Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SINDROMA KORONER AKUT

=================================================================

SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti materi ini peserta pelatihan mampu :

1. Memahami konsep SKA


A. Pengertian
B. Patofisiologi
C. Faktor resiko
D. Penegakkan diagnosa SKA
E. Stratifikasi Resiko
F. Komplikasi

2. Memahami Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan klien SKA


A. Pengkajian keperawatan melalui pendekatan triase keperawatan
B. Penatalaksanaan keperawatan di Unit Gawat Darurat
C. Penatalaksanaan keperawatan di Unit Intensif
D. Perencanaan pulang

3. Memahami penatalaksanaan medis SKA


A. Farmakologi
B. Intervensi non Bedah ( Percutaneus Coronary Intervention)

II. URAIAN MATERI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SINDROMA KORONER AKUT


1
PENDAHULUAN

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan kedaruratan jantung dengan


manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA)
yang disertai elevasi segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi ST (NSTEMI). SKA ditetapkan
sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner akibat proses aterosklerosis.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering
pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita
setelah umur 65 tahun.Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama
(20%) penduduk Amerika.Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan
rumah tangga (SKRT) tahun 1995, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati
urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun.
Sindroma Koroner Akut harus segera mendapatkan penanganan karena mempunyai tingkat
mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Diperkirakan 40 % kematian terjadi sebelum klien
tiba di Rumah Sakit. Di USA diperkirakan 250.000 kematian akibat infark miokard terjadi
setelah onset 1 jam gejala dimulai dan terapi diberikan.

Pokok Bahasan 1 : Memahami konsep Sindroma Koroner Akut

A. Pengertian

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang menggambarkan adanya
gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST
( NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil ( UAP)

Gejala yang sering dirasakan oleh klien dengan SKA adalah rasa tidak nyaman di dada (
chest discomfort ), nyeri dada, dada terasa berat seperti tertimpa beban, dada terasa penuh
atau dada terasa seperti terbakar. Nyeri dada dirasakan lebih dari 20 menit, tidak hilang
2
dengan istirahat atau nitrat sublingual. Kadang kadang nyeri dada menjalar ke pungung,
bahu, rahang atau lengan dan kadang kadang juga disertai adanya rasa mual, muntah,
keringat dingin perasaan seperti melayang bahkan sampai pingsan. Pada orang tua, wanita
dan penderita DM biasanya keluhan tidak khas dan hanya merasakan sesak nafas. Kadang
klien juga merasakan nyeri ulu hati.

B. PATOFISIOLOGI

SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan
platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal
ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable
plaque). Ini disebut fase disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur ,adanya adesi platelet,
aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner ( fase trombosis
akut). .

Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan
sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut ,oleh karena itu, adanya
leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian
koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostik tersebut menandakan adanya proses
inflamasi pada PJK ,

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat


vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera
terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak) Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung. Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Seperti kita ketahui bahwa
nitrit okside (NO) secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi,
menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark.

3
Keadaan atheroma yang tidak stabil dimana rupture dari plak atherosklerosis akan
memaparkan jaringan sub endokard yang trombogenik pada sirkulasi darah dan kemudian
terbentuk trombus yang kaya akan platelet. Platelet akan melepaskan substansi yamg
bersifat vasokonstriktor yang akan memperberat obstruksi.

Obstruksi oleh trombus pada SKA bisa bersifat partial sehingga menyebabkan iskemia
miokard yang berat tanpa menyebabkan nekrosis, keadaan ini akan lebih diperbaiki dengan
adanya aliran kolateral pada daerah jaringan yang nekrosi

C. Faktor Resiko

Kejadian SKA terdiri dari beberapa faktor resiko antara lain adalah yang paling penting
adalah faktor usia,faktor yang lain adalah hiperlipidemia,hipertensi,diabetes
mellitus,kegemukan,dan merokok.

D. Penegakkan Diagnosa SKA

Komponen yang harus ditemukan pada saat melakukan diagnosa Sindroma Koroner Akut
adalah : (1) Keluhan sakit dada; (2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI
dengan atau tanpa gelombang Q patologik; (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit
1,5 kali nilai batas atas )

1. Anamnesa

Pada saat anamnesa keluhan nyeri dada harus benar-benar dikaji karena keluhan nyeri dada
merupakn keluhan yang lazim pada IMA. Untuk memudahkan kajian nyeri dada dapat
dipakai acuan format PQRST dimana format ini merupakan pertanyaan yang ditujukan
untuk mengetahui karakteristik dari nyeri dada yaitu P (Placement dan Provokasi). Pencetus
yang paling sering menyebabkan nyeri dada seperti kegiatan fisik, emosi yang berlebihan
atau sesudah makan. Q (Quality) sifat sakitnya apakah nyeri dada yang dirasakan seperti
dipukul, tertekan atau terbakar atau tertimpa beban berat. R (radiation) apakah nyeri dada
dirasakan menjalar ke bahu, punggung, rahang, leher, epigastrium dan lengan kiri. S
(symptom) apakah gejala dan tanda rasa sakit disertai dengan mual, muntah, keringat
dingin, berdebar-debar dan sesak. T (time) dalam mengkaji waktu tentunya akan diperoleh

4
berat ringannya gejala SKA. Dimana nyeri dada akan memberikan kondisi beratnya ruptur
plak, lokasi ruptur plak, lamanya iskemia miokard dan cepatnya terjadi pembentukkan
trombi serta lamanya vasokontriksi pembuluh darah. Didalam pengkajian tersebut maka
penting pula untuk mengelompokkan lamanya nyeri dada, bila nyeri dada dirasakan lebih
dari 20 menit hal ini mengarah pada terjadinya infark miokard atau kemungkinan dapat
terjadinya kematian jaringan (nekrosis) dimana miokard tidak dapat lagi terselamatkan atau
irreversible. Bila nyeri dada dirasakan kurang dari 20 menit hal ini mengarah kepada uap
dimana kemungkinan miokard masih dapat terselamatkan (reversible).

Pada sebagian besar klien dengan UAP, keluhan nyeri dada atau rasa tidak nyaman didada
selama kurang dari 20 menit. Biasanya berlokasi didaerah retrosternal atau didada kiri,
berkurang dengan istirahat dan atau pemberian obat nitroglylcerin (nitrat). Nyeri dada
dirasakan seperti dipukul, ditekan atau terbakar, dapat menjalar ke bahu, punggung, lengan
kiri, rahang, leher, epigastrium, umumnya akibat faktor pencetus antara lain latihan fisik,
kerja berat, emosi dan makan.

Sebagian klien dengan infark miokard akut akan timbul nyeri dada khas infark yaitu tidak
hilang dengan istirahat, tidak hilang dengan pemberian nitrat, berlangsung terus menerus
selama 20 menit atau lebih, keluhan lain dapat berupa : dyspnoe/sesak napas, rasa lelah,
mual/muntah, lemas, keringat dingin atau berdebar.

2. Elektrokardiografi
Pada umumnya elektrokardiografi (EKG) akan memberikan gambaran tentang kejadian
SKA. Namun demikian EKG hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang
merupakan alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Oleh karena itu EKG
tidak 100% dapat menggambarkan atau mengetahui adanya kejadian infark karena ada
kriteria lain yang menentukan diagnosa SKA antara lain enzim dan kajian nyeri dada. Hal
yang perlu diketahui dan dipahami pada gambaran EKG yaitu perubahan pada segmen ST,
gelombang T dan gelombang Q.

Perubahan segmen ST dapat dilihat dari ada atau tidaknya peningkatan segmen ST.
Peningkatan segmen ST dikelompokkan dalam infark Q (STEMI) sedangkan segmen ST
yang tidak ada peningkatan dikelompokan dalam infark non Q atau UAP /NSTEMI.
Pengelompokkan ini memerlukan penanganan yang berbeda.

5
Perubahan gambaran EKG pada UAP dan NSTEMI berupa depresi segmen ST > 0,05 mV,
gelombang T terbalik > 0,2 mV.

Perubahan gambaran EKG pada IMA meliputi hiperakut T, ST elevasi yang di ikuti
terbentuknya gelombang Q patalogis, kembalinya segmen ST pada garis isoelektris dan
inversi gelombang T. Perubahan ini harus di temui minimal pada 2 sandapan yang
berdekatan.

Pada beberapa kasus, EKG dapat memberikan gambaran yang normal atau perubahan minor
pada segmen ST atau ST depresi (infark posterior atau infark non Q). Pada penderita dengan
EKG normal namun diduga kuat menderita IMA, pemeriksaan EKG 12 sandapan harus
diulang dengan jarak waktu yang dekat dimana diperkirakan telah terjadi perubahan EKG.
Pada keadaan seperti ini perbandingan dengan EKG sebelumnya dapat membantu diagnosis.

6
Lokasi iskemik atau infark

7
3. Laboratorium
Enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Kedua enzim ini mulai
meningkat 4-8 jam setelah terjadinya infark. Peningkatan tekanan enzim tersebut dikatakan
bermakna bila terjadi peningkatan paling sedikit 1 ½ kali nilai batas normal. Pemeriksaan
kadar enzim untuk menegakkan diagnosis yang pasti harus dilakukan secara periodik atau
serial, hal ini untuk menghindari atau menyingkirkan hasil yang negatif serta berguna untuk
mengetahui luasnya infark.

Salah satu contoh pada klien dengan EKG normal dan enzim yang tidak meningkat pada
pemeriksaan pertama, namun di duga kuat mengalami IMA, pemeriksaan enzim kedua
harus dilakukan 4-9 jam kemudian. Diagnosis IMA ditegakkan bila terdapat peningkatan
enzim jantung pada 2 pemeriksaan berturut-turut. Peningkatan troponin T pada sekali
pengukuran sudah merupakan diagnosis IMA.

8
4. Stratifikasi Resiko

Menentukan stratifikasi resiko juga merupakan bagian yang penting terhadap klien dengan
SKA untuk mengetahui apakah klien masuk dalam katagori SKA dengan resiko rendah,
resiko sedang ataupun resiko tinggi guna menentukan tatalaksana dan tempat perawatan
karena resiko tersebut berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi , prognosis dan
tingkat mortalitasnya. Stratifikasi resiko ditentukan berdasarkan “ TIMI “ ( Trombosis In
Miocard Infarc ) risk score dengan menilai riwayat dan presentasi klinis klien. Pada UA
dan Non STEMI terdapat tujuh ( 7 ) item yang dinilai dengan nilai satu ( 1 ) pada masing-
masing item. Penilaian tersebut meliputi :

Riwayat Score

1. Usia > 65 tahun 1

2. Faktor resiko PJK minimal 3 1

3. Diketahui ada PJK( stenosis > 50 % ) 1

4. Penggunaan ASA dalam 1 mg terakhir 1

Presentasi klinis

5. Terdapat angina dalam 24 jam terakhir 1

6. Terdapat peningkatan enzim jantung 1

7.Terdapat perubahan pada ST segmen 1

Total Point 7

9
Nilai berkisar antara 0- 7 point. Nlai 0- 2 point resiko rendah, 3-4 point resiko sedang dan 5-7 point resiko
tinggi.

Pada STEMI terdapat 8 item yang dinilai dan masing- masing item mempunyai nilai yang bervariasi, yaitu :

Riwayat: Score

1. Usia > 75 tahun 3

Usia 65 – 74 tahun 2

2. DM/ Hipertensi/ Angina 1

Pemeriksaan

3. TD sistolik < 100 mmHg 3

4. Laju jantung > 100 x / mnt 2

5. Killip II- IV 2

6. Bera badan < 67 KG 1

Presentasi

7. Anterior ST elevasi atau LBBB baru 1

8. Time to DX > 4 jam 1

Total score 14

Semakin tinggi scorenya, maka tingkat mortalitas semakin tinggi . Lokasi infark pada
STEMI juga perlu dipikirkan dalam melakukan triase karena dihubungkan dengan
komplikasi yang mungkin terjadi. Dengan mengenali kemungkinan yang akan terjadi, maka
antisipasi terhadap kemungkinan komplikasi lebih cepat ditangani.

5. Komplikasi

Komplikasi yang sering timbul pada Akut Miokard Infark adalah aritmia, gangguan pada
fungsi ventrikel kiri seperti gagal jantung , edema paru sampai dengan syock kardiogenik,
gagal fungsi ventrikel kanan pada RV infark. Komplikasi mekanik juga kerap terjadi seperti
terjadina regurgitasi pada katup mitral, rupture pada septum ventikel yang menyebabkan
VSD akut ataupun rupture dinding ventrikel ang dapat menyebabkan tamponade jantung.
Kondisi- kondisi tersebut memerlukan penanganan cepat dan kadang- kadang
membutuhkan intervensi bedah

10
Pokok Bahasan 2: Asuhan Keperawatan Pasien Sindroma Koroner Akut

Penanganan pada kasus SKA harus dilakukan sedini mungkin yaitu mengatasi nyeri dada
akut. Hal ini tentu memerlukan pengenalan dari gejala SKA. Pengenalan gejala SKA yang
ditandai nyeri dada akut harus benar-benar terdeteksi lebih dini agar tidak terlambat

11
penanganannya sebab manifestasi kasus SKA dengan nyeri dada akut dapat meningkatkan
aktivitas saraf simpatis yang dapat menyebabkan takhikardi dan peningkatan tekanan darah.
Kondisi tersebut dapat memperberat fungsi jantung bekerja sehingga akhirnya memperberat
beban jantung serta memperluas kerusakan miokard.

Pengenalan gejala SKA didapatkan melalui pengkajian dengan cara anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan pengkajian tersebut pada umumnya didapatkan keluhan
nyeri dada. Perawat dapat mengidentifikasi nyeri dada yang spesifik dan bermakna dengan
menggunakan acuan format PQRST.

A. Pengkajian Keperawatan dengan pendekatan Triase Keperawatan

Dalam upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada klien dengan SKA
diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat yang melibatkan multidisipiln yang terdiri dari
dokter, perawat dan petugas pendukung lainnya. Proses triase memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan berikutnya, karena dengan triase dapat diketahui tingkat kegawatan
klien, apakah klien tersebut mengalami SKA dengan resiko rendah atau resiko tinggi.
Perawat merupakan bagian dari team yang paling dekat dengan klien dituntut untuk mampu
melakukan triase pada klien SKA. Ketika klien datang dan dicurigai sebagai SKA nilai
dengan cepat kondisi klien termasuk pastikan bagaimana dengan Airway, Brething dan
Circulasinya ( A, B, C ) dan segera cek tanda- tanda vital klien. Segera kaji nyeri dada
untuk memastikan apakah nyeri dada angina atau non angina. Nyeri dada dapat dikaji
menggunakan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu P ( provokasi/ pencetus ), Q ( quality ), R
( radiasi ), S ( Severity ) dan T ( Time). Kaji adakah faktor pencetus timbulya nyeri dada,
bagaimana dengan karakteristik nyerinya apakah nyeri dada terlokalisir dan dapat ditunjuk
dengan satu jari atau retrosternal, seperti ditusuk tusuk, seperti terbakar , dada sesak atau
seperti tertimpa beban berat. Adakah penjalaran nyeri seperti ke punggung , bahu , rahang
atau lengan.Skala nyeri perlu ditanyakan guna pemilihan pain control. Perekaman
Elektrokardiografi ( EKG ) juga harus segera dilakukan untuk menentukan apakah klien
dengan UAP , Akut Non STEMI atau Akut STEMI. Rekam EKG dapat dilakukan sambil
melakukan anamnesa. Jika rekam EKG menunjukkan gambaran yang normal dengan
keluhan khas SKA maka untuk sementara dianggap sebagai UAP dan perlu perekaman
ulang dalam waktu 4-6 jam berikutnya . Jika rekam EKG menunjukkan adanya perubahan

12
pada ST segmen ( ST depresi ) atau inversi gelombang T maka kemungkinan klien dengan
Akut Non STEMI dan perlu dilakukan rekam ulang. Untuk memastikan klien dengan UAP
atau Akut Non STEMI harus dipastikan nilai enzim jantung. Jika enzim jantung tidak
meningkat maka dianggap sebagai UAP, dan jika enzim jantung meningkat maka dianggap
sebagai Akut Non STEMI . Jika rekam EKG menggambarkan adanya elevasi segmen ST
pada minimal dua sandapan lead yang berdekatan dan amplitudonya lebih dari 1milli volt
maka dianggap sebagai akut STEMI dan perlu segera dilakukan reperfusi jika onset kurang
dari 12 jam. enzyme jantung maupun foto thoraks. Semakin cepat dilakukan reperfusi ,
semakin banyak otot jantung yang diselamatkan.

B. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan.


1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri dada ( chest discomfort)
Nyeri dada b/d ketudakseimbangan oksigen demand dan supply manifestasi klinis
klien adanya nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran ke tangan kiri,leher,ke
belakang, adanya peningkatan denyut jantung,Tekanan Darah dan pernapasan,kulit
dimgin dan pucat

Tujuan
Mendeteksi secara dini adanya nyeri dada berdasarkan perubahan gambaran EKG
dan perubahan hemodnamik,menurunnya atau meminimalkan neri dada

Intervensi Keperawatan
 Kaji dan catat adanya keluhan nyeri dada, lokasi,penjalaran,lamanya
nyeri,dan faktor pencetus
 Kaji TD, Nadi ( frekuensi dan irama), pernapasan *frekuensi dan irama)
 Kaji kondisi kulit ( suhu dan kelembaban)
 Lakukan perekaman EKG pada saat nyeri dada
 Lakukan monitoring ST elevasi selama klien melakukan aktifitas untuk
mendeteksi adanya iskemia
 Catat dan laporkan pada medis apabila timbul tanda dan gejala nyeri dada
 Kurangi aktifitas fisik klien segera apabila timbul keluhan nyeri dada

13
 Berikan oksigen , morphin,nitroglycerin sesuai order medis dan monitoring
ketat setelah pemberian obat-obatan
 Bedrest
 Berikan lingkungan yang nyaman
 Mengatur diet klien
 Mengajarkan aktifitas fisik klien
 Ajarkan klien tekhnik relaksasi
2. Diagnosa Keperawatan : Penurunan Perfusi Miokard
Penurunan perfusi miokard s/d ketidakseimbangan supply dan demand dengan
manifestasi klinik antara lain : adanya nyeri dada, aritmia,gangguan sisitem
konduksi, dan atau gagal jantung.

Tujuan : mendeteksi secara dini adanya manifestasi klinik, dan etiologi dari
penurunan perfusi ke miokard, menurunkan atau mengatasi manifestasi klinik

Intervensi Keperawatan
 Monitor secara terus menerus irama jantung dan frekuensi selama fase akut
 Kaji Tekanan Darah dan periksa EKG 12 lead
 Hentikan segera aktifitas klien apabila ada tanda dan gejala penurunan
perfusi ke miokard
 Berikan oksigen pada klien selama pemberian obat –obatan
( antiaritmia,inotropik)
 Bedrest dan ciptakan lingkungan yang nyaman.
 Atur pemberian makanan sesuai diet
 Ajarkan klien tekhnik relaksasi.

C. Penatalaksanaan Keperawatan di Unit Gawat Darurat

Disamping pelaksanaan triase yang cepat, tatalaksana yang cepat menentukan survival pada
klien dengan sindrom koroner akut. Setelah dipastikan klien mengalami sindrom koroner
akut dari pengkajian, klien harus segera diistirahatkan dan tempatkan klien pada tempat
yang nyaman dan klien harus ditenangkan. Observasi tanda- tanda vital secara ketat ( TD,
FN, Saturasi oksigen ), rekam EKG12 lead atau jika dibutuhkan rekam posterior dan RV,

14
pasang iv line, pasang monitor EKG, Siapkan trolley emergensi lengkap didekat klien, beri
oksigen support sesuai kebutuhan, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat- obat
anti iskemik, pain killer, anti platelet serta memastikan reperfusi pada STEMI onset kurang
dari 12 jam. Siapkan cairan loading ( NaCl 0.9 % ) pada infark ventrikel kanan ( RV
Infark ) dan jangan berikan nitrat.Segera siapkan reperfusi sesuai indikasi ( fibrinolitik/
Primary PCI ).Siapkan segera informc onsernt. Jika akan dilakukan fibrinolitik obat harus
masuk dalam waktu 30 menit setelah kedatangan klien. Jika akan dilakukan Primary PCI
lakukan segera persiapan klien spt pemberian anti platelet khusus ( GP IIB /III A ),
koordinasi dengan ruang kateterisasi.Kaji secara kontinyu terhadap A,B,C dan
kemungkinan terjadinya komplikasi spt adanya aritmia, gagal jantung atau tanda tanda
syock . Segera lapor jika ada tanda- tanda tsb diatas.

Selama pemberian fibrinolitik observasi ketat terhadap tanda- tanda vital, irama jantung,
adanya perdarahan, tingkat kesadaran klien dan kemungkinan allergi terhadap
obat.Dokumentasikan semua kejadian, segera lakukan tindakan jika terdapat tanda ataupun
nilai nilai yang menyimpang dan segera kolaborasi dengan dokter atau kemungkinan
fibrinolitik dihentikan jika terjadi perburukan terhadap kondisi klien. Jika terjadi perubahan
tingkat kesadaran pada klien disertai adanya peningkatan tekanan darah yang tiba tiba, klien
muntah atau sakit kepala yang berat dapat dicurigai kemungkinan ada perdarahan otak
( ICH ) dan fibrinolitik harus segera dihentikan serta perlu dilakukan scanning kepala. Jika
terdapat perdarahan maka memerlukan intervensi segera. ICH dapat terjadi dalam 24 jam
setelah fibrinolitik sehingga observasi terhadap hal tersebut tetap dilakukan dalam waktu 24
jam pertama.

D. Penatalaksanaan di ruang intensive (CCU)

Penatalaksanaan klien selanjutnya dilakukan observasi di ruang intensive (ICCU) untuk


stabilisasi dan monitoring timbulnya komplikasi.Hal yang penting dalam penatalaksanaan
SKA adalah pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai informasi mengenal
tanda dan gejala sKA,manajemen faktor resiko ( kegemukan, merokok, hipertensi, Diabetes
Mellitus, dislipidemia, menopause pada wanita.).penatalaksanaan nutrisi/diet,manajemen
pengobatan di rumah.

15
Rehabilitasi medik pada klien SKA merupakan strategi yang sangat penting mencakup
memberikan motivasi. Latihan fisik, penatalaksanaan faktor resiko,diet dan obat-obatan

E. Perencanaan Pulang
Perencanaan pulang dan pendidikan kesehatan harus dilakukan sesegera mungkin ,sebelum
klien pulang harus diberikan daftar instruksi yang lengkap antara lain : aktifitas fisik dan
latihan, program diet,pengobatan, modifikasi faktor resiko dan bagaimana mencari
pertolongan pada saat terjadi serangan berulang.Pada saat fase akut perawat memberikan
pendidikan bagaimana melakukan modifikasi faktor resiko, guidlines ACC/AHA
menganjurkan sebelum pulang klien dilakukan EKG stres test.Beberapa klien dirujuk
kebagian rehabilitasi medik.
Rehabilitasi medik adalah proses untuk membantu klien meningkatkan dan
mempertahankan kesehatannya,komponen rehabilitasi adalah aktifitas fisik, pendidikan
kesehatan , diet,modifikasi faktor resiko .
Aktifitas fisik paska serangan infark miokard tergantung dari kondisi klien, hal penting yang
harus diperhatikan adalah latihan dihentikan apabila timbul keluhan seperti : adanya sesak
napas,klien mengeluh cape (fatique),adanya peningkatan denyut jantung lebih dari 20-30
x/mnt. Secara umum pada klien ydengan infark miokard dengan tanpa komplikasi dan
hemodinamik stabil, mobilisasi dini segera dilakukan dengan mulai aktifitas ringan,, pada
klien tanpa komplikasi mulai aktifitas mandi sendiri dengan bantuan pada 24 jam pertama.
Klien dianjurkan menggunakan commode daripada menggunakan bedpan, posisi ini lebih
alami pada saat klien melakukan defekasi.

Pokok Bahasan 3:Penatalaksanaan Medik Pasien Sindroma Koroner Akut

Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi:

 Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan


tanpa komplikasi atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.

16
 Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dengan tujuan terapi untuk: pencegahan terjadinya IMA, pembatasan
luasnya infark, dan pemeliharaan fungsi otot jantung.

 Perawatan di ruang intensif kardiovaskular dengan lebih lanjut


memperhatikan sasaran terapi berupa: Pencapaian secara komplit dan cepat reperfusi
aliran darah daerah infark;Menurunkan risiko berulangnya IMA dengan berbagai
terapi medikamentosa .

Tujuan penatalaksanaan medik pada klien SKA adalah (1)memperbaiki sirkulasi ke koroner
yang bertujuan menimimalkan luasnya kejadian kerusakan otot jantung,(2)
mempertahankan adekuasi oksigenisasi,(3)meningkatkan performance ventrikel untuk
memaksimalkan supply oksigen dan ratio kebutuhan oksigen,(4) mendeteksi adanya
komplikasi secara dini dan (5) mengkaji faktor resikopaska serangan infark.

A. Penatalaksanaan Nyeri dada

1. Oksigenasi,Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan


oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan klien stabil dengan level oksigen 2–4
liter/menit secara kanul hidung.

2. Nitrogliserin (NTG),Digunakan pada klien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara


sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), t dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit
apabila dengan pemberian SL tidak menolong. Manfaatnya ialah memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral.

3. Morphine,Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;


mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga
menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, klien
tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek
samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
17
4. Aspirin,Harus diberikan kepada semua klien SKA jika tidak ada kontraindikasi
(ulkus gaster, asma bronkial) . Efeknya ialah menghambat agregasi platelet.Dosis
yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih
baik "chewable" dari pada tablet

B. Farmakologi

1. Heparin

2. Beta Blocking Agents

3. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor

4. Calsium Antagonis

5. Glycoprotein Iib//IIIa receptor Antagonists

C. Pemberian Fibrinolitik

1. Jenis Fibrinolitik: Tissue – type plasminogen activator (t-PA),Recombinant


tissue plasminogen activator,Streptokinase

2. Indikasi: Onset < 12 jam sejak mulai sakit dada khas,Usia < 75 thn,Elevasi
segmen ST > 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas atau 2 mm pada perikordial
lead,LBBB baru
3. Kontra Indikasi Mutlak :Riwayat stroke,Neoplasma intrakranial,Perdarahan
internal aktif.Diseksi aorta.Kehamilan
4. Kontra indikasi relative : Hipertensi tidak terkontrol (TD >180/110 ).Trauma
baru dalam 24jam/operasi besar.Ulkus peptikum aktif,Penggunaan obat
antikoagulan
5. Efek Samping :Perdarahan mayor dan minor,Stroke dengan
perdarahan,Alergi,Hipotensi.Aritmi

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum pemberian terapi fibrinolitik adalah
seleksi klien, bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menentukan obat dan dosis
serta cara pemberian, kecepatan waktu untuk pemberian ( door to needle time) dan

18
menetapkan parameter monitoring dan intervensi selama dan setyelah pemberian obat
fibrinolitik.

1. Persiapan

a. Administrasi,inform concent, pemeriksaan EKG,foto thoraks,darah


lengkap,APTT,trombocyt dan enzym jantung,monitor EKG dan trolley emergency

b. Penjelasan kepada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan

2. Cara Pemberian

a. Pasang kateter intra vena no 22 pada lengan kiri untuk pengobatan trombolitik
b. Pasang kateter vena no 20 pada lengan kanan untuk mengambil darah atau
memberikan obat lain dan hubungkan dengan heparin lock
c. Cara pemberian :
 Streptokinase 1,5 juta unit dimasukkan dalam 100 ml dextrose 5% diberikan
secara intravena dengan menggunakan drip dan berikan selama 60 menit.
Berikan heparin bolus 60u/kg dan lanjutkan dengan pemberian heparin drip
12u/kg/jam (max 1000ui)
 TPA (recombinant Tissue Plasminogen Activator) sebaiknya diberikan sebelum 6
jam setelah serangan , berikan bolus 15 mg intra vena dan lanjutkan 0.75 mg/kg
BB ( maksimal 35 mg) selama 60 menit. Total dosis  100 mg. Berikan heparin
bolus 60ui/kg BB 9 dosis maksimal 4.000 ui) dan dilanjutkan dengan pemberian
heparin drip 12 ui/kg/jam ( maksimal aksimal 1.000 ui/jam )

3. Indikator keberhasilan Terapi Fibrinolitik

• Gejala/keluhan berkurang
• Penurunan ST segmen elevasi
• Aritmia referfusi
• Hasil kateterisasi koroner lancer

19
Akut STEMI dengan onset > 12 jam , tidak dilakukan reperfusi tetapi hanya heparinisasi
biasa. Tetapi jika ada recurrent chest pain perlu dipikirkan untuk tindakan early PCI.
Heparinisasi dapat diberikan dengan Unfractioned Heparin ( UFH ) atau LMWH.
Pemberian UFH diawali dengan bolus 60 unit / kgbb dan paling tinggi 4000 unit kemudian
dilanjutkan dengan dosis maintenance 12 unit/ kgbb/jam untuk selanjutna disesuaikan
dengan hasil APTT, dimana target APTT 1.5 sampai 2 x normal. Cek APTT 3, 6, 12, 24 jam
setelah pemberian heparin. Pada pemberian LMWH tidak diperlukan monitor APTT.

DAFTAR PUSTAKA

ACC/ AHA ,Guidelines for management patient with ST- Elevasi Myocardial Infarction.2004

ACC/ AHA,Guidelines for managemenf patient with Unstable Angina/ Non STEMI,2007

CME Dept. Card & cardiovascular , Mini course of ACS, update. Jakarta.2008

20
Moser & Riegel, Cardiac Nursing, Wb Saunders, Canada. 2008

Mary Frans Hazinski RN, MSN & David MD, Handbook of Emergency Cardiovascular Care,
2008

Sandra L et all , Cardiac Nursing, Lippincot Williams & Willkins. USA.2008

21

Anda mungkin juga menyukai