Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 2


BLOK KARDIOVASKULAR II

Disusun oleh :

Nama : Salsa Nurindah Karunina


NIM : 020.06.0074
Kelompok : SGD VI (Enam)
Kelas :B
Blok : Kardiovaskular II

Tutor : dr. Nyoman Cahyadi Tri S, S.Ked

FALKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Hasil Tutorial LBM 2 Blok Kardiovaskular II ini.
Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 2 ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis
menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari semua pihak
tidaklah mungkin Laporan Hasil Tutorial LBM 2 ini dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik
2. dr. Nyoman CAhyadi Tri S, S, Ked selaku tutor SGD Kelompok 6 yang
telah memfasilitaskan kami, baik arahan serta masukan.
Akhir kata, semoga segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan
kepada kami mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta Laporan
Tutorial LBM 2 ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 23 Desember 2021

Penulis
BAB I

Skenario

DADA TERASA NYERI

Sesi 1

Laki-laki 56 tahun datang ke IGD RS diantar keluarganya karena


mengeluh nyeri yang dirasakan di dada kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dirasakan
seperti tertindih benda berat dan dirasakan hingga ke leher dan lengan kiri. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan hasil abnormal.

Sesi 2

Dari pemeriksaan EKG didapatkan :

Dari hasil laboratorium didapatkan :

Enzim Jantung

- CKMB : 2,9 μg/L (0-3 μg/L)


- Troponin I : 0,37 ng/mL (<0,4 ng/mL)
- Troponin T : 0,18 ng/mL (<0.2 ng/mL)
- Myoglobin : 120 ng/mL (20-90 ng/mL)
Setelah dokter mendapatkan hasil EKG, dokter lalu melakukan tatalaksana awal
pada pasien.
Menurut anda, apakah tindakan selanjutnya setelah pasien mendapat tatalaksana
awal?

Deskripsi Masalah
Pada skenario tersebut didapatkan kasus seorang pasien berusia 56 tahun
yang mengalami nyeri dada seperti tertindih benda berat hingga rasa nyeri yang
dirasakan sampai pada leher dan lengan kiri. Nyeri yang dirasakan sudah
berlangsung selama 3jam yang lalu dan setelah dibawa ke IGD didapatkan hasil
EKG yang abnormal. Hasil EKG yang abnormal tersebut menunjukkan bahwa
adanya masalah pada jantung pasien yang dimana pada sesi 1, kelompok kami
memberikan beberapa diagnosis banding yaitu Acute Coronary Syndrome (ACS)
dan Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Setelah dilakukannya pemeriksaan EKG dan pemeriksaan Laboratorium
didapatkan hasil pada gambaran EKG yaitu untuk segmen ST elevasi serta pada
hasil laboratorium untuk enzim jantung CKMB dan Myoglobin mengalami
peningkatan sehingga kami mendiagnosis bahwa pasien mengalami Acute
Coronary Syndrome Stemi.
BAB II

Klasifikasi Nyeri Cardiac dan Non Cardiac

Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai
padaruang perawatan akut. Penyebab utama  dari nyeri dada akut meliputi:
kardiak, gastroesofageal, muskuloskeletal, pulmonal, dan psikologis. Penyebab
kardiakiskemik meliputi penyakit jantung koroner, stenosis aorta, spasme arteri
koroner,dan kardiomiopati hipertrofi. Penyebab kardiak noniskemik meliputi
perikarditis, diseksi aorta, aneurisma aorta, dan prolaps katup mitral. Angina
pectoris merupakan nyeri dada kardiak yang disebabkan oleh insufisiensi pasokan
oksigen miokardium. Pasien seringkali mengemukakan rasa ditekan beban berat
atau diremas yang timbul setelah aktivitas atau stress emosional. Nyeri dada
aortastenosis bergantung pada aktivitas, berhubungan dengan sinkop dan pada
pemeriksaan fisik disertai murmur ejeksi sistolik pada daerah aorta.
Kardiomiopati hipertrofi menyebabkan nyeri dada disertai adanya murmur sistolik
yang bertambah keras pada valsalva maneuver. Vasospasme koroner
menimbulkan nyeri dada pada saat istirahat. Diseksi aorta menyebabkan rasa nyeri
dada hebatanterior menjalar ke belakang atas. Nyeri perikarditis biasanya
berkurang apabilapasien condong ke depan. Nyeri prolaps katup mitral bersifat
tajam. Adanya murmur sistolik akhir didahului klik midsistolik merupakan ciri
khas prolapskatup mitral. Penyebab nyeri dada nonkardiak bisa disebabkan oleh
kelainan esofagus, kondisi abdomen atas, pulmonal, muskuloskeletal, herpes
zoster, dan psikologis. Kondisi abdomen atas dapat disebabkan kolesistitis akut,
pankreatitis akut, dan perforasi ulkus peptikum. Nyeri dada pulmonal bersifat
pleuritik.Emboli paru dicurigai pada keadaan dispnea, nyeri pleuritik, hipoksia
berat, dan adanya faktor risiko. Nyeri dada yang disebabkan muskuloskeletal
berhubungan dengan palpasi. Herpes zoster juga dapat menimbulkan nyeri dada
khas sesuai distribusi dermatomal. Nyeri dada psikologis dapat dicurigai bila
terdapat riyawat gangguan emosional sebelumnya. 

Bagaimana Prosedur Tatalaksana IGD pada Pasien tersebut


Saat menangani kasus SKA, dalam 10 menit pertama seorang dokter jaga
IGD sudah harus melakukan tindakan-tindakan evaluasi awal untuk menegakkan
diagnosis SKA sehingga dapat memberikan penatalaksanaan awal yang cepat dan
tepat. Pengetahuan dokter jaga IGD sangat mempengaruhi prognosis seorang
pasien SKA karena penatalaksanaan yang baik dalam periode emas, yaitu satu jam
pertama akan sangat membantu menghindari mortalitas dan morbiditas.13
Penatalaksanaan awal untuk kasus SKA yang dilakukan di IGD rumah sakit
secara umum adalah bed rest total, pemasangan IVFD (Intravenous Fluid Drip)
dan pemberian obat-obatan yang biasa dikenal dengan MONACO (Morfin,
Oksigen, Nitrat sublingual, Aspirin, dan Clopidogrel).

EKG Normal dan Abnormal

Elektrokardiogram atau EKG adalah alat yang digunakan untuk merekam


aktivitas listrik jantung pada permukaan tubuh. Tujuan membaca EKG adalah
kemampuan untuk menentukan apakah komponen EKG normal atau tidak normal
(patologis).

Komponen penting yang diperhatikan dalam EKG :

Komponen penting yg diperhatikan dlm EKG

• gelombang P,

• kompleks QRS,
• gelombang T, dan

• interval PR.

Gelombang P yang digambarkan dengan benjolan kecil menunjukkan


depolarisasi atrium, di mana kedua bagian atrium jantung berkontraksi.

Kompleks QRS yang bentuknya serupa V terbalik menunjukkan


depolarisasi saat ventrikel jantung berkontraksi.

Sedangkan gelombang T menunjukkan repolarisasi ventrikel, di mana


ventrikel sedang dalam keadaan istirahat.

Perlu juga mengetahui dari bagaimana cara menghitung kotak yang ada di
kertas hasil EKG. Bila diperhatikan, latar dari pola grafik EKG terdiri dari garis-
garis yang membentuk kotak-kotak kecil. Garis ini akan membantu untuk
mengetahui apakah pola grafik EKG normal atau tidak. Garis yang vertikal
menandakan voltase atau tekanan listrik otot jantung dengan ukuran mV
(millivolt). Sedangkan garis horizontal menandakan durasi. Garis vertikal pada
kotak kecil setara dengan 0,1 mV, durasinya sepanjang 0,04 detik. Sedangkan
pada kotak yang besar tekanan listriknya setara dengan 0,5 mV dan durasinya
setara dengan 0,2 detik.

Selanjutnya, kita juga bisa membaca EKG dengan melihat bentuk


gelombang P, mengukur interval PR, dan mengukur kompleks QRS.

Pada hasil EKG yang normal, gelombang P harus terlihat jelas dengan
benjolan ke atas. Bila gelombang P tidak muncul atau berbentuk terbalik, hal ini
bisa menandakan adanya bentuk aritmia seperti ritme junctional.

Langkah berikutnya adalah mengukur interval PR yang terbentang dari


awal gelombang P sampai awal kompleks QRS. Interval PR menandakan jarak
waktu dari kontraksi atrium ke kontraksi ventrikel jantung.

Caranya, hitung jumlah kotak yang dilewati oleh garis interval, lalu
dikalikan 0,04 detik. EKG jantung yang normal berkisar di antara 0,12 sampai
0,20 detik. Bila waktunya lebih dari 0,20 detik, maka terdapat kemungkinan
adanya aritmia yang disebabkan oleh aliran listrik jantung yang tersumbat

Pembahasan DD ( Acute Coronary Syndrome, Penyakit Jantung Koroner)

 Acute Coronary Syndrome (ACS) / Sindrom Koroner Akut (SKA)

Definisi Acute Coronary Syndrome atau Sindrom koroner akut adalah


suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat kurangnya
aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada
Electrocardiogram (EKG), dan perubahan biomarker jantung (Kumar & Cannon,
2009).

Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi:

 Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation


myocardial infarction)
 Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
 Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).

Etiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo et 8 al., 2010).

Manifestasi Klinis Nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium)
yang bukan disebabkan oleh trauma. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa
nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau
rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang
dada (sternum) disebelah kiri yangmenyebar ke seluruh dada.

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) adalah salah satu jenis
infark miokard disebut juga serangan jantung. NSTEMI merupakan
pengembangan dari neokrosis otot jantung (suatu bentuk kematian sel) tanpa
EKG, perubahan elevasi ST-Segmen yang dihasilkan dari gangguan akut pasokan
darah.

Etiologi NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau


peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Oklusi
total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi
seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST
pada EKG.

Manifestasi Klinis Nyeri dada yang berhubungan dengan NSTEMI


biasanya durasinya lebih panjang dan rasa nyeri dada lebih parah dibandingkan
dengan angina tidak stabil. Dalam kedua kondisi, frekuensi dan intensitas nyeri
dapat meningkat jika tidak diselesaikan dengan istirahat, nitrogliserin, dan dapat
bertahan lebih lama dari 15 menit. Nyeri bisa terjadi dengan atau tanpa radiasi ke
leher, lengan, punggung, atau daerah epigastrium. Selain angina, pasien dengan
SKA juga hadir dengan sesak napas, diaforesis, mual, dan kepala yang terasa
ringan. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, tachypnea, hipertensi, atau
hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung
dapat juga terjadi.
Angina Pectoris Tak Stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan anfark miokard
akut. Angina Pektoris Stabil (APS) terdiri atas seluruh situasi dalam spektrum
penyakit arteri koroner selain kejadian sindrom koroner akut. Diagnosis dan
stratifikasi risiko pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil penting untuk
pencegahan sindrom koroner akut.

Etiologi Disebabkam primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner


sehingga mengakibatkan iskemia miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga
kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan
(Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner
juga disebut peranan dari agregasi trobosit. Penderita ini mengalami nyeri dada
terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh.
Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant
(prinzmental). Pada angina pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan
CKMB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper
limits of normal).

Manifestasi Klinis Nyeri dada yang khas meliputi:

- Lokasinya biasanya di dada, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri


sampai jari, punggung dan pundak kiri.

- Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa


tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma.

- Berhubungan dengan aktivitas biasanya nyeri dada angina timbul pada


waktu melakukan aktivitas misalnya berjalan cepat, tergesa-gesa.

Etiologi SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak, trombosis atau


iskemia. Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi imun sistemik yang disebabkan oleh
lipid. Inflamasi, merupakan salah satu faktor penyebab SKA, yang bersifat lokal
dan sistemik. Inflamasi berperan dalam inisiasi dan perkembangan plak
aterosklerotik,yang kemudian menyebabkan ketidakstabilan plak dengan
pembentukan trombus. Semua penyebab di atas dapat menyebabkan hipoksia dan
terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemakaian oksigen pada
pembuluh darah coroner. Beberapa penelitian mendapatkan hasil bahwa umur dan
kematian akibat SKA memiliki hubungan. Sebagian besar kasus kematian terjadi
pada laki-laki umur 35-44 tahun. Terdapat perbedaan mencolok pada risiko SKA
antar ras, walaupun hal tersebut bercampur dengan faktor geografis, sosial dan
ekonomi. Keluarga orang tua ataupun saudara yang mengalami penyakit
kardiovaskular kurang dari 50 tahun merupakan riwayat keluarga yang dapat
meningkatkan risiko terkena SKA atau munculnya proses aterosklerosis. Laki-laki
mengalami SKA lebih banyak daripada perempuan (setelah menopause,
insidennya meningkat pada perempuan). Rokok juga telah menjadi salah satu
faktor risiko SKA. Mengonsumsi rokok setiap hari sebanyak lebih dari 20 batang
dapat meningkatkan efek dari dua faktor risiko terjadinya SKA yang lain.
Peningkatan kolesterol Low-Density Lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan
meningkatnya risiko terkena SKA, sedangkan kadar kolesterol High-Density
Lipoprotein (HDL) yang tinggi berfungsi untuk melindungi dari terkena SKA.
Tekanan darah yang meningkat dan tetap akan mengakibatkan proses
aterosklerosis mudah terjadi karena menimbulkan kerusakan secara langsung pada
pembuluh darah arteri koronaria. Penyakit SKA mudah terjadi pada usia yang
lebih muda pada penderita DM dengan kadar gula darah puasa >120 mg/dl atau
kadar gula sewaktu >200 mg/dl. Faktor risiko SKA yang lain adalah stres secara
mental ataupun fisik. Kurang aktivitas fisik dapat memicu kegemukan yang akan
menyebabkan orang yang kurang aktivitas menjadi gemuk. Obesitas juga
merupakan faktor risiko terjadinya SKA, dikarenakan adanya hubungan dengan
toleransi glukosa, kadar serum kolesterol dan tekanan darah. Obesitas akan
menjadi faktor risiko SKA apabila terdapat hubungan dengan hipertensi,
hiperlipidemia dan DM.
Manifestasi Klinis dapat dimulai dari anamnesa mengenai nyeri dada
yang dirasakan dapat terjadi apakah ketika istrahat atau sedang melakukan
aktivitas. Nyeri yang dirasakan dapat menjalar ke lengan, dagu, punggung, lengan
kiri kemungkinan menderita SKA. Gejala lain yang dapat muncul dapat berupa
mual, muntah, sesak napas, keluar keringat yang banyak, dan sakit kepala.

 Penyakit Jantung Koroner


Definisi Penyakit jantung coroner (PJK) ialah penyakit jantung yang
terutama disebabkan karena penyempitan arteria koronaria akibat proses
aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya.
Etiologi
Kejadian PJK banyak terjadi pada usia > 35 tahun dengan hasil uji statistic
p value: 0,009 ini menunjukan ada hubungan antara usia dengan kejadian PJK,
karena dengan bertambahnya usia kadar kolesterol baik laki-laki maupum
perempuan mulai meningkat (Djohan,2004). Kejadian PJK banyak terjadi pada
jenis kelamin laki-laki dengan hasil p value: 0,007 ini menunjukan bahwa ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian PJK, karena pada wanita
premenopause efek perlindungan esterogen penyakit jantung aterosklerotik yang
lebih rendah dan memiliki konsentrasi HDL yang lebih tinggi arastuti,2009,
Sherwood,2003). Kejadian PJK juga banyak terjadi karena hipertensi dengan hasil
p value 0,005 ini menunjukan bahwa ada hubungan antara penyakit
hipertensidengan kejadian PJK, karena adanya perubahan struktur arteri dan
arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula
terjadi hipertropi pada tunika media lalu diikuti dengan hialinisasi setempat dan
penebalan fibrosis dari tunika intima, akhirnya akan terjadi penyempitan
pembuluh darah (Djohan, 2004). Kejadian PJK banyak terjadi pada hiperlipid
dengan hasil p value 0,031 ini menunjukan ada hubungan antara kadar kolesterol
dengan kejadian PJK, kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan
sehari-hari yang masuk dalam tubuh. Penelitian epidemiologi klinik dan patologi
jelas membuktikan peranan primer dyslipidemia dalam aterogenesis merupakan
salah satu resiko utama terhadap penyakit kardiovaskuler. Kejadian PJK banyak
terjadi pada pasien yang berperilaku olah raga kurang baik dengan hasil p value
0,020 ini menunjukan bahwa ada hubungan antara perilaku olah raga dengan
kejadian PJK, intinya dengan olah raga 1-3 kali seminggu sudah cukup dengan
pemanasan dan senam ringan sekitar 5 menit hingga berkeringat. Para peneliti di
Harvad menemukan penurunan resiko penyakit jantung sampai 20% pada orang
yang paling sering melakukan olah raga berat, berjalan sejauh 3 mil dalam
seminggu dapat mengurangi penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 10% .
Sebuah penelitian di Jerman juga menemukan bahwa orang yang berolah raga
secara teratur seumur hidupnya memiliki kemungkinan 60% lebih kecil terkena
PJK dari pada orang yang banyak duduk (Gustina, 2012)
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala khas PJK adalah keluhan rasa tidak
nyaman di dada atau nyeri dada (angina) yang berlangsung selama lebih dari 20
menit saat istirahat atau saat aktivitas yang disertai gejala keringat dingin
atau gejala lainnya seperti lemah, rasa mual, dan pusing.

Penentuan Diagnosis Kerja

Berdasarkan keluhan pasien yang ada di skenario yakni adanya nyeri


seperti terindinh selama 3 jam yang menjalar ke tengkuk menandakan adanya
kemungkinan dari penyakit SKA. Ditambah dengan hasil pemeriksaan EKG yang
menunjukan adanya elevasi segmen ST dan peningkata biomarka jantung
myoglobin ini memnunjukan bahwa pasien didiagnosa mengidap penyakit
Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi. Dikarenakan Karakteristik utama
Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah angina tipikal dan perubahan
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar
pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut
menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial
Infarction, STEMI).

Pembahasan Diagnosis Kerja

Epidemiologi
Saat ini, kejadian STEMI sekitar 25-40% dari infark miokard, yang
dirawat di rumah sakit sekitar 5-6% dan mortalitas 1 tahunnya sekitar 7-18%.
Sekitar 865.000 penduduk Amerika menderita infark miokard akut per tahun dan
sepertiganya menderita STEMI (Yang et al., 2008).

Pada tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia di diagnosa penyakit


jantung koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40%
berdasarkan presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013). Penelitian oleh Torry et
al tahun 2011-2012 di RSU Bethesda Tomohon, angka kejadian STEMI paling
tinggi dari keseluruhan kejadian SKA yaitu 82%, sedangkan untuk NSTEMI
hanya 11% dan 7% pasien angina pektoris tidak stabil. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2012-2013, STEMI juga
merupakan kejadian tertinggi dari keseluruhan SKA yaitu sebesar 66,7%
(Budiana, 2015).

Pasien STEMI juga dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya
distorsi QRS saat dilakukan pemeriksaan EKG. Berdasarkan penelitian, pasien
STEMI yang mengalami distorsi sebesar 43.1%, sedangkan pasien STEMI tanpa
distorsi QRS sebesar 56.9%. Pasien dengan distorsi cenderung memiliki infark
yang lebih besar seperti yang dinilai berdasarkan Kilip Class II. Angka mortalitas
pasien STEMI dengan distorsi QRS lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa
distorsi QRS (Mulay dan Mukhedkar, 2013).

Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari


spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi


jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memacu STEMI karena
berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen di mana keduanya adalah molekul multivalen yag dapat mengikat
platelet yang berbeda secara simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang,
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh
emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik. (Hari Hardianto Satoto, 2016).

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus


iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung Angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal menjalar ke lengan kiri, leher, area
interskapuler, bahu, atau epigastrium; berlangsung intermiten atau persisten (>20
menit); sering disertai diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop, ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi
katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena
perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan EKG
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada
pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia tanpa memandang usia, adalah
≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R
dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI
terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi
reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG


pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen
ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1
mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan
konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk
diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat
rendah. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan
elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan
non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/
UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05
mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan
depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten 2
sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai
spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.

 Pemeriksaan biomarka jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural.

Tatalaksana

Tata laksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan


jalan napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan
secepatnya. Semua pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus dipantau
dengan pemasangan monitor tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung
maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.

 Oksigen

Oksigen bersifat vasoaktif sehingga hanya diberikan apabila ada indikasi.


Pemberian oksigen bila terjadi penurunan saturasi oksigen arteri dan
dipertahankan pada kadar saturasi 93-96%. Pemberikan oksigen yang berlebihan
dapat menyebabkan hiperoksemia sehingga dapat terjadi vasokonstriksi.

Analgesik
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak
menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik
yang dapat diberikan adalah:

 Nitrat atau Nitrogliserin

Nitrat, misalnya isosorbide dinitrate, dapat diberikan secara sublingual


apabila tidak ada hipotensi. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg,
sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit. Pemberian nitrat secara intravena
diberikan bolus inisial 12,5-25 mikrogram dan rumatan 5-10 mikrogram per
menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10 mikrogram per menit sesuai kondisi
pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi pemberian nitrat pada pasien yang
menggunakan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya.

 Morfin

Morfin pada non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) diberikan


1-5 mg melalui intravena. Pemberian dapat diulang 5-30 menit sesuai dengan
kondisi nyeri pasien, namun hati-hati terhapat overdosis yang dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan hipotensi. Naloxon 0,4-2,0 mg intravena diberikan apabila
terjadi overdosis morfin. Pemberian morfin pada STEMI diberikan 2-4 mg secara
intravena.

 Antiplatelet

Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata


laksana sindrom koroner akut.

 Aspirin

Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah untuk dosis awal. Selanjutnya


diberikan dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.

 Clopidogrel
Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut
dimulai dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75
mg per hari.

 Penurun Kolesterol

Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan


metabolisme seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana
dengan pemberian obat penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan HMG
co-A reductase inhibitor.Sediaan yang banyak tersedia adalah simvastatin 40 mg
per hari atau atorvastatin 10-20 mg per hari.

Komplikasi

Komplikasi STEMI yang terjadi antara lain komplikasi mekanik (ruptur


muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel), syok
kardiogenik, disfungsi ventrikular, gagal jantung, dan komplikasi elektrik seperti
gangguan irama dan konduksi jantung, takikardi dan fibrilasi ventrikel, serta
asistol ventrikel dan kematian.

Prognosis

Prognosis umumnya dubia, tergantung pada tatalaksana dini dan tepat


terapi. Pada pasien ini prognosisnya dubia et bonam (cenderung baik). (IDI, 2014)

KIE

 Modifikasi gaya hidup, yakni dengan olahraga minimal 30 menit setiap hari
 Modifikasi diet, yakni diet rendah lemak
 Berhenti merokok
 Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga di bawah 100 mg/dl pada pasien
dengan risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat diturunkan dengan modifikasi
gaya hidup dan obat penurun LDL
 Manajemen tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
 Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
BAB III

Berdasarkan pembahsan pada laporan ini dapat disimpulkan bahwa


skenario LBM 2 yang berjudul Dada Terasa bahwa seorang laki-laki berusia56
tahun dengan keluhan nyeri yang dirasakan di dada kiri sejak 3 jam yang lalu.
Nyeri dirasakan seperti tertindih benda berat dan dirasakan hingga leher dan
lengan kiri. Dari hasil diskusi kami seorang laki-laki ini didiagnosis SKA Infark
Imiokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI). Infark miokard akut dengan elevasi
ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memacu STEMI karena
berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid.
DAFTAR PUSTAKA

Diputra MDR, dkk., 2018, ‘karakteristik penderita sindroma koroner akut di rsup
sanglah denpasar tahun 2016’, E-Jurnal Medika, vol.7, no. 10, hh. 1-10

Farissa, Inne. 2012. Komplikasi pada Pasien ST Elevasi Miokardial Infark


(STEMI). Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Helwani MA, Amin A, Lavigne P, dkk., 2018, ‘Etiology of acute coronary


syndrome after noncardiac surgery’. Anesthesiology. 128(6):1084-91.

Karyantin, 2019, ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit


Jantung Koroner, Jurnal Ilmiah Kesehatan, vo.11, no.1, hh. 37-43

Kuliah Pakar, dr. Aditarahma Imaningdyah, Sp.PK ‘Diagnosis Laboratorik Sistem


Kardiovaskular’. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar,
Mataram. 2021

Pranawa, Artaria, Tjempakasari. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


Universitas Airlangga. Edisi 2.

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Suhardi Feryandi L, dkk., 2021, ‘Sindroma Akut Akibat Hipoksia : Sebuah
Laporan Kasus’, Jurnal Medika Hutama, vol. 2, no. 2, hh. 642-646

Wahyuni. 2018. Karakteristik Pasien St-Elevation Myocardial Infarction (Stemi).


Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai