Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS FARMASI PRAKTIS

KASUS 7

Dosen Pengampu :
apt. Dra. Pudiastuti R. S. P, MM.

Disusun oleh:
Kelompok C1

Anggota:
Putri Anggraini 2120414654

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Swamedikasi

1. Definisi
Swamedikasi yaitu penggunaan obat oleh seseorang untuk pengobatan diri sendiri yang
dilakukan berdasarkan diagnosa gejala sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter, atau
pengobatan yang dilakukan tanpa resep dokter (Albusalih dkk 2017). Obat-obat yang boleh
digunakan untuk swamedikasi yaitu obat-obat bebas dan terbatas yang diperjualkan bebas.
Swamedikasi sendiri menawarkan akses kemudahan terhadap pengobatan over the counter
(OTC) yang memiliki biaya pengobatan lebih rendah dan tidak memakan waktu jika
dibandingkan dengan konsultasi dokter yang lebih mahal. Dalam pelaksanaan swamedikasi
seringkali terjadi kesalahan - kesalahan dalam pengobatan, dimana biasanya kesalahan ini
disebabkan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dari masyarakat terhadap obat-obatan, baik
dari cara penggunaan obat maupun informasi lain terkait obat yg digunakan (Muharni dkk 2015).
Swamedikasi seharusnya dilakukan dengan benar dan sesuai dengan penyakit yang
dialami pasien. Dalam pelaksanaanya harus dapat memenuhi kriteria penggunaan obat yang
rasional, yaitu ketepatan dalam pemilihan obat, ketepatan dari dosis obat, tidak adanya efek
samping berbahaya yang ditimbulkan, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi , dan
tidak adanya polifarmasi (Harahap et al 2017). Agar tercipta swamedikasi yang rasional disini
diperlukan peran dari mahasiswa farmasi, dimana mahasiswa farmasi adalah tenaga kesehatan
yang memiliki peran signfikan dalam dispensing dan konseling obat (Rajiah,2016).
Ciri umum mengenai swamedikasi antara lain:
a. Dipengaruhi oleh perilaku seseorang yang dikarenakan kebiasaan, adat,
tradisi
ataupun kepercayaan
b. Dipengaruhi faktor sosial politik dan tingkat pendidikan
c. Dilakukan bila dirasa perlu
d. Tidak termasuk dalam kerja medis professional
e. Bervariasi praktiknya dan dilakukan oleh semua kelompok masyarakat.
2. Syarat Swamedikasi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut WHO adalah penyakit
yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan yang tidak perlukan untuk datang ke dokter atau
tenaga medis lainnya. Selain itu obat yang dijual adalah obat golongan over-the-counter (OTC)
(WHO 2000).
3. Penghentian Swamedikasi
Pengobatan swamedikasi menurut BPOM, 2014 harus dihentikan bila:
a. Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah.
b. Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit.
c. Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang salah.
4. Penggolongan Obat Swamedikasi
Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan menjadi 5 golongan. Masing-masing
mempunyai kriteria dan mempunyai tanda khusus. Tetapi tidak semua golongan obat dapat
digunakan swamedikasi. Obat yang digunakan swamedikasi adalah golongan obat bebas (OTC
“Over The Counter”) yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas, obat wajib apotek (OWA) dan
suplemen makanan.

B. Xerosis
1. Pengertian Xerosis
Kulit adalah lapisan terluar tubuh yang mempunyai fungsi sebagai pelindung terhadap radiasi
sinar ultraviolet, gangguan fisik dan mekanik. Selain itu, fungsi kulit adalah berperan dalam pengaturan
regulasi suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan berperan dalam fungsi
imun.Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting.
Xerosis merupakan kulit kering yang mengandung air kurang dari 10% dan menjadi salah satu
karakteristik penuaan kulit. Kulit kering ini lebih sering ditemukan pada usia lanjut dan disebabkan oleh
berkurangnya natural moisturizing factor (NMF) dan sintesis lipid epidermal. Akibat xerosis pada usia
lanjut menyebabkan ketidaknyamanan dan perasaan stres.
Kulit kering terjadi karena hilangnya atau berkurangnya kelembapan pada stratum korneum dan
menyebabkan peningkatan Trans Epidermal Water Loss (TEWL) (Bianti 2016). Gambaran klinisnya
adalah kulit tampak kasar dengan tekstur kulit lebih jelas serta tampak bersisik, disertai keluhan gatal.
Jika memberat, dapat pula tampak kemerahan dan terjadi fisura.
Pengobatan xerosis pada usia lanjut sama dengan pengobatan xerosis pada umumnya yaitu
dengan menggunakan pelembab yang bersifat oklusif atau humektan dan emolien untuk memperbaiki
sawar kulit. Krim urea bekerja sebagai humektan yang menarik air dari atmosfir dan dermis. Urea juga
menyebabkan upregulasifilagrin, involukrin, lorikrin, enzim dalam metabolisme sfingolipid dan enzim
untuk sintesis kolesterol (Marini 2012).
Pelembap dapat menghidrasi kulit, melembutkan kulit dan untuk mengurangi tingkat kekeringan
pada kulit. Komponen pelembap terdiri dari oklusif, humektan, emolien dan bahan tambahan (Kaul &
Winnipeg 2008).
2. Gejala Xerosis
Xerosis atau kulit kering akan tampak sebagai berikut:
 Kering, kasar, dan bersisik terutama di lengan dan tungkai.
 Pucat, kusam, dan berwarna keputihan.
 Menjadi kemerahan karena mengalami iritasi.
 Pecah-pecah, mengelupas, dan rentan berdarah.
Kulit kering dapat menimbulkan rasa gatal. Jika kulit yang sudah pecah-pecah ini
digaruk, dapat semakin meluas dan menimbulkan infeksi kulit.
3. Etiologi
Penyebab kulit kering dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen :
1. Faktor endogen
a. Genetik
Sebagian besar kasus kulit kering disebabkan karena faktor herediter. Jika keluarga memiliki
garis keturunan kulit kering maka kemungkinan besar generasi selanjutnya akan mengalami kulit
kering.
b. Usia
Kulit kering dapat terjadi pada semua golongan usia. Namun, insidens dan keparahan kulit
kering meningkat dengan bertambahnya usia. Seiring bertambahnya usia, kulit mengalami perubahan
yang mengakibatkan berkurangnya elastisitas, peningkatan kerapuhan dan perubahan respon imun.
Pada usia lanjut, penurunan deskuamasi dari korneosit dan retensi keratin menyebabkan kulit menjadi
kasar dan kering (Harount 2003).
c. Jenis kelamin
Kulit kering sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena
wanita memiliki kulit yang lebih tipis dan wanita lebih sering menggunakan bahan-bahan iritatif serta
melakukan perawatan kulit yang dapat mengiritasi kulit. Sedangkan kulit pada laki-laki lebih tebal
sehingga laki-laki terlindungi dari paparan sinar UV. Selain itu, keseimbangan hormon testosteron,
estrogen dan progesteron pada perempuan dan laki-laki juga berperan dalam produksi sebum. Pada
wanita menopause, produksi estrogen akan menurun sehingga kualitas kulit juga menurun menjadi
mudah rusak dan kering karena menurunnya kolagen pada dermis.
d. Penyakit kulit
Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis yang disebabkan multifaktorial
dengan kelainan genetik yang menyebabkan ketidakseimbangan imunologi. Gejala awalnya adalah
kulit kering dan pruritus yang parah. Selain itu, penyakit kulit seperti psoriasis dan iktiosis vulgaris
memberikan gambaran kulit yang kering, bersisik dan mudah mengelupas.
e. Penyakit sistemik
Kulit merupakan gejala umum dari penyakit sistemik kronis termasuk diabetes melitus, gagal
ginjal kronik, penyakit hati kronik, hipotiroid, keganasan, dan infeksi HIV. Pada hipotiroid
mensintesis lipid yang abnormal dan dapat mengurangi aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar
minyak. Prevalensi kulit kering pada diabetes melitus sekitar 30% dan dianggap sebagai akibat dari
perubahan saraf dan pembuluh darah dan bila terjadi neuropati, kelenjar keringat akan atrofi. Kulit
kering dan gatal merupakan salah satu gejala dari gangguan penyakit hati dan ginjal. Telah dilaporkan
prevalensi kulit kering pada penderita yang mengalami hemodialisis pada gagal ginjal sekitar 66%
dan sebanyak 50% orang yang mengidap HIV mengalami kulit kering. (Paul et al. 2011)
2. Faktor eksogen
a. Suhu dan kelembapan udara
Udara dingin menyebabkan elastisitas stratum korneum berkurang karena lilin kulit diantara
keratin lebih keras dan kokoh serta sekresi sebum berkurang. Namun, ketika udara panas, kelenjar
sebasea aktif mensuplai permukaan kulit dengan minyak dan air sehingga tidak mudah mengering.
b. Pajanan bahan kimia
Terlalu sering terpapar bahan kimia seperti deterjen, sabun cuci dan cairan pembersih lantai
dapat mengakibatkan struktur lipid keratin dapat mengalami proses denaturasi yang abnormal.
c. Radiasi sinar UV
Radiasi sinar UV yang tinggi dapat menyebabkan kulit kering, penuaan dini, keriput dan
kanker kulit. Hal ini disebabkan karena selsel kulit menyerap radiasi dan memproduksi reactive
oxygen species (ROS) yang dapat merusak DNA dan dinding sel.
d. Polusi udara
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa polusi udara juga mempengaruhi integritas kulit.
Polusi udara seperti asap kendaraan bermotor akan memicu proses kimia kompleks seperti proses
oksidasi berupa radikal bebas yang bersifat oksidatif. Radikal bebas ini akan memacu kerusakan
DNA pada inti sel serta memacu proses autoimun yang menyebabkan peradangan pada kulit sehingga
kulit menjadi kering.
e. Nutrisi
Kurangnya nutrisi seperti sayur, buah, suplemen dan kurangnya minum air putih dapat
mempengaruhi kondisi kulit. Protein yang terdiri dari asam amino membantu pembentukan keratin
dan kolagen. Kekurangan protein dapat mempengaruhi kelembapan kulit. Air menjaga kelembapan
kulit dari dehidrasi. Bersama dengan vitamin E, vitamin C dapat membantu melindungi kulit dari
berbagai kerusakan akibat sinar matahari. Vitamin C juga berfungsi membentuk kolagen untuk
membentuk struktur kulit (Paul et al. 2011)
4. Patofisiologi
Pada prinsipnya ada tiga mekanisme terjadinya kulit kering.
1) Kadar air menurun pada stratum korneum
Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke epidermis melalui dua cara
yaitu melalui stratum korneum dan ruang interseluler. Kulit secara terus-menerus akan kehilangan cairan
secara difusi kemudian akan menguap melalui stratum korneum dan ruang interseluler, keadaan ini
dikenal dengan transepidermal water loss (TEWL). Stratum korneum merupakan barier hidrasi yang
sangat penting dalam mempertahankan kelembapan kulit. Bila daya pengikat air pada stratum korneum
menurun maka stratum korneum akan mengandung sedikit air sehingga menyebabkan timbulnya skuama
dan kulit kering.
2) Menurunnya faktor pelembap alami (Natural Moisturizing Factor)
Kulit mempunyai kemampuan untuk menyimpan kelembapan air sendiri yang disebut dengan
pelembap alami atau Natural19 Moisturizing Factor (NMF). Stratum korneum terdiri dari 58% keratin,
30% NMF dan 11% lipid. NMF terdiri dari asam amino bebas, urea, elektrolit garam dan fraksi gula.
NMF memiliki peran yang penting dalam mengatur kelembapan kulit. Jika NMF menurun akan
mengurangi elastisitas serta kelembapan kulit sehingga kulit menjadi kering.
3) Gangguan keratinisasi
Gangguan keratinisasi menyebabkan perubahan struktur dan kohesi korneosit. Penurunan kadar
air dalam stratum korneum pada kulit kering akan menyebabkan gangguan deskuamasi abnormal pada
korneosit.
5. Tatalaksana
1. Modikasi gaya hidup
a. Asupan cairan. Pada usia lanjut risiko dehidrasi meningkat karena perubahan sistem
kontrol fisiologis rasa haus dan kenyang. Jumlah cairan minimal yang
direkomendasikan adalah 8-9 gelas atau 1,5 liter per hari; disarankan mengkonsumsi
1 liter lebih banyak dari jumlah yang dianjurkan, hidrasi kulit akan meningkat.
b. Sabun menghilangkan emolien alami kulit, memperberat kondisi kulit kering, dan
dapat mengiritasi. Disarankan menggunakan sabun yang mengandung pelembap.
Sabun dengan pH alkali akan merusak lapisan lipid protektif kulit melalui pemutusan
ikatan antar komponen lipid menjadi komponen larut air. Akibatnya, terjadi
peningkatan transepidermal water loss (TEWL) dan kulit kering.
2. Pelembap
Gejala dari kulit kering dapat ditangani dengan meningkatkan hidrasi stratum
korneum dengan komposisi pelembap yaitu oklusif, humektan, emolien untuk
menghaluskan permukaan kulit yang kasar. Selain merehidrasi korneosit di stratum
korneum, pelembap memiliki fungsi mengembalikan struktur dan fungsi sawar kulit.
Menurut Guenther 2012 tata laksana terapi kulit kering (xerosis cutis) sebagai berikut.
a. Tubuh:
1) Emolien/moisturizer dengan atau tanpa keratolitik
2) Klasifikasi xerosis ringan-sedang: gunakan humektan kekuatan ringan, misalnya
urea (5-10%), asam glikolat (AG) (4-8%), asam laktat (AL) (5%) atau keratolitik
asam salisilat (AS) (1-3%)
3) Klasifikasi xerosis sedang: gunakan humektan kekuatan sedang misalnya urea
20% (khusus penggunaan asam salisilat jika lesi terlokalisir, karena risiko
salisilisme)
b. Wajah:
1) Emolien atau moisturizer non komedogenik dan non aknegenik
2) Humektan: urea 5 % (5-10%)
c. Tangan/ kaki :
1) Emolien/moisturizer dengan atau tanpa keratolitik
2) Klasifikasi xerosis ringan: gunakan barrier cream/unguentum. Dapat ditambahkan
urea, AG, AL, AS kekuatan rendah
3) Klasifikasi xerosis sedang-berat: gunakan humektan kekuatan tinggi misalnya
urea 20-40%.
3. Antihistamin Oral
Salah satu penyebab xerosis cutis adalah dermatitis atropik. Karena dermatitis
atopik seringkali menyebabkan pruritus, antihistamin biasanya digunakan untuk
mencegah terjadinya siklus “garuk-gatal”. Bila gatal memberat, pasien dapat diresepkan
antihistamin oral, cetirizine 1x1 tablet atau loratadin 1x1 tablet atau CTM atau
klorfeniramin maleat 3x1 tablet.
Difenhidramin HCl merupakan antihistamin yang dapat digunakan untuk
dermatitis atopik. Dosis Difenhidramin HCl yang diberikan yaitu untuk dewasa 25-50 mg
sehari tiga kali, dan untuk anak 5 mg/kgBB sehari. Bentuk sediaan Difenhidramin HCl
yang dapat diberikan di antaranya berupa tablet salut selaput 25 mg, kapsul 50 mg, tablet
50 mg, cairan obat luar, maupun krim (ISO 2012).
BAB II
HASIL PEMBAHASAN
KASUS 7
Tugas Swamedikasi:
•Lakukanlah assesment pada pasien (data diri, penyakit dan obat)
•Pilihkan terapi yang tepat untuk pasien
Ibu Yayuk datang ke apotik Setiabudi ingin ketemu seorang apoteker dan mengutarakan keluhannya. Ibu
tersebut mempunyai keluhan kulit dikaki dan ditangan sangat kering dan kadang2 merasa gatal dan kalau
pas kering sekali bisa berdarah. tapi ibu tersebut karena bekerja pada siang hari jadi ingin obatnya yang
tidak mengantuk agar tidak mengganggu akitivitas bekerjanya.

Problem Subjektif Objektif Assessment DRP Plan


Medik
Kulit kering Kulit dikaki - - Belum Terapi farmakologi :
(xerosis cutis) dan ditangan diberikan
1. Carmed lotion ( Urea
sangat kering terapi
dam minyak mineral)
dan kadang-
2. Cerini ( Cetirizine HCl
kadang merasa
10 mg)
gatal dan
kalau pas Terapi non farmakologi :
kering sekali
bisa berdarah. 1. Minum banyak air
putih
2. Membasahi kulit
dengan air bersih

Rekomendasi
a. Carmed
 Komposisi : Urea, Mineral Oil, Hydrogenated polyisobutene, C12-15 alkyl benzoate.
 Indikasi
- Emolien dan Pelindung Kulit
- pelembab , kulit kering , bersisik , kasar
- pelembab yang diformulasikan untuk melembabkan kulit kering, kasar dan bersisik,
melembabkan dan melembutkan kulit kering tanpa meninggalkan rasa berlemak.
 Dosis : Pakailah dua kali sehari setelah mandi dan gosoklah dengan lembut.Gunakan sesering
mungkin untuk mendapatkan kulit yang lembut memukau.
 Penggunaan : dioleskan tipis tipis
 Efek Samping : Iritasi pada kulit (“stinging” dan “burning”)
 Penyimpanan : Ditempat sejuk dan kering serta terhindar dari sinar matahari
b. Cetrizine
 Indikasi: Untuk meredakan gejala alergi seperti mata berair, pilek, mata / hidung gatal, bersin,
dan gatal-gatal. Obat ini bekerja dengan menghalangi zat alami yang dihasilkan tubuh
(histamin) selama reaksi alergi.
 Komposisi : Mengandung 10 mg cetirizine Hcl.
 Efek samping yang mungkin terjadi :
- Mengantuk, kelelahan, dan mulut kering.
- Nyeri perut juga dapat terjadi, terutama pada anak-anak.
- Jika salah satu dari efek samping ini menetap atau memburuk, beri tahu dokter atau
apoteker Anda segera.
- Informasikan kepada dokter segera jika Anda mengalami efek samping serius, misalnya :
kesulitan buang air kecil, kelemahan.
 Dosis : Dewasa dan anak usia > 12 tahun :1 x 10 mg /hari.
Dosis anak > 2 tahun : 0,25 mg/ kgBB/ diberikan tiap 12-24 jam
 Penyimpanan : Ditempat sejuk dan kering serta terhindar dari sinar matahari
DIALOG
Ibu Lika : “Permisi mbak.”
Apoteker : “Silahkan bu, perkenalkan nama saya putri apoteker di apotek ini, ada yang bisa
saya bantu ?”
Ibu Lika : “Ini saya mau beli obat, kulit saya kering terus sering gatal, dan kalau kering
banget suka tbtb berdarah mba.”
Apoteker : “Baik bu. Seblumnya saya ingin bertanya, nama, umur ibu berapa dan apakah
ibu sedang hamil?”
Ibu Lika :“nama saya Lika, umur saya 25 tahun, alamat saya Muara Kaman Ulu RT.8.
Apoteker :“baik ibu. Maaf ibu untuk gatalnya itu terus menerus apa dirasakan pada waktu-
waktu tertentu ya ?”
Ibu Lika : “Gatal nya diwaktu tertentu aja ii mbak, kalo sudah berdarah tu lama
penyembuhannya.
Apoteker : “Maaf Bu apakah sudah pernah mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya untuk
keluhan ibu ini?.”
Ibu Lika : “Belum mbak, .”
Apoteker : “Oh gitu, kira-kira ibu ada alergi obat gitu nggak bu?.”
Ibu Lika : “Tidak mbak, saya tidak ada alergi obat.”
Apoteker :“Baik Ibu, untuk keluhan yang ibu sampaikan saya dapat merekomendasikan
penambahan pelembab dan obat gatalnya. Jadi untuk melembabkan kulit agar
tidak kering lagi bisa menggunakan Carmed atau Biocream, Saya jelaskan dulu
ya bu, untuk obat olesnya sendiri yang Carmed mengandung urea dan minyak
mineral yang baik untuk kelembapan kulit ibu kalau yang Biocream hanya
seperti pelembab biasa saja bu. berdarahnya ibu itu mungkin terjadi karena kulit
terlalu kering sehingga saat digaruk atau bergerak dapat terobek. Kira-kira ibu
mau yang mana ya bu ?
Ibu Lika :“Terserah aja mbak mana yang bagus aja mbak?”
Apoteker : “Saya lebih menyarankan untuk menggunakan Carmed ya bu. Untuk Obat
minum untuk gatal-gatalnya CTM dan Cerini dengan efek samping mengantuk
ya bu.”
Ibu Lika : “Oh iya mbak, tapi saya kerja kalau siang mbak takut ngantuk nantinya.”
Apoteker : “Untuk Cerini memang memiliki efek samping mengantuk bu tetapi hanya
sedikit saja dibandingkan dengan CTM bu. Jadi saya menyarankan untuk
menggunakan Cerini.”
Ibu Lika : “Oh ya mbak, itu saja kalo gitu.”
Apoteker :“Baik bu, jadi untuk olesnya Carmed lotion dapat digunakan 2x sehari dipagi
hari atau sesudah mandi dan dimalam hari sebelum tidur. Sebelum ibu memakai
Carmed, dibersihkan dulu bagian yang sakit kemudian dioleskan tipis-tipis saja
bu. Tujuannya agar melembabkan kulit ibu, sehingga menjadi lebih kenyal dan
elastis. Kemudian obat Cerini diminum 1 kali sehari 1 tablet, sesudah makan aja
ya ibu.
Ibu Lika : “Gitu to mbak, terus untuk obat olesnya ada efek sampingnya nggak mbak ?
Apoteker : “Efek sampingnya itu iritasi kulit bu, jadi kalau misalnya pada saat
penggunaannya terdapat kemerahan pada kulit ibu bisa hentikan penggunaannya
ya bu.”
Ibu Lika : “Oh ya baik mbak.”
Apoteker : “Iya bu, jika dalam 2 hari kondisi ibu belum membaik ibu bisa berkonsultasi ke
dokter ya bu.”
Ibu Lika : “Baik mbak.”
Apoteker :“Untuk menunjang kesembuhan ibu jangan lupa konsumsi air putih bu, kalau
sekiranya setelah mencuci tangan ibu jadi kering, segera dibilas dengan air bersih
dan dikeringkan bu, sama gunakan pelembab secara rutin. Apakah Ibu sudah
paham dengan apa yang saya sampaikan?”
Ibu Lika : “Iya mbak. Sudah paham mbak”
Apoteker : “Baik Ibu, maaf apakah Ibu bisa mengulang apa yang saya sampaikan tadi.”
Ibu Lika : “Carmed digunakan 2 kali sehari setelah mandi atau pagi dan malam sebelum
tidur, dibersihkan dulu bagian yang sakit kemudian dioleskan tipis-tipis saja bu.
Kemudian obat Cerini diminum 1 kali sehari 1 tablet, 30 menit sebelum makan.
Begitu ya mbak?”
Apoteker : “Iya, betul sekali. Obatnya disimpan di tempat kering dan terhindar dari
matahari langsung.”
Ibu Lika : “Oh iya baik mbak.”
Apoteker : “ Ini obatnya, bisa dibayar di kasir sebelah kanan ya ibu, semoga lekas sembuh
bu.”
Ibu Lika : “Baik mbak. Terimakasih sudah membantu saya.”
Apoteker : “Hati-hati dijalan.”
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Informasi Spesialit Obat Indonesia (ISO). Jakarta : Isfi Penerbitan vol : 47

Bianti M. Kulit Kering pada Usia Lanjut. CME. 2016;43(10):737–40

Farage MA, Miller KW, Berardesca E, Maibach HI. Non-neoplastic disorders of the aging skin.
In: Farage MA, Miller KW, MaibachHI,editors. Textbook of aging skin. Berlin: Springer;
2010. p.527- 42

Guenther L, Lynde CW, Andriessen A, Barankin B, Goldstein E, Skotnicki SP, et al. Pathway to
dry skin prevention and treatment. J Cutan Med Surg. 2012;16(1):23-31.

Haroun MT. Dry Skin in the Elderly. Division of Dermatology, University of Toronto. [Internet].
2003;6:41-4

Kaul N, Winnipeg. Skin Moisturizers: Therapeutic Potential and Preventive Maintenance of Dry
Skin. JDT. 2008;58(2):615.

Marini A, Krutmann J, Grether Beck S. Urea and skin: A well known molecule revisited. In:
Loden M, Maibach HI, editors. Treatment of dry skin syndrome The art and science of
moisturizers. London: Springer; 2012. p.493-502.

Paul C, Maumus-Robert S, Mazereeuw-Hautier J, Guyen CN, Saudez X, Schmitt AM.


Prevalence and Risk Factors for Xerosis in the Elderly: A Cross-Sectional
Epidemiological Study in Primary Care Dermatology [Internet]. 2011;223(3):260–5.

Anda mungkin juga menyukai