk kelainan pada struktur Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung tapi tidak aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala. kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktivitas yang
berhubungan dengan penyakit struktural bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
jantung yang mendasari. istrahat, namun aktivitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, berdebar atau
sesak nafas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat bermakna tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
muncul saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi farmakologi maksimal melakukan aktivitas.
(refrakter).

 Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal
jantung pada seorang pasien Di Negara-negara industri, Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi
penyebab predominan pada 60-75% pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita. Hipertensi
memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien
dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada
diabetes mellitus. Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak aktif secara
fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk thrombus pada tungkai bawah
atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang
sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. Infeksi apapun dapat memicu
gagal jantung, demam, takikardi dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang
meningkat akan memberi tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun masih
terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik.
 Epidemiologi
Berdasarkan laporan dari WHO (World Health Organization), dilaporkan gangguan
kardiovaskular mengakibatkan meninggalnya 17,5 juta orang di seluruh dunia dan lebih dari 75%
penderita gangguan kardiovaskular terdapat di negara-negara yang memiliki pendapatan rendah dan
menengah (WHO, 2016). Pada riset yang dilakukan di Amerika Serikat, orang berusia >40 tahun
mempunyai resiko berkembangnya gagal jantung sebanyak 20%. Angka kejadian gagal jantung terjadi
lebih dari 650.000 orang. Semakin bertambahnya umur, kejadian gagal jantung semakin meningkat
(Yancy, CW., dkk., 2013).
Di Indonesia jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,13% yang ditentukan oleh dokter,
sedangkan jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,3% yang ditentukan oleh dokter dan didapatkan dari
gejala. Di Jawa Timur jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,19% yang ditentukan oleh dokter,
sedangkan jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,3% yang ditentukan oleh dokter dan didapatkan dari
gejala (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
 Patofisiologi
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung atau miokardium.
Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah jantung tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung akan memberikan respon mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila
mekanisme tersebut telah secara maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi,
maka setelah akan itu timbul gejala gagal jantung. Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat
dalam respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban
awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis
kompensatorik. Hal ini akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung
dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti jantung dan otak.
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan
menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling. Respon kompensatorik
yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya ketebalan otot
jantung. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat
bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek yang menguntungkan. Namun,
pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja jantung.
Hasil akhir dari peristiwa di atas adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya
gagal jantung (Nurkhalis, 2020).

 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik yang
diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik akan semakin menurun dan gejala
gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas yang ringan. Gejala awal yang umumnya terjadi
pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang dipicu
oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu manifestasi yang spesifik dari gagal
jantung kiri. Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis.
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat menyebabkan edema dan jika berlanjut akan
menimbulkan edema anasarka. Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan otot rangka. Makin
menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal
jantung kronis yang berat, dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif (Nurkhalis, 2020).
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Penegakan diagnosis
Diagnosis gagal jantung dapat dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. Gejala
yang didapatkan pada pasien dengan gagal jantung antara lain sesak nafas, Edema paru, peningkatan
JVP, hepatomegali , edema tungkai.
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >
50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel
kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan
fungsi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-90%),
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia. Ekokardiografi
harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi
ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub
jantung dapat disinggirkan.
Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum
terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid
harus selalu dilakukan. Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.
 Tatalaksana
Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik,
dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan
melalui 3 segi, yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang
bisa memperburuk gagal jantung dan mengobati gagal jantung. Tujuan pengobatan gagal jantung
adalah untuk mengurangi gejala- gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup penderita.
Cara dan golongan obat yang dapat diberikan antara lain mengurangi penumpukan cairan (dengan
pemberian diuretik), menurunkan resistensi perifer (pemberian vasodilator), memperkuat daya
kontraksi miokard (pemberian inotropik).
1. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang sering digunakan golongan
diuterik loop dan thiazide. Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi
natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus.
2. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen
miokard dan meningkatkan curah jantung.
3. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana
terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis.
 Komplikasi
a) Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau kenaikan kadar kalium
yang tinggi dalam darah
b) Penyakit jantung dan pembuluh darah
c) Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru atau asites
d) Anemia atau kekurangan sel darah merah
e) Kerusakan sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kejang
 Prognosis
 KIE

KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah dalam jumlah
yang memadai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung diawali
dengan terjadinya kerusakan pada jantung atau miokardium, diikuti penurunan curah jantung. Gagal
jantung terjadi jika kompensasi gagal memenuhi kebutuhan maksimal tersebut. Manifestasi klinis gagal
jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik yang diberikan. Gejala awal yang
umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya
retensi cairan. Terapi bagi penderita gagal jantung berupa terapi non-farmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk manajemen perawatan
mandiri. Sebaliknya, terapi farmakologis dimaksudkan untuk mengatasi gejala, memperlambat
perburukan kondisi jantung dan mengatasi terjadinya kejadian akut akibat respon kompensasi jantung,
yang dilakukan dengan pemberian obat-obatan berupa: diuretik, antagonis aldosteron, ACEinhibitor
(Angiotensin-Converting Enzyme inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), beta blocker,
glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, bypiridine, dan natriuretic peptide.

Anda mungkin juga menyukai