Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
13

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa.13
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebral, bibir dan preputium, kulit yang tegang
terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
lembut pada leher dan badan dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.13
2.2

Anatomi dan Fisiologi Kulit

A. Anatomi Kulit
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hypodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.13

(Gambar 1. Anatomi Kulit)


1. Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar yang
terdiri atas beberapa lapis sel sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum, terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki.
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butirbutir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai
lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas ditelapak tangan dan kaki.
Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Selsel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Diantara sel-sel
stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges)

yang terdiri atas protoplasma dan tonifibril atau keratin. Perlekatan antar
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus
Bizzero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel lagerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermoepidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu :
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar
sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwanarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung pigmen (melanosomes)
2. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari
pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian yakni :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula
fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan
(bundle) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen
muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut
sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta
lebih elastis.
3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel sel lemak merupakan sel bulat, besar

dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut punikulus adiposem berfungsi
sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm,
didaerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus
yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang didermis bagian
atas mengadakan anastomosis dipapil dermis, pleksus yang disubkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis dibagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran
getah bening.
B. Fisiologi Kulit
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang
sangat penting, selain fungsi utama yang menjami kelangsungan hidup juga
mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik dan sarana
komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain. 13
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, eksresi, persepsi, pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D
dan keratinisasi.
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi
misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan contohnya lison,
karbol, asam dan alkali kuat lainnya, gangguan yang bersifat panas
misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet, gangguan infeksi luar
terutama kuman/bakteri maupun jamur. Hal diatas dimungkinkan karena
adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan
penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.

Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar


matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat
terjadi karena sifat stratum korneum yang imperamebel terhadap berbagai
zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melidungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini
mungkin terbentuk dari hasil eksresi keringat dan sebum, keasaman kulit
menyebabkan Ph kuli berkisar pada Ph 5 6,5 sehingga merupakan
perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses
keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel
mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap, lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permebilitas kulit terhadap o2, Co2 dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau
melalui muara saluran kelenjar tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel
epidermis dari pada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCL, urea, asam
urat dan ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormone
androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melidungi kulitnya
terhadap cairan amnion pada waktu lahir dijumpai vernix caseosa. Sebum
yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain
meminyaki kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi
kering. Produk kelenjar lemak dan keringat dikulit menyebabkan
keasaman kulit pada Ph 5-6,5.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik didermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan

rufini didermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badanbadan Krause yang terletak didermis. Badan taktil meissner terletak
dipapila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan merkel
ranvier yang terletak diepidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan
oleh badan-badan paccini diepidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya didaerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan
ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah
sehingga memungkinkan kulit mendapatkan nutrisi yang cukup baik.
Tonus vascular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi
biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga
terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa
karena lebih banyak mengandung air dan Na.
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel
basal : melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya
butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun
individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan
sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat
golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap
sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit
dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak dipegaruhi oleh
pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb
dan karotem.
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai tiga jenis sel
utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai
dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah
ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel
menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin

lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.
Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup dan sampai sekarang
belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit
melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini
berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari, Tetapi kebutuhan
tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga
pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot-otot dibawah kulit.13
2.3

Kelainan pigmentasi pada kulit


Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada

penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin


bentuk reduksi, yang paling berperan adalah pigmen melanin. 8,9
Manusia menghasilkan dua tipe utama pigmen. Pigmen utama yang
menentukan warna kulit, rambut dan mata adalah eumelanin (cokelat). Yang lain
adalah faeomelanin (merah). Jumlah kedua pigmen ditentukan secara genetik. Tetapi
pajanan sinar ultraviolet meningkatkan jumlah pigmen yang terakumulasi dikulit dan
menyebabkan kulit menjadi gelap (tanning).8,9
Warna kulit normal secara konvensional diklasifikasikan menjadi enam tipe
kulit yaitu :
I.

Secara genetis putih tetapi mudah terbakar sinar matahari, tidak pernah

II.

mengalami tanning.
Secara genetis putih tetapi mudah terbakar sinar matahari, dapat mengalami

III.

tanning meskipun tidak mudah.


Secara genetis putih tetapi sesekali terbakar sinar matahari, mudah

IV.

mengalami tanning.
Secara genetis putih tetapi mudah mengalami tanning dan tidak pernah
terbakar sinar matahari.

10

V.
VI.

Secara genetis coklat (Asia, Indo-Asia, Cina, Jepang).


Hitam (Afro-karibia).
Adanya faeomelanin memodifikasi fenotipe dengan menambahkan rona

kemerahan, terutama terlihat pada orang berkulit terang yang umumnya juga
memiliki mata kehijauan dan banyak efelis.8,9
Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit :
1. Hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen melanin bertambah.
2. Hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen melanin berkurang.
Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun hanya
karena pigmen melanin saja yang bertambah namun tidak semua hipermelanosis
disebabkan oleh kelebihan melanin. Warna kulit dapat diubah oleh pigmen selain
melanin :
1. Bahan yang diaplikasikan secara eksogen baik dipermukaan (riasan, cat
dekoratif, pewarna rambut maupun didalam tato).
2. Pigmen yang ditelan (mis. karoten).
3. Pigmen yang diproduksi secara endogen, misalnya bilirubin dan
hemosiderosin.
Hipermelanosis pasca inflamasi sangat sering terjadi setelah trauma pada kulit
dan penyakit peradangan kulit, khususnya yang mengenai taut dermo-epidermis
seperti likenplanus. Terbentuk pigmentasi keabuan yang berbatas kabur didaerah
bekas kerusakan atau peradangan kulit. Pasien dengan warna kulit gelap terkena lebih
parah dan mungkin perlu diyakinkan bahwa lesi akan memudar seiring dengan waktu.
13

Sebaliknya Hipomelanosis dapat disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen


melanin atau berkurang maupun tidak adanya sel melanosit. 13
Fitzpatrick membagi hipermelanosis berdasarkan distribusi melanin dalam kulit
yaitu :
a. Hipermelanosis coklat bila pigmen melanin terletak pada epidermis.
b. Hipermelanosis abu-abu bila pigmen melanin terletak didalam dermis.
Defek genetik atau proses penyakit dapat juga menimbulkan dua jenis
gangguan tersebut. 1,8,9
Berikut ini macam-macam kelainan pigmentasi pada kulit :
1. Melasma
Definisi melasma (kloasma) adalah hipermelanosis dapat didapat yang
umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai

11

coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi
pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.3,5
Epidemiologi dan insidensi melasma dapat mengenai semua ras terutama
penduduk yang tinggal di daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita,
meskipun didapat pula pada pria (10%). Diindonesia perbandingan kasus wanita dan
pria adalah 24:1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung
terkena pajanan sinar matahari. Insiden terbanyak pada usia 30-44 tahun. 3,5
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor kausatif
yang dianggap berperan pada pathogenesis melasma adalah :
1. Sinar ultraviolet, spectrum sinar matahari ini merusak gugus sulhidril
diepidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan
cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultraviolet
menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu
proses melanogenesis.
2. Hormon misalnyan estrogen, progesterone dan MSH (Melanin
Stimulating Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada
kehamilan melasma biasanya meluas pada trimester ketiga. Pada
pemakaian pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2
tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
3. Obat misalnya defenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik
dan minoksilin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini
ditimbun dilapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis.
4. Genetik dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
5. Ras melasma banyak dijumpai pada golongan hispanik dan golongan
kulit berwarna gelap.
6. Kosmetika pemakai kosmetik yang mengandung parfum, zar pewarna
atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang
dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika
terpajan sinar matahari.
7. Idiopatik.
Klasifikasi terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran
klinis, pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan dengan sinar wood. Melasma

12

dapat dibedakan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik dan


pemeriksaan dengan sinar wood. Berdasarkan gambaran klinis :
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial,
bawah hidung serta dagu (63%).
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibular (16%).
Berdasarkan pemeriksaan sinar wood :
1. Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar wood
dibandingkan dengan sinar biasa.
2. Tipe dermal dengan sinar wood tak tampak warna kontras disbanding
dengan sinar biasa.
3. Tipe campuran tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak
jelas.
4. Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap dengan sinar wood
lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.
Perbedaan tipe-tipe ini sangat berarti pada pemberian terapi, tipe
dermal lebih sulit diobati disbanding tipe epidermal.
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis :
1. Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna cokelat, melanin
terutama terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang
diseluruh stratum korneum dan stratum spinosum.
2. Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan terdapat makrofag
bermelanin disekitar pembuluh darah didermis bagian atas dan bawah,
pada dermis bagian atas terdapat focus-fokus infiltrate.
Patogenesis masih banyak yang belum diketahui. Banyak faktor yang
menyangkut proses ini, antara lain :
a. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun sinar
ultraviolet. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena
bahan farmakologik seperti perak dan porselen.
b. Penghambatan dalam Malphigian Cell turnover, keadaan ini dapat
terjadi karena obat sitotoksik.
Gejala klinis lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau
coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi dan hidung yang
disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial

13

dipelipis, dahi alis dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama
pada tipe dermal. 3,5

(Gambar 2. Melasma)
Pembantu diagnosis
a. Pemeriksaan histopatologik
Terdapat dua tipe hipermelanosis :
1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat dilapisan basal dan
suprabasal, kadang-kadang diseluruh statum spinosum sampai
stratum korneum, sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal dan suprabasal juga terdapat pada
keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin disekitar pembuluh
darah dalam dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian
atas terdapat fokus-fokus infiltrate.
b. Pemeriksaan mikrosop electron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan
aktivitas melanosit meningkat.
c. Pemeriksaan dengan sinar wood
1. Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras
2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
3. Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak
4. Tipe tidak jelas : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas,
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar wood, sedangkan
pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu. 3,5

14

Penatalaksanaan pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup


lama, kontrol yang teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter
yang menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik.
Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena
melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang
kausal, maka penting dicari etiologinya. 3,5
Pencegahan
a. Pencegahan

terhadap

timbulnya

atau

bertambah

berat

serta

kambuhnya melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari.


Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar ultra violet
terutama pajanan langsung sinar ultraviolet terutama antara pukul
09.00 15.00. Sebaiknya jika keluar rumah menggunakan paying atau
topi yang lebar. Melindungi kulit dengan memakai memakai tabir
surya yang tepat, tepat, baik mengenai bahan maupun cara
pemakainnya. Tanpa pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit
sebelum terkena pajanan sinar matahari. Ada 2 macam tabir surya
yang dikenal yaitu tabir surya fisis dan tabir surya kimiawi. Tabir
surya fisis adalah bahan yang dapat memantulkan/menghamburkan
ultraviolet misalnya titanium dioksida, seng oksida, kaolin sedang
tabir surya kimiawi adalah bahan yang menyerap ultraviolet. Tabir
surya kimiawi adalah 2 jenis :
- Yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau
-

derivatnya misalnya Octil PABA.


Yang tidak mengandung PABA

(non-PABA)

misalnya

bensofenon, sinamat, salisilat dan antranilat.


b. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum, mencegah obat
contohnya hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin.
Penatalaksanaan pengobatan di bagi menjadi tiga yaitu pengobatan
topikal, pengobatan sistemik dan pengobatan khusus.

15

1. Pengobatan topikal
a. Hidrokinon
Hidrokinon di pakai dengan konsentrasi 2-5%. Krim tersebut dipakai
pada

malam hari di sertai pemakaian tabir surya pada siang hari.

umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan di lanjutkan sampai 6


bulan. Efek samping adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah
penghentian penggunaan hidrokinon sering terjadi kekambuhan.
b. Asam retinoat ( retinoic acid/tretinoin)
Asam retinoat 0.1 terutama di gunakan sebagai terapi tambahan atau
terapi kombinasi. Krim tersebut juga di paki pada malam hari, karena
pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam retinoat di pakai
sebagai monoterapi, dan di dapatkan perbaikan klinis secara bermakna,
meskipun

berlangsung

agak

lambat.

Efek

samping

berupa

eritema,deskuamasi dan fotosintesis.


c. Asam azeleat ( azeleic acid )
Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk di pakai. Pengobatan
dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik.
Efek sampingnya rasa panas dan gatal.
2. Pengobatan sistemik
a. Asam askorbat/ vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin benin bentuk oksidasi
menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah
pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon menjadi DOPA.
b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhdril (SH) yang berpotensi
menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan
cuprum dari tiriosinase.
3. Tindakan khusus
Tindakan khusus terbagi menjadi 2, yaitu pengelupasan kimiawi dan bedah
laser.
a. Pengelupasan kimiawi

16

Pengelupasan

kimiawi

dapat

membantu

pengobatan

kelainan

hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi di lakukan dengan mengoleskan


asam glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 menit di lakukan setiap 3
minggu selama 6 kali. Sebelum di lakukan pengelupasan kimiawi di
berikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.
b. Bedah laser Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switched Ruby
dan laser argon, kekambuhan dapat juga terjadi.
Komplikasi pemakaian hidrokuinan dalam waktu yang lama juga dapat
menyebabkan reaksi iritasi, sensitasi ringan di tandai dengan rasa gatal , rasa terbakar,
dan dermatitis alergika. Pemakaian azelaic acid mempunyai kemampuan untuk
memutihkan kulit , hasilnya hampir sama dengan hidrokuinon

tetapi dapat

megakibatkan rasa gatal dan menyengat. 3,5


Prognosis melasma pada umumnya baik jika ditangani secara adekuat
dan tergantung pada faktor penyebabnya. Hiperpigmentasi pada melasma tipe
epidermal mempunyai prognosis yang lebih baik daripada tipe dermal. Hal ini
disebabkan karena pigmen pada lapisan dermis butuh waktu yang lebih lama untuk
berubah dibandingkan pigmen pada lapisan epidermis karena tidak ada terapi efektif
yang mampu menghilangkan pigmen di lapisan dermis. Melasma dapat timbul pada
wanita hamil dan pada penggunaan kontrasepsi oral. Hiperpigmentasi yang timbul
pada masa kehamilan biasanya menghilang secara spontan setelah beberapa bulan
setelah

melahirkan.

Pada

penggunaan

kontrasepsi

oral,

hiperpigmentasi

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Melasma dapat menetap selama
beberapa tahun setelah penghentian kontrasepsi oral. Kasus-kasus resisten atau
rekuren sering terjadi dan pasti terjadi jika pasien tidak memperhatikan dengan baik
untuk menghindari cahaya matahari secara sempurna. Sehingga pengobatan dan
perawatan kulit pada pasien melasma harus dilakukan secara teratur dan sempurna
karena melasma bersifat kronik residif. 3,5
2.

Vitiligo
Definisi vitiligo adalah suatu kelainan didapat yang sering dijumpai

dalam

praktek

sehari-hari.

Kelainan

ini

berupa

macula

berwarna

17

putih(hipopigmentasi), mengenai 1% penduduk dunia tanpa membedakan ras dan


jenis kelamin.Frekuensi pada kedua jenis kelamin sama.Hanya saja,penelitian
epidemiologic menunjukkan bahwa penderita yang berobat lebih banyak wanita. Hal
ini mudah dimengerti karena masalah utamanya adalah kosmetika. Ternyata 30-40%
kasus mempunyau riwayat familial. Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik di dapat
ditandai dengan adanya macula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh
bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata. 2,4
Etilogi penyakit ini masih belum jelas, namun ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan patogenesisnya :
a. Teori neurogenik
teori ini didasarkan atas beberapa pengamatan. Lesi vitiligo bersifat
unilateral, tidak melewati garis median dan terletak pada satu atau dua
dermatom. Pada pengamatan lain, vitiligo ini disertai oleh penyakitpenyakit lain misalnya siringomieli,neurofibromatosis,dan menyerang
daerah inervasi suatu saraf perifer yang terkena trauma. Juga pada
polyneuritis diabetika, sering dijumpai vitiligo pada daerah yang mengalami
neuropati. Menurut teori ini suatu mediator neurokemik dilepaskan dan
senyawa

tersebut

dapat

menghambat

melanogenesis

serta

dapat

menyebabkan efek toksik pada melanosit.


b. Teori rusak diri (self destruction theory)
Teori ini menyebutkan bahwa metabolit yang timbul dalam sintesis melanin
menyebabkan destruksi melanosit. Metabolit tersebut misalnya kuinon. Di
dalam praktek, dapat kita lihat bahwa hidrokuinon maupun monobenzileter
hidrokuinon (MBEH) dipakai dalam pengobatan melasma dan obat-obat ini
dapat pula menyebabkan lesi-lesi semacam vitiligo (vitiligo-like). Yang
menyokong teori ini adalah bahwa lesi-lesi vitiligo banyak didapatkan di
daerah-daerah kulit yang lebih gelap.Pada tepi lesi terlihat hiperpigmentasi.
c. Teori otoimun
Teori ini menganggap bahwa kelainan system imun menyebabkan
terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit otoimun yang
sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis (hashimoto),
anmia pernisiosa,penyakit Addison, alopesia areata, dan sebagainya.

18

Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal dan adrenal meningkat secara
bermakana, tetapi antibody spesifik terhadap melanosit tidak dijumpai.
Vitiligo juga sering didapatkan pada penderita dengan melanoma,
halonevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada (uveitis dan
vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut, dapat pula dijumpai antibody
spesifik beredar dalam darah, namun tidak dijumpai antibody spesifik
terhadap pure vitiligo. 2,4
Klasifikasi
Ada dua bentuk vitiligo :
1. Lokalisata yang dapat dibagi lagi :
a. Fokal : satu atau lebih macula pada satu area, tetapi tidak segmental.
b. Segmental : satu atau lebih macula pada satu area, dengan distribusi
menurut dermatom, misalnya satu tungkai.
c. Mukosal : hanya terdapat pada membrane mukosa
2. Generalisata
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo
generalisata dapat dibagi lagi menjadi :
a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas
dan muka, merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata.
b. Vulgaris : macula tanpa pola tertentu di banyak tempat
c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh
merupakan vitiligo total.
Manifestasi klinik vitiligo dapat dimulai pada setiap tingkatan usia,
tetapi 50% kasus timbul sebelum umur 20 tahun. Insidens kira-kira 1%. Biasanya
pada pertaman kali, didapatkan lesi macula yang hipomelanotik di daerah
terbuka,misalnya muka, punggung tangan. Trauma dan stress dikatakan sebagai factor
presipitasi. Makula yang amelanotasi, misalkan aksila, inguinal, areola, dan genitalia.
Di daerah daerah yang sering terkena gesekan, misalnya punggung, tangan , kaki,
siku,lutut,tumir, juga banyak dijumpai lesi vitiligo. Distribusi lesi biasanya simetrik,
meskipun dada pula yang unilateral, yang merupakan susunan dermatom. Makula
mempunyai gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Rambut pada lesi

19

tersebut sering mempunyai pigmen yang normal, tetapi pada lesi yang sudah lama,
rambut sering amelanotik. Gejala subjektif tak ada, tetapi dapat timbul rasa panas
pada lesi. Keluhan umum terutama adalah masalah kosmetika. Repigmentasi pernah
dilaporkan pada sekitar 10% kasus. 2,4
1. Distribusi makula Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas:
fokal.segmental, generalisata, dan universal.
a. Vitiligo fokal (localized): satu macula yang terisolasi atau beberapa
macula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya ( terdapat pada
satu atau dua tempat di bagian tubuh.)
b. Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang
unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini
dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.
c. Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai,
khas dengan beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini
seringkali bersifat simetris dan menyerang daerah permukaan
ekstensor , terbanyak didapatkan pada sendi interfalangeal , sendi
interfalangeal metacarpal/metatarsal, siku, dan lutut. Daerah ekstensor
lain yang terkena dalah pergelangan tangan, maleolus, umbilicus,
lumbosakral, tibia anterior, dan aksila. Makula vitiligo dapat bersifat
periorifisial dan menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga, mulut,
dan anus. Vitiligo periungual dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau
bersamaan dengan lesi mucosal( bibir, penis distal, putting susu). Yang
terakhir ini disebut vitiligo lip tip.

2,4

(Gambar 3. Vitiligo)

20

Pemeriksaan diagnostik kriteria diagnosis bisa didasarkan atas


pemerikasaan klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostic ( untuk
membedakan denga penyakit lain yang menyerupai ) dan pemeriksaan laboratorium
( untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes
melits, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid, dan lain-lain.) 2,4
Dari anamnesis, perlu diketahui kapan lesi itu. Nampak, perjalanan
penyakit (stabil atau progresif), riwayat adanya inflamasi, iritasi, atau hal lain
menjelang timbulnya depigmentasi, riwayat fotosensivitas, disfungsi telinga atau
mata,bentuk-bentuk pengobatan sebelumnya ( termasuk dosis,efek dan atau
toksisitas), hobi,riwayat keluargam riwayat keluarga atau diri sendiri tentang penyakit
(tiroid, alopesia areata, diabetes, penyakit kolagen vaskuler, anemia pernisiosa,
penyakit Addison), stress emosional akibat kehilangan pigmen, dll.2,4
Pada pemeriksaan fisik

perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya

depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi
sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul ( tangan,lengan, kaki,muka, dan bibir) ,
pola vitiligo (fokal,segmental,universal, atau akral/akrofasial). Pemeriksaan lain
antara lain perlu dicari adanya poliosis, perubahan pigmentasi pada choroid dan epitel
pigmen retina , uveitis. 2,4
Tes diagnostik, dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang
menyerupai, misalnya limfoma kutan sel-T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus,
depigmentosus, piebaldisme, pityriasis alba, hipopigmentasi pasca inflamasi,
arkoidosis, scleroderma, tinea versikolor dan lain-lain. 2,4
Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penyakit-penyakit sistemik
yang menyertai, misalnya insufisiensi
Penatalaksanaan
a. Psoralen photochemotherapy
Fototerapi dengan psoralen baik topical maupun sistemik, ataupun
keduanya dikatakan merupakan cara yang cukup efektif Mekanisme :
reservoir melanosit yang mengadakan migrasi ke dalam kulit yang
mengalami depigmentasi datang dari kulit yang bersebelahan dengan kulit

21

yang berpigmen (melanosit mengalami migrasi kira-kira 2-3mm ke dalam


kulit yang mengalami depigmentasi), dan juga datang dari folikel rambut
karena tidak adanya reservoar , maka pada kulit berambut pada daerah
lengan bawah atau tungkai dimana rambut terminal mengalami
depigmentasi, kurang respon terhadap pengobatan medic, seperti juga kulit
daerah glabrosa, seperti telapak tangan, jari-jari dan dorsum pedis
b. Fototerapi psoralen topical
Fototerapi psoralen topical dilakukan apabila lesi terbatas (kurang dari 20%
permukaan tubuh) atau pada anak lebih dari 5 tahun dengan vitiligo fokal.
Preparat dioleskan pada daerah vitiligo 15-30 menit sebelum penyinaran
UVA. Dosis permulaan biasanya 0,12-0,25 J/cm2 kemudian ditambah
sampai muncul eritema ringan (tergantung dari tipe kulit pasien)
c. Psoralen
Bentuk aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan
8-metoksi psoralen. Bahan ini bersifat photosensitizer. Cara pemberian :
obat psoralen 20-30 mg (0,6 mg/kg BB) dimakan 2 jam sebelum
penyinaran. Lama penyinaran : mula-mula sebentar, kemudian setiap hari
dinaikkan perlahan-lahan (antara sampai 4 menit). Ada yang
menganjurkan pengobatan dihentikan seminggu setiap bulan. Belum ada
kesepakatan mengenai pengobatan psoralen topical. Sebagian mengatakan
berbahaya, apalagi bila lesinya luas karena bisa timbul eritem atau bula.
Namun sebagian masih ada yang menggunakan terrapin topical ini. Larutan
yang digunakan adalah larutan metoksalen 1% dengan cara dioleskan
secara hati-hati. Olesan jaringan jangan sampai ke batas tepi,tetapi
beberapa millimeter sebelum tepi, karena diharapkan akan terjadi difusi
intradermal. Setelah diolesi kemudian kulit disinari selama beberapa menit.
Kontraindikasi : hipertensi, gangguan hati, kegagaln ginjal dan jantung.
Kecepatan repigmentasi tidak sama. Umumnya daerah muka lebih cepat,
kemudian daerah leher, badan.
d. Helioterapi
Helioterapi merupakan salah satu bentuk fotokemoterapi yang merupakan
gabungan antara trisoralen dan sinar matahari.

22

e. Kortikosteroid
Beberapa kasus menunjukkan respons terhadap pengobatan kortikosteroid.
Obat ini digunakan baik dalam bentuk topical, misalnya betametason
valerat 0,1% maupun suntikan intradermal. Pemakaian kortikosterid ini
kemungkinan didasarkan atas teori rusak diri maupun teori autoimiun.
Dalam hal ini, kortikosteroid dapat memperkuat mekanisme pertahanan
tubuh pada auto-destruksi melanosit atau menekan perubahan imunologik.
Penggunaan kortikosteroid topical dapat dilakukan dengna prosedur Drake
dkk :
1. Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.
2. Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu
Wood
3. Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera
dihentikan apabila tidak ada respon dalam waktu 3 bulan.
4. Fotografi dapat membantu mengevaluasi kemajuan
5. Kemungkinan adanya efek samping, antara lain : teleangiektasi, atrofi,
striae dll
f. Depigmentasi jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit
normalnya (lebih dari 50%), ada yang menganjurkan untuk memberikan
monobenzil hidrokuinon 20% 2x sehari pada kulit normal, sehingga
terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit menjadi sama. Percobaan
pada area yang kecil perlu dilakukan, sebelum terapi dilakukan pada area
yang lebih luas
g. Tindakan Bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft,
yakni memindahkan kulit normal (2-4mm) ke ruam vitiligo. Efek
samping yang mungkin timbul antara lain jaringan parut, repigmentasi
yang tidak teratur, koebnerisasi, dan infeksi.

2,4

Komplikasi vitiligo cenderung meningkat sesuai usia dianggap sebagai


akibat respon autoimun. vitiligo tidak mengganggu struktur kulit sehingga hampir
seluruh fungsi kulit masi dapat bekerja dengan baik. Fungsi pengeluaran keringat
masih berjalan, fungsi melindungi tubuh dari kuman masih baik, organ di dalamnya
juga masih bisa dilindungi, pengeturan suhu masih baik, dan kulit masih bisa
dilindungi, pengaturan suhu masih baik dan kulit masih bisa menyerap bahan dari

23

luar seperti obat. Bahkan, jika bagian bercak putih mengalami luka maka proses
penyembuhannya sama dengan kulit normal.

2,4

Prognosis perkembangan penyakit vitiligo sulit diramalkan, dimana lesi


depigmentasi dapat menetap, meluas atau bahkan mengalami repigmentasi. Biasanya
perkembangan penyakit vitiligo bertahap dan pengobatan dapat mencegah
menetapnya lesi seumur hidup pada penderita. Perkembangan lesi depigmentasi
sering kali responsif pada masa awal pengobatan. Repigmentasi spontan terjadi pada
10-20% penderita walaupun secarakosmetik hasilnya kurang memuaskan. 2,4
3.

Albino
Definisi albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga

hypomelanism atau hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari hypopigmentary


congenital disorder. Ciri khasnya adalah hilangnya pigmen melanin pada mata, kulit,
dan rambut (atau lebih jarang hanya pada mata). Albino timbul dari perpaduan gen
resesif. Ciri-ciri seorang albino adalah mempunyai kulit dan rambut secara abnormal
putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil
merah (tidak semua).

4,6,7

Etiologi albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak
dapat ditransmisi melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh
tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar bentuk albino adalah hasil dari
kelainan biologi dari gen-gen resesif yang diturunkan dari orang tua, walaupun dalam
kasus-kasus yang jarang dapat diturunkan dari ayah/ibu saja. Ada mutasi genetik lain
yang dikaitkan dengan albino, tetapi semuanya menuju pada perubahan dari produksi
melanin dalam tubuh. Albino dikategorikan dengan tirosinase -positif atau -negatif.
Dalam kasus dari albino tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel
pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena alasan tertentu yang
secara tidak langsung melibatkan enzim tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif,
enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi nonfungsional diproduksi. 4,6,7
Klasifikasi
A. Secara klinis, Albinisme dapat dibagi mencadi dua :

24

1. Oculo cutaneous albinism (OCA) (berarti albino pada mata dan


kulit), kehilangan pigmen pada mata, kulit, dan rambut.
2.

Ocular albinism (OA), hanya kehilangan pigmen pada mata.


Orang-orang

dengan

oculocutaneous

albinism

bisa

tidak

mempunyai pigmen dimana saja sampai ke tingkat hampir normal.


Orang-orang dengan ocular albinism mempunyai warna rambut
dan kulit yang normal, dan banyak dari mereka mempunyai
penampilan mata yang normal.
Hanya tes genetik satu-satunya cara untuk mengetahui seorang
albino menderita kategori yang mana, walaupun beberapa dapat
diketahui dari penampilannya.
B. Untuk bidang dermatologi, yang terpenting adalah jenis OCA.
Ada dua tipe OCA yang paling banyak, yaitu Tyrosinase Positive OCA
(TPOCA) dan Tyrosine Negative OCA (TNOCA) keduanya dapat
dibedakan berdasarkan pemeriksaan genetik, klinik, dan histokimia.
Dua tipe lain yang jarang adalah Yellow Mutant (YM) dan Syndroma
Herman-Pudlak (SHP). Pernah dilaporkan suatu tipe lain yang
otosomal dominan.
Pada pemeriksaan histokimia, TPOC dan TNOCA dibedakan dengan
tes hair bulb :
1. Pada TPOCA: pada inkubasi in vitro dengan tirosin dan dopa,
rambut cepat menjadi gelap.
2. TNOCA: tidak mampu untuk menjadi gelap Pada pemeriksaan
ultrastruktur.
3. TPOCA: ada melanisasi dan, pada inkubasi dengan DOPA dan
tirosin, terjadi melanisasi penuh.
4. TNOCA: tidak ada melanisasi san hanya ada melanosom stadium I
dan II.
Manifestasi klinis dengan test genetik, dapat diketahui apa seseorang itu
albino berikut variasinya, tetapi tidak ada keuntungan medis kecuali pada kasus nonOCA disorders yang dapat menyebabkan albino disertai dengan masalah medis lain

25

yang dapat diobati. Umumnya kelainan mata pada penderita albino adalah sebagai
berikut :

Nystagmus, pergerakan bola mata yang irregular dan rapid dalam

pola melingkar
Strabismus (crossed eyes or lazy eye).
Kesalahan dalam refraksi seperti miopi, hipertropi, dan astigmatisma.
Fotofobia, hipersensitivitas terhadap cahaya
Hipoplasi foveal kurang berkembangnya fovea (bagian tengah dari

retina)
Hipoplasi nervus optikus kurang berkembangnya nervus optikus.
Abnormal decussation (crossing) dari fiber nervus optikus pada

chiasma optikus.
Ambliopia, penurunan akuisitas dari satu atau kedua mata karena
buruknya transmisi ke otak, sering karena kondisi lain seperti
strabismus.

Hilangnya pigmen juga membuat kulit menjadi terlalu sensitif pada


cahaya matahari, sehingga mudah terbakar, sehingga penderita albino sebaiknya
menghindari cahaya matahari atau melindungi kulit mereka. 4,6,7

(Gambar 4. Albinism)
Penatalaksanaan albino adalah suatu kondisi yang tidak dapat diobati
atau disembuhkan, tetapi ada beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kualitas hidup. Yang terpenting adalah memperbaiki daya lihat,
melindungi mata dari sinar terang, dan menghindari kerusakan kulit dari cahaya
matahari. Kesuksesan dalam terapi tergantung pada tipe albino dan seberapa parahnya

26

gejala. Biasanya, orang dengan ocular albinism lebih mempunyai pigmen kulit
normal, sehingga mereka tidak memerlukan perlakuan khusus pada kulit. Berikut
beberapa tatalaksana terhadap albinisme :
a. Pembedahan Biasanya
Pengobatan untuk kondisi mata terdiri dari rehabilitasi visual.
Pembedahan

mungkin

untuk

otot

mata

untuk

menurunkan

nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi seperti astigmatisma.


Pembedahan strabismus mungkin mengubahan penampilan dari
mata. Pembedahan untuk nistagmus mungkin dapat mengurangi
perputaran bola mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua
prosedur ini bervariasi, tergantung dari keadaan masing- masing
individu.

Namun

harus

diketahui,

pembedahan

tidak

akan

mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya


lihat binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk crossed eyes dari
strabismus), pembedahan mungkin membantu daya lihat dengan
memperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika
mata melihat hanya pada satu titik).
b. Bantuan Daya Lihat
Kacamata dan bantuan daya lihat lain dapat membantu orang albino,
walaupun daya lihat mereka tidak dapat dikoreksi secara lengkap.
Beberapa penderita albino cocok menggunakan bifocals (dengan
lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok
menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai lensa
kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris.
Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop
kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat
melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa atau
teleskop.

Walaupun

masih

menjadi

kontroversi,

banyak

ophthalmologist menyarankan penggunaan kacamata dari masa kecil


sehingga mata dapat berkembang optimal.
c. Perlindungan terhadap Sinar Matahari

27

Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena


cahaya matahari untuk melindungi kulit prematur atau kanker kulit.
Baju penahan sinar matahari dan pakaian renang juga merupakan
alternatif lain untuk melindungi kulit dari cahaya matahari yang
berlebihan. Penggunaan kacamata dan topi dapat membantu pula.
Barang lain yang dapat membantu orang-orang dengan albino adalah
menghindari

perubahan

tiba-tiba

dari

situasi

cahaya

dan

menambahkan kaca penahan sinar matahari. Cahaya lebih baik tidak


langsung mengenai posisi biasa dari penderita albino (seperti tempat
duduk mereka pada meja makan). Jika mungkin, penderita albino
lebih memilih untuk terkena cahaya di bagian punggung daripada di
bagian muka. 4,6,7
Komplikasi yang terjadi pada penderita albino antara lain resiko terkena
kanker kulit kulit yang terbakar oleh sinar matahari. Paparan sinar matahari yang
panjang dapat mengakibatkan kulit menjadi kasar dan tebal (pachiderma) Gangguan
emosional, sosial dan stres. Penderita albino sering dikucilkan baik di dalam keluarga
atau dalam lingkungan sosialnya karena di cap negatif karena adanya anggapan
anggapan atau mitos. 4,6,7
4.

Lentiginosis
Definisi lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk

bulat atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah
yang banyak atau dengan distribusi tertentu. 4,6,7
Etiologi disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi fokal. 4,6,7
Klasifikasi
1. Lentigenosis generalisata
2. Lentigenosis sentrofasial
3. Sindrom Peutz-Jegher
Lentigenosis generalisata lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu
demi satu atau dalam kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak
diketahui dan tidak dibuktikan adanya factor genetik dibagi menjadi :

28

a. Lentigenosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mulamula berupa telengiektasis yang dengan cepat mengalami
pigmentasi dan lambat laun berubah jadi melanostik selular.
b. Sindrom lentigenosis multiple
Merupakan sindrom lentigenosa yang dihubungkan dengan
berbagai kelainan perkembangan, Diturunan secara dominan
autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai
pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan
bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh tubuh. Sering
disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau
subaorta. Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan
mata berupa hipertelorisme ocular dan kelainan tulang prognatisma
mandibular. Kelainan yang menetap adalah tuli dan kelainan
genital, yakni hypoplasia gonad dan hipospadia. Sindrom tersebut
dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu :
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness

(Gambar 5. Lentigo)
Lentigenosis sentrofasial diturunkan secara dominan autosomal, lesi
berupa makula kecil berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama
kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10 tahun. Distribusi terbatas pada

29

garis horizontal melalui sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tandatanda defek lain adalah retardasi mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh
arkus palatum yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis
sacral, spina bifida dan scoliosis. 4,6,7
Sindrom Peutz-Jeghers (Lentiginosis Periorificial)
Insidensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki diturunkan secara
dominan autosomal. 4,6,7
Gejala klinis lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir
dan berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput
lender mulut berbentuk bulat, oval atau tidak teratur, berwarna coklat kehitaman
berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durum dan bibir.
Bercak dimuka tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama disekitar hidung dan
mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah adanya
polip diusus, penderita biasanya mengalami melena Polip dapat menjadi ganas dan
kematian disebabkan oleh adanya metastasis dari karsinoma tersebut. 4,6,7
Pembantu diagnosis pada pemeriksaan histopatologik dari makula
hiperpigmentasi didapatkan jumlah melanosit bertambah dilapisan sel basal dan
makrofag berisi pigmen didermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak
granula melanin. Polip dapat ditemukan diseluruh traktus intestinal, termasuk
lambung, tetapi terutama pada usus kecil yang merupakan harmatoma adenomatosa
yang jinak. 4,6,7
Diagnosa banding pigmentasi mukosa adalah khas untuk sindrom peutzjeghers, hal ini tidak didapatkan pada penyakit Addison. Freckless umumnya
dijumpai pada orang kulit putih, dipengaruhi sinar matahari dan tidak mengenai
membrane mukosa. Penelitian pada keluarga akan membantu menegakkan diagnosis.
4,6,7

Pengobatan terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja.


Polip yang meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan
radikal kecuali kalau lambung duodenum atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis
dianjurkan. 4,6,7

30

5. Lentigo Senelis (LIVER SPOT)


Lentigo senelis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang
terbuka, biasanya pada orang tua. Sering bersama makula depigmentasi, ekimosis
senilis, dan degenerasi aktinik yang kronik. Acapkali terlihat pada punggung tangan.
Pemeriksaan histopatologik menunjukan terpisahnya geligi epidermal dan lapisan
basal berbentuk seperti pemukul baseball dan hiperpigmentasi adanya peningkatan
melanosit.4,6,7

(Gambar 6. Lentigo Senelis)


6. Efelid (Freckless)
Definisi makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul
pada kulit pada kulit yang sering terkena sinar matahari. 4,6,7
Insidens lebih sering pada orang kulit putih. 4,6,7
Etiologi diturunkan secara dominan autosomal. 4,6,7
Gejala klinis biasanya efelid timbul berupa makula hiperpigmentasi
terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas
jumlahnya akan bertambah lebih besar dan lebih gelap. Kadang-kadang efelid tidak
begitu berarti, tetapi kadang-kadang merupakan problem kosmetik. Penderita
cenderung mendapat melanocytic naevi. 4,6,7,8

31

(Gambar 7. Efelid (Freckless)


Pembantu diagnosis pada pemeriksaan histopatologik didapatkan tidak
adannya penambahan jumlah melanosit, tetapi melanosom panjang berbentuk bintang
seperti yang didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan melanin lebih cepat
setelah penyinaran matahari. Jumlah melanin diepidermis juga bertambah. 4,6,7,8
Diagnosis banding efelid harus dibedakan dengan xeroderma
pigmentosum, melasma, fotodermatitis kontak, hiperpigmentasi pasca peradangan,
Whell melanosis. Dengan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan histopatologi,
diagnosis dapat dipastikan. 4,6,7,8
Pengobatan yang penting ialah pencegahan terhadap pajanan sinar
matahari, dapat dicoba dengan obat pemutih atau dikelupas dengan fenol 4%
kemudian dinetralisir dengan alcohol, hidrokortison 2-5% dalam salep atau krim,
asam triklosetat 50% untuk menghancurkan daerah yang hiperpigmentasi. Sunscreen
diberikan untuk pencegahan. 4,6,7,8
7. Melanosis Riehl
Kelainan ini pertama kali dinyatakan oleh Riehl sebagai dermatitis akibat
Fotosensitivitas. Dimulai dengan pruritus, eritema dan pigmentasi yang meluas secara
perlahan. Sering didapati pada wanita dewasa. 4,6,7
Gejala klinis pigmentasi bercak berwarna coklat muda sampai coklat tua
terutama pada dahi, malar, belakang telinga dan sisi leher serta tempat tempat yang
sering terkena sinar matahari. Pigmentasi pada tempat yang tertutup biasanya karena

32

banyak gesekan misalnya ketiak dan umbilicus. Selain melanosis sering dijumpai
adanya telengiektasis dan hyperemia. 4,6,7

(Gambar 8. Melanosis Riehl)


Etiologi belum diketahui pasti nutrisi derivat berbahan pewangi dan
kosmetika diduga merupakan penyebab karena memberikan hasil positif pada uji
tempel. Dianggap serupa dengan melanodermatokosika yang merupakan melanosis
karena pekerjaan yang berkontak dengan bahan aspal, pitch kreosot dan minyak
mineral. Diagnosis ditegakkan atas dasar riwayat dan uji tempel dengan sinar. 4,6,7
Pemeriksaan histopatologi adanya degenerasi perkijuan pada sel basal
disertai melanomag didalam dermis. Pada dermis pars papilaris dijumpai infiltrate
dan histiosit. 4,6,7
Pengobatan pada kebanyakan kasus deposit pigmen terutama didermis.
Untuk

mengurangi

pigmentasi

diepidermis

dapat

dipakai

hidrokinon

dan

menghilangkan penyebab. 4,6,7


8. Perubahan Warna Karena Logam
Perubahan warna karena logam berupa pigmentasi akibat adanya deposit
partikel logam yang dibawa aliran darah atau akibat aplikasi topikal. 4,6,7
Argiria ialah keadaan yang terlihat berupa pigmen keabuan karena perak
pada daerah yang sering terkena sinar matahari yaitu muka dan tangan, pada mukosa
mulut dan sclera. Dulu sering akibat pemakaian perak nitrat secara sistemik, sekarang
jarang umumnya karena pemakaian arginol, protagol dan neosilvol. Perubahan warna
karena perak nitrat secara topikal dapat dihilangkan dengan membasahi daerah itu

33

dengan air, kemudian digosokan kristal kalium yodida diatasnya dan dibiarkan satu
sampai dua jam. 4,6,7

(Gambar 9. Argiria)
Bismut bila bismuth dimakan maka akan terjadi pewarnaan digusi,
dikenal sebagai garis bismut dan disertai stomatitis. Krim pemutih yang mengandung
bismut dan merkuri dapat menyebabkan pigmentasi yang berwarna abu-abu,
kecoklatan pada kelopak mata, lipatan nasolabial, dagu dan pipi. 4,6,7
Emas kiriasis dapat disebabkan oleh pemberian emas yang berlebihan.
Adanya pigmentasi berwarna abu-abu atau nila pada kelopak mata, muka karena
pengobatan secara parenteral dengan emas. 4,6,7
Merkuri penggunaan krim yang mengandung merkuri klorida, merkuri
presipitatus albus atau merkuri oksida dapat menyebabkan warna coklat, abu-abu
pada muka dan leher. Dengan mikroskop electron dapat dibuktikan adanya granula
merkuri pada kulit pemakai krim yang mengandung merkuri. 4,6,7
9. Perubahan Warna Kulit Karena Obat
Minosiklin pigmentasi terjadi setelah pemakain minosiklin jangka lama,
terutama pada daerah terpajan dengan bentuk tipis atau pada daerah jaringan parut.
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan granula berwarna coklat kehitaman yang
didugi mengandung besi dan kalsium. 4,6,7
Klorpromasin pigmentasi yang berwarna biru ke abuan pada daerah
terpajan matahari dijumpai pada penderita yang mendapat klorpromasin dosis tinggi.
Kadang-kadang dijumpai katarak opasitas pada kornea dan pigmentasi pada pada
konjungtiva. Secara mikroskop electron dijumpai peningkatan melanin diepidermis

34

dan partikel padat pada makrofag perivaskular didermis. Penghentian pemberian


klorpromasin akan menghilangkan pigmentasi ini. 4,6,7
Klofazimin obat ini dipakai untuk pengobatan lepra dan dapat
menimbulkan warna kemerahan sampai coklat pada kulit karena akumulasi obat.
Ditemukan pigmen coklat dalam makrofag. 4,6,7
Karoten dapat menyebabkan warna kuning jingga pada kulit. Kadar
karoten dalam darah dapat menyebabkan warna kuning meningkat pada lapisan
subkutanya tebal atau lemak subkutan banyak. Karotemia dapat terjadi pada penderita
hyperlipidemia, diabetes mellitus nefritis dan hipotiroid. 4,6,7
10. Hematokromatosis
Hematokromatosis ditandai dengan adanya pigmentasi, diabetes mellitus
dan hepatomegaly sering disertai kelainan jantung, sirosis dan hipogonad. 4,6,7
Gejala klinisnya berupa pigmentasi menyeluruh dan terutama pada muka
dan bagian ekstensor lengan dan punggung tangan serta daerah genital. Pigmentasi
karena deposit melanin atau besi atau keduanya. Bila disebabkan oleh melanin
berbentuk warna perunggung dan bila disebabkan oleh besi tampak warna abu-abu
logam. Adanya pigmentasi pada mukosa dijumpai pada 10% penderita. Adanya
peningkatan kadar besi dalam plasma dan peningkatan iron binding protein. 4,6,7
Pengobatan dilakukan dengan flebotomi setiap minggu 500 ml darah
dikeluarkan sampai kadar besi yang dikehendaki tercapai. 4,6,7
11. Karotenosis
Definisi karotenosis adalah warna kuning yang terdapat pada kulit telapak
kaki dan tangan pada daerah nasolabial, lubang hidung, dahi dan dagu disebabkan
karena terlalu banyak makan wortel, jeruk, bayam, jagung, mentega, telur, ubi dan
papaya. Karotemia juga terdapat pada penderita diabetes mellitus karena makanan
atau karena hyperlipidemia. Penyakit ini sering menyerang anak-anak atau
vegetarian. Kelebihan karoten didapatkan dalam darah dan urin penderita. 4,6,7
Pada pemeriksaan histopatologik terlihat warna kuning pada epidermis
dan stratum papilare. 4,6,7
Pengobatan dengan membatasi makanan yang mengandung karoten.
12. Likopenemia

35

Likopen adalah pigmen merah yang terdapat pada tomat, bit dan cabe dan
berbagai buah-buahan. Pemakaian buah-buahan atau sayur-sayuran yang terlalu
banyak akan mengakibatkan warna kemerahan pada kulit. 4,6,7
13. Sindrom Alezandrini
Sindrom ini ditandai dengan adanya retinitis degeneratif yang unilateral
diikuti vitiligo yang unilateral pada muka dan poliosis unilateral pada sisi yang sama.
Kadang-kadang disertai tuli. 4,6,7
14. Sindrom Chediak-Higashi
Penyakit degenerasi yang fatal ditandai dengan albino, leukosit yang
azurofilik, fotofobi mudah terkena infeksi dan mati muda. Albino biasanya sebagian
rambut jarang dan berwarna pirang. Kematian umumnya disebabkan oleh limfoma
maligna. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosomal. 4,6,7

(Gambar 10. Sindrom Chediak-Higashi)


15. Inkontinesia Pigmentosa (Penyakit Bloch-Sulzberger)
Definisi adalah penyakit kulit yang ditandai dengan bintik hitam yang
menyebar pada tubuh, sebelumnya didahului oleh urtika, vesikula, peradangan
verukosa pada bayi-bayi wanita yang baru lahir. 4,6,7
Etiologi disebabkan oleh kelainan kongenital yang diturunkan secara
autosomal dominan. Umur beberapa minggu sesudah lahir, umumnya wanita. 4,6,7
Gejala klinis lesi dimulai dengan urtika atau vesikula yang segera
berubah menjadi bercak-bercak hitam. Bercak-bercak hitam ini tampak aneh
menyerupai laba-laba dengan tepi tak teratur. Sesudah beberapa bulan/tahun bercak-

36

bercak hitam menghilang, berubah menjadi daerah yang hipopigmentasi dan atrofi.
Kelainan-kelainan yang mengikuti berupa : onikondistrofi, hiperlipidiosis palmaris
dan plantaris, retardasi mental, katarak, atrofi saraf mata, sindaktil, pertumbuhan yang
kerdil, pemendekan tungkai dan lengan biasanya terjadi pada batang tubuh dan
ekstremitas. 4,6,7

(Gambar 11. Penyakit Bloch-Sulzberger)


Pembantu diagnosis gambaran histopatologis pada epidermis terdapat
vesikel, spongiolisis, Akantosis, hyperkeratosis dan papilomatosis dan sebukan sel
radang eosinophil disertai vakuola pada sel-sel stratum basalis. Pada dermis
ditemukan pigmen melanin dalam sel-sel makrofag dan sebukan sel-sel infiltrate
terutama eosinofil. Dapat ditemukan antibody antisitoplasmik dalam darah penderita
dan ibunya serta peningkatan igE. 4,6,7
Diagnosis banding penyakit ini harus didiagnosis banding dengan
epidermolis bulosa dan pemfigo bulosa pada bayi, karena sama-sama timbul pada
awal kelahiran dan dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan belum ada pengobatan yang efektif. 4,6,7
Prognosis kurang baik, stadium akhir umumnya berakhir dengan
kematian pada usia 2 tahun atau menjelang remaja. 4,6,7
16. TATO
Definisi adalah kelainan kulit yang timbul akibat pigmen yang tak larut
Dimasukkan ke dalam kulit. 8
Etiologi pigmen-pigmen yang dimasukkan ke dalam dermis, baik dengan
sengaja maupun tidak sengaja, biasanya terjadi pada orang dewasa dan lebih banyak
pada pria hal ini disebabkan oleh pengaruh pergaulan, avonturisme, kecintaan
terhadap sesuatu, peringatan kebudayaan merupakan faktor yang mendorong
seseorang memasukkan pigmen/membuat gambar dipermukaan tubuh. Biasanya tato

37

terdapat di lengan, dada, paha dan punggung dengan bentuk makula bermacammacam warna atau berupa tulisan ditubuh.8

(Gambar 12. Tato)


Diagnosis banding tidak sukar didiagnosis. 8
Penatalaksanaan dengan eksisi

tato jika luas dapat dilakukan

cangkokan kulit, suntikan asam lannat 50% ke dalam lesi, dermobrasi, salabrasi,
pengobatan dengan laser. 8
17. Hiperpigmentasi Post-inflamasi
Definisi hiperpigmentasi post inflamasi atau post inflammatory
hiperpigmentation (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan hadir sebagai
sekuel dari beragam gangguan kulit. Pigmen yang berlebihan terkait dengan beragam
proses yang berpengaruh pada kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi
pengobatan, reaksi fototoksik, trauma (terbakar), dan penyakit-penyakit inflamasi
(liken planus, lupus erytematosus, dermatitis atopi). Secara khas, hiperpigmentasi
post inflamasi sangat berbahaya pada pasien dengan dermatosis likenoid dimana
lapisan sel basal epidermisnya terganggu. 10
Epidemiologi hiperpigmentasi post inflamasi merupakan respon kulit
pada inflamasi yang sering ditemukan . Walaupun dapat mengenai semua orang,
perkembangannya lebih sering pada orang yang berkulit gelap dan dapat mengenai

38

semua umur. Insiden dari hiperpigmentasi post inflamasi pada laki-laki dan
perempuan adalah sama, atau tidak ada predileksi jenis kelamin. 10
Etiologi
a. Hiperpigmentasi post inflamasi dapat terjadi pada berbagai proses
yang mengenai kulit. Proses tersebut melibatkan reaksi alergi, infeksi,
trauma, erupsi fototoksik.
b. Penyakit inflamasi yang sering yang mengakibatkan hiperpigmentasi
post inflamasi antara lain acne excorie, lichen planus, systemic lupus
erythematosus (SLE), dermatitis kronis, dan cutaneous T-cell
lymphoma, terutama varian erythrodermic
c. Terpapar sinar UV, bahan kimia dan tindakan medikasi (tetracycline,
bleomycin, doxorubicin, 5-fluorouracil, dll)
Patofisiologi hiperpigmentasi post inflamasi disebabkan oleh salah satu
dari proses melanosis epidermis ataupun melanosis dermis. Respon inflamasi
epidermis menyebabkan pelepasan dan kemudian oksidasi dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin, leukotrien dan produk lainnya. Produk inflamasi ini merubah
aktivitas dari sel imun dan melanosit. Spesifiknya, produk inflamasi ini menstimulasi
melanosit epidermal, menyebabkan peningkatan sintesis melanin dan kemudian
meningkatkan

transfer

pigmen

untuk

mengelilingi

keratinosit.

Demikian,

meningkatkan stimulasi dan transfer granul melanin menghasilkan hipermelanosis


epidermal. Sebaliknya, melanosis dermal terjadi ketika inflamasi mengganggu lapisan
sel basal, menyebabkan pigmen melanin terlepas dan kemudian terperangkap oleh sel
imun besar yang dikenal sebagai makrofag pada papilla dermis.10
Pemeriksaan Diagnostik anamnesis Diagnosis hiperpigmentasi post
inflamasi sebaiknya dipertimbangkan jika ada riwayat proses patologis atau luka
pada daerah yang mengalami hiperpigmentasi. Pemeriksaan fisis: penyebaran lesi
bergantung pada daerah yang mengalami inflamasi sebelumnya, warna lesi berkisar
antara coklat terang-hitam. Gambaran coklat terang jika pigmennya terjadi di
epidermis dan gambaran hitam jika lesi mengandung melanin dermis.10
Penatalaksanaan penanganan hiperpigmentasi post inflamasi (PIH)
cenderung susah dan membutuhkan proses yang lama yaitu sering membutuhkan 6-

39

12 bulan agar mencapai hasil yang diinginkan untuk depigmentasi. Setiap pilihan
pengobatan berpotensi memperbaiki hipermelanosis epidermal, tetapi tidak menjamin
efektif untuk hipermelanosis dermal. Saat ini penggunaan broad-spectrum sunscreen
adalah bagian yang penting untuk melakukan terapi. Berbagai penanganan topikal
telah digunakan untuk mengobati hiperpigmentasi epidermal, dengan beragam tingkat
keberhasilan.

Agen-agen

tersebut

adalah

hydroquinone,

tretinoin

cream,

kortikosteroid, glycolic acid (GA), dan azelaic acid. Kombinasi dari krim topikal dan
gel, chemical peel, dan sun screens dapat menjadi sangat dibutuhkan untuk perbaikan
yang berarti. Kombinasi tersebut hanya efektif untuk hiperpigmentasi epidermal.
Topikal tretinoin 0,1% telah efektif untuk orang Afro-Amerika. GA peel
dikombinasikan dengan tretinoin dan hydroquinone adalah penanganan efektif untuk
hiperpigmentasi post inflamasi untuk orang yang bercorak kulit gelap. Aqueous gel
retinoic acid 0,1-0,4% digunakan bersamaan dengan hydroquinon- zalf lactic acid
untuk memutihkan. Setelah perbaikan cukup pada hiperpigmentasi di capai,
kortikosteroid dapat digunakan secara topikal dengan hydroquinon untuk mendukung
penyembuhan. Kombinasi dari beragam agen terapi topikal telah memperlihatkan
keuntungan, terutama pada wajah.10
Prognosis morbiditas pada hiperpigmentasi post inflamasi berkaitan
dengan proses inflamasi yang mendasarinya. Hingga saat ini belum ditemukan kasus
kematian yang diakibatkan oleh hiperpigmentasi post inflamasi.10
18. Hipopigmentasi Pascainflamasi
Definisi hipopigmentasi paska inflamasi adalah hilangnya sebagian atau
seluruh pigmentasi kulit yang terjadi setelah inflamasi kulit. Distribusi dan keparahan
hilangnya pigmen terkait dengan cakupan dan tingkat inflamasi. Pada penyakit kulit
inflamasi tertentu, beberapa individu mengalami hiperpigmentasi, sementara yang
lain berkembang menjadi hipopigmentasi, dan beberapa individu mengalami
keduanya. Ketika terjadi inflamasi kulit yang berat, tidak sekedar disfungsi melanosit
yang terjadi namun hilangnya melanosit, yang berakibat pada depigmentasi.10
Epidemiologi hipopigmentasi paska inflamasi adalah kelainan pigmentasi
yang sangat sering terjadi. Hal ini dapat terjadi pada semua jenis kulit. Namun, lebih

40

umum dan menonjol pada orang dengan kulit lebih gelap, mungkin karena kontras
dengan warna kulit normal mereka. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam
kejadian

hipopigmentasi

paska

inflamasi.

Tabel

menunjukkan

kejadian

hipopigmentasi paska inflamasi dalam kondisi tertentu.10


Tabel 1. Insidensi hipopigmentasi paska inflamasi
Penyakit/ kondisi

Pasien,
n/ tipe kulit

PLC
LyP
Liken striatus
Cryotherapy
Dermabrasi
QS ruby
QS alexandrite
QS Nd:YAG
Penghilang
rambut
dengan
laser
Alexandrite
LyP : Limfomatoid

5/ kulit hitam
9/ NA
23/ NA
135/ NA
65/ NA
101/ NA
58/ NA
105/ NA
ratusan/
fototipe II-IV
papulosis;

Insidensi
hipopigmentasi
paska
inflamasi (%)
100
23
59,1
75
63
16,8
10,5
7,6
0,5-3

NA

data

Lokasi studi

Ref

AS
Spanyol
Spanyol
Italia
India
Jepang
Hong Kong
Hong Kong
AS

2
3
4
5
6
7
8
8
9

tidak

tersedia;

ND:YAG

Neodymium:yttrium-aluminium-garnet; PLC : Pitiriasis likenoid kronis; QS : Qswitched.


Etiologi banyak kondisi inflamasi kulit menyebabkan hipopigmentasi
paska inflamasi. Beberapa diantaranya seperti pitiriasis likenoid kronis (PLC) dan
liken

striatus

(LS),

cenderung

memicu

hipopigmentasi

paska

daripada

hiperpigmentasi paska inflamasi. Trauma kulit akibat dari luka bakar, iritasi dan
prosedur dermatologis (misalnya, peeling kimia, dermabrasi, cryotherapy, terapi
laser) juga dapat menyebabkan hipopigmentasi paska inflamasi (Tabel 2). 10
Tabel 2. Penyebab hipopigmentasi paska inflamasi
Penyakit kulit inflamasi

Dermatitis kontak alergi


Dermatitis atopik
Reaksi kronik graft terhadap host
Lupus eritematosus diskoid
Reaksi gigitan serangga

41

Infeksi

Prosedur tertentu

Lain-lain

Liken planus
Liken striatus
Limfomatoid papulosis
Pitiriasis likenoides kronik
Psoriasis
Sarkoidosis
Skleroderma
Sindrom Stevens-Johnson
Cacar air
Herpes zoster
Impetigo
Onchocerciasis
Pinta
Pitiriasis versikolor
Sifilis
Peeling kimia
Cryotherapy
Dermabrasi
Laser
Luka bakar

Pasien dengan dermatitis atopik (AD) dapat muncul dengan gejala


hipopigmentasi paska inflamasi. Perubahan pigmentasi lebih umum dan sering terjadi
jika menggunakan kortikosteroid topikal yang poten. Depigmentasi menyerupai
vitiligo telah dilaporkan sebagai konsekuensi dari AD yang berat. LS adalah penyebab
umum lain hipopigmentasi paska inflamasi, dengan kejadian hingga 59%. Dermatosis
akan sembuh secara spontan dalam waktu 2 tahun, meninggalkan hipopigmentasi
sementara, terutama pada orang berkulit gelap. Selain itu, fase inflamasi mungkin
tidak terdeteksi, dan hipopigmentasi mungkin menjadi satu-satunya gambaran. Pada
banyak pasien berkulit gelap, PLC dapat hadir dengan hipopigmentasi yang luas
dengan karakteristik lesi papular berskuama/bersisik. Perubahan pigmen sering terjadi
setelah luka bakar termal dan pembekuan. Pada luka bakar superfisial,
hiperpigmentasi paska inflamasi sering terjadi, sedangkan luka bakar dalam dapat
menimbulkan hipopigmentasi paska inflamasi. Melanosit sangat sensitif terhadap
suhu dingin, dan kerusakan permanen dapat terjadi pada suhu -4 sampai -7 C.
Setelah pembekuan kulit, hipopigmentasi sementara dapat dijumpai, yang disebabkan

42

oleh blokade transfer melanin dari melanosit ke keratinosit, mungkin karena


keratinosit dan melanosit terpisah oleh terjadinya edema. Setelah itu, melanosit
bermigrasi ke lesi, menyebabkan suatu area hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi
di sekelilingnya. Perubahan pigmentasi bertahan selama minimal 6 bulan. Setelah
pembekuan berkepanjangan, terdapat hipopigmentasi dengan adanya melanosom
dalam keratinosit, yang mungkin disebabkan penurunan jumlah melanosit,
pengurangan sintesis melanosom atau blok pada transfer melanosom. Hipopigmentasi
paska inflamasi juga merupakan komplikasi yang mungkin terjadi dari peeling kimia.
Penggunaan peeling fenol Baker di masa lalu dikaitkan dengan kulit putih - porselen
(alabaster). Kemungkinan hipopigmentasi bergantung pada jumlah fenol yang
digunakan, tingkat oklusi, tipe kulit (tipe Fitzpatrick I memiliki kemungkinan yang
lebih besar) dan kerusakan akibat sinar yang terjadi. Savant melaporkan penelitian
mengenai dermabrasi pada 65 pasien dengan kondisi wajah yang berbeda; 41
memiliki hipopigmentasi permanen. Resurfacing laser biasanya menyebabkan
hipopigmentasi, yang tampaknya berhubungan dengan kedalaman resurfacing, dan
mungkin bersifat permanen. Hal ini biasanya terjadi 3 sampai 10 bulan setelah
prosedur. Dalam sebuah penelitian, insidens mencapai lebih 22% setelah resurfacing
laser CO2. Untuk laser spesifik pigmen, tingkat hipopigmentasi setelah pengobatan
nevus Ota dengan Q-switch ruby, Q-switch Alexandrite, Q-switch neodymium:
yttrium-aluminium garnet (Nd: YAG) dan kombinasi Q-switch alexandrite / Q-switch
Nd: YAG masing-masing adalah 16,8%, 10,5%, 7,6% dan 40%. Faktor yang terkait
dengan risiko yang lebih tinggi meliputi jumlah sesi pengobatan dan spektrum
absrobsi melanin; melanin mengabsrobsi Laser ruby (694 nm) lebih baik daripada
laser alexandrite (755 nm) atau Laser QS-Nd: YAG (1064 nm). Perubahan pigmen
juga telah dikaitkan dengan penghilang rambut laser alexandrite. Weisberg
melaporkan tujuh pasien yang mengalami perubahan pigmen yang sama,
digambarkan sebagai cincin hiperpigmentasi pada awalnya, diikuti dengan krusta
menyerupai wafer, hipopigmentasi dan akhirnya resolusi dalam waktu 2 minggu
sampai 6 bulan.10

43

Patogenesis

informasi

tentang

mekanisme

dan

patogenesis

hipopigmentasi paska inflamasi masih terbatas. Variasi dalam respons individu


terhadap inflamasi kulit atau trauma belum dipahami dengan baik. Ruiz-Maldonado
mengungkapkan istilah kecenderungan kromatik individual untuk menggambarkan
variasi ini. Melanosit dapat bereaksi dengan produksi melanin yang normal,
meningkat atau menurun dalam menanggapi inflamasi kulit atau trauma.
Kecenderungan kromatik ditentukan secara genetik, dan diwariskan dalam pola
autosomal dominan. Orang dengan melanosit yang lemah, yang memiliki kerentanan
tinggi terhadap kerusakan, lebih mungkin untuk mengalami hipopigmentasi,
sedangkan mereka dengan melanosit yang kuat cenderung untuk menjadi
hiperpigmentasi. Namun, orang berkulit gelap tidak selalu memiliki melanosit yang
kuat, dan mereka dengan melanosit yang lemah rentan untuk mengalami
hipopigmentasi. Melanogenesis merupakan proses yang kompleks, yang mencakup
sintesis melanin, transpor dan pelepasan melanin ke keratinosit. Proses ini
dikendalikan oleh beberapa mediator (misalnya, faktor pertumbuhan, sitokin) yang
berpengaruh pada melanosit, keratinosit dan fibroblas. Melalui pelepasan mediator
ini, inflamasi kulit dapat menyebabkan penyimpangan melanogenesis. Sebuah
penelitian yang menggunakan pemeriksaan histopatologi lesi hipopigmentasi yang
terjadi setelah resurfacing laser menemukan variasi pada banyaknya melanin
epidermal dan jumlah melanosit. Diperkirakan bahwa hipopigmentasi lebih mungkin
terjadi akibat inhibisi melanogenesis daripada destruksi melanosit; Namun, inflamasi
yang berat dapat menyebabkan hilangnya melanosit atau bahkan kematian melanosit,
dan perubahan pigmen secara permanen.10
Gambaran Klinis ukuran dan bentuk dari lesi hipopigmentasi biasanya
berkorelasi dengan distribusi dan konfigurasi dermatosis inflamasi aslinya, dan
kisaran warna dari hipopigmentasi ke depigmentasi.10
Diagnosis banding diagnosis banding hipopigmentasi paska inflamasi
termasuk pitiriasis alba, hipomelanosis makular progresif, pitriasis versikolor, kusta,
sarkoidosis, lesi hipopigmentasi pada kelainan akantolitik, lesi hipopigmentasi pada
penyakit

Paget

ekstramammaria,

mikosis

fungoides

hipopigmentasi

(MF),

44

infundibulomatosis, dan hipopigmentasi dari pengobatan, terutama kortikosteroid


topikal yang poten dan kortikosteroid intralesi. Kondisi ini dapat dibedakan dengan
temuan klinis (misalnya: perubahan epidermal, indurasi, adanya skuama dan
distribusi lesi) dan pemeriksaan histopatologi. Diagnosis banding depigmentasi paska
inflamasi seperti vitiligo, leukoderma kimia dan penyakit Paget ekstramammaria
depigmentasi.10
Pemeriksaan penunjang dan diagnosis pemeriksaan di bawah lampu
Wood

akan

mempertajam

lesi,

dan

membantu

membedakan

antara

lesi

hipopigmentasi dan depigmentasi. Selain itu, membantu untuk menyingkirkan


beberapa kondisi (misalnya, hipomelanosis makular progresif menampilkan
fluoresensi merah punctiform, sedangkan pitiriasis versikolor adalah oranye
tembaga). Confocal Laser scanning microscopy memungkinkan pembedaan antara
kondisi hipomelanotik yang berbeda, berdasarkan pola kandungan dan distribusi
melanin. Melanofag telah ditemukan pada hipopigmentasi paska inflamasi tetapi
tidak pada vitiligo dan nevus depigmentosus. Namun, kandungan melanin dan cincin
papila dermis bervariasi menurut tingkat inflamasi. Histopatologi dari hipopigmentasi
paska inflamasi menunjukkan temuan nonspesifik, seperti penurunan melanin
epidermal, variasi derajat infiltrasi limfohistiositik superfisial, dan terdapatnya
melanofag di dermis atas. Selain itu, mungkin terdapat beberapa bukti histopatologi
yang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis penyebab hipopigmentasi paska
inflamasi, seperti pada lupus eritematosus. Bahkan jika biopsi menunjukkan temuan
nonspesifik, hal ini masih berguna dalam menyingkirkan banyak penyakit kulit yang
tampak sebagai hipopigmentasi saja, seperti MF, sarkoidosis dan kusta.10
Penatalaksanaan langkah yang paling penting dari penatalaksanaan
adalah untuk mengidentifikasi penyebabnya. Setelah etiologi yang mendasari diterapi
secara efektif, hipopigmentasi biasanya membaik seiring berjalannya waktu. Untuk
mencegah hipopigmentasi iatrogenik, prosedur dermatologis dan kosmetik harus
dilakukan dengan hati-hati, terutama pada pasien berisiko tinggi. Pemakaian dari
steroid topikal potensi sedang dua kali sehari dalam kombinasi dengan persiapan
berbasis tar telah digunakan untuk mengobati hipopigmentasi paska inflamasi,

45

meskipun mekanisme sebaliknya saat ini belum dipahami dengan baik saat ini.
Steroid dapat mempengaruhi sel-sel inflamasi yang bertanggung jawab untuk
inflamasi, sedangkan tar mungkin secara fotodinamis menyebabkan melanogenesis.
Suatu preparat dari kombinasi steroid dan tar lebih efektif dalam menstimulasi
melanogenesis. Krim topikal pimekrolimus dilaporkan bermanfaat dalam pengujian
percontohan, label terbuka, untuk pengobatan dermatitis seboroik yang terkait dengan
hipopigmentasi paska inflamasi pada pasien berkulit gelap. Rejimen ini terdiri dari
aplikasi dua kali sehari dari krim pimekrolimus 1% selama 16 minggu. Tingkat
perbaikan, yang dinilai oleh suatu meksameter, adalah selama 2 minggu pertama
setelah aplikasi. Paparan sinar matahari atau ultraviolet (UV) dapat membantu dalam
repigmentasi ketika ada melanosit fungsional di daerah yang terkena ; namun,
paparan berlebih dapat meningkatkan kontras warna sebagai akibat dari tanning kulit
di sekitarnya. Aplikasi topikal dari 8-methoxypsoralen 0,1%, ter batubara 0.5-1% atau
anthralin diikuti oleh paparan sinar matahari dapat membantu dalam memulihkan
pigmen. Berbagai rejimen fotokemoterapi topikal (topikal psoralen UVA; PUVA)
telah digunakan untuk mengobati hipopigmentasi paska inflamasi yang disebabkan
oleh berbagai kondisi, dengan hasil yang baik. Regimen ini terdiri dari aplikasi
topikal dari 8-methoxypsoralen 0,001-0,5% dalam aquaphor atau salep hidrofilik ke
daerah yang terkena selama 20 sampai 30 menit, diikuti dengan paparan UVA 1
sampai 3 kali per minggu pada dosis awal 0.2-0,5 J/cm 2, meningkat 0,2-0,5 J/cm2
setiap minggunya.
Suatu excimer laser 308 nm dapat digunakan untuk merangsang pigmentasi pada skar
hipopigmentasi, dan memiliki tingkat respon 60 sampai 70% setelah sembilan kali
perawatan dua mingguan. Namun, pengobatan teratur selanjutnya diperlukan setiap 1
sampai 4 bulan untuk menjaga hasil. Untuk

keterlibatan yang luas, fototerapi

narrowband UVB atau PUVA oral dapat digunakan 2 sampai 3 kali seminggu. Jumlah
sesi pengobatan yang lebih tinggi diperlukan untuk merepigmentasi lesi vitiligo.
Laser

CO2

fraksional

ablatif

telah

dilaporkan

efektif

dalam

pengobatan

hipopigmentasi terkait dengan laser resurfacing CO2. Dalam lesi depigmentasi


dengan

hilangnya

melanosit

total,

graft

epidermal

atau

melanosit

dapat

46

dipertimbangkan. Berbagai metode kamuflase seperti makeup dengan cakupan tinggi,


bahan untuk tanning dan tato dapat menjadi pilihan alternatif.10
Perjalanan dan prognosis hipopigmentasi minimal biasanya sembuh
dalam beberapa minggu, tetapi hipopigmentasi berat dan depigmentasi yang terkait
dengan lupus eritematosus, skleroderma atau luka bakar mungkin memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk berepigmentasi, dan mungkin akan menetap.10
19. Pitiriasis Versikolor
Lesi pada penyakit ini sering lebih pucat dari kulit sekitar pada musim
panas dan pada kulit berpigmen, tetapi membentuk warna cokelat muda pada mereka
yang berkulit pucat.9
Gambaran kunci yang perlu dicari adalah :

Jarang timbul sebelum pubertas


Lebih sering dibadan bagian atas
Mungkin memperlihatkan skuala halus
Terapi bergantung pada luas lesi :
Lesi berbatas dapat diatasi hanya dengan sampo ketokonazol,
buat berbusa, oleskan dan bilas setelah 10 menit, hal ini perlu

dilakukan empat kali seminggu selama paling sedikit 2 minggu.


Lesi yang lebih luas mungkin memerlukan itrakonazol oral

jangka pendek.
Penyakit ini terkenal sering kambuh, cuci secara berkala dengan

ketokonazol atau selenium sulfide sebagai profilaksis.


Daerah yang pucat mungkin memerlukan waktu beberapa bulan untuk
memulihkan pigmentasinya.9

( Gambar 13. Pitiriasis Versikolor)


20. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering menjadi penyebab hipopigmentasi, paling lazim

47

terlihat dipipi dan lengan atas bagian luar pada anak. Lesi menjadi lebih nyata pada
musim panas. Kelainan lain mungkin sangat samar, dengan hanya skuama yang
sangat halus.9
Isu kunci bagi pasien dan orang tuanya adalah bercak kepucatan tersenut
disebabkan oleh vitiligo atau bukan. Sayangnya, kepastian tidak selalu mudah
diperoleh dan vitiligo kadang-kadang muncul di tempat bekas peradangannya. Oleh
karena itu, pemastian diagnosis tersebut sebaiknya dilakukan dengan hati-hati.9
Penyakit ini biasanya berespons terhadap pemberian steroid topikal
ringan atau pelembap atau keduannya. Kelainan ini juga tampaknya membaik
menjelang atau saat pubertas dan jarang dijumpai pada orang dewasa.9

(Gambar 14. Pitiriasis Alba)


21. Anetoderma (macula atrophy)
Definisi adalah atrofi dan hilangnya elastisitas kulit setempat tanpa
perubahan kulit sekitarnya. 9
Gejala klinis berdasarkan ada tidaknya reaksi radang maka anetoderma
dibagi 2 tipe :
1. Anetoderma Jadassohn : didahului oleh reaksi radang. Awalnya
berupa makula eritematosa berukuran 5-10 mm, membentuk gambaran sirkular
dengan depresi bagian tengah. Kemudian kulit diatasnya berwarna putih agak
mengkilat dan berkerut. Kalau diraba terasa ada lubang seperti lubang hernia, hal ini

48

merupakan tanda umum dari semua anetoderma. Dikatakan karena hilangnya jaringan
elastic kulit tersebut.
2. Anetoderma Schweninger-Buzzi : tipe ini multiple, jinak,
pertumbuhan baru seperti tumor kulit. Penyakit ini tumbuh kembang sendiri,
menyerupai kantong buli-buli diantara epidermis, sebagian diatasnya timbul
telengiektasis. Secara klinis tidak ada perubahan permukaan kulit tapi jika ditekan
dengan ujung jari maka lesi melekuk ke dalam seperti ada lubang. Penyakit ini
berjalan progresif lambat, sedang pada orang lebih tua dapat sembuh spontan
meninggalkan bekas parut cekung yang lunak.

(Gambar 15. Anetoderma)


Etiologi kedua tipe diatas tidak diketahui penyebabnya. Reaksi radang
pada tipe Jadassohn belum dapat diterangkan, sedangkan pada tipe Scweninger-Buzzi
tidak ada infiltrate reaksi radang.9
Pembantu diagnosis terdapat reaksi radang perivaskular. Jaringan elastic
mengalami fragmentasi bahkan tidak dijumpai sama sekali.9
Diagnosis banding penyakit ini dapat didiagnosis banding dengan atrofi
macular sekunder akibat sifilis stadium II, cacar monyet, lupus eritematosus tipe
discoid, lepra atau xantoma tuberosum. Dengan anamnesis dan pemeriksaan lanjutan,
penyakit ini dapat dibedakan.9
Penatalaksanaan belum ada pengobatan yang efektif. 9
22. Nevus Ota
Lesi berupa makula keabuan yang homogeny sampai dengan warna coklat

49

keabuan. Umumnya unilateral (90%). Terdistribusi sepanjang cabang pertama atau


cabang kedua nervus trigeminus. Banyak ditemukan pada etnis asia (bangsa jepang
0.6-1%). Bermanifestasi pada saat lahir, sebanyak 50%, sisanya muncul pada decade
ke-2 kehidupan. Wanita ditemukan lima kali lebih banyak dibandingkan dengan pria.
Glaukoma dihubungkan dengan nevus ota pada 10,3% kasus Nevus Ota yang dalam
perjalannya berkembang menjadi melanoma maligna sangat jarang ditemukan. Untuk
pengobatan bias dengan Q switched Ruby, Q switched Alexandrite atau Q switched
Ng:YAG memberikan hasil yang hampir seimbang. 9

(Gambar 16. Nevus Ota)

Anda mungkin juga menyukai