Disusun oleh :
FALKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Hasil Tutorial LBM 2 Blok Kardiovaskular II ini.
Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 2 ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis
menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari semua pihak
tidaklah mungkin Laporan Hasil Tutorial LBM 2 ini dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik
2. dr. Nyoman CAhyadi Tri S, S, Ked selaku tutor SGD Kelompok 6 yang
telah memfasilitaskan kami, baik arahan serta masukan.
Akhir kata, semoga segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan
kepada kami mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta Laporan
Tutorial LBM 2 ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
Skenario
Sesi 1
Sesi 2
Enzim Jantung
Deskripsi Masalah
Pada skenario tersebut didapatkan kasus seorang pasien berusia 56 tahun
yang mengalami nyeri dada seperti tertindih benda berat hingga rasa nyeri yang
dirasakan sampai pada leher dan lengan kiri. Nyeri yang dirasakan sudah
berlangsung selama 3jam yang lalu dan setelah dibawa ke IGD didapatkan hasil
EKG yang abnormal. Hasil EKG yang abnormal tersebut menunjukkan bahwa
adanya masalah pada jantung pasien yang dimana pada sesi 1, kelompok kami
memberikan beberapa diagnosis banding yaitu Acute Coronary Syndrome (ACS)
dan Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Setelah dilakukannya pemeriksaan EKG dan pemeriksaan Laboratorium
didapatkan hasil pada gambaran EKG yaitu untuk segmen ST elevasi serta pada
hasil laboratorium untuk enzim jantung CKMB dan Myoglobin mengalami
peningkatan sehingga kami mendiagnosis bahwa pasien mengalami Acute
Coronary Syndrome Stemi.
BAB II
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai
padaruang perawatan akut. Penyebab utama dari nyeri dada akut meliputi:
kardiak, gastroesofageal, muskuloskeletal, pulmonal, dan psikologis. Penyebab
kardiakiskemik meliputi penyakit jantung koroner, stenosis aorta, spasme arteri
koroner,dan kardiomiopati hipertrofi. Penyebab kardiak noniskemik meliputi
perikarditis, diseksi aorta, aneurisma aorta, dan prolaps katup mitral. Angina
pectoris merupakan nyeri dada kardiak yang disebabkan oleh insufisiensi pasokan
oksigen miokardium. Pasien seringkali mengemukakan rasa ditekan beban berat
atau diremas yang timbul setelah aktivitas atau stress emosional. Nyeri dada
aortastenosis bergantung pada aktivitas, berhubungan dengan sinkop dan pada
pemeriksaan fisik disertai murmur ejeksi sistolik pada daerah aorta.
Kardiomiopati hipertrofi menyebabkan nyeri dada disertai adanya murmur sistolik
yang bertambah keras pada valsalva maneuver. Vasospasme koroner
menimbulkan nyeri dada pada saat istirahat. Diseksi aorta menyebabkan rasa nyeri
dada hebatanterior menjalar ke belakang atas. Nyeri perikarditis biasanya
berkurang apabilapasien condong ke depan. Nyeri prolaps katup mitral bersifat
tajam. Adanya murmur sistolik akhir didahului klik midsistolik merupakan ciri
khas prolapskatup mitral. Penyebab nyeri dada nonkardiak bisa disebabkan oleh
kelainan esofagus, kondisi abdomen atas, pulmonal, muskuloskeletal, herpes
zoster, dan psikologis. Kondisi abdomen atas dapat disebabkan kolesistitis akut,
pankreatitis akut, dan perforasi ulkus peptikum. Nyeri dada pulmonal bersifat
pleuritik.Emboli paru dicurigai pada keadaan dispnea, nyeri pleuritik, hipoksia
berat, dan adanya faktor risiko. Nyeri dada yang disebabkan muskuloskeletal
berhubungan dengan palpasi. Herpes zoster juga dapat menimbulkan nyeri dada
khas sesuai distribusi dermatomal. Nyeri dada psikologis dapat dicurigai bila
terdapat riyawat gangguan emosional sebelumnya.
• gelombang P,
• kompleks QRS,
• gelombang T, dan
• interval PR.
Perlu juga mengetahui dari bagaimana cara menghitung kotak yang ada di
kertas hasil EKG. Bila diperhatikan, latar dari pola grafik EKG terdiri dari garis-
garis yang membentuk kotak-kotak kecil. Garis ini akan membantu untuk
mengetahui apakah pola grafik EKG normal atau tidak. Garis yang vertikal
menandakan voltase atau tekanan listrik otot jantung dengan ukuran mV
(millivolt). Sedangkan garis horizontal menandakan durasi. Garis vertikal pada
kotak kecil setara dengan 0,1 mV, durasinya sepanjang 0,04 detik. Sedangkan
pada kotak yang besar tekanan listriknya setara dengan 0,5 mV dan durasinya
setara dengan 0,2 detik.
Pada hasil EKG yang normal, gelombang P harus terlihat jelas dengan
benjolan ke atas. Bila gelombang P tidak muncul atau berbentuk terbalik, hal ini
bisa menandakan adanya bentuk aritmia seperti ritme junctional.
Caranya, hitung jumlah kotak yang dilewati oleh garis interval, lalu
dikalikan 0,04 detik. EKG jantung yang normal berkisar di antara 0,12 sampai
0,20 detik. Bila waktunya lebih dari 0,20 detik, maka terdapat kemungkinan
adanya aritmia yang disebabkan oleh aliran listrik jantung yang tersumbat
Klasifikasi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
Etiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo et 8 al., 2010).
Manifestasi Klinis Nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium)
yang bukan disebabkan oleh trauma. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa
nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau
rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang
dada (sternum) disebelah kiri yangmenyebar ke seluruh dada.
Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) adalah salah satu jenis
infark miokard disebut juga serangan jantung. NSTEMI merupakan
pengembangan dari neokrosis otot jantung (suatu bentuk kematian sel) tanpa
EKG, perubahan elevasi ST-Segmen yang dihasilkan dari gangguan akut pasokan
darah.
Epidemiologi
Saat ini, kejadian STEMI sekitar 25-40% dari infark miokard, yang
dirawat di rumah sakit sekitar 5-6% dan mortalitas 1 tahunnya sekitar 7-18%.
Sekitar 865.000 penduduk Amerika menderita infark miokard akut per tahun dan
sepertiganya menderita STEMI (Yang et al., 2008).
Pasien STEMI juga dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya
distorsi QRS saat dilakukan pemeriksaan EKG. Berdasarkan penelitian, pasien
STEMI yang mengalami distorsi sebesar 43.1%, sedangkan pasien STEMI tanpa
distorsi QRS sebesar 56.9%. Pasien dengan distorsi cenderung memiliki infark
yang lebih besar seperti yang dinilai berdasarkan Kilip Class II. Angka mortalitas
pasien STEMI dengan distorsi QRS lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa
distorsi QRS (Mulay dan Mukhedkar, 2013).
Patofisiologi
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang,
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh
emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik. (Hari Hardianto Satoto, 2016).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada
pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia tanpa memandang usia, adalah
≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R
dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI
terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi
reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Tatalaksana
Oksigen
Analgesik
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak
menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik
yang dapat diberikan adalah:
Morfin
Antiplatelet
Aspirin
Clopidogrel
Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut
dimulai dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75
mg per hari.
Penurun Kolesterol
Komplikasi
Prognosis
KIE
Modifikasi gaya hidup, yakni dengan olahraga minimal 30 menit setiap hari
Modifikasi diet, yakni diet rendah lemak
Berhenti merokok
Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga di bawah 100 mg/dl pada pasien
dengan risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat diturunkan dengan modifikasi
gaya hidup dan obat penurun LDL
Manajemen tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
BAB III
Diputra MDR, dkk., 2018, ‘karakteristik penderita sindroma koroner akut di rsup
sanglah denpasar tahun 2016’, E-Jurnal Medika, vol.7, no. 10, hh. 1-10