TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
13
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa.13
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebral, bibir dan preputium, kulit yang tegang
terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
lembut pada leher dan badan dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.13
2.2
A. Anatomi Kulit
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hypodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.13
yang terdiri atas protoplasma dan tonifibril atau keratin. Perlekatan antar
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus
Bizzero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel lagerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermoepidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu :
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar
sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwanarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung pigmen (melanosomes)
2. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari
pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian yakni :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula
fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan
(bundle) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen
muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut
sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta
lebih elastis.
3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel sel lemak merupakan sel bulat, besar
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut punikulus adiposem berfungsi
sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm,
didaerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus
yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang didermis bagian
atas mengadakan anastomosis dipapil dermis, pleksus yang disubkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis dibagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran
getah bening.
B. Fisiologi Kulit
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang
sangat penting, selain fungsi utama yang menjami kelangsungan hidup juga
mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik dan sarana
komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain. 13
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, eksresi, persepsi, pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D
dan keratinisasi.
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi
misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan contohnya lison,
karbol, asam dan alkali kuat lainnya, gangguan yang bersifat panas
misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet, gangguan infeksi luar
terutama kuman/bakteri maupun jamur. Hal diatas dimungkinkan karena
adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan
penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.
rufini didermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badanbadan Krause yang terletak didermis. Badan taktil meissner terletak
dipapila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan merkel
ranvier yang terletak diepidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan
oleh badan-badan paccini diepidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya didaerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan
ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah
sehingga memungkinkan kulit mendapatkan nutrisi yang cukup baik.
Tonus vascular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi
biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga
terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa
karena lebih banyak mengandung air dan Na.
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel
basal : melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya
butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun
individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan
sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat
golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap
sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit
dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak dipegaruhi oleh
pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb
dan karotem.
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai tiga jenis sel
utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai
dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah
ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel
menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin
lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.
Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup dan sampai sekarang
belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit
melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini
berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari, Tetapi kebutuhan
tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga
pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot-otot dibawah kulit.13
2.3
Secara genetis putih tetapi mudah terbakar sinar matahari, tidak pernah
II.
mengalami tanning.
Secara genetis putih tetapi mudah terbakar sinar matahari, dapat mengalami
III.
IV.
mengalami tanning.
Secara genetis putih tetapi mudah mengalami tanning dan tidak pernah
terbakar sinar matahari.
10
V.
VI.
kemerahan, terutama terlihat pada orang berkulit terang yang umumnya juga
memiliki mata kehijauan dan banyak efelis.8,9
Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit :
1. Hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen melanin bertambah.
2. Hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen melanin berkurang.
Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun hanya
karena pigmen melanin saja yang bertambah namun tidak semua hipermelanosis
disebabkan oleh kelebihan melanin. Warna kulit dapat diubah oleh pigmen selain
melanin :
1. Bahan yang diaplikasikan secara eksogen baik dipermukaan (riasan, cat
dekoratif, pewarna rambut maupun didalam tato).
2. Pigmen yang ditelan (mis. karoten).
3. Pigmen yang diproduksi secara endogen, misalnya bilirubin dan
hemosiderosin.
Hipermelanosis pasca inflamasi sangat sering terjadi setelah trauma pada kulit
dan penyakit peradangan kulit, khususnya yang mengenai taut dermo-epidermis
seperti likenplanus. Terbentuk pigmentasi keabuan yang berbatas kabur didaerah
bekas kerusakan atau peradangan kulit. Pasien dengan warna kulit gelap terkena lebih
parah dan mungkin perlu diyakinkan bahwa lesi akan memudar seiring dengan waktu.
13
11
coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi
pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.3,5
Epidemiologi dan insidensi melasma dapat mengenai semua ras terutama
penduduk yang tinggal di daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita,
meskipun didapat pula pada pria (10%). Diindonesia perbandingan kasus wanita dan
pria adalah 24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung
terkena pajanan sinar matahari. Insiden terbanyak pada usia 30-44 tahun. 3,5
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor kausatif
yang dianggap berperan pada pathogenesis melasma adalah :
1. Sinar ultraviolet, spectrum sinar matahari ini merusak gugus sulhidril
diepidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan
cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultraviolet
menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu
proses melanogenesis.
2. Hormon misalnyan estrogen, progesterone dan MSH (Melanin
Stimulating Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada
kehamilan melasma biasanya meluas pada trimester ketiga. Pada
pemakaian pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2
tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
3. Obat misalnya defenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik
dan minoksilin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini
ditimbun dilapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis.
4. Genetik dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
5. Ras melasma banyak dijumpai pada golongan hispanik dan golongan
kulit berwarna gelap.
6. Kosmetika pemakai kosmetik yang mengandung parfum, zar pewarna
atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang
dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika
terpajan sinar matahari.
7. Idiopatik.
Klasifikasi terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran
klinis, pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan dengan sinar wood. Melasma
12
13
dipelipis, dahi alis dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama
pada tipe dermal. 3,5
(Gambar 2. Melasma)
Pembantu diagnosis
a. Pemeriksaan histopatologik
Terdapat dua tipe hipermelanosis :
1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat dilapisan basal dan
suprabasal, kadang-kadang diseluruh statum spinosum sampai
stratum korneum, sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal dan suprabasal juga terdapat pada
keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin disekitar pembuluh
darah dalam dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian
atas terdapat fokus-fokus infiltrate.
b. Pemeriksaan mikrosop electron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan
aktivitas melanosit meningkat.
c. Pemeriksaan dengan sinar wood
1. Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras
2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
3. Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak
4. Tipe tidak jelas : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas,
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar wood, sedangkan
pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu. 3,5
14
terhadap
timbulnya
atau
bertambah
berat
serta
(non-PABA)
misalnya
15
1. Pengobatan topikal
a. Hidrokinon
Hidrokinon di pakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut dipakai
pada
berlangsung
agak
lambat.
Efek
samping
berupa
16
Pengelupasan
kimiawi
dapat
membantu
pengobatan
kelainan
tetapi dapat
melahirkan.
Pada
penggunaan
kontrasepsi
oral,
hiperpigmentasi
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Melasma dapat menetap selama
beberapa tahun setelah penghentian kontrasepsi oral. Kasus-kasus resisten atau
rekuren sering terjadi dan pasti terjadi jika pasien tidak memperhatikan dengan baik
untuk menghindari cahaya matahari secara sempurna. Sehingga pengobatan dan
perawatan kulit pada pasien melasma harus dilakukan secara teratur dan sempurna
karena melasma bersifat kronik residif. 3,5
2.
Vitiligo
Definisi vitiligo adalah suatu kelainan didapat yang sering dijumpai
dalam
praktek
sehari-hari.
Kelainan
ini
berupa
macula
berwarna
17
tersebut
dapat
menghambat
melanogenesis
serta
dapat
18
Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal dan adrenal meningkat secara
bermakana, tetapi antibody spesifik terhadap melanosit tidak dijumpai.
Vitiligo juga sering didapatkan pada penderita dengan melanoma,
halonevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada (uveitis dan
vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut, dapat pula dijumpai antibody
spesifik beredar dalam darah, namun tidak dijumpai antibody spesifik
terhadap pure vitiligo. 2,4
Klasifikasi
Ada dua bentuk vitiligo :
1. Lokalisata yang dapat dibagi lagi :
a. Fokal : satu atau lebih macula pada satu area, tetapi tidak segmental.
b. Segmental : satu atau lebih macula pada satu area, dengan distribusi
menurut dermatom, misalnya satu tungkai.
c. Mukosal : hanya terdapat pada membrane mukosa
2. Generalisata
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo
generalisata dapat dibagi lagi menjadi :
a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas
dan muka, merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata.
b. Vulgaris : macula tanpa pola tertentu di banyak tempat
c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh
merupakan vitiligo total.
Manifestasi klinik vitiligo dapat dimulai pada setiap tingkatan usia,
tetapi 50% kasus timbul sebelum umur 20 tahun. Insidens kira-kira 1%. Biasanya
pada pertaman kali, didapatkan lesi macula yang hipomelanotik di daerah
terbuka,misalnya muka, punggung tangan. Trauma dan stress dikatakan sebagai factor
presipitasi. Makula yang amelanotasi, misalkan aksila, inguinal, areola, dan genitalia.
Di daerah daerah yang sering terkena gesekan, misalnya punggung, tangan , kaki,
siku,lutut,tumir, juga banyak dijumpai lesi vitiligo. Distribusi lesi biasanya simetrik,
meskipun dada pula yang unilateral, yang merupakan susunan dermatom. Makula
mempunyai gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Rambut pada lesi
19
tersebut sering mempunyai pigmen yang normal, tetapi pada lesi yang sudah lama,
rambut sering amelanotik. Gejala subjektif tak ada, tetapi dapat timbul rasa panas
pada lesi. Keluhan umum terutama adalah masalah kosmetika. Repigmentasi pernah
dilaporkan pada sekitar 10% kasus. 2,4
1. Distribusi makula Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas:
fokal.segmental, generalisata, dan universal.
a. Vitiligo fokal (localized): satu macula yang terisolasi atau beberapa
macula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya ( terdapat pada
satu atau dua tempat di bagian tubuh.)
b. Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang
unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini
dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.
c. Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai,
khas dengan beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini
seringkali bersifat simetris dan menyerang daerah permukaan
ekstensor , terbanyak didapatkan pada sendi interfalangeal , sendi
interfalangeal metacarpal/metatarsal, siku, dan lutut. Daerah ekstensor
lain yang terkena dalah pergelangan tangan, maleolus, umbilicus,
lumbosakral, tibia anterior, dan aksila. Makula vitiligo dapat bersifat
periorifisial dan menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga, mulut,
dan anus. Vitiligo periungual dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau
bersamaan dengan lesi mucosal( bibir, penis distal, putting susu). Yang
terakhir ini disebut vitiligo lip tip.
2,4
(Gambar 3. Vitiligo)
20
depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi
sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul ( tangan,lengan, kaki,muka, dan bibir) ,
pola vitiligo (fokal,segmental,universal, atau akral/akrofasial). Pemeriksaan lain
antara lain perlu dicari adanya poliosis, perubahan pigmentasi pada choroid dan epitel
pigmen retina , uveitis. 2,4
Tes diagnostik, dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang
menyerupai, misalnya limfoma kutan sel-T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus,
depigmentosus, piebaldisme, pityriasis alba, hipopigmentasi pasca inflamasi,
arkoidosis, scleroderma, tinea versikolor dan lain-lain. 2,4
Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penyakit-penyakit sistemik
yang menyertai, misalnya insufisiensi
Penatalaksanaan
a. Psoralen photochemotherapy
Fototerapi dengan psoralen baik topical maupun sistemik, ataupun
keduanya dikatakan merupakan cara yang cukup efektif Mekanisme :
reservoir melanosit yang mengadakan migrasi ke dalam kulit yang
mengalami depigmentasi datang dari kulit yang bersebelahan dengan kulit
21
22
e. Kortikosteroid
Beberapa kasus menunjukkan respons terhadap pengobatan kortikosteroid.
Obat ini digunakan baik dalam bentuk topical, misalnya betametason
valerat 0,1% maupun suntikan intradermal. Pemakaian kortikosterid ini
kemungkinan didasarkan atas teori rusak diri maupun teori autoimiun.
Dalam hal ini, kortikosteroid dapat memperkuat mekanisme pertahanan
tubuh pada auto-destruksi melanosit atau menekan perubahan imunologik.
Penggunaan kortikosteroid topical dapat dilakukan dengna prosedur Drake
dkk :
1. Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.
2. Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu
Wood
3. Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera
dihentikan apabila tidak ada respon dalam waktu 3 bulan.
4. Fotografi dapat membantu mengevaluasi kemajuan
5. Kemungkinan adanya efek samping, antara lain : teleangiektasi, atrofi,
striae dll
f. Depigmentasi jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit
normalnya (lebih dari 50%), ada yang menganjurkan untuk memberikan
monobenzil hidrokuinon 20% 2x sehari pada kulit normal, sehingga
terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit menjadi sama. Percobaan
pada area yang kecil perlu dilakukan, sebelum terapi dilakukan pada area
yang lebih luas
g. Tindakan Bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft,
yakni memindahkan kulit normal (2-4mm) ke ruam vitiligo. Efek
samping yang mungkin timbul antara lain jaringan parut, repigmentasi
yang tidak teratur, koebnerisasi, dan infeksi.
2,4
23
luar seperti obat. Bahkan, jika bagian bercak putih mengalami luka maka proses
penyembuhannya sama dengan kulit normal.
2,4
Albino
Definisi albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga
4,6,7
Etiologi albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak
dapat ditransmisi melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh
tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar bentuk albino adalah hasil dari
kelainan biologi dari gen-gen resesif yang diturunkan dari orang tua, walaupun dalam
kasus-kasus yang jarang dapat diturunkan dari ayah/ibu saja. Ada mutasi genetik lain
yang dikaitkan dengan albino, tetapi semuanya menuju pada perubahan dari produksi
melanin dalam tubuh. Albino dikategorikan dengan tirosinase -positif atau -negatif.
Dalam kasus dari albino tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel
pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena alasan tertentu yang
secara tidak langsung melibatkan enzim tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif,
enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi nonfungsional diproduksi. 4,6,7
Klasifikasi
A. Secara klinis, Albinisme dapat dibagi mencadi dua :
24
dengan
oculocutaneous
albinism
bisa
tidak
25
yang dapat diobati. Umumnya kelainan mata pada penderita albino adalah sebagai
berikut :
pola melingkar
Strabismus (crossed eyes or lazy eye).
Kesalahan dalam refraksi seperti miopi, hipertropi, dan astigmatisma.
Fotofobia, hipersensitivitas terhadap cahaya
Hipoplasi foveal kurang berkembangnya fovea (bagian tengah dari
retina)
Hipoplasi nervus optikus kurang berkembangnya nervus optikus.
Abnormal decussation (crossing) dari fiber nervus optikus pada
chiasma optikus.
Ambliopia, penurunan akuisitas dari satu atau kedua mata karena
buruknya transmisi ke otak, sering karena kondisi lain seperti
strabismus.
(Gambar 4. Albinism)
Penatalaksanaan albino adalah suatu kondisi yang tidak dapat diobati
atau disembuhkan, tetapi ada beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kualitas hidup. Yang terpenting adalah memperbaiki daya lihat,
melindungi mata dari sinar terang, dan menghindari kerusakan kulit dari cahaya
matahari. Kesuksesan dalam terapi tergantung pada tipe albino dan seberapa parahnya
26
gejala. Biasanya, orang dengan ocular albinism lebih mempunyai pigmen kulit
normal, sehingga mereka tidak memerlukan perlakuan khusus pada kulit. Berikut
beberapa tatalaksana terhadap albinisme :
a. Pembedahan Biasanya
Pengobatan untuk kondisi mata terdiri dari rehabilitasi visual.
Pembedahan
mungkin
untuk
otot
mata
untuk
menurunkan
Namun
harus
diketahui,
pembedahan
tidak
akan
Walaupun
masih
menjadi
kontroversi,
banyak
27
perubahan
tiba-tiba
dari
situasi
cahaya
dan
Lentiginosis
Definisi lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk
bulat atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah
yang banyak atau dengan distribusi tertentu. 4,6,7
Etiologi disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi fokal. 4,6,7
Klasifikasi
1. Lentigenosis generalisata
2. Lentigenosis sentrofasial
3. Sindrom Peutz-Jegher
Lentigenosis generalisata lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu
demi satu atau dalam kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak
diketahui dan tidak dibuktikan adanya factor genetik dibagi menjadi :
28
a. Lentigenosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mulamula berupa telengiektasis yang dengan cepat mengalami
pigmentasi dan lambat laun berubah jadi melanostik selular.
b. Sindrom lentigenosis multiple
Merupakan sindrom lentigenosa yang dihubungkan dengan
berbagai kelainan perkembangan, Diturunan secara dominan
autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai
pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan
bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh tubuh. Sering
disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau
subaorta. Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan
mata berupa hipertelorisme ocular dan kelainan tulang prognatisma
mandibular. Kelainan yang menetap adalah tuli dan kelainan
genital, yakni hypoplasia gonad dan hipospadia. Sindrom tersebut
dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu :
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness
(Gambar 5. Lentigo)
Lentigenosis sentrofasial diturunkan secara dominan autosomal, lesi
berupa makula kecil berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama
kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10 tahun. Distribusi terbatas pada
29
garis horizontal melalui sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tandatanda defek lain adalah retardasi mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh
arkus palatum yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis
sacral, spina bifida dan scoliosis. 4,6,7
Sindrom Peutz-Jeghers (Lentiginosis Periorificial)
Insidensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki diturunkan secara
dominan autosomal. 4,6,7
Gejala klinis lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir
dan berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput
lender mulut berbentuk bulat, oval atau tidak teratur, berwarna coklat kehitaman
berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durum dan bibir.
Bercak dimuka tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama disekitar hidung dan
mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah adanya
polip diusus, penderita biasanya mengalami melena Polip dapat menjadi ganas dan
kematian disebabkan oleh adanya metastasis dari karsinoma tersebut. 4,6,7
Pembantu diagnosis pada pemeriksaan histopatologik dari makula
hiperpigmentasi didapatkan jumlah melanosit bertambah dilapisan sel basal dan
makrofag berisi pigmen didermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak
granula melanin. Polip dapat ditemukan diseluruh traktus intestinal, termasuk
lambung, tetapi terutama pada usus kecil yang merupakan harmatoma adenomatosa
yang jinak. 4,6,7
Diagnosa banding pigmentasi mukosa adalah khas untuk sindrom peutzjeghers, hal ini tidak didapatkan pada penyakit Addison. Freckless umumnya
dijumpai pada orang kulit putih, dipengaruhi sinar matahari dan tidak mengenai
membrane mukosa. Penelitian pada keluarga akan membantu menegakkan diagnosis.
4,6,7
30
31
32
banyak gesekan misalnya ketiak dan umbilicus. Selain melanosis sering dijumpai
adanya telengiektasis dan hyperemia. 4,6,7
mengurangi
pigmentasi
diepidermis
dapat
dipakai
hidrokinon
dan
33
dengan air, kemudian digosokan kristal kalium yodida diatasnya dan dibiarkan satu
sampai dua jam. 4,6,7
(Gambar 9. Argiria)
Bismut bila bismuth dimakan maka akan terjadi pewarnaan digusi,
dikenal sebagai garis bismut dan disertai stomatitis. Krim pemutih yang mengandung
bismut dan merkuri dapat menyebabkan pigmentasi yang berwarna abu-abu,
kecoklatan pada kelopak mata, lipatan nasolabial, dagu dan pipi. 4,6,7
Emas kiriasis dapat disebabkan oleh pemberian emas yang berlebihan.
Adanya pigmentasi berwarna abu-abu atau nila pada kelopak mata, muka karena
pengobatan secara parenteral dengan emas. 4,6,7
Merkuri penggunaan krim yang mengandung merkuri klorida, merkuri
presipitatus albus atau merkuri oksida dapat menyebabkan warna coklat, abu-abu
pada muka dan leher. Dengan mikroskop electron dapat dibuktikan adanya granula
merkuri pada kulit pemakai krim yang mengandung merkuri. 4,6,7
9. Perubahan Warna Kulit Karena Obat
Minosiklin pigmentasi terjadi setelah pemakain minosiklin jangka lama,
terutama pada daerah terpajan dengan bentuk tipis atau pada daerah jaringan parut.
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan granula berwarna coklat kehitaman yang
didugi mengandung besi dan kalsium. 4,6,7
Klorpromasin pigmentasi yang berwarna biru ke abuan pada daerah
terpajan matahari dijumpai pada penderita yang mendapat klorpromasin dosis tinggi.
Kadang-kadang dijumpai katarak opasitas pada kornea dan pigmentasi pada pada
konjungtiva. Secara mikroskop electron dijumpai peningkatan melanin diepidermis
34
35
Likopen adalah pigmen merah yang terdapat pada tomat, bit dan cabe dan
berbagai buah-buahan. Pemakaian buah-buahan atau sayur-sayuran yang terlalu
banyak akan mengakibatkan warna kemerahan pada kulit. 4,6,7
13. Sindrom Alezandrini
Sindrom ini ditandai dengan adanya retinitis degeneratif yang unilateral
diikuti vitiligo yang unilateral pada muka dan poliosis unilateral pada sisi yang sama.
Kadang-kadang disertai tuli. 4,6,7
14. Sindrom Chediak-Higashi
Penyakit degenerasi yang fatal ditandai dengan albino, leukosit yang
azurofilik, fotofobi mudah terkena infeksi dan mati muda. Albino biasanya sebagian
rambut jarang dan berwarna pirang. Kematian umumnya disebabkan oleh limfoma
maligna. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosomal. 4,6,7
36
bercak hitam menghilang, berubah menjadi daerah yang hipopigmentasi dan atrofi.
Kelainan-kelainan yang mengikuti berupa : onikondistrofi, hiperlipidiosis palmaris
dan plantaris, retardasi mental, katarak, atrofi saraf mata, sindaktil, pertumbuhan yang
kerdil, pemendekan tungkai dan lengan biasanya terjadi pada batang tubuh dan
ekstremitas. 4,6,7
37
terdapat di lengan, dada, paha dan punggung dengan bentuk makula bermacammacam warna atau berupa tulisan ditubuh.8
cangkokan kulit, suntikan asam lannat 50% ke dalam lesi, dermobrasi, salabrasi,
pengobatan dengan laser. 8
17. Hiperpigmentasi Post-inflamasi
Definisi hiperpigmentasi post inflamasi atau post inflammatory
hiperpigmentation (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan hadir sebagai
sekuel dari beragam gangguan kulit. Pigmen yang berlebihan terkait dengan beragam
proses yang berpengaruh pada kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi
pengobatan, reaksi fototoksik, trauma (terbakar), dan penyakit-penyakit inflamasi
(liken planus, lupus erytematosus, dermatitis atopi). Secara khas, hiperpigmentasi
post inflamasi sangat berbahaya pada pasien dengan dermatosis likenoid dimana
lapisan sel basal epidermisnya terganggu. 10
Epidemiologi hiperpigmentasi post inflamasi merupakan respon kulit
pada inflamasi yang sering ditemukan . Walaupun dapat mengenai semua orang,
perkembangannya lebih sering pada orang yang berkulit gelap dan dapat mengenai
38
semua umur. Insiden dari hiperpigmentasi post inflamasi pada laki-laki dan
perempuan adalah sama, atau tidak ada predileksi jenis kelamin. 10
Etiologi
a. Hiperpigmentasi post inflamasi dapat terjadi pada berbagai proses
yang mengenai kulit. Proses tersebut melibatkan reaksi alergi, infeksi,
trauma, erupsi fototoksik.
b. Penyakit inflamasi yang sering yang mengakibatkan hiperpigmentasi
post inflamasi antara lain acne excorie, lichen planus, systemic lupus
erythematosus (SLE), dermatitis kronis, dan cutaneous T-cell
lymphoma, terutama varian erythrodermic
c. Terpapar sinar UV, bahan kimia dan tindakan medikasi (tetracycline,
bleomycin, doxorubicin, 5-fluorouracil, dll)
Patofisiologi hiperpigmentasi post inflamasi disebabkan oleh salah satu
dari proses melanosis epidermis ataupun melanosis dermis. Respon inflamasi
epidermis menyebabkan pelepasan dan kemudian oksidasi dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin, leukotrien dan produk lainnya. Produk inflamasi ini merubah
aktivitas dari sel imun dan melanosit. Spesifiknya, produk inflamasi ini menstimulasi
melanosit epidermal, menyebabkan peningkatan sintesis melanin dan kemudian
meningkatkan
transfer
pigmen
untuk
mengelilingi
keratinosit.
Demikian,
39
12 bulan agar mencapai hasil yang diinginkan untuk depigmentasi. Setiap pilihan
pengobatan berpotensi memperbaiki hipermelanosis epidermal, tetapi tidak menjamin
efektif untuk hipermelanosis dermal. Saat ini penggunaan broad-spectrum sunscreen
adalah bagian yang penting untuk melakukan terapi. Berbagai penanganan topikal
telah digunakan untuk mengobati hiperpigmentasi epidermal, dengan beragam tingkat
keberhasilan.
Agen-agen
tersebut
adalah
hydroquinone,
tretinoin
cream,
kortikosteroid, glycolic acid (GA), dan azelaic acid. Kombinasi dari krim topikal dan
gel, chemical peel, dan sun screens dapat menjadi sangat dibutuhkan untuk perbaikan
yang berarti. Kombinasi tersebut hanya efektif untuk hiperpigmentasi epidermal.
Topikal tretinoin 0,1% telah efektif untuk orang Afro-Amerika. GA peel
dikombinasikan dengan tretinoin dan hydroquinone adalah penanganan efektif untuk
hiperpigmentasi post inflamasi untuk orang yang bercorak kulit gelap. Aqueous gel
retinoic acid 0,1-0,4% digunakan bersamaan dengan hydroquinon- zalf lactic acid
untuk memutihkan. Setelah perbaikan cukup pada hiperpigmentasi di capai,
kortikosteroid dapat digunakan secara topikal dengan hydroquinon untuk mendukung
penyembuhan. Kombinasi dari beragam agen terapi topikal telah memperlihatkan
keuntungan, terutama pada wajah.10
Prognosis morbiditas pada hiperpigmentasi post inflamasi berkaitan
dengan proses inflamasi yang mendasarinya. Hingga saat ini belum ditemukan kasus
kematian yang diakibatkan oleh hiperpigmentasi post inflamasi.10
18. Hipopigmentasi Pascainflamasi
Definisi hipopigmentasi paska inflamasi adalah hilangnya sebagian atau
seluruh pigmentasi kulit yang terjadi setelah inflamasi kulit. Distribusi dan keparahan
hilangnya pigmen terkait dengan cakupan dan tingkat inflamasi. Pada penyakit kulit
inflamasi tertentu, beberapa individu mengalami hiperpigmentasi, sementara yang
lain berkembang menjadi hipopigmentasi, dan beberapa individu mengalami
keduanya. Ketika terjadi inflamasi kulit yang berat, tidak sekedar disfungsi melanosit
yang terjadi namun hilangnya melanosit, yang berakibat pada depigmentasi.10
Epidemiologi hipopigmentasi paska inflamasi adalah kelainan pigmentasi
yang sangat sering terjadi. Hal ini dapat terjadi pada semua jenis kulit. Namun, lebih
40
umum dan menonjol pada orang dengan kulit lebih gelap, mungkin karena kontras
dengan warna kulit normal mereka. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam
kejadian
hipopigmentasi
paska
inflamasi.
Tabel
menunjukkan
kejadian
Pasien,
n/ tipe kulit
PLC
LyP
Liken striatus
Cryotherapy
Dermabrasi
QS ruby
QS alexandrite
QS Nd:YAG
Penghilang
rambut
dengan
laser
Alexandrite
LyP : Limfomatoid
5/ kulit hitam
9/ NA
23/ NA
135/ NA
65/ NA
101/ NA
58/ NA
105/ NA
ratusan/
fototipe II-IV
papulosis;
Insidensi
hipopigmentasi
paska
inflamasi (%)
100
23
59,1
75
63
16,8
10,5
7,6
0,5-3
NA
data
Lokasi studi
Ref
AS
Spanyol
Spanyol
Italia
India
Jepang
Hong Kong
Hong Kong
AS
2
3
4
5
6
7
8
8
9
tidak
tersedia;
ND:YAG
striatus
(LS),
cenderung
memicu
hipopigmentasi
paska
daripada
hiperpigmentasi paska inflamasi. Trauma kulit akibat dari luka bakar, iritasi dan
prosedur dermatologis (misalnya, peeling kimia, dermabrasi, cryotherapy, terapi
laser) juga dapat menyebabkan hipopigmentasi paska inflamasi (Tabel 2). 10
Tabel 2. Penyebab hipopigmentasi paska inflamasi
Penyakit kulit inflamasi
41
Infeksi
Prosedur tertentu
Lain-lain
Liken planus
Liken striatus
Limfomatoid papulosis
Pitiriasis likenoides kronik
Psoriasis
Sarkoidosis
Skleroderma
Sindrom Stevens-Johnson
Cacar air
Herpes zoster
Impetigo
Onchocerciasis
Pinta
Pitiriasis versikolor
Sifilis
Peeling kimia
Cryotherapy
Dermabrasi
Laser
Luka bakar
42
43
Patogenesis
informasi
tentang
mekanisme
dan
patogenesis
Paget
ekstramammaria,
mikosis
fungoides
hipopigmentasi
(MF),
44
akan
mempertajam
lesi,
dan
membantu
membedakan
antara
lesi
45
meskipun mekanisme sebaliknya saat ini belum dipahami dengan baik saat ini.
Steroid dapat mempengaruhi sel-sel inflamasi yang bertanggung jawab untuk
inflamasi, sedangkan tar mungkin secara fotodinamis menyebabkan melanogenesis.
Suatu preparat dari kombinasi steroid dan tar lebih efektif dalam menstimulasi
melanogenesis. Krim topikal pimekrolimus dilaporkan bermanfaat dalam pengujian
percontohan, label terbuka, untuk pengobatan dermatitis seboroik yang terkait dengan
hipopigmentasi paska inflamasi pada pasien berkulit gelap. Rejimen ini terdiri dari
aplikasi dua kali sehari dari krim pimekrolimus 1% selama 16 minggu. Tingkat
perbaikan, yang dinilai oleh suatu meksameter, adalah selama 2 minggu pertama
setelah aplikasi. Paparan sinar matahari atau ultraviolet (UV) dapat membantu dalam
repigmentasi ketika ada melanosit fungsional di daerah yang terkena ; namun,
paparan berlebih dapat meningkatkan kontras warna sebagai akibat dari tanning kulit
di sekitarnya. Aplikasi topikal dari 8-methoxypsoralen 0,1%, ter batubara 0.5-1% atau
anthralin diikuti oleh paparan sinar matahari dapat membantu dalam memulihkan
pigmen. Berbagai rejimen fotokemoterapi topikal (topikal psoralen UVA; PUVA)
telah digunakan untuk mengobati hipopigmentasi paska inflamasi yang disebabkan
oleh berbagai kondisi, dengan hasil yang baik. Regimen ini terdiri dari aplikasi
topikal dari 8-methoxypsoralen 0,001-0,5% dalam aquaphor atau salep hidrofilik ke
daerah yang terkena selama 20 sampai 30 menit, diikuti dengan paparan UVA 1
sampai 3 kali per minggu pada dosis awal 0.2-0,5 J/cm 2, meningkat 0,2-0,5 J/cm2
setiap minggunya.
Suatu excimer laser 308 nm dapat digunakan untuk merangsang pigmentasi pada skar
hipopigmentasi, dan memiliki tingkat respon 60 sampai 70% setelah sembilan kali
perawatan dua mingguan. Namun, pengobatan teratur selanjutnya diperlukan setiap 1
sampai 4 bulan untuk menjaga hasil. Untuk
narrowband UVB atau PUVA oral dapat digunakan 2 sampai 3 kali seminggu. Jumlah
sesi pengobatan yang lebih tinggi diperlukan untuk merepigmentasi lesi vitiligo.
Laser
CO2
fraksional
ablatif
telah
dilaporkan
efektif
dalam
pengobatan
hilangnya
melanosit
total,
graft
epidermal
atau
melanosit
dapat
46
jangka pendek.
Penyakit ini terkenal sering kambuh, cuci secara berkala dengan
47
terlihat dipipi dan lengan atas bagian luar pada anak. Lesi menjadi lebih nyata pada
musim panas. Kelainan lain mungkin sangat samar, dengan hanya skuama yang
sangat halus.9
Isu kunci bagi pasien dan orang tuanya adalah bercak kepucatan tersenut
disebabkan oleh vitiligo atau bukan. Sayangnya, kepastian tidak selalu mudah
diperoleh dan vitiligo kadang-kadang muncul di tempat bekas peradangannya. Oleh
karena itu, pemastian diagnosis tersebut sebaiknya dilakukan dengan hati-hati.9
Penyakit ini biasanya berespons terhadap pemberian steroid topikal
ringan atau pelembap atau keduannya. Kelainan ini juga tampaknya membaik
menjelang atau saat pubertas dan jarang dijumpai pada orang dewasa.9
48
merupakan tanda umum dari semua anetoderma. Dikatakan karena hilangnya jaringan
elastic kulit tersebut.
2. Anetoderma Schweninger-Buzzi : tipe ini multiple, jinak,
pertumbuhan baru seperti tumor kulit. Penyakit ini tumbuh kembang sendiri,
menyerupai kantong buli-buli diantara epidermis, sebagian diatasnya timbul
telengiektasis. Secara klinis tidak ada perubahan permukaan kulit tapi jika ditekan
dengan ujung jari maka lesi melekuk ke dalam seperti ada lubang. Penyakit ini
berjalan progresif lambat, sedang pada orang lebih tua dapat sembuh spontan
meninggalkan bekas parut cekung yang lunak.
49