BLOK CARDIOLOGI 2
Disusun Oleh :
NIM : 020.06.0008
Kelas : A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
Puji syukur kami sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami dapat melaksanakan dan menyusun laporan LBM 2 ini, yang
berjudul “ Dada Terasa Nyeri” tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Dian Rahadianti, M.Biomed. selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group
Discussion) kelompok 4.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan masukan
terkait makalah yang penulis buat.
3. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya
kepada kami.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata,kami berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
BAB I ……………………………………………………………………………..4
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 15
A. Skenario
LBM 2
Acute Coronary Syndrome
Sesi 1
Dada Terasa Nyeri
Sesi 2
Setelah dokter mendapatkan hasil EKG, dokter lalu melakukan tatalaksana awal
pada pasien. Menurut anda, apakah tindakan selanjutnya setelah pasien mendapat
tatalaksana awal ?
Deskripsi Masalah
Berdasarkan scenario diatas terdapat pasien laki laki berumur 56 tahun yang
datang ke IGD RS mengeluh nyeri yang dirasakan sejak 3 jam yang lalu, dirasakan
seperti tertindih benda berat dan dirasakan hingga ke leher dan lengan kiri. Dari
hasil pemeriksaan penunjang yang diberikan pada sesi ke 2 , didapatkan hasil EKG
terdapat elevasi segmen ST Positif pada V2 dan V3 pada 2 kotak kecil. Pada
pemeriksaan biomarka (enzim jantung) didapatkan CKMB, Troponin I dan T dalam
batas normal, namun Myoglobin mengalami peningkatan. Dari hasil ini
kemungkinan pasien menderita STEMI (Segmen ST Elevasi Miokardiac
Infraksion). Pola hidup yang tidak sehat tentunya akan menimbulkan berbagai
macam permasalahan kesehatan. Utamanya bagi sistem kardiovaskuler. Keluhan
utama yang sering terjadi pada gangguan sistem kardiovaskuler ialah nyeri dada,
berdebar-debar dan sesak napas. Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit
yang berkaitan dengan kerusakan pada arteri koroner seperti angina pectoris dan
infark miokard atau juga disebut dengan Acute Coronary Sindrome (ACS). Angina
pectoris merupakan salah satu penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan
arteri koronaria akibat proses aterosklerosis, spasme koroner atau kombinasi dari
keduanya. Kemungkinan pada pasien ini mengalami STEMI.
PEMBAHASAN
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai pada ruang
perawatan akut. Penyebab nyeri dada akut meliputi: kardiak,gastroesofageal,
muskuloskeletal, dan pulmonal.
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila
menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada,
otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf
interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh : Difusi pelura akibat
infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks
dan penumomediastinum.
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar
ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Cardiac
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat
menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf
Manifestasi Klinis
Salah satu gejala khasnya adalah nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan,
leher, atau rahang. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah sesak napas,
keringat dingin, dan pusing. Hasil pemeriksaan fisik pada pasien NSTEMI
juga bisa sama dengan pasien jenis serangan jantung yang lain.
Angina pectoris ditandai dengan nyeri dada sebelah kiri seperti tertindih,
terbakar, tertusuk ataupun terasa penuh. Rasa sakitnya dapat menjalar ke
lengan, bahu, punggung, leher, dan rahang. Gejala lain yang dapat
menyertai rasa nyeri tersebut antara lain:
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil diskusi kelompok saya dengan tutor, di scenario terdapat
Seorang laki laki yang berumur 56 tahun mengeluhkan nyeri dada seperti tertindih
yang sudah berlangsung selama 3 jam dimana nyeri juga menjalar ketengkuk dan
lengan kiri memunculkan kecurigaan bahwa nyeri tersebut timbul akibat gangguan
cardiak dimana untuk memastikanya lebih lanjut pada SGD kali ini dibahas
mengenai jenis nyeri cardiac dan non cardic serta nyeri typical dan non typical yang
Dimana pada scenario sesi 2 yang didapatkan hasil EKG adanya elevasi pada
segmen ST dan peningkatan biomarka myoglobin juga membantu penegakan
diagnosis. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang ini maka diagnosis yang kami
tegakkan pada pasien ini adalah STEMI (ST-Elevasi Miocard Infark)
EPIDEMIOLOGI
STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Meskipun
beberapa dekade telah dilakukan penelitian dan clinical trial, namun masih juga
dijumpai 500.000 ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) setiap tahun di Amerika.
Data menunjukkan bahwa mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi dalam 24
- 48 jam pasca onset dan laju mortalitas awal 30 hari setelah serangan adalah 30%
(Rao, 2009; Brunner &Suddarth, 2008). STEMI disebabkan oleh adanya
aterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab lainnya yang dapat menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium.
Pada kondisi awal akan terjadi ischemia miokardium, namun bila tidak dilakukan
tindakan reperfusi segera maka akan menimbulkan nekrosis miokard yang bersifat
irreversible. Adapun komplikasi STEMI biasanya terjadinya karena adanya
remodeling ventrikel yang pada akhirnya akan mengakibatkan shock kardiogenik,
gagal jantung kongestif, serta disritmia ventrikel yang bersifat lethal aritmia
(Underhill, 2005; Libby, 2008; Rao, 2009). Diagnosis awal yang cepat dan
Penanganan yang tepat setelah pasien tiba di ruang IGD dapat membatasi kerusakan
miokardial serta meminimalkan komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
pasien sehingga menurunkan risiko kematian. Setiap 30 menit penundaan dalam
penatalaksanaan pasien IMA akan meningkatkan risiko relatif terhadap kematian
dalam setahun sekitar 80 % (Rao,2009).
FAKTOR RESIKO
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol
dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang
nonmodifiablemerupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol(smeltzer,
2002).Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah
TATALAKSANA
a. Terapi awal STEMI
Pada pasien di scenario, tata laksana awal yang paling baik dan efektif
dilakukan adalah dengan memberikan MONA.
MONA
M : Morfin 2,5- 5 mg, Intravena
O : Oksigen 2-4 L/mnt
N : Nitrogliserin sublingual 1 tablet
A : Aspirin
b. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam
penanganan STEMI tahap awal karena fase inilah yang menentukan
progresivitas perburukan area infark. Bagi pasien dengan manifestasi klinis
STEMI <12 jam dengan ST elevasi persisten atau adanya LBBB (Left
Bundle Branch Block) baru, maka Percutaneous Percutaneous Coronary
Coronary Intervention Intervention (PCI) primer atau terapi reperfusi
secara farmakologi harus dilakukan sesegera mungkin. Penanganan
reperfusi STEMI dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di rumah sakit
dan setelah tiba di rumah sakit ditunjukkan oleh. Terapi PCI primer
diindikasikan dilakukan dalam dua jam pertama terhitung jarak pertama
sekali pasien mendapatkan terapi (first medical contact). Dalam dua jam
pertama tersebut terapi reperfusi dengan PCI primer l reperfusi dengan PCI
primer lebih diutamakan diband ebih diutamakan dibandingkan dengan
terapi dengan ingkan dengan terapi dengan menggunakan fibrinolisis.
Sebelum dilakukan PCI primer maka dianjurkan pemberian dual
antiplatelet therapy (DAPT) meliputi aspirin dan adenosine diphosphate
(ADP).
• Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah IMA-EST, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau
trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila
terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada
dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa
dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan
jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik. Gagal jantung
juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan atau
sebagai komplikasi mekanis. Diagnosis gagal jantung secara klinis pada
fase akut dan subakut IMA-EST didasari oleh gejala-gejala khas seperti
dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi
pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi
ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi.
• Gangguan Hemodinamik
• Hipotensi
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada
dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator. (PERKI
ACS 2018)
Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada STEMI dapat dinilai
dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) score.
Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama perawatan, maupun
saat keluar dengan lebih akurat.
▪ Modifikasi gaya hidup, yakni dengan olahraga minimal 30 menit setiap hari
▪ Berhenti merokok
▪ Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga di bawah 100 mg/dl pada pasien
dengan risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat diturunkan dengan modifikasi
gaya hidup dan obat penurun LDL
▪ Manajemen tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V, departemen ilmu penyakit dalam
FK UI, Juni 2006 : Internal Publishing.
Departemen Farmakologi dan Teraupetik. 2017. Farmakologi dan Terapi edisi 10.
Jakarata : FK UI.P.
Dr. Yauka Takas. Kamus Lengkap Kedokteran. Penerbit Buku: Permata
Press.
Guyton dan Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC.
Hoffbrand dan Moss. 2013. Kapita Selekta Hematologi. Edisi keenam. Jakarta:
EGC.
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. Edisi 9. Philadelphia. W.
B. Saunders Company. 2013. 440-442p.
Kumar, V., Abbas, A., dan Aster, J. 2013. Robbins Basic Pathology Edisi 9.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovascular. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Kororner Akut. Edisi 3
Price Sylvia A. & Wilson Lorraine M.(2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi Jakarta: EGC
Rosani S & Isbagio H. 2014. Buku Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 4.
MediaAesculapius: Jakarta.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Ed. 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC