Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 3

BLOK KARDIOVASKULAR 2

Disusun oleh :

NAMA : Isnatiya Noviana


NIM : 020.06.0037
KELOMPOK SGD : 4
KELAS :A
TUTOR : dr. Rohmania Setiarini, Sp. N.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjat kan kehadirat tuhan yang mahaesa karena atas
rahmat-nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah yang berjudul “Small Group
Discussion Lbm 3”.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai SGD. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Rohmania Setiarini, Sp. N., selaku Fasilitator SGD kelompok 4 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman
lebih lanjut. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 07 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
- Skenario LBM 3 4
- Deskripsi Masalah 5
BAB II
- Pembahasan LBM 3 6
BAB III
- Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO LBM 3
“SESAK DAN KAKI BENGKAK”
Sesi 1
Bapak ridwan 60 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan sesak yang memberat sejak 2
jam yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu pak ridwan juga mengeluhkan sesak jika beraktifitas
ringan dan kedua kaki bengkak.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi :
112x/menit, suhu 36,8 oC, RR : 28 x/menit, SpO2 : 89%.
Sesi 2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan JVP 5+4 cmH2O, batas jantung kiri 2 cm di
laterocaudal Sic V LMCS, batas jantung lain normal, gallop (+), rhonki basah halus dibasal pada
kedua lapang paru, dan odem piting pada ekstremitas bawah.
Pada Pemeriksaan penunjang didapatkan:
EKG:
Thoraks Foto:

Sebagai seorang dokter jaga IGD anda langsung memberikan tatalaksana awal kepada
pasien.
DESKRIPSI MASALAH
Pada skenario LBM 3 ini di jelaskan bahwa Bapak ridwan 60 tahun datang ke IGD RS
dengan keluhan sesak yang memberat sejak 2 jam yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu pak ridwan
juga mengeluhkan sesak jika beraktifitas ringan dan kedua kaki bengkak. Pada pemeriksaan vital
sign didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi : 112x/menit, suhu 36,8 oC, RR : 28
x/menit, SpO2 : 89%. Bengkak atau dikenal sebagai edema terjadi akibat penumpukan cairan di
ruang yang berada di antar sel. Pada dasarnya bengkak dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh
terutama pada lengan dan tungkai.
Kondisi ini dapat terjadi akibat bermacam hal salah satunya pada gagal jantung. Pada saat
jantung mulai gagal berfungsi secara normal maka satu atau bahkan kedua bilik jantung tersebut
akan kehilangan kemampuan memompa darah secara efektif. Akibatnya cairan akan mengalami
penumpukan secara perlahan dan menyebabkan timbulnya edema (pembengkakan) bisa pada
tungkai (kaki), paru-aru, maupun perut. Kondisi inilah yang mungkin saja terjadi pada keluhan
yang bapak ridwan alami.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengapa kedua kaki bapak ridwan bengkak?
Bengkak atau dikenal sebagai edema terjadi akibat penumpukan cairan di ruang yang
berada di antar sel. Pada dasarnya bengkak dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh terutama
pada lengan dan tungkai. Kondisi ini dapat terjadi akibat bermacam hal salah satunya pada
gagal jantung. (Yurian, 2017)
Pada saat jantung mulai gagal berfungsi secara normal maka satu atau bahkan kedua
bilik jantung tersebut akan kehilangan kemampuan memompa darah secara efektif.
Akibatnya cairan akan mengalami penumpukan secara perlahan dan menyebabkan timbulnya
edema (pembengkakan) bisa pada tungkai (kaki), paru-aru, maupun perut. Kondisi inilah
yang mungkin saja terjadi pada keluhan yang bapak ridwan alami. (Yurian, 2017)
2. Apakah terdapat hubungan pembengkakan kaki dengan sesak napas yang dialami?
Kondisi kaki bengkak disebabkan oleh kondisi klinis yang dikenal dengan edema.
Edema adalah pembengkakan jaringan dibawah kulit yang disebabkan oleh cairan berlebihan
di jaringan. Edema dapat terjadi di organ apapun, namun edema akan lebih jelas terlihat pada
tungkai, lengan, pergelangan kaki, atau kaki. Edema bukan merupakan suatu diagnosis
penyakit, melainkan gejala dari suatu penyakit, misalnya disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, gagal ginjal dan sirosis hati. (Rina, 2017)
Jika gejala kaki bengkak disertai dengan keluhan sesak napas saat istirahat atau
setelah beraktivitas kemungkinan gejala-gejala penyakit jantung. Bisa juga diakibatkan oleh
gangguan di pembuluh darah balik (vena), atau penyakit liver yang sudah diderita dalam
jangka waktu yang cukup lama. (Rina, 2017)
3. Mengapa keluhan sesak bisa semakin memberat dan mengapa saat beraktivitas
ringan?
Napas berat bisa terjadi ketika oksigen yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit
atau saat tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen
tersebut, tubuh pun harus bekerja lebih keras dengan cara meningkatkan frekuensi
pernapasan. Saat hal ini terjadi, napas bisa terasa lebih berat dari biasanya. Namun jika napas
berat terjadi secara tidak terduga, terasa sangat berat, atau disertai keluhan lain, seperti kulit
pucat atau kebiruan, nyeri dada, tubuh lemas, dan hilang kesadaran, maka kemungkinan
besar napas berat tersebut disebabkan oleh suatu kondisi yaitu gangguan pada jantung.
Gangguan pada jantung dapat menyebabkan oksigen sulit dihantar ke seluruh tubuh.
Akibatnya, tubuh akan mengalami kekurangan oksigen dan napas pun menjadi berat.
Beberapa gangguan jantung yang dapat menyebabkan napas berat, di antaranya gagal
jantung, serangan jantung, aritmia, gangguan katup jantung. Selain beberapa penyakit
jantung di atas, napas berat akibat kelainan pada jantung juga bisa disebabkan oleh
kardiomiopati, yaitu kondisi ketika terdapat masalah pada otot jantung hingga membuatnya
sulit memompa dan mengirim darah ke seluruh tubuh. (Yurian, 2017)
4. Pembahasan DD (Gagal Jantung, PAD, Cor Polmunale)
 Gagal Jantung
Definisi:
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri. (Dwi Puji, 2017)
Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori yakni kelainan
struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional
dari New York Heart Association (NYHA).

Berdasarkan kelainan struktural Berdasarkan kapasitas fungsional


jantung (NYHA)

Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak ada batasan aktivitas fisik.
berkembang menjadi gagal jantung. Aktivitas fisik sehari-hari tidak
Tidak terdapat gangguan struktural menimbulkan kelelahan, berdebar atau
atau fugsional jantung, dan juga tidak sesak nafas.
tampak tanda atau gejala.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk kelainan pada struktur Terdapat batasan aktivitas ringan.
jantung yang berhubungan dengan Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
perkembangan gagal jantung tapi tidak namun aktivitas fisik sehari-hari
terdapat tanda atau gejala. menimbulkan kelelahan, berdebar atau
sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktivitas yang
berhubungan dengan penyakit bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
struktural jantung yang mendasari. istrahat, namun aktivitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, berdebar atau
sesak nafas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna muncul saat istrahat istrahat. Keluhan meningkat saat
walaupun sudah mendapat terapi melakukan aktivitas.
farmakologi maksimal (refrakter).

Etiologi:

Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh beberapa hal


yaitu:

- Usia
- Jenis kelamin
- Konsumsi garam berlebihan
- Keturunan
- Hiperaktivitas sistem saraf simpatis
- Stress
- Obesitas
- Olahraga tidak teratur
- Merokok
- Konsumsi alkohol dan kopi berlebihan
- Hipertensi
- Ischaemic heart disease
- Hypothyroidism
- Penyakit jantung congenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal defek)
- Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif), dan
- Infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung. (Dwi Puji, 2017)

Manifestasi Klinis:

Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat
latihan fisik yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik
akan semakin menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas
yang ringan. Gejala awal yang umumnyaterjadi pada penderita gagal jantung yakni
dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang dipicu oleh
timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu manifestasi yang spesifik
dari gagal jantung kiri.Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan
tekanan vena jugularis. Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat menyebabkan
edema dan jika berlanjut akan menimbulkan edema anasarka. Forward failure pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit
pucat dan kelemahan otot rangka. Makin menurunnya curah jantung dapatdisertai
insomnia, kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang berat,
dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif. (Nursalam, 2020)

 Peripheral Arterial Disease (PAD)


Definisi:
Peripheral arterial disease adalah penyumbatan pada arteri perifer akibat proses
atherosclerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen arteri menyempit
(stenosis), atau pembentukan trombus. Hal di atas menyebabkan peningkatan resisten
pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal.
(Decroli, 2015)
Etiologi:
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah adanya stenosis (penyempitan) pada
arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosclerosis atau reaksi inflamasi pembuluh
darah yang menyebabkan lumen menyempit. Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri
perifer adalah merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol, stress, riwayat penyakit
jantung, serangan jantung, stroke, obesitas, diabetes, dan kelainan sintesis protein seperti
protein C dan protein S. (Decroli, 2015)
Manifestasi Klinis:
Peripheral arterial disease (PAD) dapat timbul disertai dengan gejala dan dapat
pula timbul tanpa disertai gejala. Manifestasi utama yang dapat dirasakan pada
penyempitan arteri kronis adalah klaudikasio intermiten. Klaudasio merupakan penanda
penyakit oklusif arteri perifer, bersifat incidental dan dideskripsikan sebagai nyeri, kram,
keletihan atau kelainan. Pasien dapat mengeluh nyeri bertambah berat saat bergerak.
Manifestasi klinis lainnya seperti rasa dingin atau kebas pada ektremitas, terdapat
sianosis pada ekstremitas, perubahan pada kulit tampak mengkilat dan kuku menebal,
terdapat ulkus/gangren dan terjadi ketidaksamaan frekuensi nadi antar-esktremitas atau
bahkan nadi tidak teraba. (Decroli, 2015)
 Cor Pulmonal
Definisi:
Cor pulmonal yaitu diartikan sebagai keadaan patologis dengan ditemukannya
hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru.
Cor pulmonal merupakan suatu keadaan yang dimana timbul hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung, timbul akibat penyakit yang menyerang
struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Jadi, penyakit jantung kiri
maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab pada patogenesis cor
polmonal. Cor pulmonal yaitu bisa terjadi akut atau kronik. (Prise Wilson, 1995)
Etiologi:
Cor pulmonal dapat dibedakan yaitu berdasarkan cor pulmonal akut dan kronik.
Cor pulmonal akut biasanya disebabkan oleh emboli paru. Sedangkan, cor pulmonal
kronik mempunyai banyak etiologi yaitu antara lain penyakit paru obstruktif (PPOK),
penyakit paru restriktif, penyakit pembuluh darah paru, dan penyakit insufisiensi paru
sentral seperti sindrom sleep apnea. Untuk kelainan dinding thoraks misalnya posisi
tulang belakang kiposkoliosis, miastenia gravis, amiotrofik, lateral sklerosis. Di antara
berbagai etiologi cor pulmonal kronik, penyakit paru obstruktif, seperti penyakit
obstruktif paru kronik merupakan penyebab tersering cor pulmonal kronik. (Leong D,
2017)
Manifestasi Klinis:
Dalam perjalanan penyakit kor pulmonal dibedakan dalam 5 fase, yaitu:
 Fase I
Pada fase I, belum ada gejala klinis yang jelas selain adanya permulaan
penyakit paruobstruktif kronik, tuberkulosis lama, bronkiektasis, dan lain-lain.
Penderita biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun, sering dalam anamnesis
terdapat kebiasaan banyak merokok.
 Fase II
Pada fase II sudah mulai ada tanda-tanda berkurangnya ventilasi. Gejala batuk
yang lama sering disertai dahak banyak terutama pada bronkiektasis. Sesak napas dan
napas berbunyi apabila ada konstriksi bronkus akibat asma bronkial. Sesak napas
terutama timbulpada waktu berjalan menanjak atau sesudah banyak berbicara, dan
penderita sering disebut dengan istilah pink puffers. Sianosis belum tampak.Pada
pemeriksaan fisik sudah tedapat kelainan toraks berupa suara ketokan
hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi mamanjang, terdengar ronkhi basah
kasar dankering (wheezing). Diafragma letak rendah dan suara jantung terdengar
lebih redup, karena sudah mulai tertutup oleh paru yang mengembang. Pada
pemeriksaan foto toraks tampak penerawangan yang lebih, corakan pembuluh darah
berkurang, diafragma lebih rendah,mendatar dan kurang bergerak. Posisi jantung
vertikal.
 Fase III
Pada fase III, terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Timbul keluhan nafsu
makan berkurang. Berat badan berkurang dan terasa cepat lelah. Pada pemeriksaan
fisik penderita tampak sianotik. Sesaknya lebih nyata disertai tanda-tanda emfisema
paru lebih jelas. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisitemia. Fungsi
paru menandakan turunnya tekanan O2 arterial. Penderita sudah masuk ke dalam fase
blue bloater.

 Fase IV
Fase ke IV ditandai dengan timbulnya hiperkapnia. Penderita menjadi lebih
gelisah, mudah tersinggung dan mulai tampak adanya kelainan mental, sampai
kadang-kadang timbul gejala somnolensi. Pada keadaan berat dapat terjadi koma,
penderita kehilangan kesadaran. Kadar CO2 meningkat dalam darah arteri. PaCO2
naik sampai lebih dari 60-100 mmHg Timbul asidosis, pH darah turun. Pada fase ini
sudah timbul tanda-tanda kor pulmonal potensial dan tekanan pulmonal sudah mulai
meningkat.
 Fase V
Pada fase V sudah tampak kelainan di jantung. Tekanan di arteri pulmonal
mulai meningkat. Mula-mula tekanan rata-rata arteri pulmonal kurang dari
25 mmHg tetapi kemudian akan naik sampai melampaui di atas 25 mmHg. Penderita
sudah masuk ke dalamfase impending cor pulmonale. Sudah tampak kerja ventrikel
kanan yang lebih berat agardapat mengatasi kenaikan tekanan di arteri pulmonal,
tetapi fungsi jantung kanan masih dapat mengadakan kompensasi. Ventrikel kanan
menjadi hipertrofi dan akhirnya terjadilah gagal jantung kanan.Pada pemeriksaan
klinis, penderita tampak sianotik, vena jugularis di leher tampak terbendung, hati
membesar karena kongesti, timbul edema di tungkai, kaki, dan kadang disertai asites.
(Leong D, 2017)
5. Penegakan diagnosis
Berdasarkan hasil diskusi kami, bahwa pada skenario bapak ridwan tersebut
mengalami gagal jantung. Gagal jantung dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang. Gejala yang didapatkan pada pasien dengan gagal jantung antara lain sesak nafas,
Edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat
disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard.
Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. Elektrokardiografi
memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk
gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia. Ekokardiografi
harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang
jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat
dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan. Tes darah dirkomendasikan untuk
menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid
dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat
berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi
dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner. (Nursalam, 2020)
6. Pembahasan DX
 Epidemiologi
Berdasarkan laporan dari WHO (World Health Organization), dilaporkan
gangguan kardiovaskular mengakibatkan meninggalnya 17,5 juta orang di seluruh dunia
dan lebih dari 75% penderita gangguan kardiovaskular terdapat di negara-negara yang
memiliki pendapatan rendah dan menengah. Pada riset yang dilakukan di Amerika
Serikat, orang berusia >40 tahun mempunyai resiko berkembangnya gagal jantung
sebanyak 20%. Angka kejadian gagal jantung terjadi lebih dari 650.000 orang.
Semakinbertambahnya umur, kejadian gagal jantung semakin meningkat. (WHO, 2016)
Di Indonesia jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,13% yang ditentukan oleh
dokter, sedangkan jumlah kasus gagal jantung sebanyak 0,3% yang ditentukan oleh
dokter dan didapatkan dari gejala. Di Jawa Timur jumlah kasus gagal jantung sebanyak
0,19% yang ditentukan oleh dokter, sedangkan jumlah kasus gagal jantung sebanyak
0,3% yang ditentukan oleh dokter dan didapatkan dari gejala. (Kementerian Kesehatan
RI, 2013)
 Patofisiologi Gagal Jantung
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung atau
miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah
jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung akan
memberikan respon mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung agar
tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara
maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka setelah akan
itu timbul gejala gagal jantung. Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat dalam
respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya
beban awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi
ventrikel. Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis kompensatorik. Hal ini akan merangsang pengeluarankatekolamin dari saraf-
saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi
arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah untuk
mengutamakan perfusi ke organ vital seperti jantung dan otak. (Nursalam, 2020)
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme
Frank Starling. Respon kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya ketebalan otot jantung. Hipertrofi akan meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara paralel
atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.
(Nursalam, 2020)
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek yang menguntungkan.
Namun,pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan
meningkatkan kerja jantung. Hasil akhir dari peristiwa di atas adalah meningkatnya
beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. (Nursalam, 2020)
 Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien gagal jantung
yaitu:
1) Ekokardiografi (ECG)
Pemeriksaan ekokardiografi umumnya digunakan untuk deteksi gangguan
fungsional dan anatomis yang menyebabkan gagal jantung (Aspiani, 2014).
Elektrokardiografi juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri, dimensi pada akhir diastolik dan sistolik pada ventrikel kiri dapat
direkan dengan elektrokardiografi. (Nursalam, 2020)
2) Rontgen dada
Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan hipertensi vena,
edema paru atau kardiomegali. Bukti pertama dari peningkatan tekanan vena paru 12
adalah adanya diversi aliran darah menuju atas dan adanya peningkatan ukuran
pembuluh darah. (Nursalam, 2020)
3) Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat digunakan untuk melihat adanya hipertrofi dan
memantau adanya perubahan kalium setelah pemberian diuretik, sehingga dapat
diketahui ada atau tidaknya perubahan gelombang akibat hipokalemia yang pada
umumnya merupakan dampak dari pemberian diuretic (Muttaqin, 2014). Pemeriksaan
EKG juga dapat menentukan kelainan primer pada jantung seperti iskemik, hipertrofi
ventrikel, gangguan irama jantung dan dapat digunakan untuk mengetahui faktor
pencetus akut seperti infark miokard, emboli paru. (Nursalam, 2020)
4) Laboratorium
Pemeriksaan ini untuk menilai Peningkatan kretinin serum, anemia,
hyponatremia, hyperkalemia, BNP dan NT-pro-BNP. (Nursalam, 2020)

Interpretasi pemeriksaan penunjang pada skenario:


- Pemeriksaan EKG

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil EKG yaitu Irama sinus, karena
gelombang P diikuti dengan gelombang QRS, gelombang P positif pada lead II, dan
negatif pada lead aVr, frekuensi jantung yaitu 112x/menit, merupakan takikardi, axis
normal karena positif pada lead I dan positif pada aVR, Gelombang P berasal dari SA
Node karena gelombang P positif pada lead I, dan negatif pada lead aVR. Tinggi serta
lebar gelombang P normal karena kurang dari 3 kotak, Interval PR, dan kompleks
QRS normal,Segmen ST tidak terjadi elevasi dan depresi, gelombang T dalam batas
norma, dan tidak terdapat gelombang tambahan.
- Pemeriksaan Foto Rontgen

Dari hasil foto toraks dapat dilihat bahwa pada trakea tidak terjadi deviasi,
sinus kosto prenikus lancip yang menandakan tidak terjadinya penumpukan cairan,
tidak terdapat bercak bronkovaskuler, batas jantung kiri 2 cm di laterocaudal SIC V
LMCS, jantungnya membesar dilihat dari perhitungan CTTR yang lebih dari 50%.
 Tatalaksana
1. Non farmakologi
Terapi yang dilakukan kepada pasien gagal jantung dilakukan agar penderita
merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa
memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya
dilakukan melalui tiga segi, yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung,
menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung, dan mengobati
gagal jantung.Terapi bagi penderita gagal jantung berupa terapi non-farmakologis dan
terapi farmakologis. Tujuan dari adanya terapi yakni untuk meredakan gejala,
memperlambat perburukan penyakit, dan memperbaiki harapan. (Dwi Puji, 2017)
Terapi non- farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk manajemen
perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri diartikan sebagai tindakan-
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang
dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Manajemen perawatan diri berupa ketaatan berobat, pemantauan berat badan,
pembatasan asupan cairan, pengurangan berat badan (stadium C), pemantauan asupan
nutrisi, dan latihan fisik. Terapi non-farmakologis juga dapat dilakukan dengan
restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah garam dan rendah kolesterol,
tidak merokok, dan dengan melakukan olahraga. (Dwi Puji, 2017)
2. Farmakologi
Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan
berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan
harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu mengobati penyakit
penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal
jantung dan mengobati gagal jantung. Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk
mengurangi gejala- gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup
penderita. Cara dan golongan obat yang dapat diberikan antara lain mengurangi
penumpukan cairan (dengan pemberian diuretik), menurunkan resistensi perifer
(pemberian vasodilator), memperkuat daya kontraksi miokard (pemberian inotropik).
(Nursalam, 2020)
1. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang
sering digunakan golongan diuterik loopdan thiazide. Diuretik Loop (bumetamid,
furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja
pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat
menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus.
2. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
3. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada
keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat,
misalnya pada trombosis. (Nursalam, 2020)
 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi pada penyakit gagal jantung yaitu:
a. Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau kenaikan
kadar kalium yang tinggi dalam darah
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah
c. Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru atau asites
d. Anemia atau kekurangan sel darah merah
e. Kerusakan sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kejang. (Nursalam, 2020)
 Faktor resiko
Beberapa faktor resiko gagal jantung yaitu sebagai berikut
1. Usia yang semakin lanjut
2. Jenis kelamin pria
3. Terdapat keluarga yang mengalami gangguan jantung
4. Riwayat tekanan darah tinggi
5. Berat badan yang berlebihan obesitas
6. Gaya hidup yang tidak sehat. (Nursalam, 2020)
 KIE dan Prognosis
KIE
KIE yang dilakukan adalah meminta kepada pasien agar:
1. Berhenti merokok
2. Minum obat secara teratur meskipun gejala sudah tidak dirasakan. Kerusakan jantung
pada orang dengan CHF adalah permanen. Obat hanya membantu mengontrol gejala,
bukan memperbaiki kerusakan permanen pada jantung.
3. Kurangi makan makanan dengan kadar garam yang tinggi dan berlemak.
4. Olahraga teratur setidaknya tiga kali dalam seminggu. Namun, konsultasikan dengan
dokter terlebih dahulu untuk menentukan olahraga yang sesuai dengan kondisi.
5. Rajin medical check up. (Nursalam, 2020)
Prognosis
Angka mortalitas dalam 5 tahun setelah didiagnosis berkisar 45-60%, dengan
laki-laki memiliki luaran lebih buruk dibandingkan perempuan. Pasien gejala berat
(NYHA kelas III atau IV) memiliki angka kesintasan 1 tahun sebesar 40%. (Nursalam,
2020)
BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung merupakan keadaan
dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung diawali dengan terjadinya
kerusakan pada jantung atau miokardium, diikuti penurunan curah jantung. Gagal jantung terjadi
jika kompensasi gagal memenuhi kebutuhan maksimal tersebut. Manifestasi klinis gagal jantung
dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik yang diberikan. Gejala awal yang
umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan
adanya retensi cairan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Price Sylvia, M. Wilson Lorraine. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 2. Jakarta: EGC.
Decroli, Eva. 2015. Iskemia pada Jari Tangan Penderita Diabetes Melitus: Suatu Keadaan
Peripheral Arterial Disease.
Dwi, Puji. TA. 2017. GAGAL JANTUNG. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDA. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

Leong D. 2017. Cor Pulmonal Overview. Medscape.


Nursalam. 2020. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis (P. P. Lestari (Ed.);
5th ed). Salemba Medika.

Rina, M. 2017. MODUL KAKI BENGKAK. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,


Makassar.

WHO. 2013. World Heart Day 2013: Measure Your Blood Pressure, Reduce Your Risk.
Yurian, Prabowo. 2017. Implementasi Sistem Pakar Untuk Diagnosis Penyakit dengan Gejala
Awal Kaki Bengkak. Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai