Anda di halaman 1dari 45

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan (Aging)

Secara alamiah semua komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi

seiring dengan pertambahan usia karena proses penuaan. Pada umumnya menua

adalah suatu proses yang memang harus dialami secara alamiah dan merupakan

nasib. Padahal banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan

tersebut. Faktor – faktor tersebut antara lain adanya faktor internal seperti

radikal bebas, hormon yang berkurang dan genetik. Dan ada pula faktor

eksternal seperti pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stress.

Faktor penyebab ini dapat dicegah, diperlambat, dihambat sehingga kualitas

hidup dapat dipertahankan dan memperpanjang usia harapan hidup dengan

kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2017).

Perkembangan Anti Aging Medicine telah membawa konsep baru terkait

proses penuaan yakni: proses penuaan dapat dicegah, diperlambat dan

dikembalikan ke kondisi optimal seperti pada usia muda. Karena itu proses

penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sebagai sebuah penyakit yang dapat

dicegah, diperlambat dan dikembalikan ke kondisi sehat. Manusia menjadi tua

karena hormonnya tidak normal. Manusia tidak harus terhukum oleh takdir

genetiknya.

10
11

Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami

proses penuaan. Ada dua kelompok yang sering dipakai adalah teori “pakai dan

rusak” (wear and tear theory) dan teori program. Toeri “pakai dan rusak “

meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi

teori terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori hormon. Akibat penurunan

fungsi berbagai organ tubuh maka muncul tanda dan gejala proses penuaan

yakni tanda fisik yaitu: massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,

daya ingat berkurang, fungsi seksual dan reproduksi terganggu, kemampuan

kerja menurun dan sakit tulang. Tanda psikis yaitu: penurunan gairah hidup,

sulit tidur, mudah cemas, tersinggung dan merasa tidak berarti lagi.

Pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, dalam hal ini untuk

mengembalikan proses penuaan antara lain dengan menjaga kesehatan tubuh

dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi makanan sehat, cukup olahraga

teratur, atasi stress, melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang diperlukan

sesuai kondisi, menggunakan obat dan suplemen yang tepat untuk

mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Karena kurangnya

pengetahuan akan penyebab proses penuaan, bagaimana menghindari dan

bagaimana melakukan upaya pencegahan proses penuaan tersebut

menyebabkan kesulitan dalam pengobatan ini. Sehingga sangat diperlukan

informasi yang benar untuk masyarakat luas (Pangkahila, 2017).

Penuaan kulit yang biasa disebut skin aging memiliki berbagai tanda, salah

satunya adalah kelainan pigmentasi kulit. Kelainan yang paling banyak


12

ditemukan adalah hiperpigmentasi melasma. Tanda lainnya seperti kulit yang

lebih tipis, kering, keriput pada wajah (Baumann dan Saghari, 2009). Proses

tidak meratanya pertumbuhan warna kulit atau melanogenesis paling utama

disebabkan karena proses penuaan kulit dan diperparah dengan kondisi iklim di

Indonesia yang membuat proses melanogenesis tidak teratur.

2.2 Kulit

Kulit merupakan bagian terluas dan terberat dari tubuh manusia. Kulit

adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan

menunjang penampilan serta kepribadian seseorang. Kulit terletak pada lapisan

terluar dengan luas 1.5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15% dari berat

badan (Wasitaatmadja, 2007).

Gambar 2.1
Struktur anatomi kulit manusia (Mescher, 2016)
13

Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis,

lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Lapisan terluar yaitu epidermis terdiri dari sel

keratinosit, pigmen, protein. Lapisan tengah yaitu dermis terdiri atas pembuluh

darah, saraf, folikel rambut, kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat. Lapisan

subkutis yaitu lapisan hipodermis terdiri dari pembuluh darah dan lemak (Baumann

dan Saghari, 2009). Batas antara dermis dan epidermis tidak teratur dimana

tonjolan dermis yang disebut papila dermis saling mengunci dengan tonjolan

epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara dermis dan

subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja, 2007). Seperti

tampak pada gambar 2.1 diatas.

Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan menjadi tiga lapisan

sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2007; Baumann dan Saghari, 2009):

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis merupakan tipe epitel, avaskuler dan memiliki lapisan yang

berbeda strata: 4 lapis pada kulit yang tipis dan 5 lapis pada kulit yang tebal. Seperti

tampak pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2

Lapisan epidermis (Baumann, 2009)


14

Epidermis terdiri atas:

1. Stratum korneum atau lapisan tanduk

Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng

yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin atau

zat tanduk. Berfungsi untuk melindungi dari lingkungan luar dan mencegah

kehilangan air dalam kulit.

2. Stratum lusidum

Berada langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng

tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut

eleidin.

3. Stratum granulosum atau lapisan keratohialin

Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan

terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin.

4. Stratum spinosum atau stratum malphigi

Lapisan ini disebut juga lapisan prickle cell yang terdiri atas beberapa lapis

sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak

mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin

dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, diantara sel-sel terdapat

jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Diantara sel-

sel spinosum terdapat pula sel langerhans.


15

5. Stratum basal

Lapisan ini terdiri atas sel-sel berbentuk kubis atau kolumnar yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Merupakan

lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel

keratinosit dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar dan sel

melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma

basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen disebut melanosom

(Wasitaatmaja, 2007).

Satu sel melanosit akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan

keratinosit. Sel Langerhans berfungsi sebagai imunitas dan sel Merkel

fungsinya masih belum jelas tetapi sel ini berkaitan dengan serabut saraf dan

kelenjar endokrin, seperti yang tampak pada gambar 2. 3 dibawah ini (Scott

dan Bennion, 2011).

Gambar 2.3
Struktur epidermis kulit (Costin dan Hearing, 2007)
16

2. Lapisan Dermis

Lapisan dermis terletak antara epidermis dan lemak subkutan. Dermis ini

bertanggung jawab terhadap ketebalan kulit yang bervariasi pada setiap bagian

tubuh dan jumlahnya dua kali lipat pada usia 3– 7 tahun dan masa pubertas. Dengan

penuaan ketebalan dan kelembaban dermis menurun. Lapisan dermis terdiri dari

saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan terbanyak adalah kolagen. Bagian

lapisan atas dermis dibawah epidermis disebut papila dermis dan bagian bawah

disebut retikular dermis. Fibroblas adalah tipe sel yang paling primer di dermis

dimana memproduksi kolagen, elastin, matriks protein dan ensim seperti

kolagenase dan stromelisin. Sel imun seperti sel mast, lekosit polimorfonukler

(PMN), limfosit dan makrofag juga terdapat didermis. Kehilangan kolagen, elastin

dan glikosaminoglikan di dermis sangat berperanan dalam penuaan kulit. Penipisan

dermis dan dermal epidermal junction adalah tanda penuaan kulit. (Baumann dan

Saghari, 2009)

3. Lapisan Subkutan

Lapisan subkutan atau hipodermis adalah jaringan terluas dari tubuh.

Komponen utamanya adalah jaringan lemak atau adiposit, jaringan fibrus dan

pembuluh darah. Estimasi beratnya 9 – 18 % dari berat badan pada laki-laki normal

dan 14 - 20% pada wanita normal. Kehilangan lemak diwajah sangat berdampak

kosmetika. Peningkatan atau penurunan lemak dan perubahan volume

berkontribusi terhadap penampakan usia wajah dan badan. Lapisan subkutis berada

dibawah lapisan dermis, disebut juga sebagai lemak subkutan karena terdiri dari

sel-sel lemak. Fungsi lapisan ini adalah sebagai cadangan energi tubuh, menyimpan
17

vitamin larut dalam lemak (A, D, E, K), membentuk permukaan tubuh, melindungi

dari injuri, panas tubuh dan regulasi hormon androgen dan estrogen (Baumann dan

Saghari, 2009).

2.3 Melanin

Melanosit adalah sel yang menghasilkan warna yang berasal dari sel

pluripotent neural crest yang berdiferensiasi menjadi sel neuron, glia, otot polos,

tulang kraniofasial, kartilago, dan melanosit. Progenitor melanoblas migrasi ke

dorsolateral antara lapisan mesodermal dan ektodermal untuk sampai di tempat

akhirnya di folikel rambut dan kulit sama seperti di dalam kokhlea, koroid, ciliary

body, dan iris. Melanosit merupakan sel khusus yang terdapat di epidermis yang

dijumpai di bawah atau diantara sel – sel stratum basalis. Melanin adalah

komponen yang dihasilkan oleh sel melanosit yang terdapat pada lapisan basal

epidermis. Melanoblas bermigrasi, proliferasi, dan diferensiasi menjadi melanosit

melalui sinyal antara lain Wnt (Wingless related), Endothelin (ET-3), steel

factor (SF) (stem cell factor, c-Kit ligand), HGF (Hepatocyte Growth Factor),

BMP (Bone Morphogenic Protein), (Park dan Yaar, 2012). Seperti yang dapat

dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini.


18

Gambar 2.4
Migrasi sel melanosit dari neural crest (Wedmore, 2014)

Melanosit memiliki bentuk badan sel bulat tempat bermulanya cabang – cabang

panjang ireguler dalam epidermis. Cabang – cabang ini berada diantara sel – sel

basal dan stratum spinosum. Dengan mikroskop elektron terlihat sel berwarna

pucat, berisikan banyak mitokondria kecil, kompleks golgi sangat berkembang,

sisterna pendek pada retikulum endoplasma kasar. Melanosit pada kulit normal

manusia dipengaruhi oleh aktivitas melanogenik, sintesa melanin, produksi

melanosom, ukuran, bentuk, tipe dan warna serta cara penghantaran dan distribusi

melanosit bukan pada jumlah melanositnya. Seperti yang terlihat pada gambar 2.5

dibawah ini.
19

Gambar 2.5
Sel melanosit di epidermis (Pescarmona, 2011)

Melanosom ditranslokasi ke keratinosit berdekatan sehingga melanin bersifat

fotoreaktif. Metode pemindahan melanosit terdiri dari : sekresi isi melanosom ke

ruang intraseluler oleh melanosit kemudian endositosis oleh keratinosit,

penggabungan langsung sel melanosit dengan keratinosit, membran plasma yang

membantu pemindahan melanosom dan ujung dendritik sel melanosit difagositosis

oleh keratinosit, (Park dan Yaar, 2012).


20

Faktor – faktor penting dalam interaksi antara keratinosit dan melanosit yang

menyebabkan pigmentasi kulit yaitu: kecepatan pembentukan granula melanin

dalam melanosit, perpindahan granula ke dalam keratinosit, penempatan

terakhirnya dalam kertinosit. Seperti yang digambarkan pada gambar 2.6 dibawah

ini. Melanin berfungsi sebagai memberi warna kulit, penyerap sinar UV dan

penahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar

UV. Jumlah melanosit akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Melanin

terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin yaitu pigmen gelap berwarna coklat-

kehitaman, insoluble dan pheomelanin yaitu pigmen terang berwarna

kuningkemerahan. Eumelanin berada di dalam melanosom berbentuk elips dimana

sintesisnya akan meningkat apabila terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak

mengandung sulfur dan asam amino sistein terdapat dalam melanosom sferis dan

soluble. Pada dasarnya pigmen melanin yang terdapat pada kulit, rambut dan mata

adalah kombinasi antara eumelanin dan pheomelanin (Park dan Yaar, 2012).

Gambar 2.6
Aktivitas sel melanin (Baumann dan Saghari, 2009)
21

Melanin disintesis didalam sel melanosit dengan bantuan enzim tirosinase.

Enzim tirosinase dibentuk didalam ribosom, ditransfer kedalam lumen retikuler

endoplasma kasar, diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks Golgi.

Vesikel yang bebas sekarang dinamakan melanosom. Sintesis melanin dimulai

pada melanosom tahap II, di mana melanin diakumulasikan dan membentuk

melanosom tahap III. Terakhir struktur ini hilang dengan aktivitas tirosinase dan

membentuk granula melanin. Granula melanin bermigrasi ke arah juluran

melanosit dan masuk ke dalam keratinosit, seperti yang tampak pada gambar 2.7

(Park dan Yaar, 2012).

Gambar 2.7
Melanosom dengan melanogenesis (Park dan Yaar, 2012)

Sintesa melanin kulit

Warna kulit merupakan hasil perpaduan melanin dalam melanosom yang

dihasilkan oleh sel melanosit yang ditransferkan ke keratinosit di epidermis dan

degradasinya. Pada orang kulit gelap melanositnya memproduksi jumlah melanin


22

lebih banyak dengan ukuran lebih besar dan degradasi yang lambat dibandingkan

kulit terang (Baumann, 2009). Sistem pigmentasi manusia ada 2 tipe sel yakni sel

melanosit dan sel kertinosit serta komponen seluler yang berinteraksi membentuk

pigmen melanin. Melanosit merupakan sel eksokrin yang berada di lapisan basal

epidermis dan matrik bulbus rambut. Setiap melanosit dihubungkan oleh dendrit –

dendrit melanosit dengan 36 keratinosit yang berada pada lapisan malphigi

epidermis yang disebut sebagai unit melanin lapisan epidermal. Melanosit

memproduksi ensim tirosinase dan melanosom. Di dalam sel melanosit di produksi

dua subtipe melanin yaitu eumelanin dan feomelanin. Ensim tirosenase berperan

dalam pembentukan dua subtipe tersebut (Park dan Yaar, 2012). Seperti terlihat

pada gambar 2.9.

Fungsi utama melanosit adalah mensintesis melanin pada melanosom dan

transfer melanosom ke keratinosit yang terdekat. Melanosom merupakan organel

unik mengikat membran dan merupakan tempat berlangsung biosintesis melanin.

Pembentukan melanosom didahului oleh sintesis ensim tirosinase. Ensim tirosinase

ditemukan dalam vesikel tetapi tidak diaktivasi hingga substruktural melanosom

terbentuk sempurna. Proenzim untuk ensim tirosinase diaktifkan ketika melanosit

distimulasi oleh MSH (Melanin Stimulating Hormone) yaitu hormon yang

dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior dan cAMP (cyclic-Adenosine

Monophosphate) yang menstimulasi sintesis melanin. Ada dua jenis melanosom

yaitu eumelanosom dan feomelanosom. Eumelanosom berbentuk oval atau elips

berukuran Ø 0,9 x 0,3 µm berisi matriks glikoprotein sangat terstruktur yang

diperlukan untuk sintesis eumelanin yaitu pigmen berwarna coklat atau hitam.
23

Feomelanosom berbentuk bundar atau sferis berukuran Ø 0,7 µm berisi matriks

glikoprotein dengan tidak terstruktur dan longgar yang mensintesis feomelanin

yaitu pigmen merah (Park dan Yaar, 2012)

Melanosom dalam membentuk melanin yakni maturasi melanosom

mengalami empat tahap atau stadium pematangan, seperti pada gambar 2.8 yaitu :

1. Stadium I : premelanosom yaitu melanosom berbentuk sferis dan

matrik amorf tetapi melanin belum ada.

2. Stadium II : eumelanosom bentuk lebih oval berisi banyak filamen

dengan struktur lamelar yang teratur. Feomelanosom bentuk bulat

dengan struktur tidak teratur dan melanin belum ada.

3. Stadium III : terjadi aktivitas ensim tirosinase sehingga mulai

terbentuk melanin proses melanisasi.

4. Stadium IV : melanosom telah terisi penuh dengan melanin dan

bentuknya lonjong.

Melanosom kemudian ditransfer sepanjang mikrotubulus ke struktur dendrit

melanosit dan ditransfer ke keratinosit (Baumann, 2009; Park dan Yaar,2012).


24

Gambar 2.8

Empat tahapan maturasi melanosom (A-F : eumelanosom, G-J : Pheomelanosom)


(Park dan Yaar, 2012)

Terdapat tiga enzim yang bekerja untuk mensintesis melanin, yaitu

tirosinase (TYR), Tyrosinase-Related Protein (TRP) : TRP-1 dan TRP-2 dan

DOPA chrom tautomerase (DCT), tetapi enzim tirosinase memegang peranan

paling besar di antara semua enzim. Sintesa melanin dimulai dari hidroksilasi

Tirosin menjadi 3,4 dihidroxyphenylalanin (DOPA) oleh ensim tirosinase.

Konversi tirosin menjadi DOPA dioksidasi menjadi DOPAkuinon. DOPAkuinon

akan dikonversi menjadi DOPAchrome. DOPAchrome dapat dikonversi menjadi

5,6-dihidroksiindole (DHI) atau menjadi 5,6-dihydroxyindole- 2-carboxylic acid

(DHICA). Reaksi selanjutnya ialah katalisasi oleh ensim DOPAchrome

tautomerase atau TRP-2. Derajat eumelanin coklat terhadap hitam berhubungan


25

dengan rasio DHI/DHICA. Rasio tertinggi menyebabkan pembentukan eumelanin

hitam dan rasio terendah menunjukkan eumelanin coklat. DOPAkuinon juga dapat

bereaksi dengan glutation atau sistein membentuk sisteinil DOPA, yang kemudian

menjadi feomelanin berwarna kuningkemerahan dapat larut dan memiliki berat

molekul rendah, terlihat pada gambar 2.10 (Baumann, 2009; Sehgal et al, 2011;

Park dan Yaar, 2012).

Gambar 2.9

Mekanisme melanogenesis (Matama et al, 2015)


26

Gambar 2.10

Biosintesa Melanin (Park dan Yaar,2012)

2.4 Hiperpigmentasi

Hiperpigmentasi adalah kelainan pigmentasi kulit karena peningkatan

jumlah melanin yang disebabkan oleh disfungsi aktivitas melanosom di melanosit.

Pada gambar 2.11 dijelaskan faktor yang menyebabkan adalah MSH dan paparan

sinar UV. Adapun kelainan hiperpigmentasi yang sering dijumpai seperti melasma,

frekles, solar lentigos, melanoderma, post inflammatory hiperpigmentation

(Baumann, 2009).
27

Gambar 2.11

Patogenesis Hiperpigmentasi (Park dan Yaar,2012)

Melasma berupa bercak – bercak hiperpigmentasi coklat sampai hitam dengan

tepi tidak teratur dijumpai pada muka, terutama kedua pipi, dahi, bibir atas dan

dagu. Melasma dijumpai pada wanita hamil, atau wanita yang memakai kontrasepsi

khususnya yang mengandung progesteron tetapi dapat juga dijumpai pada pria atau

wanita tanpa gangguan sistem endokrin yakni dari paparan sinar UV. Melasma

menunjukkan bertambahnya melanin pada epidermis. Jumlah yang meningkat ini

disebabkan karena peningkatan produksi melanosom, bertambahnya melanosom,

meningkatnya melanisasi melanosom, peningkatan transfer melanosom ke

keratinosit dan lebih lamanya melanosom di keratinosit (Na et al, 2012).

Saat ini, paparan sinar UV meningkatkan vaskularisasi di dermis dan

upregulasi faktor proangiogenik diantaranya Vascular Endothelial Growth Factor

(VEGF), basic Fibrolast Growth Factor (bFGF) dan interleukin-8. Interaksi antara
28

proangiogenic dermal dengan reseptor VEGF di keratinosit epidermis dan

melepaskan mediator yaitu plasminogen dan metabolit asam arakidonat dari

proliferasi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan melanogenesis pada

melasma (Sharma et al, 2017)

Melanogenesis juga distimulasi oleh vitamin D, protienkinase C6 dan cAMP

yang meningkatkan produksi melanin sama seperti prostaglandin D2, E2, dan F2,

Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, interleukin 1α, IL1β, dan IL6 (Baumann, 2009)

2.4.1 Patogenesis Hiperpigmentasi Melasma

Hiperpigmentasi melasma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

internal diantaranya hormonal dan genetik; faktor eksternal yaitu sinar UV, obat –

obatan dan kosmetik.

2.4.1.1 Faktor Hormonal

Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain : MSH,

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), lipotropin, estrogen, dan progesteron

(Sehgal et al, 2011). MSH merangsang melanogenesis melalui interaksi dengan

reseptor membran untuk menstimulasi aktivitas adenylcyclase untuk membentuk c-

AMP dan akan meningkatkan pembentukan ensim tirosinase melanin dan

penyebaran melanin. Hipermelanosis yang difus berhubungan dengan insufisiensi

korteks adrenal. Peningkatan MSH dan ACTH yang dikeluarkan oleh kelenjar

pituitari akan terjadi bila kortisol mengalami defisiensi sebagai akibat dari

kegagalan mekanisme inhibisi umpan balik.


29

Estrogen dan progesteron baik natural maupun sintetis diduga sebagai

penyebab terjadinya melasma oleh karena sering berhubungannya dengan

kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan

progesteron, penggunaan estrogen konjugasi pada wanita postmenopause

(Bagherani et al, 2015) dan pengobatan kanker prostat dengan dietilbestrol.

Meskipun peran estrogen dalam menginduksi melasma belum diketahui, namun

dilaporkan bahwa melanosit yang mengandung reseptor estrogen menstimulasi sel-

sel tersebut menjadi hiperaktif. Peranan hormon estrogen dan progesteron pada

kehamilan yang disertai melasma juga belum diketahui dengan pasti (Oghechie-

Godec et al, 2017). Melasma tidak akan hilang setelah proses kelahiran atau

penghentian penggunaan obat kontrasepsi. Kelainan ini dapat memudar akan tetapi

lebih sering persisten untuk jangka waktu yang lama dan timbul kembali pada

kehamilan berikutnya. Dari penelitian ternyata 77% wanita yang menderita

melasma karena pemakaian pil kontrasepsi juga menderita melasma gravidarum.

Pada penelitian menunjukkan melanogenesis distimulasi oleh hormon LH

(Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan placental

sphingolipids (Bagherani et al, 2015). Walaupun estrogen disangka memegang

peranan penting dalam etiologi melasma tetapi terdapat insiden yang rendah

diantara para wanita postmenopause yang mendapat terapi pengganti (Ortonne et

al, 2009).
30

2.4.1.2 Faktor Paparan Sinar UV

Paparan sinar UV ditemukan pada studi klinis dan laboratorium sebagai

pencetus dan kambuhnya melasma. Eksaserbasi melasma hampir pasti di jumpai

setelah terpapar sinar UV yang berlebihan, mengingat kondisi melasma akan

memudar selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh terutama kulit yang

terpapar dengan sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oksigen dan

radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan

menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan yang

meningkatkan proses melanogenesis (Oghechie-Godec et al, 2017)

Studi menunjukkan semua spektrum panjang gelombang dari radiasi sinar UV

berisiko dalam pathogenesis melasma, termasuk UVB 290-320 nm dan UVA 320-

400 nm juga sinar kasat mata (Bagherani et al, 2015). Semakin kuat UVB maka

akan semakin kuat menimbulkan reaksi di epidermis dengan perkiraan 10% dapat

mencapai dermis, sementara 50% UVA akan mencapai dermis. Mekanisme sinar

UV menimbulkan melasma yaitu: meningkatkan proliferasi dan aktivitas sel

melanosit; merangsang transfer pigmen melanin ke keratinosit dan pembentukan

faktor inflamasi; peroksidasi lipid di membran sel, membentuk radikal bebas.

Semua mekanisme diatas akan menyebabkan melanosit memproduksi melanin

lebih cepat dan kenaikan ekspresi regulasi mediator melanogenik dari sel keratinosit

ke dermal stem sel dengan cara mengiduksi produksi alpha Melanocyte Stimulating

Hormone (α-MSH) yang akan meningkatkan melanositosis dan melanogenesis.


31

Disamping itu juga terjadi kenaikan regulasi protease activated reseptors dan

menginduksi angiogenesis (Oghechie-Godec et al, 2017).

Sinar UV akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat ensim

tirosinase sehingga dengan adanya sinar UV, ensim tirosinase bekerja secara

maksimal dan memicu proses melanogenesis (Rodrigues dan Pandya, 2015). Pada

mekanisme perlindungan alami terjadi peningkatan melanosit dan perubahan fungsi

melanosit sehingga timbul proses tanning cepat dan lambat sebagai respon terhadap

radiasi UV. Ultraviolet A menimbulkan reaksi pigmentasi cepat dan bertahan 6 – 8

jam setelah paparan. Reaksi cepat ini merupakan fotooksidasi dari melanin yang

telah ada dan melanin hasil radiasi UVA hanya tersebar pada stratum basalis. Pada

reaksi pigmentasi lambat dan bertahan 10 – 14 hari setelah paparan UVB terjadi

peningkatan produksi melanin, melanosit mengalami proliferasi, terjadi sintesis dan

redistribusi melanin pada keratinosit disekitarnya. Melasma merupakan proses

adaptasi melanosit terhadap paparan sinar UV yang kronis.

Terjadinya melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah melanosit

epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya dan merupakan

daerah yang paling sering terpapar sinar UV. Interaksi antara faktor sinar UV dan

berbagai hormon terjadi di perifer kemudian bersama-sama mempengaruhi

metabolisme melanin di dalam melanoepidermal unit.

Radiasi sinar UV mengaktivasi p53 yang menstimulasi gen

proopiomelanocortin (POMC) untuk melepaskan alpha melanocyte-stimulating

hormone. MSH berikatan dengan Melanocortin 1 resptor (MC1-R) berlokasi di


32

melanosit yang menimbulkan adenylate cyclase memproduksi cAMP diikuti

dengan peningkatan MITF (microphthalmia-associated transcription factor).

Kemudian MITF yang teraktivasi menghasilkan pengeluaran Tyrosinase, TRP1

(Tyrosinase Related Protein), DOPAchrome Tautomerase dan PKCβ (Protein

Kinasee Cβ). Hasilnya adalah peningkatan sintesis dan distribusi melanin, terlihat

pada gambar 2.12.

Gambar 2.12
Radiasi UV meningkatkan melanogenesis (Baumann, 2009)

2.4.2 Gambaran Klinis dan Histologi

2.4.2.1 Gambaran Klinis

Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap, dengan

pinggir irregular dan distribusi biasanya simetris pada wajah, menyatu dengan pola
33

retikular, terutama di pipi, dahi, hidung, lengkungan alis mata, atas bibir, dagu dan

kadang-kadang di leher, serta lengan atas, biasanya simetris (Baumann, 2009)

Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut, yaitu sentrofasial

(65%) mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas bibir dan dagu, merupakan

bentuk yang paling sering ditemukan, malar (20%) mengenai pipi dan hidung, dan

mandibular (15%) mengenai ramus mandibular. Melasma di luar wajah juga terjadi

pada lengan dan punggung tangan, leher, sepertiga atas dada. Melasma tidak

mengenai membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu

lesi sampai multipel dengan distribusi simetris (Bagherani et al, 2015).

2.4.2.2 Gambaran Histologi

Terdapat peningkatan pigmentasi epidermis yaitu melanosit epidermis lebih

aktif dibandingkan pada kulit normal. Pada mikroskop elektron tampak pelebaran

melanosit dengan dendrit yang jelas dari mitokondria, apparatus Golgi, Rough

Endoplasmic Reticulum (RER) dan ribosom, sebagai indikator peningkatan

aktivitas melanosit yang meningkatkan sintesa eumelanin. Perubahan pada dermis

diantaranya : gangguan dan penipisan membran basal pada kulit yang terkena lesi,

peningkatan serat elastin (solar elastin) dan pembuluh darah serta elevasi ekspresi

VEGF, peningkatan jumlah sel mast di dermis dan peningkatan ekspresi c- kit dan

stem sel, yang diilustrasikan pada gambar 2.13 (Poojary et al, 2015).
34

Gambar 2.13

Gambaran histologi hiperpigmentasi melasma (Bagherani et al, 2015)

2.4.3 Pemeriksaan penunjang diagnosis melasma

Pemeriksaan penunjang diagnosis melasma dapat dilakukan dengan

pemeriksaan histopatologik, pemeriksaan mikroskop elektron, pemeriksaan dengan

sinar Wood (Sehgal et al 2011).

Berdasarkan pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pengecatan Fontana –

Mason terdapat tiga tipe melasma :

1. Tipe epidermal: deposit melanin terutama terdapat di lapisan basal dan

suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum

korneum.
35

2. Tipe dermal: deposit melanin didalam melanofag, disekitar pembuluh

darah dermis bagian atas dan tengah.

3. Tipe campuran: deposit melanin di epidermis dan dermis.

Pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan lokalisasi pigmen melasma

yang terbagi dalam empat tipe (Sehgal et al, 2011). Klasifikasi sebelum pengobatan

sangat penting oleh karena lokalisasi pigmen dapat menentukan pengobatan yang

akan digunakan. Pemeriksaan dengan lampu Wood berguna untuk menentukan

prognosis dari pengobatan melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan

pemeriksaan lampu Wood maka kesempatan lebih baik bagi perbaikan klinis. Pada

pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat diklasifikasikan

menjadi :

a). Tipe Epidermal

Pada tipe ini, terjadi peningkatan melanin di epidermis dan beberapa melanofag di

papilla dermis, tampak hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila

dilihat dibawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood menunjukkan

warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding kulit normal.

Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik

terhadap bahan-bahan depigmentasi. Tipe epidermal ini terdapat 70% pasien.


36

b). Tipe Dermal

Melanofag banyak ditemukan di dermis. Dengan kasus dilaporkan 10 -15 %.

Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan apabila dilihat

dibawah lampu biasa dan dengan lampu Wood tidak memberikan warna kontras

pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui

makrofag dan keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi.

c). Tipe Dermal-Epidermal (Campuran)

Terjadi peningkatan melanin pada lapisan epidermis dan melanofag di dermis.

Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat dengan lampu biasa

dan dengan lampu Wood terlihat pada beberapa daerah lesi akan tampak warna

yang kontras sedangkan pada daerah yang lain tidak.

d). Tipe Indeterminate

Lesi yang dijumpai pada sekelompok pasien dengan tipe kulit gelap (tipe V dan VI)

tidak dapat dikategorikan dibawah lampu Wood. Lesi berwarna abu-abu gelap

namun sulit dikenali oleh karena sedikitnya kontras warna yang timbul (Begharani

et al, 2015).
37

Gambar 2.14

Pemeriksaan lampu wood (Spence, 2017)

2.5 Asam Traneksamat

Asam traneksamat merupakan turunan sintetis dari asam aminolisin dengan

nama kimia trans-4-amino methyl cyclohexane carboxylic acid yang memberikan

efek anti fibrinolitik melalui blokade reversibel lysine binding-sites pada molekul

plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan

fibrinogen, fibrin, dan faktor pembekuan darah lain, dapat mengatasi pendarahan

berat akibat fibrinolisis yang berlebihan. Farmakologi mekanisme aksi asam

traneksamat yaitu asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan

plasminogen dan plasmin terhadap fibrin, hambatan ini mencegah plasmin

berinteraksi dengan residu lisin pada polimer fibrin, yang menyebabkan degradasi

fibrin. Secara alami plasminogen memiliki 4 – 5 ikatan lisin dengan afinitas yang

lemah dengan asam traneksamat. Afinitas kuat plasminogen – lisin terdapat pada

ikatan dengan fibrin. Ikatan plasminogen digantikan di fibrin ketika ikatan


38

afinitasnya kuat sampai jenuh dengan asam traneksamat (Rai, 2017). Asam

traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen melalui interaksi

reversibel dengan lysine-binding sites sehingga sintesa melanin terhambat, dan efek

pencerahan oleh asam traneksamat berhubungan dengan aktivitas antiplasmin

(Zhou et al, 2017). Asam traneksamat menghambat sintesa melanin dengan

memblok interaksi antara melanosit dan keratinosit melalui penghambatan aktivitas

plasmin yang terinduksi sinar UV di keratinosit, menghambat aktivitas tirosinase

dan menggangu metabolismenya (Kim,2017). Asam traneksamat mempunyai

struktur hidroksil (COOH) yang serupa dengan tirosin seperti yang terlihat di

gambar 2.15 (Li et al, 2010).

Gambar 2.15

Struktur kimia asam traneksamat (Gharib and Nasr, 2015)

Penggunaan asam traneksamat untuk melasma yang diberikan secara lokal

dengan suntikan intradermal menunjukkan asam traneksamat merupakan preparat

yang menjanjikan untuk penanganan melasma (Lee et al, 2006). Studi tersebut

melibatkan sebanyak 100 wanita dengan melasma, yang diberikan asam

traneksamat dengan cara suntikan intradermal (0,05 mL – 4 mg/mL) ini selama 8


39

minggu sedangkan parameter evaluasi subyektif menggunakan MASI (Melasma

Area and Severity Index) yang dilakukan pada minggu ke 4 dan 8. Hasil dari studi

tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan MASI yang bermakna pada minggu

ke 8. Li et al. (2010), menggunakan intradermal asam traneksamat (5mg/mL) pada

marmut yang dipapar sinar UV selama 1 bulan. Suntikan dilakukan setiap 3 hari

selama 1 bulan setelahnya. Ditemukan hasil histologinya pada basal layer epidermis

yang terpapar UV tidak terjadi penurunan jumlah sel melanosit tetapi signifikan

terjadi penurunan jumlah melanin.

Pengunaan asam traneksamat oral untuk melasma dilakukan penelitian yakni :

Karn et al.(2012) memberikan asam traneksamat 250 mg peroral 2 kali sehari

selama 3 bulan dikombinasi dengan pemakaian krim hidrukuinon dan sunscreen

dibndingkan dengan hanya pemakaian krim, ditemukan signifikan penurunan

MASI. Cho et al.(2013) memberikan asam traneksamat dengan dosis 500 mg per

hari selama 8 bulan dikombinasi dengan laser Q-switched Nd -YAG, memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan hanya dengan laser. Shin et al. (2013) dengan

dosis 750 mg per hari selama 8 minggu, kombinasi dengan laser Qs – Nd-YAG,

terjadi penurunan signifikan MASI. Padhi dan Pradhan.(2015) memberikan asam

traneksamat 250 mg dua kali sehari kombinasi dengan triple combination cream

selam 8 minggu, ditemukan signifikan dan perubahan yang cepat pada klinis

melasma dan memperbaiki efek samping dari pemakaian steroid dan hidrokuinon

jangka panjang (George, 2016; Perper et al, 2017;Zhou et al,2017).


40

2.5.1 Pemberian Asam Traneksamat dalam melanogenesis

Secara umum mekanisme asam traneksamat menurunkan derajat pigmentasi

dari melasma. Dari studi in-vitro diketahui plasminogen banyak terdapat di bagian

basal epidermis. Keratinosit banyak mengandung plasminogen activator (PA) yaitu

PA tipe urokinase dan PA tipe tissue tapi hanya mensekresi single chain urokinase

PA (sc-uPA). PA diketahui memiliki peranan dalam terjadinya hiperpigmentasi.

Urokinase PA ini berguna untuk diferensiasi, pertumbuhan, migrasi dan juga

tentunya untuk pigmentasi keratinosit. Serum level PA di keratinosit meningkat

karena pil kontrasepsi atau kehamilan. Blokade dari efek ini mungkin merupakan

mekanisme kerja asam tranexamat dalam menurunkan hiperpigementasi pada

pasien-pasien melasma, seperti yang dilakukan oleh Maeda dan Tomita., dalam

Journal of Health Science 2007.

Mekanisme kerja asam traneksamat pada melanogenesis dijelaskan sebagai berikut

(Poojary, 2015) :

1. Paparan sinar UV merangsang sintesa Plaminogen activator dan meningkatkan

aktivitas plasmin di keratinosit. Plasmin adalah protease yang meningkatkan

pelepasan asam arakidonat (AA) melalui phospholipase A2. Asam arakidonat

bebas menstimulasi melanogenesis melalui metabolismenya; prostaglandin E2.

Paparan sinar UV menyebabkan prostaglandin mengaktivasi jalur sinyal dalam

pertumbuhan, diferensiasi dan apoptosis melanosit. PGE2 dilepaskan oleh

keratinosit karena paparan sinar UV, yang menstimuli formasi dendrit

melanosit dan aktivitas tirosinase melanosit (Rai, 2017). Terlebih lagi


41

pelepasan AA meningkatkan plasmin di sel endothelial. Peningkatan plasmin

ini menaikkan kadar hormon α – MSH yang mengaktifkan sintesa melanin di

melanosit. Plasmin juga melepaskan bFGF yang merupakan melanocyte

growth factor potensial, yang kesemuanya ini menyebabkan produksi melanin

dikulit meningkat. Asam traneksamat bekerja sebagai plasmin inhibitor

mengurangi tumpukan asam arakidonat di keratinosit yang menginduksi

melanogenesis. Asam traneksamat juga menghambat produksi prostaglandin

dan mengurangi aktivitas tirosinase melanosit.

2. Plasmin merupakan bagian yang penting dalam proses angiogenesis. Plasmin

menjadikan ikatan matrik ekstraseluler dengan VEGF menjadi bentukan bebas.

Asam traneksamat sebagai plasmin inhibitor, menekan angiogenesis dan

menghambat neovaskularisasi oleh bFGF.

3. Single chain urokinase Plasminogen Activator (sc-uPA) di keratinosit

mempengaruhi peningkatan jumlah melanosit, aktivitas tirosinase, perimeter

sel, area, dan peningkatan dendrit. Plasmin secara signifikan meningkatan

jumlah Sc-uPA. Sc-uPA lebih lanjut meningkatan pertumbuhan keratinosit,

diferensiasi dan migrasinya, secara in-vitro meningkatkan aktivitas melanosit.

Asam traneksamat bekerja disini sebagai plasmin inhibitor dengan

menghambat jalur Sc-UPA sebagai jalur lain yang menurunkan akan

melanogenesis.
42

Gambar 2.16

Cara kerja asam traneksamat dalam pathogenesis melanogenesis. (Poojary and


Minni, 2015) Keterangan gambar : TXA : asam traneksamat, PA : plasminogen
activator, Sc-uPA : single chain urokinase PA, VEGF : Vasculer endothelial
growth factor

Asam traneksamat mencegah pigmentasi oleh paparan sinar UV dengan

mengganggu struktur plasminogen di lapisan basal epidermis dan menghambat

aktivitas plasminogen aktivator mengubah plasminogen menjadi plasmin di

keratinosit. Yang menyebabkan pengurangan asam arakidonat bebas yang

menurunkan produksi prostaglandin dan aktivitas ensim tirosinase di melanosit dan

melanogenesis (Li et al, 2010 ;Poojary et al.2015) Ensim TRP-1 dan TRP-2 sangat

penting dalam Raper Mason melanogenesis. Disini asam traneksamat bekerja

dengan menurunkan level TRP-1 dan TRP-2. Aktivasi jalur sinyal extracellular
43

signal-regulated kinase (ERK) menyebabkan degradasi MITF yang akan

mengurangi melanogenesis. Asam traneksamat merangsang ERK dan menurunkan

regulasi level protein MITF yang mengurangi inflamasi melanogenesis dengan

menurunkan ekspresi protein tirosinase (Rai, 2017). Sel mast juga berperanan

penting dalam terbentuknya solar elastosis, salah satu penampakan pada histologi

melasma, yaitu elastin di kulit yang terpapar UV berikatan dengan jumlah sel mast.

Disamping itu, plasmin diduga dapat mengubah ikatan matriks VEGF menjadi

bentuk bebas yang mengawali proses angiogenesis (Poojary et al, 2015). Jadi

berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa asam traneksamat dapat mengobati

melasma melalui penurunan produksi faktor pro- melanogenik dan pengurangan

eritema dan vaskularisasi yang dijelaskan pada gambar 2.17.

Gambar 2.17

Mekanisme asam traneksamat menghambat melanogenesis

Keterangan : disimpulkan dari berbagai sumber pustaka


44

Asam traneksamat tidak berefek pada kulit sehat yg tidak terpapar sinar UV.

Hal lain yang juga berperanan penting dalam melanogenesis adalah pil kontrasepsi

dan kehamilan yang juga meningkatan serum plasminogen activator, yang sudah

disebutkan meningkatkan melanogenesis (Poojary et al, 2015).

2.5.2 Farmakokinetik Asam Traneksamat

Asam traneksamat oral cepat diabsorpsi di saluran cerna sampai 40%

sedangkan 90% secara intravena (Sweetman, 2009; Rai, 2017). Bioavailabilitas

penyerapan asam traneksamat setelah pemberian oral pada manusia adalah 30 –

50% dari dosis yang tertelan, makanan tidak mempengaruhi bioavailabilitas asam

traneksamat dan didistribusikan hampir ke seluruh permukaan tubuh. Konsentrasi

plasma maksimum asam traneksamat tercapai setelah 3 jam dari dosis oral.

Metabolismenya hanya sebagian kecil kurang dari 5% dari obat. Asam traneksamat

memiliki waktu paruh eliminasi adalah 3 jam, dieksresikan melalui urin dalam

waktu 24 jam dengan bentuk tidak berubah (Sweetman, 2009). Studi in vitro asam

traneksamat menunjukkan penekanan aktivitas fibrinolitik dan aktivasi platelet oleh

plasmin yaitu pada konsentrasi minimum efektif 10 - 16 µg/ml (Grassin-Delyle et

al,2013).

Dosis yang dianjurkan sebagai antifibrinolitik 0,5 – 1 g, diberikan 2-3 kali

sehari secara intravena lambat, sekurang-kurangnya dalam waktu 5 menit. Cara

pemberian lain per oral 1-1,5 g, 2- 3 kali per hari (Kim, 2017). Dosis untuk

pengobatan melasma jauh lebih rendah dari dosis sebagai anti fibrinolitik (Perper
45

et al, 2017) 250 mg dua kali sehari, hanya seperenam dosis asam traneksamat

sebagai agen hemostatik (Kim,2017). Dari jumlah total beredar dalam tubuh, ikatan

asam traneksamat dengan protein plasma adalah 3% pada dosis terapi. Asam

traneksamat sepenuhnya terikat pada plasminogen bukan pada albumin. Waktu

paruh biologikal sampai cairan sendi sekitar 3 jam (Drug bank).

2.5.2.1 Farmakokinetik Suntikan Intradermal Asam Traneksamat dalam

melanogenesis

Pemberian dengan asam traneksamat suntikan intradermal pada kulit

memberikan efek lokal pada kulit yaitu jalur penyerapan yang cepat dilalui asam

traneksamat untuk sampai ke keratinosit. Maeda and Tomita, 2007 menyebutkan

bahwa di lapisan basal epidermis terdapat banyak plasminogen dan di keratinosit

memproduksi PA. Asam traneksamat disuntikkan 0.5 mL/cm ke intradermal yaitu

sampai lapisan basal epidermis dengan sudut kemiringan jarum saat injeksi < 10 -

15˚. Asam traneksamat menghambat sintesa melanin dengan mempengaruhi

struktur plasminogen dan mencegah ikatan plasminogen ke lisyne-binding site di

keratinosit yang menghambat aktivitas PA dan menurunkan produksi plasmin.

Seperti yang dijabarkan pada cara kerja asam traneksamat dalam pathogenesis

melasma di gambar 2.16 dan 2.17

2.5.2.2 Farmakokinetik Oral Asam Traneksamat dalam melanogenesis

Pemberian asam traneksamat oral melalui jalur yang lebih panjang sebelum

mencapai sirkulasi sistemik menuju sel keratinosit di lapisan basal epidermis.

Asam traneksamat cepat diabsorpsi dari saluran cerna sampai 40% dari 1 dosis oral.
46

Metabolisme asam traneksamat di hati tidak mengalami banyak perubahan

kemudian sampai ke sirkulasi sistemik menuju tempat kerjanya yaitu sel keratinosit.

Asam traneksamat diekskresikan 24 jam melalui urin tanpa perubahan bentuk. Di

sel keratinosit akan langsung bekerja menghambat produksi plasmin dengan

menghambat aktivitas PA dan akhirnya mengurangi aktivitas melanosit dan

menurunkan melanogenesis sesuai dengan mekanisme kerja asam traneksamat pada

patogenesis melasma seperti terlihat pada gambar 2.16 dan 2.17 (Maeda et al,

2007). Pada penelitian Sharma et al,,(2016) membandingkan asam traneksamat oral

250 mg dua kali sehari dengan intradermal mikroinjeksi 4mg/ml selama 12 minggu

dengan parameter yang diukur adalah perbaikan skor MASI memberikan hasil yang

efektif dan aman untuk melasma dan tidak tergantung pada cara pemberiannya.

Pada penelitian ini parameter yang diukur adalah penurunan jumlah melanin

dengan pemeriksaan histopatologi, dengan membandingkan suntikan asam

traneksamat (5 mg/ml) dosis 0.5 ml/cm (Li et al, 2010) terhadap oral asam

traneksamat. Perhitungan dosis oral asam traneksamat yang akan digunakan untuk

mencapai hasil yang sama efektif dengan suntikan intradermal menggunakan

konsentrasi efektif terapi minimum 10 – 16 µg/ml (Grassin-Delyle et al, 2013).

Sehingga didapatkan dosis asam traneksamat oral 150 – 250 mg diberikan dua kali

sehari. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dosis 250 mg dua kali dalam

sehari.
47

2.5.3 Farmakodinamik Asam Traneksamat

Asam traneksamat merupakan antifibrinolitik yang kompetitif menghambat

aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Pada banyak konsentrasi yang lebih tinggi,

bersifat inhibitor non kompetitif plasmin, yaitu tindakan yang mirip dengan asam

aminokaproat. Asam traneksamat adalah sekitar 10 kali lebih kuat daripada in vitro

aminokaproat. Asam traneksamat dalam konsentrasi 1 mg per ml tidak

mengagregasi trombosit secara in vitro. Pada pasien dengan angioedema herediter,

penghambatan pembentukan dan aktivitas plasmin oleh asam traneksamat dapat

mencegah serangan angioedema dengan mengurangi aktivasi plasmin yang

diinduksi protein komplemen pertama (C1) (Sweetman, 2009; Drug bank).

Secara umum pemberian asam traneksamat aman. Pemberian terapi asam

traneksamat baik suntikan maupun oral sebaiknya berhati – hati terutama pada

pasienyang memiliki riwayat penurunan fungsi ginjal dan tromboemboli baik vena

maupun arteri. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal akan terjadi akumulasi

dosis karena ekskresinya melalui ginjal. Pengobatan dengan asam traneksamat

tidak diberikan pada pasien dengan gangguan pembekuan darah, riwayat

thromboemboli, kontrasepsi oral dan obat pro-koagulan. Pengobatan jangka

panjang diperlukan pemeriksaan mata regular. (Perper et al, 2017). Pembentukan

trombus akan meningkat dengan adanya estrogen (Drug bank).

Toksisitas asam traneksamat terjadi pada letal dose (LD 50) oral, pada tikus

adalah > 10 g / Kgbb. Gejala overdosis mungkin mual, muntah, gejala ortostatik

atau hipotensi. Efek samping asam traneksamat paling umum yaitu sakit kepala,
48

penurunan nafsu makan, mual dan diare. Peningkatan trombosit belum teruji secara

klinis (Gery et al, 2009; Drugbank). Obat melintasi sawar darah-otak dan plasenta,

tapi diekskresikan ke dalam ASI minimal. Asam traneksamat tidak terdeteksi dalam

air liur setelah pemberian sistemik atau oral (Gery et al, 2009).

2.6 Evaluasi Histologi Melanin

Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat di bagi

menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif.

2.6.1 Teknik evaluasi subjektif

Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif, evaluasi

subjektif terutama sekali the physician’s global assessment (PGA) merupakan the

primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan terbaru. Secara klinis,

PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari perubahan keparahan

pigmentasi selama pengobatan dibanding dengan awal pengobatan.

Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah skor MASI dan

pertama kali dipakai oleh Kimbrough-Green et al. untuk penilaian melasma. MASI

adalah suatu cara untuk mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan

selama terapi. Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area

hiperpigmentasi di wajah. Empat area yang di evaluasi: dahi (F), pipi kanan (MR),

pipi kiri (ML), dan dagu (C), yang disesuaikan secara berurutan dengan 30%, 30%,

30%, dan 10% dari seluruh wajah. Melasma di masing-masing keempat area diberi

nilai numerik: 0, tidak dijumpai lesi hiperpigmentasi; 1, <10%; 2, 10-29%; 3, 30-


49

49%; 4, 50-69%; 5, 70-89%; dan 6, 90-100%. Kehitaman pigmen dibanding kulit

normal (D) di nilai pada masing-masing area dengan skala 0 (tidak ada) sampai 4

(maksimal), homogenitas (H) juga di ukur berdasarkan skala 0 (minimal) sampai 4

(maksimal). Untuk mengukur skor MASI, jumlah tingkatan keparahan D dan H di

kalikan dengan nilai numerik area yang terlibat (A); skor maksimal adalah 48 dan

minimal 0. The Melasma Severity Scale (MSS) merupakan sistem skoring empat

tingkat (skala kategorik) yang menilai keparahan melasma yaitu: 0, lesi melasma

hampir sama dengan kulit normal di sekitarnya atau dengan sedikit sisa pigmentasi;

1, ringan, sedikit lebih gelap dibanding kulit normal di sekitarnya; 2, moderat,

cukup gelap dibanding kulit normal di sekitarnya; 3, berat, sangat mencolok/jelas

kegelapan lesi dibanding kulit normal di sekitarnya(Budamakuntala, 2013).

2.6.2 Teknik evaluasi objektif

Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji klins

melasma, seperti microscopic pathology : histopatologi; mikroskop elektron;

immuno-histochemistry (Sehgal et al, 2011). Na et al. (2012) kombinasi oral asam

traneksamat 125 mg, 50 mg asam askorbat, 40 mg L-cysteine, 4 mg kalsium

panthotenat dan 1 mg pyridoksin klorida tiga kali sehari dibandingkan dengan

dioleskan krim asam traneksamat 2% dan niasinamid 2% selama 8 minggu

menunjukkan penurunanan yang signifikan pigmentasi epidermal dalam hal ini

melasma, disertai penurunan jumlah pembuluh darah dan sel mast. Secara histologi

terlihat pada gambar 2.18 (Na et al, 2012; Kwon et al, 2016)
50

Gambar 2.18

Histologi perubahan kulit dengan melasma sebelum dan sesudah terapi oral
traneksamat kombinasi : (A,B: penurunan pigmentasi epidermal, C,D: penurunan
level vaskularisasi, E,F: penurunan jumlah sel mast) ( Na et al , 2016)

2.7 Hewan Coba yang dipakai adalah Marmut (Cavia porcellus)

Marmut sering digunakan sebagai hewan percobaan karena kecil, jinak,

mudah dipelihara dan penanganannya serta cepat berkembang biak. Kriteria

persyaratan hewan yang digunakan untuk penelitian farmakologi harus jelas

fisiologinya, bebas dari penyakit, didapat dari breeding center yang baik

(Fatchiyah, 2013). Etika pada hewan percobaan harus diperhatikan, berdasarkan


51

World Medical Association antara lain : respect yaitu menghormati hak dan

martabat mahluk hidup, kebebasan memilih dan berkeinginan, serta bertanggung

jawab terhadap dirinya, termasuk di dalamnya hewan coba; beneficiary yaitu

bermanfaat bagi mausia dan mahluk lain, manfaat yang didapat harus lebih besar

dibandingkan dengan risiko yang diterima; dan justice yaitu bersikap adil dalam

memanfaatkan hewan percobaan (Ridwan, 2013). Perlakuan pada hewan coba

marmot sebaiknya memperhatikan 5 hal (five freedom) yaitu bebas dari rasa lapar

dan haus, ketidaknyamanan, rasa nyeri, cidera dan penyakit, rasa takut dan tekanan,

dan memberikan lingkungan seperti di habitatnya.

Bahan dasar makanan marmut dapat sedikit bervariasi dengan susunan

protein 17 - 20 %; lemak 3 - 4%; karbohidrat 35 – 40 % ; serat 30 – 35 %; abu 4 -

5 %. Marmut secara alami tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuh, oleh

karena itu penambahan vitamin C dalam pakan sangat penting. Marmut di

laboratorium memakan pellet yang diberikan tidak boleh terlalu keras (Smith et al,

1988).

Marmut merupakan hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis

dengan manusia, oleh karena itu marmut banyak digunakan pada penelitian. Warna

kulit marmut beragam karena marmut memiliki melanin, baik dari jenis eumelanin

dan pheomelanin, tetapi ada juga yang albino. Warna kulit yang berwarna pink

menunjukkan sirkulasi peredaran darah yang baik (Suryanto, 2012).


52

Gambar 2.19

Marmut (Cavia porcellus) (Fauzy,2013)

Gambar 2.20

Data marmut (Suryanto, 2012)

Karakterisktik kulit marmut yakni pemilihan marmut adalah karena epidermis

marmut mempunyai ketebalan yang sama dengan ketebalan epidermis manusia


53

(Pocock, et al. 2006). Distribusi melanin pada marmut lebih mirip pada distribusi

melanin pada manusia. Marmut yang dipilih adalah marmut berwarna (Imholte dan

Jindra, 2009; Li et al, 2010). Kulit marmut jika dipaparkan dengan sinar UV B akan

menjadi lebih gelap sama halnya yang terjadi pada kulit manusia seperti tampak

pada gambar 2.21.

Pada penelitian tentang pemaparan marmut dengan UV B 65 mJ/cm2 selama 65

detik 3 kali seminggu di Universitas Udayana tahun 2016 - 2017 dengan hasil

peningkatan jumlah melanin rata – rata 19,418 pixel (Oktaviani, 2018).

Gambar 2.21.

Gambaran Kulit marmut sebelum (a) NB-UVB dipaparkan pada tiga area yang
menunjukkan tidak ada pigmentasi; setelah (b) daerah paparan menunjukkan
hiperpigmentasi di area 1dan 2 Anbar et al, 2012)
54

Histologi kulit marmut setelah terpapar sinar UV B seperti tampak pada gambar

2.22 dibawah ini :

Gambar 2.22

Gambaran Melanin Kulit Marmut dengan Pengecatan dengan Masson-Fontana,


sebelum (a) NB-UVB dipaparkan pada dua tes area menunjukkan pigmentasi
basal sedang di area 1 dan tidak ada pigmentasi di area 2. Setelah terpapar UVB
(b), area 1 dan 2 menunjukkan pigmentasi memanjang ke atas sampai lapisan
tanduk, (Anbar et al, 2012)

Anda mungkin juga menyukai