Anda di halaman 1dari 45

KARAKTERISTIK KELAINAN KULIT PADA GERIATRI

DI RSMH PALEMBANG PERIODE MARET-MEI 2019

Oleh:
Dr. Damai Trilisnawati
Pembimbing:
Dr. Fitriani, SpKK, FINSDV, FAADV

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
MARET 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka harapan hidup manusia Indonesia semakin meningkat dan mencapai rerata 65,5
tahun dengan perkiraan meningkat menjadi 69,8 tahun pada tahun 2005-2010 dan 71,5 tahun
pada tahun 2010-2015. (Warouw WFTh, 2009) Hal ini berdampak pada kenaikan substansial
dari populasi kelompok usia >60 tahun, biasa disebut kelompok usia lanjut (lansia)/geriatri.
Kelompok ini merupakan segmen populasi yang rentan dan memerlukan perhatian, termasuk
salah satunya masalah kulit. (Kabulrachman, 2009)
Menua sendiri adalah suatu proses menghilangnya perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Selama proses menua, terjadi perubahan pada kulit terkait dengan proses degeneratif
dan metabolik. Beberapa faktor memberikan kontribusi terhadap terjadinya kelainan kulit
pada geriatri yaitu adanya kelainan sistemik, neurologik, status hygiene, sosial ekonomi,
nutrisi, iklim, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan sebagainya. (Proksch E, 2012; Farage,
2009)
Perubahan kulit geriatri dapat bersifat histologik, fisiologik maupun klinik. Perubahan
histologik berupa sel kulit menjadi lebih sedikit, ukuran lebih besar, dan berkurangnya jumlah
cairan intraselular. Perubahan fisiologik berupa kulit menipis dikarenakan kehilangan jaringan
lemak, kering karena penurunan kemampuan regenerasi, fragil, perubahan warna karena
adanya penurunan aliran darah menuju kulit. Selain itu juga ditemukan lentigen senilis,
keratosis seboroik, purpura senilis, dan bercak Campbell de Morgan. Kelainan kulit pada
geriatri terdiri atas ulkus dekubitus, pruritus, infeksi, infestasi, dermatitis, fotodermatosis,
neoplasma, imunologi, psokodermatosis, gangguan vaskular, serta erupsi obat (Ferragany,
2012; Norman RA, 2003)
Penelitian Beauegard dan Gilchrest di Amerika Serikat tahun 1987 melaporkan tiga
kelainan kulit terbanyak pada geriatri berupa elastosis (55,6%), xerosis kutis (35,1%) dan
onychorexis (9,3%). Smith dkk tahun 2002 di panti wreda di Taiwan mendapatkan angka
61,1% untuk infeksi jamur dan 28,3% untuk xerosis kutis, serta kelainan kulit disertai pruritus
seperti dermatitis (7,3%) dan skabies (3,3%). Smith RS di Jepang dan Leggat PA di
Australia pada tahun 2005 mendapatkan tiga kelainan kulit terbanyak pada geriatri yaitu

2
keratosis seboroik (58%), xerosis kutis (25,5%) dan Campbell de Morgan spot atau cherry
angioma (17%). Yalcin B dkk pada tahun 2006 di Turki mendapatkan lima besar kelainan
kulit pada geriatri yaitu dermatitis, infeksi jamur, pruritus, infeksi bakteri dan virus. Di
Indonesia, Kabulrachman dkk (1996) dalam penelitian di panti wreda Semarang melaporkan
lentigo senilis (43%), keratosis seboroik (34,7%) dan xerosis kutis (22,3%) sebagai tiga besar
kelainan kulit. Dari data di atas dapat dilihat berbagai perbedaan jenis kelainan kulit di
berbagai tempat, serta kelainan kulit yang paling banyak ditemukan adalah keratosis seboroik
dan xerosis kutis. (Smith DR, 2005)
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang merupakan rumah sakit
rujukan nasional di Provinsi Sumatera Selatan dan sebagai rumah sakit pendidikan utama
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Data tentang karakteristik kelainan kulit pada
geriatri di RSMH Palembang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Untuk itu dilakukan
penelitian untuk mengetahui karakteristik kelainan kulit pada geriatri di RSMH Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana karakteristik kelainan kulit pada pasien geriatri di RSMH Palembang?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik kelainan kulit pada pasien geriatri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik sosiodemografi pasien geriatri dengan kelainan kulit.
2. Mengetahui distribusi frekuensi kelainan kulit pada pasien geriatri.
3. Mencari komorbid terbanyak kelainan kulit pada pasien geriatri.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan mengenai karakteristik kelainan kulit pada geriatri serta
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang didapat selama pendidikan di
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

3
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Pasien geriatri diberikan informasi dan edukasi mengenai kelainan kulit yang
dapat terjadi pada geriatri sehingga dapat mengetahui jenis kelainan kulit dan
mengetahui pentingnya perawatan kulit.
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar mengenai pola
karakteristik dan frekuensi penyakit kulit pada pasien geriatri di RSMH
Palembang.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


Kulit merupakan bagian tubuh terluas dengan fungsi utama sebagai proteksi terhadap
faktor eksternal seperti trauma fisik dan kimia serta mencegah hilangnya cairan tubuh dan
bahan lain dari luar ke dalam atau dari dalam ke luar. Secara garis besar kulit terdiri dari tiga
lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutis (Gambar 1). (Bolognia,2018)

Gambar 1. Struktur Anatomi Kulit (Bolognia,2018)

Epidermis merupakan lapisan struktur stratified yang secara konstan mengalami


perbaikan atau self renewing, tersusun mulai dari lapisan paling bawah sampai atas terdiri atas
stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum korneum. Sebagian besar
lapisan epidermis terdiri atas sel keratinosit dengan kisaran 80% dari seluruh total sel.
Keratinosit pada epidermis akan mengalami pergantian setiap 30 hari. Sedang sisanya terdiri
atas jenis sel lain seperti sel melanosit, sel langerhans, sel merkels, dan berbagai sel sistem
imun lain. (Fitzpatrick, 2012)
Epidermis adalah sistem dinamis dengan aktivitas metabolik sebagian besar diatur
oleh integritas permeabilitas barier, berperan menjaga keseimbangan kulit normal. Fungsi
tersebut berada pada lapisan terluar epidermis yaitu stratum korneum, terdiri atas sekitar 60%
protein, 20% air dan 20% lipid. Integritas ini tergantung pada komposisi lipid, terutama
kolesterol, seramid, dan asam lemak bebas. Sifat dinamis stratum korneum membuatnya
rentan terhadap gangguan fungsi sawar kulit. Secara klinis kulit dianggap kering bila
kelembaban turun di bawah 10%, yang menyebabkan stratum korneum menjadi kurang
fleksibel dan mudah retak atau pecah. Dehidrasi dapat menyebabkan berkurangnya

5
kemampuan stratum korneum dalam menghambat masuknya mikroba patogen. (Farage, 2007;
Prokash E, 2012)
Dermis sangat erat berhubungan dengan epidermis melalui lapisan membran basalis
yang merupakan bagian dari dermal-epidermal junction (DEJ). Komponen utama lapisan
dermis terdiri atas matriks ekstraselular. Pada dermis terdapat jalinan saraf, pembuluh darah,
pembuluh limfe dan beberapa apendik kulit seperti rambut, kuku, kelenjar apokrin, kelenjar
sebasea dan kelenjar ekrin. Disamping itu terdapat berbagai tipe sel seperti sel fibroblas,
makrofag, sel mast serta sel transient sirkulasi pada sistem imun. (Proksch E, 2012)
Subkutis atau hipodermis merupakan lapisan terbawah kulit berupa lapisan lemak sub
kutaneus berfungsi sebagai bantalan yang melindungi tubuh serta merupakan tempat
penyimpanan energi dan sebagai struktur yang mengatur mobilitas organ tubuh di bawahnya.
(Proksch E, 2012)

2.2 Penuaan Kulit


Penuaan adalah proses penurunan progresif fungsi maksimal dan kemampuan
perbaikan seluruh organ tubuh termasuk kulit. Penuaan kulit terdiri atas penuaan intrinsik
dan ekstrinsik. Penuaan intrinsik merupakan manifestasi primer perubahan kulit fisiologik
sedangkan penuaan ekstrinsik dapat berupa akumulasi dari pajanan sinar matahari kronik.
(Fitzpatrick, 2012)
Penuaan kulit terjadi akibat akumulasi kerusakan biomolekular termasuk DNA
akibat pajanan radikal bebas berkelanjutan sehingga terjadi penuaan sel atau apoptosis.
Terjadi peningkatan protein pengatur stress yaitu Hypoxia-inducible Factors (HIFs) dan
nuclear factor kB (NFkB). Hypoxia-inducible Factors akan mempengaruhi ekspresi gen
yang mengatur fungsi metabolisme selular, pertahanan, motilitas, integritas membran basal,
angiogenesis, dan hematopoiesis. Hypoxia-inducible factors dan NFkB selanjutnya akan
merangsang ekspresi sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-1 dan IL-6, vascular
endothelial growth factor (VEGF), dan tumor necrosis factor (TNF)-α. Protein ini terlibat
pada imunoregulasi dan pertahanan hidup sel, merangsang ekspresi matrix-degrading
metalloprotein (MMP) dan berperan pada proses penuaan. Mekanisme penuaan kulit
tersebut dapat menyebabkan berbagai perubahan baik secara histologik, fisiologik maupun
klinik. (Fitzpatrick, 2012)

6
2.3 Perubahan Kulit Pada Geriatri
Pada geriatri terjadi perubahan struktur kulit dibandingkan orang muda (Gambar 2).
Perubahan tersebut menyebabkan kulit akan mengalami penipisan. Perubahan ini terjadi dua
kali lipat pada daerah terbuka seperti wajah, leher, dada dan bagian ekstensor lengan.
Ketebalan epidermis menurun 6,4% per dekade dan terjadi lebih cepat pada perempuan.
Ketebalan dermis mengalami penurunan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
(Farage, 2007)

Gambar 2. Perbedaan struktur kulit orang muda dan geriatri (Farage, 2007)

Pada epidermis kulit geriatri terjadi penurunan jumlah sel. Keratinosit mengalami
perubahan bentuk lebih pendek dan gemuk, korneosit menjadi lebih besar sehingga
menyebabkan penurunan epidermal turnover. Melanosit mengalami penurunan sebanyak 8-
20% per dekade yang menyebabkan pigmentasi kulit tidak rata. Sel langerhans menurun
sehingga menyebabkan gangguan imunitas kulit. Produksi sebum dan kadar air berkurang
khususnya di stratum korneum sehingga menyebabkan kulit menjadi kering atau xerosis kutis.
Perubahan jumlah asam amino juga menyebabkan berkurangnya Natural Moisturizing Factor
(NMF) sehingga mengurangi kemampuan untuk mengikat air. (Farage, 2007)
Komposisi lipid pada kulit geriatri tidak berubah secara signifikan, namun
kandungannya secara keseluruhan berkurang kisaran 65% seperti sterol ester dan trigliserid
terutama di stratum korneum. (Farage, 2007)
Pada DEJ terjadi perubahan struktural yang masih dapat reversibel yaitu berupa
pengurangan papila dermis. Penipisan DEJ sebanyak 35% menyebabkan lapisan interdigitasi
menjadi lebih tipis sehingga rentan terhadap gesekan dan luka, berkurangnya suplai nutrisi
dan oksigen selular, meningkatkan kemungkinan terjadinya celah dermo-epidermal, dan
pembentukan wrinkle. (Farage, 2007)
Pada dermis terjadi penurunan vaskularisasi dan jumlah sel yang mengakibatkan
penurunan persepsi tekanan dan rangsang sentuhan akibat degenerasi sel Pacini dan Meisner
serta sel mast dan fibroblas. Serabut kolagen mengalami penurunan sebanyak 1% per tahun.
7
Penurunan densitas, hilangnya jaringan elastik secara progresif di daerah papila dermis,
berkurangnya elastisitas sehingga menyebabkan kulit menjadi kering, berkerut, pigmentasi
yang tidak merata, mudah terjadi purpura akibat trauma ringan, dan neoplasia. (Norman RA,
2003; Farage, 2007)
Secara keseluruhan jumlah lemak subkutan pada geriatri mengalami pengurangan
mulai pada usia 70 tahun. Distribusi lemak mengalami perubahan terutama pada wajah,
lengan, dan kaki sedangkan relatif meningkat pada paha, pinggang dan perut. Perubahan ini
meningkatkan fungsi termoregulasi, mengurangi bantalan pada ekstremitas sehingga
meningkatkan risiko luka akibat tekanan. (Farage, 2007)

2.3.1 Kulit kering, kasar dan bersisik


Kulit kering mengenai hampir 75% geriatri usia ≥64 tahun. Kulit tampak kering,
bersisik dan warna lebih gelap. Kekeringan terjadi akibat menurunnya fungsi kelenjar
sebasea, berkurangnya jumlah dan fungsi kelenjar keringat, berkurangnya kadar air dalam
epidermis serta pajanan sinar matahari lama. Kulit kasar dan bersisik timbul akibat proses
keratinisasi serta perubahan ukuran sel epidermis. Stratum korneum mudah mati dan
terlepas serta melekat satu sama lain pada permukaan kulit. (Norman RA, 2003; Farage,
2009)

2.3.2 Kulit kendur dan berkerut


Kulit geriatri terlihat kendur dengan kerutan dan garis-garis kulit lebih jelas. Hal ini
terjadi akibat penurunan jumlah fibroblast yang menyebabkan penurunan jumlah serat
elastin. Kulit menjadi lebih sklerotik dan menebal sehingga jaringan kolagen menjadi
kendur dan serabut elastin kehilangan daya lentur; tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan
lemak subkutan berkurang, lapisan kulit tipis serta kehilangan daya kenyal sehingga
terbentuk kerutan dan garis-garis kulit; serta kontraksi otot-otot mimik yang tidak diikuti
oleh kontraksi kulit yang sesuai sehingga mengakibatkan alur-alur keriput di daerah wajah.
(Norman RA, 2003)

2.3.3 Gangguan pigmentasi kulit


Gangguan pigmentasi kulit disebabkan perubahan distribusi pigmen melanin dan
menurunnya proliferasi serta fungsi melanosit. Hal ini menyebabkan penumpukan melanin
yang tidak teratur dalam sel basal epidermis. Disamping itu terjadi penurunan epidermal

8
turn over sehingga lapisan sel kulit banyak menyerap melanin mengakibatkan bercak
pigmentasi pada kulit. (Norman RA, 2003)
Hipomelanosis gutata sering ditemukan pada geriatri, mulai usia 40-50 tahun. Lesi
berupa makula depigmentasi bentuk bulat atau anular, batas tegas, warna putih seperti
porselin kadang dengan titik-titik hitam di atas, permukaan lesi halus. Jumlah beberapa
sampai multipel, terutama pada daerah terpajan sinar matahari seperti bagian anterior
tungkai bawah, abdomen bawah, dorsal lengan atas, dan wajah (Gambar 3). (Fitzpatrick,
2012)

Gambar 3. Hipomelanosis Gutata Idiopatik (Fitzpatrick, 2012)

2.4 Kelainan Kulit Umum yang sering terjadi pada Geriatri


Penuaan kulit menyebabkan perubahan struktur dan fungsi kulit secara progresif
sehingga rentan terhadap berbagai macam kelainan kulit seperti ulkus dekubitus, xerosis
kutis, penyakit kulit infeksi, penyakit kulit infestasi, dermatitis, fotodermatosis, neoplasma,
penyakit autoimun, psikodermatosis, gangguan vaskular, erupsi obat dan kelainan kulit
akibat defisiensi nutrisi (Tabel 1). (Jafferany, 2012) Kebanyakan geriatri memiliki
setidaknya satu kelainan kulit atau lebih. Hal ini dapat berdampak signifikan pada kualitas
hidup pasien. (Farage, 2013)

Tabel 1. Klasifikasi kelainan kulit umum yang sering terjadi pada geriatri (Jafferany, 2012)
Faktor fisik
Ulkus dekubitus
Xerosis
Pruritus
Dermatitis asteatotik
Infeksi
Bakteri
Impetigo/folikulitis
Selulitis
Jamur
Onikomikosis
Tinea pedis
Tinea kruris
Intertrigo
Virus
Herpes zoster
Moluskum kontagiosum
Infestasi
Skabies
Pedikulosis
Dermatitis
9
Dermatitis numularis
Dermatitis seboroik
Dermatitis kontak
Fotodermatosis
Solar elastosis
Nodular elastoidosis
Cutis rhomboidalis nuchae
Poikiloderma civatte
Neoplasma
Jinak
Keratosis seboroik
Skin tags
Cherry angioma
Leukoplakia
Keratoakantoma
Keratosis aktinik
Ganas
Actinic cheilitis
Karsinoma sel basal
Karsinoma sel skuamosa
Melanoma maligna
Penyakit autoimun
Pemfigoid bulosa
Psikodermatosis
Liken simplek kronik
Prurigo nodularis
Ekskoriasi neurotik
Delusion of parasitosis
Dermatitis artefakta
Gangguan vaskular
Dermatitis statis (insufisiensi vena kronik)
Erupsi obat
Penyakit kulit akibat defisiensi nutrisi

2.4.1 Ulkus dekubitus


Ulkus dekubitus merupakan kelainan kulit tersering pada geriatri. Pada pasien
geriatri yang mengalami gangguan mobilitas, kuadriplegia, kanker stadium akhir, diabetes
melitus, penyakit ginjal kronik, insufisiensi vaskular, inkontinensia, imunosupresif,
hipoalbuminemia dan malnutrisi berisiko tinggi mengalami ulkus dekubitus. (Jafferany,
2012) Kondisi malnutrisi dapat memperlambat proses penyembuhan luka, karena itu penting
untuk memastikan nutrisi yang adekuat pada pasien ulkus dekubitus. Kondisi
hipoalbuminemia menyebabkan lima kali lebih sering terjadi ulkus dekubitus. (Farage,
2009) Ulkus dekubitus bersifat lokal berupa nekrosis jaringan melibatkan kulit dan struktur
yang mendasarinya seperti jaringan subkutan, otot, dan tulang. (Farage, 2009) Pasien usia
70-75 tahun memiliki risiko dua kali lebih banyak menderita ulkus dekubitus dibanding usia
55-69 tahun. Prevalensi ulkus dekubitus pada pasien rawat inap kisaran 3-11%. Pada pasien
yang diperkirakan harus berbaring atau duduk selama ≥1pekan mengalami peningkatan
sebanyak 28%. (Fitzpatrick, 2012)
Kehilangan timbunan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
serta menurunnya efisiensi kolateral kapiler menyebabkan kulit menjadi lebih tipis dan
10
rapuh, tonjolan tulang lebih nyata terutama pada sakrum, tuberositas iscial, trokanter, tumit,
dan malleolus lateral sehingga mudah mengalami trauma. (Buku Ajar Geriatri, 2009;
Fitzpatrick, 2012; Farage, 2009)
Karakteristik klinis ulkus dekubitus dibagi menjadi empat derajat (Gambar 4) yaitu:
derajat I berupa reaksi peradangan terbatas pada epidermis, tampak kemerahan/eritem dengan
indurasi; derajat II berupa nekrosis superfisial mencapai lapisan epidermis-dermis; derajat III
berupa nekrosis lebih dalam ditandai dengan hilangnya seluruh kedalaman kulit namun belum
mencapai fascia; dan derajat IV berupa nekrosis yang meluas ke dalam mencapai fascia
hingga otot, tulang dan struktur penopang lainnya. (Buku Ajar Geriatri, 2009)

Gambar 4. Ulkus Dekubitus derajat I, II, III dan IV (Fitzpatrick, 2012)

2.4.2 Xerosis
Xerosis merupakan salah satu kelainan kulit yang sering terjadi pada geriatri dengan
prevalensi kisaran 29,5-58,3%. Hal ini disebabkan pengurangan lemak kulit pada epidermis
dan kelenjar sebasea akibat gangguan homeostasis permeabilitas epidermal. Keluhan utama
xerosis adalah pruritus, dan apabila tidak diterapi akan menyebabkan dermatitis asteatotik.
(Jafferany, 2012)

2.4.2.1 Pruritus
Pruritus atau gatal paling sering disebabkan xerosis. (Jafferany, 2012) Hal ini
merupakan gejala tersering yang dilaporkan pada geriatri terutama usia ≥80 tahun dengan
prevalensi sebanyak 29%. Pruritus sering dipicu oleh kelembaban yang rendah, mandi
terlalu sering atau aplikasi bahan iritan pada kulit. (Farage, 2012) Pada 10-50% kasus
disebabkan oleh kelainan sistemik seperti penyakit liver, hipotiroid, anemia defisiensi besi,
uremia, polisitemia, leukemia/limfoma, dan gagal ginjal. (Jafferany, 2012) Reaksi simpang
obat dapat bermanifestasi sebagai pruritus sehingga harus dipertimbangkan pada populasi
ini. Infestasi skabies dapat menimbulkan pruritus yang intens dan gambaran kelainan kulit
primer dapat tidak terlihat. (Buku Ajar Geriatri, 2009; Fitzpatrick, 2012)

11
2.4.2.2 Dermatitis asteatotik
Dermatitis asteatotik atau eczema craquele merupakan dermatitis yang sering
ditemukan pada usia lanjut akibat kulit kering dengan predileksi umumnya pada ekstremitas
bawah. Manifestasi kulit berupa kulit kering disertai fisura dengan skuama tipis dan
kemerahan yang disebut “crazy paving” disertai gatal yang hebat. (Fitzpatrick, 2012) Faktor
predisposisi dermatitis asteatotik berupa pajanan sinar matahari, angin dan kelembaban.
(Jafferany, 2012)

2.4.3 Penyakit kulit infeksi


Penyakit kulit infeksi pada geriatri dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun
jamur. (Fitzpatrick, 2012; Jafferany, 2012)

2.4.3.1 Bakteri
Penyakit kulit infeksi akibat bakteri yang sering ditemukan pada geriatri adalah
impetigo bulosa maupun non bulosa/krustosa (Gambar 5). Impetigo pada geriatri biasanya
disebabkan Staphylococcus, berbeda dengan impetigo pada anak yang umumnya disebabkan
Streptococcus. Lesi kulit berupa vesikel atau bula dengan dasar kulit eritem disertai krusta
tebal kuning kecoklatan. (Fitzpatrick, 2012)

Gambar 5. Impetigo Bulosa (Fitzpatrick, 2012)

Selulitis merupakan infeksi pada jaringan lemak subkutan yang disebabkan


Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. (Jafferany, 2012) Seperti kondisi infeksi
lainnya, selulitis menunjukkan tanda dan gejala berupa rubor, tumor, kalor dan dolor. Faktor
predisposisi peningkatan prevalensi pada geriatri meliputi edema kronik, perubahan sirkulasi,
diabetes melitus, lokasi pembedahan dan dermatitis asteatotik. (Fitzpatrick, 2012)

2.4.3.2 Virus
Penyakit kulit akibat virus yang sering ditemukan pada geriatri adalah herpes zoster
(HZ) (Gambar 6). Herpes zoster merupakan reaktivasi virus Varisela zoster yang sering

12
ditemukan pada pasien usia ≥60 tahun, melibatkan ganglion saraf sensori seperti torakalis,
servikal, trigeminal dan lumbosakral. Sensasi nyeri atau gatal dirasakan unilateral diikuti lesi
kulit dalam beberapa hari kemudian. Lesi berupa vesikel-bula dengan dasar eritem yang
mengikuti arah dermatom pada kulit. Post herpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi
tersering pada pasien yang mengalami reaktivasi HZ pada usia >60 tahun dengan prevalensi
10-70%. (Farage, 2009; Fitzpatrick, 2012)

Gambar 6. Herpes zoster (Fitzpatrick, 2012)

2.4.3.3 Jamur
Jenis penyakit kulit akibat jamur yang sering ditemukan pada geriatri adalah
kandidiasis, tinea kruris, serta tinea pedis. Kandidiasis sering bersifat rekuren dan sulit
dikontrol, ditemukan pada daerah lipatan seperti inguinal, aksila, anogenital, dan payudara.
Faktor predisposisi kandidiasis berupa maserasi, panas, kelembaban, obesitas, diabetes
melitus, terapi antibiotik, dan kemoterapi. (Jafferany, 2012) Lesi kulit berupa bercak merah
dengan tepi lesi satelit. (Fitzpatrick, 2012)
Tinea ditemukan pada 80% pasien usia >60 tahun. Lesi kulit berupa bercak merah
dengan tepi lebih aktif dan ditutupi skuama halus, kering, dan selapis. Tinea pedis sering
ditemukan di daerah interdigitalis dan telapak kaki. Penelitian prospektif yang dilakukan
Legge dkk pada 80 pasien geriatri didapatkan 40% menderita tinea pedis dengan gambaran
asimtomatik. (Jafferany, 2012; Fitzpatrick, 2012) Tinea kruris merupakan infeksi
dermatofita yang mengenai daerah inguinal, pubis, perineum dan perianal (Gambar 7.
(Jafferany, 2012)

A B
Gambar 7. A. Tinea korporis B. Tinea kruris (Fitzpatrick, 2012)

13
2.4.4 Penyakit kulit akibat parasit
Penyakit kulit akibat parasit yang sering ditemukan pada geriatri berupa skabies dan
pedikulosis. (Jafferany, 2012; Fitzpatrick, 2012)
Pada penelitian kuesioner yang dilakukan oleh Ontario di Canada mendapatkan 20%
dari 130 institusi mempunyai masalah skabies pada geriatri. Skabies merupakan penyakit
kulit yang disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei. Predileksi terdapat pada areola
mammae, genital, sela jari, pergelangan tangan, umbilikus, interglutea dan aksila (Gambar
8). Manifestasi klinik menjadi atipikal akibat penurunan imunitas. (Jafferany, 2012; Farage,
2009)

Gambar 8. Skabies (Fitzpatrick, 2012)

Pedikulosis merupakan infestasi kutu, terdiri atas Phthirus pubis yang menyebabkan
pedikulosis pubis, Pediculus humanus var. capitis menyebabkan pedikulitis kapitis dan
Pediculus humanus var. corporis menyebabkan pedikulitis korporis. Gambaran klinis
berupa erupsi papul disertai gatal pada area infestasi. Ditularkan secara langsung melalui
kontak fisik. (Jafferany, 2012)

2.4.5 Dermatitis
Dermatitis yang sering ditemukan pada geriatri antara lain dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis seboroik, dermatitis asteatotik, dan liken
simplek kronik. (Fitzpatrick, 2012; Farage, 2009)
Dermatitis kontak ditemukan kisaran 11% pada geriatri khususnya tipe reaksi alergi
akibat menurunnya reaksi hipersensitivitas, jumlah sel langerhans, sel T dan reaktivitas
vaskular. Manifestasi kulit pada dermatitis kontak alergik berupa lesi kemerahan disertai
papul atau vesikel dan terdapat riwayat kontak dengan bahan tertentu. Dermatitis kontak
alergik pada geriatri sedikit berbeda dengan pasien usia muda, erupsi kulit minimal disertai
rasa gatal berlebih dan berlangsung lama (Gambar 9). (Farage, 2007; Fitzpatrick, 2012)

Gambar 9. Papul eritem dan vesikel pada DKA fase akut (Fitzpatrick, 2012)
14
Dermatitis stasis terjadi sekitar 6-7% pada pasien usia >50 tahun. Penuaan kulit
menyebabkan regresi kapiler dan pembuluh darah kecil. Kondisi arteriosklerosis dan
diabetes melitus pada geriatri dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular dan menurunnya
sensasi di ekstremitas bawah. Akibat pembengkakan berulang, kaki dan pergelangan kaki
terlihat eritem sianotik dengan batas tidak tegas, kadang terdapat skuama, dapat unilateral
atau bilateral, terdapat keluhan tambahan berupa gatal, nyeri dan kram pada malam hari.
Dermatitis statis yang tidak diobati akan menimbulkan hiperpigmentasi dan purpura yang
akhirnya menyebabkan ulserasi (Gambar 10). (Farage, 2009)

Gambar 10. Dermatitis Stasis (Fitzpatrick, 2012)

Dermatitis numularis memberikan gambaran lesi diskoid atau numuler dengan


karakteristik makula berbentuk koin, papul atau vesikel pada tungkai bawah; ekstremitas
atas; punggung tangan dan badan yang disertai rasa gatal. Hal ini berhubungan dengan
perubahan temperatur dan kelembaban rendah atau xerosis. Dermatitis numularis lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan serta lebih jarang ditemukan pada
geriatri. (Farage, 2009)
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronik ditemukan pada area
kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala, presternal dan
intraskapula serta daerah lipatan. Prevalensi dermatitis seboroik pada geriatri kisaran 31%.
Penyakit ini mengenai lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan dengan manifestasi
kulit berupa papul dan plak eritem bersisik warna kekuningan (Gambar 11). (Fitzpatrick,
2012)

Gambar 11. Dermatitis Seboroik (Fitzpatrick, 2012)

15
2.4.6 Psikodermatosis
Kelainan psikodermatosis adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh gangguan
psikologi dan penyakit psikiatri. Kelainan psikokutaneus pada geriatri sering terdapat pada
area yang dapat terjangkau oleh tangan. Kelainan psikodermatologi yang sering ditemukan
pada geriatri terdiri atas liken simplek kronik (LSK), ekskoriasi neurotik, prurigo nodularis
dan delusion of parasitosis. (Ferragany, 2012)
Liken simplek kronik atau neurodermatitis merupakan peradangan kulit kronik yang
sangat gatal (Gambar 12). Lesi berupa penebalan kulit dan likenifikasi berbentuk
sirkumskripta akibat garukan atau gosokan berulang yang banyak ditemukan pada usia >60
tahun. Lesi awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok, akibat garukan akan
menimbulkan plak, dapat tunggal atau lebih. Predileksi utama pada daerah yang mudah
dijangkau tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan
dan area anogenital. (Fitzpatrick, 2012)

Gambar 12. Liken Simplek Kronik (Fitzpatrick, 2012)

2.4.7 Tumor Kulit


Pertumbuhan proliferatif jinak merupakan gambaran karakteristik pada penuaan
kulit. Akrokordon (fibroma mole, skin tag), cherry angioma, leukoplakia, hiperplasia
kelenjar sebasea, keratosis seboroik, keratosis aktinik, dan keratoakantoma mulai muncul
pada usia tua dan jumlahnya meningkat pada usia >65 tahun. (Fitzpatrick, 2012; Buku Ajar
Geriatri, 2009)
Keratosis seboroik merupakan papul atau plak jinak dengan ukuran dan warna
bervariasi (Gambar 13). Jumlahnya meningkat sesuai peningkatan usia, meskipun tanpa
adanya pajanan sinar matahari, sehingga keratosis seboroik dianggap sebagai penanda
biologis penuaan intrinsik. Keratosis seboroik menggambarkan adanya proliferasi klonal
keratinosit maupun melanosit, sebagai hasil dari hilangnya hemostatis epidermal fokal.
Keratosis seboroik tidak memiliki potensi keganasan. (Fitzpatrick, 2012) Lesi berupa papul
atau plak warna coklat atau hitam umumnya di daerah trunkus, wajah, dan ekstremitas
proksimal. (Ferragany, 2012)
16
Gambar 13. Keratosis Seboroik (Fitzpatrick, 2012)

Skin tags sering ditemukan pada geriatri, lokasi pada leher dan sekitar area aksila.
Skin tags dapat berhubungan dengan obesitas, diabetes melitus, kehamilan, dan beberapa
kelainan endokrin. (Ferragany, 2012)
Cherry angioma, disebut juga campbell de morgan spot atau angioma senilis berupa
bintil atau papul warna merah muda atau ungu ukuran 1-3 mm akibat kapiler yang
mengalami pelebaran endotelial. (Ferragany, 2012)
Karsinoma sel basal sering ditemukan pada geriatri. Lesi berupa papul, tepi
meninggi, dan telangiektasia serta mudah berdarah. (Ferragany, 2012)
Keratosis aktinik merupakan kelainan premaligna berupa lesi yang rata atau
menonjol dengan permukaan verukosa, warna kemerahan, kecoklatan atau keabuan. Lesi
dapat tunggal atau multipel dengan predileksi daerah yang terpajan sinar matahari seperti
wajah, bibir, punggung tangan, dan lengan bawah.

2.4.8 Erupsi Obat


Pada geriatri terdapat kecenderungan untuk menggunakan bermacam obat karena
berbagai macam penyakit/keluhan yang diderita. Hal ini memungkinkan terjadi reaksi obat
khususnya pada kulit. Insidensi erupsi obat pada populasi umum dilaporkan sebanyak 10-
30%. Erupsi obat yang sering terjadi pada geriatri terdiri atas erupsi eksantema dengan
bentuk lesi makulopapular atau eritematosus. Bentuk lain berupa vaskulitis, fixed drug
eruptions, eritema multiforme, urtikaria, dermatitis kontak, purpura dan fotodermatitis.
(Jafferany, 2012)

2.4.9 Pemfigoid Bulosa


Pemfigoid bulosa muncul pada dekade VII dan VIII serta 60% pasien mempunyai
awitan penyakit usia >60 tahun. Hal ini disebabkan peningkatan sirkulasi autoantibodi
terkait usia, berkurangnya pemisahan dermal epidermal, dan perubahan membran basal.
Meskipun lesi pemfigoid bulosa umumnya mengalami perbaikan klinis dalam waktu 6-12
bulan, namun pada pasien geriatri dapat mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas
17
karena menurunnya kondisi kesehatan secara umum atau efek samping pengobatan.
(Fitzpatrick, 2012)
Penyakit ini ditandai oleh terbentuknya bula tegang, besar, dan tidak mudah pecah
dengan trauma ringan (Gambar 14). Bula dapat timbul di atas kulit normal atau eritem.
Lokasi bula dapat generalisata akan tetapi paling sering berada di daerah lipatan, tungkai
bawah, paha, perut bagian bawah dan daerah fleksor bagian bawah. (Farage, 2009; Buku
Ajar Geriatri, 2009)

Gambar 14. Pemfigoid bulosa (Fitzpatrick, 2012)

2.4.10 Kelainan kulit akibat defisiensi nutrisi


Pada geriatri ditemukan kondisi penyakit kronik, malabsorbsi, gangguan
metabolisme, imobilisasi, depresi, gangguan makan, penarikan hubungan sosial,
alkoholisme, dan penggunaan obat umumnya akan menimbulkan gangguan nutrisi. Proses
glikasi berupa reaksi non enzimatik antara asam amino bebas dan pereduksi glukosa pada
kulit akan menyebabkan residu atau cross-linked formation berupa produk akhir glikasi di
matriks ekstraselular dermis. Proses ini menyebabkan hilangnya elastisitas dermis.
Defisiensi nutrisi akibat penyakit kronik pada geriatri akan menimbulkan kelainan kulit
berupa hiperpigmentasi kulit, kering, rambut rontok dan kuku rapuh. Defisiensi zink dapat
menyebabkan dermatitis seboroik, rambut rontok, dan kuku rapuh. Penurunan kadar zat besi
akan menimbulkan gejala berupa mudah lelah, palpitasi, stomatitis, dan rambut rontok.
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan perdarahan perifolikular. (Jafferany, 2012)

18
2.5 Kerangka Teori

Akumulasi kerusakan biomolekular


dan peningkatan protein pengatur stress

HIFs NFkB

Ekspresi gen pengatur Ekspresi sitokin proinflamasi


metabolisme selular, IL-1, IL-6, VEGF dan TNF-α
pertahanan, motilitas, integritas
membran basal, angiogenesis,
dan hematopoiesis
Ekspresi MMP

PENUAAN KULIT

Perubahan histologik Perubahan kulit fisiologik Kelainan kulit

Gambar 16. Kerangka teori (Fitzpatrick, 2012)

2.5.1 Penjelasan kerangka teori


Mekanisme penuaan kulit terjadi akibat akumulasi kerusakan biomolekular termasuk
DNA akibat pajanan radikal bebas berkelanjutan sehingga terjadi penuaan sel atau
apoptosis. Terjadi peningkatan protein pengatur stress yaitu HIFs dan NFkB. Hypoxia-
inducible Factors akan mempengaruhi ekspresi gen yang mengatur fungsi metabolisme
selular, pertahanan, motilitas, integritas membran basal, angiogenesis, dan hematopoiesis.
Hypoxia-inducible factors dan NFkB selanjutnya akan merangsang ekspresi sitokin
proinflamasi seperti IL-1 dan IL-6, VEGF, dan TNF-α. Protein ini terlibat pada
imunoregulasi dan pertahanan hidup sel, merangsang ekspresi MMP dan berperan pada
proses penuaan. Mekanisme penuaan kulit tersebut dapat menyebabkan berbagai perubahan
baik secara histologik, fisiologik maupun klinik.

19
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

PENUAAN KULIT - Usia


- Jenis Kelamin
- Komorbid
Perubahan kulit geriatri
- Kulit kering, kasar dan
bersisik
- Kulit berkerut dan Perubahan kulit fisiologik
kendur
- Gangguan pigmentasi
kulit
Kelainan kulit

Ulkus Kelainan Penyakit Fotoder Xerosis Erupsi Autoimun


Infestasi
Dekubitus Infeksi kulit akibat Tumor matosis Kutis Obat
defisiensi
nutrisi
- Skabies
- Infeksi virus - Cherry
- Pedikulosis angioma - Pruritus
Dermatitis - Infeksi jamur
- Infeksi - Keratosis - Dermatitis
bakteri seboroik asteatotik
Psikoderma - Keratosis Pemfigoid
titis aktinik
- Dermatitis bulosa
- Leukoplakia - Solar
numularis
- Hiperplasia elastosis
- Dermatitis
- LSK kelenjar - Nodular
seboroik
- Prurigo sebasea elastosis
- Dermatitis kontak
nodularis - Poikiloderma
- Ekskoriasi civatte
neurotik
- Delusion of
parasitosis

Karakteristik kelainan
kulit pada geriatri

Gambar 17. Bagan kerangka konsep

Keterangan:
: Variabel terikat
: Variabel bebas
: Kovariabel

20
3.2 Penjelasan kerangka konsep
Penuaan kulit menyebabkan perubahan fisiologik, patologik maupun klinik. Perubahan
fisiologik kulit pada geriatri berupa kulit kering, kasar dan bersisik; kulit berkerut dan kendur
serta gangguan pigmentasi kulit. Kelainan kulit yang umum terjadi pada geriatri berupa ulkus
dekubitus, dermatitis, infeksi, infestasi, psikodermatosis, tumor, fotodermatitis, erupsi obat,
autoimun, dan penyakit akibat defisiensi nutrisi.

21
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain potong
lintang.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Poliklinik Geriatri, Poliklinik Dermatologi dan Venereologi,
dan ruang rawat inap RSMH Palembang dengan waktu penelitian pada bulan Februari-Mei
2019.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien geriatri yang berkunjung ke Poliklinik
Geriatri, Poliklinik Dermatologi dan Venereologi serta pasien geriatri yang dirawat inap di
RSMH Palembang periode Maret-Mei 2019.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh pasien geriatri yang berkunjung ke Poliklinik
Geriatri, Poliklinik Dermatologi dan Venereologi serta pasien geriatri yang dirawat inap di
RSMH Palembang periode Maret-Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
total sampling yaitu mengambil seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian ini adalah:
- Pasien geriatri dengan kelainan kulit yang berobat ke Poliklinik Geriatri,
Poliklinik Dermatologi dan Venereologi dan pasien geriatri yang dirawat inap.
- Pasien atau wali pasien bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan
memberikan informed consent (bersedia untuk difoto) setelah diberikan
penjelasan lisan ataupun tertulis.

22
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:
Pasien geriatri dengan kelainan kulit yang sedang menjalani tatalaksana penyakit kulit.

4.4 Variabel Penelitian


Variable penelitian ini meliputi:
1. usia
2. jenis kelamin
3. perubahan kulit fisiologik pada geriatri
4. kelainan kulit pada geriatri
5. komorbid

4.5 Definisi Operasional


1. Karakteristik adalah kualitas tertentu atau ciri khas dari seseorang atau sesuatu.
2. Usia adalah lama hidup seseorang yang dihitung berdasarkan tahun sejak kelahiran
sampai saat dilakukan penelitian sesuai dengan bukti diri (kartu tanda penduduk, akte
kelahiran, surat izin mengemudi, atau kartu keluarga). Usia geriatri menurut World
Health Organization (WHO) dikelompokan menjadi empat yaitu:
- Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
- Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
- Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
3. Geriatri adalah seseorang usia 60 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan,
yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk
mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
dirinya
4. Komorbid adalah penyakit yang terjadi secara simultan.
5. Riwayat pengobatan adalah pengobatan yang diperoleh oleh pasien geriatri untuk
penyakit sistemik yang diderita.
6. Perubahan kulit fisiologik pada geriatri adalah perubahan kulit yang terjadi pada
geriatri berupa kulit menipis, kering, fragil, perubahan warna, lentigen senilis,
keratosis seboroik, purpura senilis, dan bercak campbell de Morgan.

23
7. Kelainan kulit pasien geriatri adalah kelainan kulit yang umum terjadi pada geriatri
sesuai pernyataan pasien dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis sehingga
didapatkan kelainan kulit berupa:
- Ulkus dekubitus
- Dermatitis
- Xerosis
- Penyakit kulit infeksi
- Penyakit parasit
- Neoplasma
- Fotodermatitis
- Psikodermatosis
- Erupsi obat
- Penyakit autoimun
- Kelainan kulit akibat defisiensi nutrisi

4.6 Cara Pengumpulan Data dan Alur Penelitian


4.6.1 Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari kesediaan pasien
Geriatri dengan kelainan kulit yang berkunjung ke Poliklinik Geriatri, Poliklinik Dermatologi
dan Venereologi maupun yang sedang dirawat di RSMH Palembang untuk diwawancarai
sesuai dengan pedoman wawancara, dilakukan pemeriksaan klinis dan dokumentasi. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada bagian penelitian di RSMH
Palembang
2. Memberikan penjelasan tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian kepada
pasien geriatri yang berkunjung ke Poliklinik Geriatri, Poliklinik Dermatologi dan
Venereologi maupun pasien yang sedang dirawat di RSMH Palembang
3. Meminta persetujuan pasien geriatri untuk ikut serta dalam penelitian melalui
penandatanganan surat persetujuan mengikuti penelitian setelah penjelasan
4. Mewawancara pasien geriatri yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan
dengan menggunakan pedoman wawancara
5. Meneliti kembali hasil wawancara sudah terisi penuh atau tidak

24
6. Melakukan pemeriksaan klinis secara inspeksi, pemeriksaan penunjang sederhana dan
mendokumentasikan hasil temuan klinis menggunakan kamera pockat Samsung 20.0
megapixel.
7. Mengkonsultasikan hasil dokumentasi temuan klinis kepada dosen pembimbing
(dokter spesialis kulit dan kelamin) untuk membantu menegakan diagnosis dan
penatalaksanaan.
8. Meng-input dan menganalisis data.

4.6.2 Kerangka Operasional

Pasien Geriatri

Memenuhi kriteria inklusi Tidak memenuhi kriteria inklusi

Menandatangani informed Penatalaksanaan


consent penelitian

Karakteristik
- Usia Diwawancara, dilakukan pemeriksaan
- Jenis kelamin klinis dan didokumentasikan
- Komorbid
Perubahan kulit fisiologik

Kelainan kulit

Ulkus Kelainan Fotoder Xerosis Erupsi Autoimun


Infestasi Penyakit
Dekubitus Infeksi kulit akibat matosis Kutis Obat
defisiensi Tumor
nutrisi
- Skabies
- Infeksi virus - Pedikulosis - Cherry
- Infeksi jamur - Pruritus
Dermatitis angioma
- Infeksi - Dermatitis asteatotik
- Keratosis
bakteri seboroik
Psikodermatitis
- Keratosis Pemfigoid
- Dermatitis aktinik bulosa
numularis - Leukoplakia - Solar
- Dermatitis - Hiperplasia elastosis
seboroik - LSK kelenjar - Nodular
- Dermatitis kontak - Prurigo sebasea elastosis
nodularis - Poikiloderma
- Ekskoriasi civatte
neurotik
- Delusion of
parasitosis

Data entry

Coding, editing, tabulating

Analisis data
25
4.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil status penelitian berupa usia, jenis kelamin, perubahan
kulit fisiologik dan kelainan kulit umum dimasukan dalam format data entry SPSS versi 22.0
dalam editing, coding, dan tabulating. Kemudian, setiap variabel data dianalisis menggunakan
Descriptive statistics frequency yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dan persentase disertai penjelasan secara deskriptif.

4.8 Jadwal Penelitian


Rencana Kegiatan Mar Apr Mei Jun
Pembuatan Proposal Penelitian
Perizinan dan Ethics Clearance
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Pembuatan Laporan Penelitian

26
BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain potong


lintang untuk mengetahui karakteristik kelainan kulit pada geriatri di RSMH Palembang.
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2019 dengan
menggunakan metode total sampling pada pasien geriatri yang berkunjung ke RSMH
Palembang. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara,
pemeriksaan klinis, dan dokumentasi hasil temuan klinis terhadap 53 subjek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian, kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing
(dokter spesialit kulit dan kelamin) dalam membantu menegakkan diagnosis.
Karakteristik subjek penelitian yang diamati dalam penelitian ini adalah usia dan jenis
kelamin. Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan kulit fisiologik dan kelainan kulit
pada geriatri. Dalam penelitian ini ditemukan sebagian besar subjek penelitian mempunyai
lebih dari satu jenis kelainan kulit. Hasil penelitian selengkapnya disajikan pada uraian
berikut.

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian


5.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia
Distribusi frekuensi berdasarkan usia didapatkan bahwa dari 53 subjek penelitian
rerata usia yaitu 70 tahun dengan usia minimal 60 tahun dan usia maksimal 92 tahun. Rentang
usia terbanyak terdapat pada rentang usia 60-74 tahun sebanyak 36 orang (67,9%),
selanjutnya usia 75-90 tahun sebanyak 16 orang (30,2%) dan hanya 1 orang (1,9%) yang
mempunyai uisa >90 tahun. Distribusi peserta penelitian berdasarkan kelompok usia
ditampilkan pada Tabel 5.1:

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi berdasarkan usia (n=53)

Usia Jumlah (n) Persentase (%)


- 60 - 74 tahun 36 67,9
- 75 - 90 tahun 16 30,2
- >90 tahun 1 1,90
Total 53 100.0

5.1.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin

27
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa dari 53 subjek penelitian paling banyak
ditemukan pasien berjenis kelamin perempuan yaitu 34 orang (64,2%) sedangkan laki-laki
sebanyak 19 orang (35,8%). Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin disajikan
pada Tabel 5.2:

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin (n=53)


Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
- Laki-laki 19 35.8
- Perempuan 34 64.2
Total 53 100.0

5.2 Perubahan Kulit pada Subjek Penelitian


5.2.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan perubahan kulit fisiologik
Dalam penelitian ini, perubahan kulit fisiologik terbanyak berturut-turut yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah keratosis seboroik (22,6%), diikuti hipomelanosis
gutata (16,9%), xerosis kutis (15,1%), lentigen senilis (7,5%), freckle (5,7%), periorbital
hiperpigmentasi (3,8%), purpura senilis (1,9%) dan poikiloderma civatte (1,9%). Tabel 5.3
menyajikan distribusi perubahan kulit fisiologik pada geriatri:

Tabel 5.3. Distribusi perubahan kulit fisiologik (n=53)


Perubahan kulit fisiologik Jumlah (n) Persentase (%)
Keratosis seboroik 12 22,6
Perubahan warna
Hipomelanosis gutata 9 16,9
Periorbital hiperpigmentasi 2 3,8
Xerosis kutis 8 15,1
Lentigen senilis 4 7,5
Freckle 3 5,7
Purpura senilis 1 1,9
Poikiloderma civatte 1 1,9
Total 40 75,4

5.2.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelainan kulit umum yang terjadi pada
geriatri
Pada penelitian ini, lima kelainan kulit terbanyak yang ditemukan adalah ulkus
dekubitus (15,1%), liken simplek kronik (13,2%), pruritus senilis (9,4%), dermatitis asteatotik
(5,7%) dan kandidiasis (5,7%). Distribusi kelainan kulit umum pada geriatri ditampilkan pada
Tabel 5.4:

28
Tabel 5.4. Distribusi subjek penelitian berdasarkan karakteristik kelainan kulit umum pada geriatri (n=53)
Karakteristik Penyakit Kulit pada Geriatri Jumlah (n) Persentase (%)
Pruritus Senilis 5 9,4
Ulkus Dekubitus 8 15,1
Liken Simplek Kronik 7 13,2
Miliaria Rubra 1 1,9
Pemfigus Foliaseus 1 1,9
Urtikaria Akut 1 1,9
Dermatitis Asteatotik 3 5,7
Selulitis 2 3,8
Eritroderma 1 1,9
Dermatitis Atopi 1 1,9
Kandidiasis 3 5,7
Erupsi Obat 2 3,8
Dermatitis Kontak Iritan 1 1,9
Karsinoma Sel Basal 1 1,9
Liken Amiloidosis 1 1,9
Herpes Zoster 1 1,9
Post Herpetik Neuralgia 1 1,9
Neurofibromatosis 1 1,9
Milia 2 3,8
Fibroma Mole 1 1,9
Tinea Kruris 1 1,9
Prurigo Simpleks 1 1,9
Skabies 1 1,9
Pitiriasis Sicca 1 1,9
Nevus Pigmentosus 1 1,9
Nevus melanositik 1 1,9
Pemfigoid bulosa 2 3,8
Total 52 98,5

5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Komorbid


Distribusi subjek penelitian berdasarkan komorbid didapatkan bahwa dari 53 subjek
penelitian ditemukan komorbid diabetes melitus 16 orang (22,5%), Cerebrovaskular Disease
(CVD) 7 orang (9,9%), hipertensi 6 orang (8,5%), Acute Kidney Injury (AKI) 6 orang (8,5%),
dan Hipertensi Heart Disease (HHD) 4 orang (5,6%). Distribusi komorbid disajikan pada
Tabel 5.5:

Tabel 5.5. Distribusi subjek penelitian berdasarkan komorbid (n=53)


Komorbid Jumlah (n) Persentase (%)
- Diabetes Melitus 16 22.5
- Hipertensi 6 8.5
- Comunity Acquired Pneumonia (CAP) 3 4.2
- CVD 7 9.9
- Sepsis 1 1.4
- HHD 4 5.6
- Congestive Heart Failure (CHF) 3 4.2
- Chronic Kidney Disease (CKD) 2 2.8
- Anemia 3 4.2
- Karsinoma Kaput Pankreas 3 4.2
- Sindrom Delirium Akut 3 4.2
- Dehidrasi 2 2.8
- AKI 6 8.5

29
- Unstable Angina Pectoris (UAP) 2 2.8
- Coronary Arteri Disease (CAD) 1 1.4
- Insomnia 1 1.4
- Kolelitiasis 1 1.4
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 3 4.2
- Osteoartritis 1 1.4
- Karsinoma Hepar 1 1.4
- Kolik Abdomen 1 1.4
- Akalasia 1 1.4

5.4 Hubungan Kelainan Kulit pada Geriatri dengan Komorbid Diabetes Melitus
Pada penelitian ini, diabetes melitus merupakan komorbid yang sering ditemukan pada
kondisi xerosis kutis, pruritus senilis dan hipomelanosis gutata. Terdapat hubungan
karakteristik kelainan kulit dengan komorbid diabetes melitus berupa xerosis kutis
(p=0,0007), pruritus senilis (p=0,015), dan hipomelanosis gutata (p=0,016). Hubungan
komorbid dengan kelainan kulit disajikan pada Tabel 5.6:

Tabel 5.6. Hubungan karakteristik kelainan kulit pada geriatri dengan komorbid diabetes mellitus
Karakteristik Penyakit Kulit pada Geriatri Jumlah p value
- Pruritus Senilis 5 0,015*
- Ulkus Dekubitus 8 0,443
- Liken Simplek Kronik 7 1,000
- Miliaria Rubra 1 1,000
- Pemfigus Foleaseus 1 1,000
- Urtikaria Akut 1 0,372
- Dermatitis Asteatotik 3 0,133
- Eritroderma 1 1,000
- Dermatitis Atopi 1 1,000
- Kandidiasis 3 1,000
- Erupsi Obat 2 1,000
- Dermatitis Kontak Iritan 1 1,000
- Karsinoma Sel Basal 1 1,000
- Keratosis Seboroik 12 0,484
- Liken Amiloidosis 1 1,000
- Hipomelanosis Gutata 9 0,016*
- Herpes Zoster 1 0,372
- Post Herpetik Neuralgia 1 1,000
- Xerosis kutis 8 0,007*
- Lentigen Senilis 4 1,000
- Neurofibromatosis 1 0,372
- Periorbital Hiperpigmentasi 2 1,000
- Milia 2 0,522
- Fibroma Mole 1 0,372
- Freckle 3 1,000
- Poikiloderma Civatte 1 1,000
- Tinea Cruris 1 0,372
- Prurigo Simpleks 1 0,372
- Skabies 1 1,000
- Pitiriasis Sicca 1 1,000
- Purpura Senilis 1 0,372
- Nevus Pigmentosus 1 1,000
- Nevus melanositik 1 1,000
- Pemfigoid bulosa 2 0,522

30
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain potong


lintang untuk mengetahui karakteristik kelainan kulit pada geriatri di RSMH Palembang.
Penelitian dilakukan mulai Maret 2019. Kriteria inklusi sampel penelitian berupa pasien
geriatri dengan kelainan kulit yang berobat ke Poliklinik Geriatri, Poliklinik Dermatologi dan
Venereologi dan pasien geriatri yang dirawat inap di RSMH Palembang. Sampel penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 53 sampel.
Pada penelitian ini didapatkan rerata usia sampel penelitian adalah 70 tahun dengan
rentang usia terbanyak adalah 60-74 tahun sebanyak 67,9% dan jenis kelamin perempuan
lebih banyak dari laki-laki (1,7:1). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Deo dkk di
New Zealand tahun 2015 menemukan rerata usia pasien 87,1 tahun dan jenis kelamin
perempuan (75%) lebih banyak dari laki-laki (25%). Penelitian Alam di Bangladesh tahun
2019 menemukan rentang usia terbanyak adalah 60-69 tahun sebanyak 73,6%. Pada penelitian
tersebut mendapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding perempuan (1,08:1).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hidajat pada tahun 2017 di NTB Indonesia
menemukan jenis kelamin laki-laki (59,3%) lebih banyak dibandingkan perempuan (40,7%).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan hasil yang serupa walaupun belum dapat
dijelaskan mengapa terdapat perbedaan jenis kelamin ini. (Deo, 2015; Alam 2019; Hidajat,
2017)
Perubahan kulit fisiologik merupakan kelainan kulit yang sering ditemukan pada
subjek penelitian. Perubahan kulit fisiologik yang ditemukan berupa keratosis seboroik,
perubahan warna (hipomelanosis gutata dan periorbital hiperpigmentasi), xerosis kutis,
lentigen senilis, freckle, purpura senilis dan poikiloderma civatte. Dalam penelitian ini,
perubahan kulit fisiologik terbanyak yaitu keratosis seboroik ditemukan pada 22,6% (12/53)
subjek penelitian, diikuti hipomelanosis gutata sebanyak 16,9% (9/53), xerosis kutis sebanyak
15,1% (8/53), lentigen senilis sebanyak 7,5% (4/53), freckle sebanyak 5,7% (3/53), periorbital
hiperpigmentasi sebanyak 3,8% (2/53), serta purpura senilis dan poikiloderma civatte pada
1,9% (1/53) subjek penelitian. Hal serupa juga diungkapkan oleh Bains di India tahun 2019
melaporkan kelainan kulit pada geriatri berupa dermatitis (26,5%), infeksi dan infestasi
(25,14%), papuloskuamosa (10%), xerosis (7,5%), pruritus (4,6%), kelainan pigmentasi
(3,4%), erupsi obat (2,8%), vesikobulosa (1,14%) dan tumor (14,6%). Penelitian Smith RS di

31
Jepang dan Leggat PA di Australia pada tahun 2005 mendapatkan tiga kelainan kulit
terbanyak pada geriatri yaitu keratosis seboroik (58%), xerosis kutis (25,5%) dan Campbell de
Morgan spot atau cherry angioma (17%). Di Indonesia, Kabulrachman dkk dalam penelitian
di panti wreda Semarang tahun 1996 melaporkan lentigo senilis (43%), keratosis seboroik
(34,7%) dan xerosis kutis (22,3%) sebagai tiga besar kelainan kulit. (Bains, 2019; Smith,
2005; Kabulrachman, 1996)
Keratosis seboroik merupakan papul atau plak jinak dengan ukuran dan warna
bervariasi. Jumlahnya meningkat sesuai peningkatan usia, meskipun tanpa adanya pajanan
sinar matahari, sehingga keratosis seboroik dianggap sebagai penanda biologis penuaan
intrinsik. Keratosis seboroik sering ditemukan pada kulit putih, tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin. (Zhang, 2011) Keratosis seboroik menggambarkan adanya proliferasi klonal
keratinosit maupun melanosit, sebagai hasil dari hilangnya hemostatis epidermal fokal.
Keratosis seboroik tidak memiliki potensi keganasan. Lesi berupa papul atau plak warna
coklat atau hitam umumnya di daerah trunkus, wajah, dan ekstremitas proksimal. (Fitzpatrick,
2012) Keratosis seboroik, lentigo senilis dan wrinkles pada geriatri dianggap sebagai kondisi
normal dalam dermatologi. (Bains, 2019)
Pada penelitian ini didapatkan hipomelanosis gutata sebanyak 16,9%. Hipomelanosis
gutata sering ditemukan pada geriatri, mulai usia 40-50 tahun. Prevalensi hipomelanosis
gutata meningkat dari 47% pada usia 31-40 tahun menjadi 97% usia 81-90 tahun. Perempuan
dilaporkan lebih banyak mengalami hipomelanosis gutata dibandingkan laki-laki. Penyebab
hipomelanosis gutata belum jelas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu
degenerasi senilis, pajanan sinar matahari kronik, faktor genetik, trauma dan autoimun. Lesi
berupa makula depigmentasi bentuk bulat atau anular, batas tegas, warna putih seperti
porselin kadang dengan titik-titik hitam di atas, permukaan lesi halus, diameter 0,2-2 cm.
Jumlah beberapa sampai multipel, terutama pada daerah terpajan sinar matahari seperti bagian
anterior tungkai bawah, abdomen bawah, dorsal lengan atas, dan wajah. (Fitzpatrick, 2012;
Podder, 2019) Adanya gangguan pigmentasi pada kulit disebabkan karena perubahan pada
distribusi pigmen melanin dan proliferasi melanosit, serta fungsi melanosit menurun sehingga
penumpukan melanin tidak teratur dalam sel-sel basal epidermis. Disamping itu epidermal
turn over menurun sehingga lapisan sel-sel kulit mempunyai banyak waktu untuk menyerap
melanin yang mengakibatkan terjadinya bercak pigmentasi pada kulit. (Farage, 2012)
Xerosis kutis pada penelitian ini ditemukan sebanyak 15,1%. Penelitian oleh Bains di
India tahun 2019 melaporkan xerosis kutis pada geriatri sebanyak 7,5%. Pertambahan usia

32
menyebabkan insidensi dan keparahan xerosis kutis meningkat. Peningkatan transepidermal
water loss (TEWL), berkurangnya kadar sebum, aktivitas kelenjar keringat dan NMF dapat
menyebabkan kulit kering. Selain itu, longgarnya korneosit akibat maturasi dan adhesi
keratinosit abnormal memberikan gambaran klinis kulit kasar dan bersisik. Faktor lain yang
dapat memicu xerosis adalah faktor lingkungan seperti kelembaban yang rendah, sinar
matahari, pemakaian sabun mandi tanpa diikuti penggunaan pelembab. Adanya penyakit
sistemik yang mendasari seperti penyakit ginjal stadium akhir, diabetes melitus, tiroid, atau
sedang dalam terapi diuretika, penurun kolesterol, antiandrogen dan sebagainya. Gambaran
klinis kulit menjadi kering, kasar dan flakes. Kelainan ini lebih jelas terjadi pada tungkai
bawah, tetapi juga dapat terjadi pada badan dan tangan. (Fitzpatrick, 2012; Jafferany, 2012)
Pasien xerosis umumnya mengeluh gatal. Akibat garukan berulang dapat terjadi erosi dan
ekskoriasi sehingga patogen atau bahan kimia mudah masuk ke dalam kulit. Hal ini akan
meningkatkan risiko infeksi atau timbulnya dermatitis kontak. (Jafferany, 2012; Farage, 2009)
Selain perubahan kulit fisiologik pada geriatri terdapat kelainan kulit patologik yang
dikelompokan menjadi kelainan kulit akibat faktor fisik, penyakit kulit infeksi, penyakit kulit
infestasi, dermatitis, fotodermatosis, neoplasma, penyakit autoimun, psikodermatosis,
gangguan vaskular, erupsi obat dan penyakit kulit akibat defisiensi nutrisi. (Ferragany, 2012)
Kelainan kulit umum terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini berupa ulkus
dekubitus 15,1%, liken simplek kronik 13,2%, pruritus senilis (9,4%), dermatitis asteatotik
(5,7%) dan kandidiasis (5,7%). Penelitian Alam di Bangladesh tahun 2019 menemukan
kelainan kulit terbanyak berupa dermatitis (42,6%), infeksi jamur (19,08%), pruritus
(5,06%), dermatitis seboroik (5,06%) dan urtikaria (4,75%). Hidajat dkk pada penelitian di
NTB Indonesia menemukan lima kategori kelainan kulit pada geriatri berupa dermatitis
(42,1%), infeksi jamur (15,8%), infestasi parasit (12,9%), eritropapuloskuamosa (6,9%) dan
infeksi bakteri (6,2%).
Ulkus dekubitus merupakan kelainan kulit tersering pada geriatri terutama pada
pasien dengan gangguan mobilitas, kuadriplegia, kanker stadium akhir, diabetes melitus,
gagal ginjal kronik, insufisiensi vaskular, inkontinensia, imunosupresif, hipoalbuminemia
dan malnutrisi. (Jafferany, 2012) Kondisi malnutrisi atau hipoalbuminemia menyebabkan
lima kali lebih sering terjadi ulkus dekubitus. (Farage, 2009) Ulkus dekubitus bersifat lokal
berupa nekrosis jaringan melibatkan kulit dan struktur yang mendasarinya seperti jaringan
subkutan, otot, dan tulang. (Farage, 2009) Kehilangan timbunan lemak subkutan,
berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas serta menurunnya efisiensi kolateral kapiler

33
menyebabkan kulit menjadi lebih tipis dan rapuh, tonjolan tulang lebih nyata terutama pada
sakrum, tuberositas iscial, trokanter, tumit, dan malleolus lateral sehingga mudah
mengalami trauma. (Buku Ajar Geriatri, 2009; Fitzpatrick, 2012; Farage, 2009)
Liken simplek kronik ditemukan sebanyak 15,1% pada penelitian ini. Penelitian yang
dilakukan oleh Bains di India tahun 2019 mendapatkan liken simplek kronik sebanyak 5,3%.
Liken simplek kronik yang termasuk dalam psikodermatosis cukup tinggi pada penelitian ini
setelah insidensi xerosis kutis. Peningkatan insidensi psikodermatosis kemungkinan berkaitan
dengan xerosis dan pruritus yang insidensnya cukup tinggi pada penelitian ini. Peran faktor
psikis seperti stres dan kelelahan sangat penting sebagai penyebab dan pemicu progresivitas
lesi. Liken simplek kronik atau neurodermatitis merupakan peradangan kulit kronik yang
sangat gatal. Lesi berupa penebalan kulit dan likenifikasi berbentuk sirkumskripta akibat
garukan atau gosokan berulang yang ditemukan pada usia >60 tahun. Lesi awal berupa
eritema dan edema atau papul berkelompok, akibat garukan akan menimbulkan plak, dapat
tunggal atau lebih. Predileksi utama pada daerah yang mudah dijangkau tangan seperti kulit
kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital. (Jafferany,
2012)
Pada penelitian ini pruritus senilis ditemukan sebanyak 9,4%. Bains di India tahun
2019 melaporkan kejadian pruritus senilis sebanyak 4,6%. Pruitus merupakan gejala tersering
yang dilaporkan pada geriatri terutama usia ≥80 tahun dengan prevalensi sebanyak 29%.
Pruritus sering dipicu oleh kelembaban yang rendah, mandi terlalu sering atau aplikasi bahan
iritan pada kulit. (Farage, 2012) Pada 10-50% kasus disebabkan oleh kelainan sistemik seperti
penyakit liver, hipotiroid, anemia defisiensi besi, uremia, polisitemia, leukemia/limfoma, dan
gagal ginjal. (Jafferany, 2012; Buku Ajar Geriatri, 2009; Fitzpatrick, 2012)
Berbagai jenis infeksi kulit sering ditemukan pada pasien geriatri. Hal ini disebabkan
penurunan dan disregulasi fungsi imun berkaitan dengan penambahan usia dapat
berkontribusi terhadap peningkatan kerentanan geriatri terhadap infeksi. Pada penelitian ini
kandidiasis (5,7%) dan tinea kruris (1,9%) merupakan jenis infeksi kulit yang sering
ditemukan. Penelitian serupa oleh Bains di India tahun 2019 mendapatkan dermatomikosis
sejumlah 14,8%. Penelitian Jafferany di Bangladesh tahun 2019 menyebutkan tinea kruris,
tinea pedis dan kandidiasis merupakan infeksi jamur paling sering ditemukan pada pasien
geriatri. Kandidiasis dapat mengenai semua usia namun kejadian meningkat terutama pada
bayi dan orang tua. Tingginya insidensi infeksi jamur pada pasien geriatri pada penelitian ini
diduga karena wilayah Palembang merupakan wilayah dengan iklim yang cukup panas

34
dengan kelembaban tinggi. Kasus tinea kruris banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan
sering dieksaserbasi oleh penggunaan pakaian yang oklusif serta kelembaban udara tinggi.
Perlu diperhatikan adanya penyakit sistemik yang mendasari seperti diabetes melitus dengan
infeksi dermatofit maupun kandida. (Martin, 2002)
Skabies dan pedikulosis merupakan infestasi parasit yang sering ditemukan pada
geriatri terutama yang tinggal di panti wreda. Penelitian oleh Hidajat di NTB tahun 2017
mengungkapkan penyakit infestasi pada geriatri sebanyak 12,9%. Pada penelitian ini
menemukan skabies sebanyak 1,9%. Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei.
Penularan dapat melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan bahan pakaian yang
terdapat tungau. Gambaran klinis skabies pada pasien geriatri sangat bervariasi. Banyak
pasien yang tidak terdiagnosis secara adekuat karena tidak menunjukkan gejala. Hal ini
disebabkan sebagian pasien geriatri juga menderita dermatitis asteatotik atau xerosis kutis.
(Hidajat, 2017)
Infeksi bakteri superfisial pada kulit akibat kuman Staphylococcus dan Streptoccocus
dapat ditemukan pada pasien geriatri. Pada penelitian ini didapatkan infeksi bakteri berupa
selulitis sebanyak 2 orang (3,8%). Penelitian yang dilakukan Alam di Bangladesh tahun 2019
menemukan infeksi bakteri pada geriatri yaitu furunkulosis (91,79%) dan impetigo (8,3%).
Hal serupa dilaporkan Hidajat di NTB tahun 2017 ditemukan infeksi bakteri sebanyak 6,2%.
Selulitis merupakan infeksi bakteri kulit sering ditemukan pada geriatri. Perlu diperhatikan
adanya penyakit yang memperberat seperti diabetes melitus dan adanya resistensi terhadap
penggunaan antibiotik.
Pada penelitian ini ditemukan infeksi virus pada geriatri berupa herpes zoster
sebanyak 1,9%. Hal serupa ditemukan pada penelitian Alam di Bangladesh tahun 2019
melaporkan tiga kelainan kulit akibat infeksi virus berupa herpes zoster sebanyak 82,14%,
wart 10,7% dan herpes simpleks 7,14%. Penelitian Hidajat di NTB menemukan herpes zoster
sebanyak 5,9%. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang paling sering mengenai geriatri.
Infeksi ini sering terjadi akibat gangguan fungsi imun dan reaktivasi virus varisela zoster.
Insidensi HZ meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Insidensi pada usia 20-50 tahun
sebesar 2,5 per 1000 orang meningkat menjadi 7,8 per 1000 orang pada usia >60 tahun dan
mencapai 10 per 1000 orang per tahun pada usia 80 tahun. Herpes zoster pada geriatri sering
menimbulkan penyulit berupa PHN. Kelainan ini sering menetap selama beberapa bulan
sampai tahun setelah lesi kulit sembuh. Insidensi PHN kisaran 10-70% dari kasus HZ. Pada
penelitian ini ditemukan kasus PHN sebanyak 1,9%.

35
Dermatosis eritropapuloskuamosa berupa eritroderma ditemukan pada penelitian ini
sebanyak 3,8%. Eritroderma merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema
yang meliputi lebih dari 90% permukaan kulit disertai skuama. Diperkirakan insidensi kisaran
1-2 per 100.000 penduduk dengan awitan usia 40-60 tahun. Etiologi eritroderma pada
penelitian ini dilaporkan akibat erupsi obat. (Fitzpatrick, 2012)
Erupsi obat pada geriatri sering ditemukan akibat peningkatan kecenderungan untuk
menggunakan bermacam obat untuk berbagai macam penyakit/keluhan yang diderita. Hal ini
memungkinkan terjadi reaksi obat khususnya pada kulit. Pada penelitian ini didapatkan erupsi
obat sebanyak 3,8%. Insidensi erupsi obat pada populasi umum dilaporkan sebanyak 10-30%.
Erupsi obat yang sering terjadi pada geriatri terdiri atas erupsi eksantema dengan bentuk lesi
makulopapular, morbiliformis, atau eritematosus. Bentuk lain berupa vaskulitis, fixed drug
eruptions, eritema multiforme, urtikaria, dermatitis kontak, purpura dan fotodermatitis.
(Jafferany, 2012)
Penyakit autoimun yang sering ditemukan pada geriatri yaitu pemfigoid bulosa dan
pemfigus vulgaris. Pada penelitian ini ditemukan kelainan kulit vesikobulosa kronik akibat
autoimun berupa pemfigoid bulosa sebanyak 3,8% dan pemfigus foliaseus sebanyak 1,9%.
Hal serupa dilaporkan pada penelitian Alam di Bangladesh tahun 2019 menemukan kelainan
vesikobulosa kronik sebanyak 0,46%. Penelitian Hidajat di NTB menemukan tiga kelainan
kulit vesikobulosa kronik berupa pemfigus vulgaris (50%), pemfigoid bulosa (25%) dan
epidermolisis bulosa akuisita (25%). Pemfigoid bulosa ditemukan pada usia >65 tahun
disebabkan peningkatan sirkulasi autoantibodi terkait usia, berkurangnya pemisahan dermal
epidermal, dan perubahan membran basal. Pemfigus vulgaris termasuk penyakit bula yang
cukup serius pada geriatri karena merupakan penyakit kronis dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi akibat dari imbalans elektrolit dan infeksi sekunder. (Ferragany, 2012)
Pasien geriatri sering menderita dermatitis kontak. Pada penelitian ini ditemukan
sebanyak 1,9%. Hal ini disebabkan berkurangnya sel langerhans, meningkatnya sel T, dan
kepekaan vaskular yang menurun serta dipengaruhi pula oleh penggunaan bahan tertentu
sebagai alergen seperti lanolin, paraben ester, pewarna, tanaman, balsam, karet, nikel dan
terapi topikal. Penelitian oleh Bains di India tahun 2019 menunjukkan insidensi dermatitis
sebanyak 26,5%. Serupa dengan penelitian Hidajat di NTB tahun 2017 mendapatkan insidensi
dermatitis pada geriatri sebanyak 42,1%. (Fitzpatrick, 2012; Bains, 2019; Hidajat, 2017)

36
Penelitian ini menemukan penyakit tumor kulit berupa karsinoma sel basal sebanyak
1,9%. Tumor kulit baik jinak maupun ganas mengalami peningkatan frekuensi seiring dengan
pertambahan usia. Lesi proliferatif jinak meningkat jumlah dan ukurannya, harus dibedakan
dengan lesi pra kanker atau kanker. Tumor jinak yang biasa ditemukan pada pasien geriatri
antara lain keratosis seboroik, skin tags, lentigo solaris dan cherry angioma sedangkan tumor
ganas kulit yang sering ditemukan yaitu karsinoma sel basal. (Hidajat, 2017)
Pada penelitian ini ditemukan hubungan karakteristik kelainan kulit dengan komorbid
diabetes melitus berupa xerosis kutis (p=0,0007), pruritus senilis (p=0,015), dan
hipomelanosis gutata (p=0,016). Penelitian oleh Nelly di Scotlandia tahun 1986 mendapatkan
hubungan yang bermakna pruritus pada kondisi diabetes melitus dengan kadar gula darah
tidak terkontrol. Hal serupa dilaporkan oleh Ghosh di India tahun 2015 terdapat hubungan
pruritus dengan diabetes melitus. Bartling dkk tahun 2018 juga menemukan hubungan
pruritus dengan diabetes melitus. Ezejiofor di Nigeria tahun 2013 melaporkan kondisi
kelainan kulit pada geriatri dengan diabetes melitus berupa hipomelanosis gutata idiopatik
(1,6%), erisepelas (2,2%), dan skleroderma (2,0%). Pada sampel penelitian didapatkan 21,4%
mempunyai dua kelainan kulit. Pada penelitian yang dilakukan Asokam di India tahun 2017
menemukan manifestasi kulit pada pasien geriatri yang mengalami diabetes melitus berupa
xerosis kutis (p=0,07), hipomelanosis gutata idiopatik (p=0,76) dan pruritus nonspesifik
(p=0,79). (Bartling, 2018; Nelly 1986)
Terdapat peningkatan kelainan kulit pada pasien diabetes melitus. Penelitian yang
dilakukan Yosipovitch dkk di India melaporkan prevalensi kelainan kulit pada pasien diabetes
melitus sebanyak 7,6-30%. Pruritus, dermatitis, xerosis kutis, keratosis seboroik dan
hipomelanosis gutata idiopatik merupakan kelainan yang sering ditemukan pada geriatri.
Kondisi ini tidak berbeda secara signifikan antara pasien geriatri dengan diabetes melitus atau
pasien geriatri tanpa diabetes melitus. Hal ini lebih disebabkan perubahan kulit terkait usia
dibanding perubahan kulit akibat diabetes melitus. (Asokan, 2017)
Prevalensi pruritus yang cukup tinggi disebabkan karena keadaan kulit kering yang
umumnya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya pruritus generalisata. Tingginya prevalensi infeksi jamur juga dapat menyebabkan
pruritus lokal. Hipomelanosis gutata idiopatik ditemukan usia dewasa muda hingga tua.
Penemuan ini bersifat insidental dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui hubungan hipomelanosis gutata idiopatik dengan diabetes melitus. (Ezejiofor,
2013)

37
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik kelainan kulit pada geriatri di
RSMH Palembang, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien geriatri yang mempunyai kelainan kulit banyak ditemukan pada usia 60-74 tahun
dan lebih banyak pada perempuan.
2. Perubahan kulit fisiologik berupa keratosis seboroik (22,6%), diikuti hipomelanosis gutata
(16,9%), xerosis kutis (15,1%), lentigen senilis (7,5%), freckle (5,7%), periorbital
hiperpigmentasi (3,8%), purpura senilis (1,9%) dan poikiloderma civatte (1,9%).
3. Kelainan kulit patologis terbanyak yang ditemukan pada geriatri adalah ulkus dekubitus
(15,1%), liken simplek kronik (13,2%), pruritus senilis (9,4%), dermatitis asteatotik (5,7%)
dan kandidiasis (5,7%).
4. Komorbid diabetes melitus ditemukan mempunyai hubungan yang bermakna dengan
kelainan kulit berupa xerosis kutis (p=0,0007), pruritus senilis (p=0,015), dan
hipomelanosis gutata (p=0,016).

7.2 Saran
Dengan melihat hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan untuk penelitian
selanjutnya yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik kelainan kulit
pada geriatri dengan waktu penelitian lebih panjang dan subjek penelitian lebih banyak agar
didapatkan hasil lebih akurat dan dapat digeneralisasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

39
Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN KEPADA PESERTA PENELITIAN


(Lembar ini boleh dibaca langsung atau dibawa pulang)

Selamat pagi Bapak/Ibu. Saya dr. Damai Trilisnawati adalah Residen Program
Pendidikan Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya (FK UNSRI)/RSMH Palembang, sedangmelakukan penelitian dengan judul
“Karakteristik Penyakit Kulit pada Geriatri Di RSMH Palembang Periode April-Juni
2019”.Pada geriatri sering ditemukan beberapa penyakit kulit, baik perubahan kulitfisiologik,
atau penyakit kulit umum yang dapat mengenai geriatri. Kategori penyakit kulit pada geriatri
berupa dermatosis inflamasi, infeksi jamur, infestasi parasit, eritropapuloskuamosa, infeksi
virus dan infeksi bakteri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik geriatri dengan
penyakit kulit berdasarkan usia,jenis kelamin, dan tipe penyalit kulit. Manfaat yang akan
Bapak/Ibudapatkan dari penelitian ini, Bapak/Ibu dapat mengetahui jenis penyakit kulit yang
Bapak/Ibu deritadan penyakit kulit lain yang dapat terjadi pada geriatri, sehingga Bapak/Ibu
mendapatkanterapi yang sesuai dan akan lebih peduli dengan perawatan kulit.
Pada penelitian ini, Bapak/Ibu akan menjalani beberapa langkah penelitian. Pertama,
Saya akan mewawancarai Bapak/Ibu sesuai dengaan pedoman wawancara yang berisi
identitas diri (nama, usia, alamat, pendidikan, pekerjaan, No.Telp/Hp) dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan denganpenyakit kulit yang Bapak/Ibu
alami.Langkah kedua, Saya akan melakukan pemeriksaan klinis kepada Bapak/Ibu
meliputiinspeksi (melihat) menggunakan surya kanta dan palpasi (meraba)
menggunakantangan untuk menentukan diagnosis kelainan kulit Bapak/Ibu. Pemeriksaan ini
dilakukan sesuai prosedur oleh peneliti dan tidak akan menimbulkan rasa sakit.Identitas
pribadi dan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaandan tidak akan
disebarluaskan ataudipublikasikan. Publikasi data hanya dilakukanterhadap hasil pengolahan
data secara keseluruhan.
Jika Bapak/Ibu sudah mengerti dengan penjelasan dan langkah-langkah penelitian di
atas, Bapak/Ibu berhak melakukan penolakan untuk ikut serta dalam penelitian ini atau
menyetujui berpartisipasi. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela
sehingga Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri tanpa ada sanksi apapun. Jika Bapak/Ibu

40
setujuberpartisipasi pada penelitian ini, maka Saya akan meminta Bapak/Ibu
untukmenandatangani lembar “Persetujuan Mengikuti Penelitian”.
Besar harapan saya bahwa Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi peserta dalam penelitian
ini dan bersedia mengisi kuisioner dengan jujur dan apa adanya. Bila terdapat hal yang kurang
jelas atau ingin ditanyakan, Bapak/Ibu dapat langsungbertanya kepada Saya atau silahkan
menghubungi Saya pada nomor telepon:082377474005.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini
sayaucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Dr. Damai Trilisnawati


Peneliti

41
Lampiran 2

SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ..............................................................................................................
Tempat/tgl lahir : ..............................................................................................................
Alamat : ..............................................................................................................

Menyatakan bersedia mengikuti penelitian mengenai “Karakteristik Penyakit Kulit pada


Geriatri di RSMH Palembang Periode April – Juni 2019”, setelah mendapatkan penjelasan
mengenai prosedur penelitian yang diberikan oleh dr. Damai Trilisnawati.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dan dalam keadaan sadar
sepenuhnya.

Palembang, ………………….. 2019

Saksi Peneliti Peserta Penelitian


1. ....................
2. ....................
Dr. Damai Trilisnawati ..............................

Pembimbing

Dr. Fitriani, SpKK, FINSDV

42
Lampiran 3

KARAKTERISTIK PENYAKIT KULIT PADA GERIATRI DI POLIKLINIK


GERIATRI RSMH PALEMBANG PERIODE APRIL-JUNI 2019

No Peserta :
Tanggal :
I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/Hp :
II. PEDOMAN WAWANCARA
Berilah tanda checklist/centang (√) pada kolom yang telah disediakan, sesuai
dengan keadaan dan pernyataan pasien.
Dermatomikosis superfisialis
Selama kehamilan, apakah ada keluhan bercak-bercak merah di lipat paha atau lipat
payudara atau bercak putih/panu?
Pruritus
Selama kehamilan, apakah Ibu ada merasa gatal-gatal disertai atau tidak disertai
lesi/kelainan kulit primer? (Jika tidak ada keluhan gatal, langsung lanjut no. 16)
Jika gatal tidak disertai lesi/kelainan kulit primer, pada bagian tubuh manakah gatal
dirasakan dan sejak kapan? (Jawaban boleh lebih dari satu)
Lesi/kelainan kulit apakah yang mengikuti rasa gatal selama kehamilan dan sejak
kapan? (Jawaban boleh lebih dari satu)
Jika gatal disertai lesi/kelainan kulit primer, pada bagian tubuh manakah gatal
dirasakan dan sejak kapan? (Jawaban boleh lebih dari satu)
Apakah rasa gatal yang dialami selama kehamilan mengganggu aktifitas?
Jika Ya, bagaimana rasa gatal selama kehamilan mengganggu aktifitas? (Jawaban
boleh lebih dari satu)
Apa saja hal yang dapat menimbulkan keluhan?
Apakah Ibu pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya?
Apakah Ibu atau orang tua Ibu mempunyai riwayat alergi?

43
Adakah penyakit kulit lain yang pernah Ibu derita sebelumnya dan kambuh/kembali
terjadi selama kehamilan? (contoh: urtikaria/kaligato, dermatitis, eksem, campak,
cacar, dll)

Xerosis
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Dermatologikus
Distribusi : ................................................................................................................
A/R : ................................................................................................................
Karakteristik lesi : ................................................................................................................
................................................................................................................
Efloresensi : ................................................................................................................
................................................................................................................

Diagnosis :

44
45

Anda mungkin juga menyukai