Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis

Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari
kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka
dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang mendukung ke arah
adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat
ditegakkan secara pasti dengan hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan
pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penyakit paru yang mendasari atau hipertensi pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan, dan gagal jantung kanan. Adanya peningkatan diameter dinding dada, retraksi
dinding dada, distensi vena leher, dan sianosis dapat ditemukan. Pada auskultasi paru dapat terdengar
mengi dan crackles. Adanya aliran tubulen melalui pembuluh darah pada hipertensi pulmonal
tromboembolik kronik dapat terdengar sebagai bruit sistolik pada paru. Pada perkusi, adanya
hiperresonansi paru dapat menjadi tanda adanya PPOK. Pada auskultasi jantung dapat ditemukan suara
jantung tiga dan empat pada ventrikel kanan atau murmur sistolik karena trikuspid regurgitasi. Refluks
hepatojugular dan pulsatile liver adalah tanda gagal jantung kanan dengan kongesti vena sistemik. Pada
gangguan yang lebih berat dapat ditemukan adanya asites. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat
ditemukan adanya pitting edema. Edema pada kor pulmonal berkaitan erat dengan hiperkapnia.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal adalah
angiograf, rontgen thorax, elektrokardiografi, dan ekokardiografi. Kateterisasi jantung merupakan baku
emas untuk diagnosis hipertensi arteri pulmonal. Kateterisasi membantu diagnosis dengan
menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk
dugaan prognostik pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat
(seperti adenosisn, inhalasi nitrit oxid atau epoprostenol) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons
vasodilatasi positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vaskular paru
sedikitnya 20% dari tekanan awal. Pasien dengan hipertensi arteri pulmonal yang berespon positif
dengan vasodilator akut pada pemeriksaan kateterisasi, survivalnya akan meningkat dengan pengobatan
blokade saluran kalsium jangka lama. Dengan katerisasi jantung juga dapat memberikan informasi
mengenai saturasi oksigen pada vena sentral, atrium dan ventrikel kanan dan arteri pulmonal yang
berguna dalam menilai prognostik hipertensi pulmonal.

Pada rontgen thorax dapat ditemukan gambaran hipertensi pulmonal berupa dilatasi arteri pulmonalis
utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer. Pada hipertensi pulmonal, diameter arteri
pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93% penderita. Hipertrofi
ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran
kearah lateral batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal
pada foto dada lateral.

Pada elektrokardiogram, gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan dapat berupa:

Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

Terdapat pola S1 S2 S3

Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau inkomplet.

Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.

Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya hiperinflasi.

Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang Q di sadapan
prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.

Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur atrium terisolasi hingga
supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi
atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari
(kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan
bronkodilator berlebihan).

Salah satu pencitraan lain yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis kor pulmonal
adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan
yang membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup
pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan
pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat
penyakit paru.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kor pulmonal adalah menjaga pengisian ventrikel kanan dan tekanan perfusi adekuat,
mengembalikan keadaan hipoksemia dan asidosis, menjaga ritme jantung, dan menatalaksana penyakit
yang mendasari. Sebagian besar pasien dengan PPOK dekompensata dan kor pulmonal mempunyai
komponen hipoksemik reversibel. Pasien dengan retensi karbon dioksida seharusnya tetap
mendapatkan terapi oksigen.

Efek digitalis, inotropin, dan diuretik pada kor pulmonal akut bervariasi dan harus digunakan secara hati-
hati. Diuresis perlahan dapat membantu meringankan kongesti simtomatik pada ekstremitas bawah,
sistem gastrointestinal, dan sirkulasi portal. Diuresis dapat mengurangi distensi ventrikel kanan dan
tension miokardial, sehingga meningkatkan beban akhir dan perfusinya. Pengurangan curah jantung
yang berasal dari diuresis juga dapat menyebabkan reduksi tekanan arteri pulmonal. Digitalis hanya
mempunyai efek inotropik yang ringan pada ventrikel kanan yang tidak hipertrofi namun dapat
membantu kor pulmonal kronik dan mengontrol detak jantung pada atrial fibrilasi tanpa mengurangi
fungsi miokard. Inotropin seperti dopamin dan dobutamin dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri dan
meningkatkan tekanan perfusi ventrikel kanan.

Pada sebagian kecil pasien, penyekat kanal kalsium seperti nifedipin, diltiazem, amlodipin mengurangi
resistensi vaskular pulmonal dan meningkatkan curah jantung dengan mengurangi beban akhir ventrikel
kanan. Efek ini, walaupun bervariasi, obat-obat ini dapat mengurangi penurunan fungsi myokard atau
mengurangi tekanan perfusi koroner. Pasien dengan komponen hipertensi pulmonal yang reversibel
dapat menggunakan nitrit oksida yang diinhalasi (atau prostasiklin teraerosol seperti Flolan). Pasien
dengan hipertensi pulmonal berat dapat diberikan antikoagulasi.

DAFTAR PUSTAKA
Harun S, Ika PW. Kor Pulmonal Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed 5 Jilid 2. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 1842.

Marini JJ, Wheeler AP. Critical Care Medicine: The Essentials. Ed 4. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2012; 13-14.

Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart Failure and Cor Pulmonale. Dalam Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17th ed. United States of America. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 217-244

Oakley. C.M, Fishman. A.P. The Management of Primary Pulmonary Hypertension. JAMA. 2006;
265:1014-20.

Anda mungkin juga menyukai