Anda di halaman 1dari 14

TUGAS ESSAI

“Dasar-Dasar Imunologi”

Nama : Rosalina Yolanda

NIM : 020.06.0073

Blok SP : Hematologi & Imunologi I

Dosen : dr. Yulia Suciati, M. Biomed, PhD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021/2022
LATAR BELAKANG

Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit, semuanya
terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, saluran cerna,
membran yang melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu
menyebabkan kelainan fungsi fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius
tersebut masuk ke jaringan yang lebih dalam. Selain itu, secara intermiten kita terpapar dengan
bakteri dan virus yang sangat infeksius di samping bentuk-bentuk yang memang dijumpai dalam
keadaan normal, bakteri atau virus ini dapat menyebabkan penyakit akut yang mematikan,
misalnya pneumonia, infeksi streptokokus, dan demam tifoid. Tubuh kita mempunyai suatu sistem
khusus untuk melawan bermacam-macam agen yang infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri atas
leukosit darah (sel darah putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Sel-sel ini bekerja
bersama-sama melalui dua cara untuk mencegah penyakit: (1) dengan benar-benar merusak bakteri
atau virus yang menginvasi melalui fagositosis serta (2) dengan membentuk antibodi dan limfosit
yang tersensitisasi, yang dapat menghancurkan atau membuat agen menjadi tidak aktif.

ISI

Seperti yang kita ketahui, leukosit disebut juga sel darah putih, merupakan unit sistem
pertahanan tubuh yang mobil. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan
monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma).
Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh yang
membutuhkannya. Fungsi dari sel darah putih ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke
daerah yang mengalami infeksi dan mengalami peradangan serius, sehingga menyediakan
pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius. Granulosit dan monosit mempunyai
kemampuan khusus untuk "mencari dan merusak" setiap benda asing yang menyerang. Ada enam
macam sel darah putih yang biasa ditemukan dalam darah. Keenam sel tersebut adalah neutrofil
polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfornuklear, monosit, limfosit, dan
kadang sel plasma. Ketiga tipe sel-sel ini, yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya mempunyai
gambaran granular, sel-sel tersebut disebut granulosit, atau dalam terminologi klinis disebut "poli",
karena intinya yang multipel. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme
penyerang terutama dengan cara memakannya (misalnya, melalui fagositosis). Fungsi limfosit dan
sel-sel plasma terutama berhubungan dengan sistem imun. Manusia dewasa mempunyai sekitar
7.000 sel darah putih per mikroliter darah (dibandingkan dengan sel darah merah yang berjumlah
5 juta). Persentase normal berbagai jenis sel darah putih dan jumlah total sel darah putih kira-kira
sebagai berikut. Neutrofil polimorfonuklear 62.0%, Eosinofil polimorfonuklear 2.3%, Basofil
polimorfonuklear 0.4% Monosit 5.3%, Limfosit 30.0%. Diferensiasi dini sel punca hemopoietik
pluripoten dapat menjadi berbagai tipe committed stem cell. Sel-sel committed ini selain
membentuk sel darah merah, juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih, silsilah mielositik
dan limfositik. Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel
plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen khususnya di kelenjar limfe, limpa,
timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid, seperti sumsum tulang dan plak Peyer di
bawah epitel dinding usus.

Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang disimpan dalam sumsum sampai
diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhan sel darah putih ini muncul, berbagai
macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Limfosit sebagian besar disimpan
di berbagai area jaringan limfoid. Masa hidup granulosit sesudah dilepaskan dari sumsum tulang
normalnya 4 sampai 8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4 sampai 5 hari berikutnya dalam jaringan
yang membutuhkan Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup sel darah putih
berkurang sampai hanya beberapa jam, karena granulosit bekerja lebih cepat pada daerah yang
terinfeksi, melakukan fungsinya, dan kemudian masuk dalam proses ketika sel-sel itu sendiri
dimusnahkan. Monosit juga mempunyai masa edar yang singkat, yaitu 10 sampai 20 jam dalam
darah, sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam
jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya besar sekali dan menjadi makrofag jaringan,
dan dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup berbulan-bulan kecuali bila sel-sel itu
dimusnahkan saat melakukan fungsi fagositik. Makrofag jaringan ini merupakan dasar sistem
makrofag jaringan yang merupakan pertahanan lanjutan untuk melawan infeksi. Limfosit
memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan
jaringan limfoid lainnya. Setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan
dengan cara diapedesis. Kemudian limfosit memasuki limfe dan kembali ke darah lagi, demikian
seterusnya; sehingga terjadi sirkulasi limfosit yang terus-menerus di seluruh tubuh. Limfosit
memiliki masa hidup berminggu-minggu atau berbulan-bulan bergantung pada kebutuhan tubuh
akan sel-sel tersebut.

Sifat Pertahanan Neutrofil dan Makrofag Terhadap Infeksi

Neutrofil dan makrofag jaringan, terutama menyerang dan menghancurkan bakteri, virus,
dan agen-agen merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Neutrofil adalah sel matang
yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri, bahkan di dalam darah sirkulasi. Sebaliknya,
makrofag jaringan memulai hidup sebagai monosit darah, yang merupakan sel belum matang
walaupun tetap berada di dalam darah dan memiliki sedikit kemampuan untuk melawan agen-agen
infeksius. Namun, begitu makrofag masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini mulai membengkak
kadang diameternya membesar hingga lima kali lipat sampai sebesar 60 hingga 80 gm. Sel-sel ini
disebut makrofag, dan mempunyai kemampuan hebat untuk memberantas agen-agen penyakit di
dalam jaringan. Neutrofil dan monosit dapat terperas melalui pori-pori kapiler darah dengan cara
diapedesis. Sehingga walaupun ukuran porinya jauh lebih kecil daripada sel, pada suatu ketika
sebagian kecil sel tersebut meluncur melewati pori-pori; bagian yang meluncur tersebut untuk
sesaat terkonstriksi sesuai dengan ukuran pori. Neutrofil dan makrofag dapat bergerak melalui
jaringan dengan gerakan ameboid Banyak jenis zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan
neutrofil dan makrofag bergerak menuju sumber zat kimia. Hal ini dikenal sebagai kemotaksis.
Bila suatu jaringan mengalami peradangan, banyak produk dibentuk sehingga menyebabkan
kemotaksis ke arah area yang mengalami peradangan. Zat-zat ini adalah (1) beberapa toksin
bakteri atau virus, (2) produk degeneratif jaringan yang meradang itu sendiri, (3) beberapa produk
reaksi "kompleks komplemen" yang diaktifkan di jaringan yang meradang, dan (4) beberapa
produk reaksi yang disebabkan oleh pembekuan plasma di area yang meradang, dan juga zat-zat
lainnya. Proses kemotaksis bergantung pada perbedaan konsentrasi zat-zat kemotaktik. Pada
daerah dekat sumber, konsentrasi zat-zat ini paling tinggi, dan menyebabkan gerakan sel darah
putih yang terarah. Kemotaksis efektif sampai jarak 100 µm dari jaringan yang meradang. Oleh
karena hampir tidak ada area jaringan yang jauhnya lebih dari 50 µm dari kapiler, maka sinyal
kemotaktik dapat dengan mudah memindahkan sekelompok sel darah putih dari kapiler ke daerah
yang meradang.
Fagositosis Neutrofil dan Makrofag
Fungsi neutrofil dan makrofag yang terpenting adalah fagositosis, yaitu pencernaan selular
terhadap agen yang mengganggu. Sel fagosit harus memilih bahan-bahan yang akan difagositosis;
kalau tidak demikian, sel normal dan struktur tubuh akan dicerna pula. Terjadinya fagositosis
terutama bergantung pada tiga prosedur selektif berikut. Pertama, sebagian besar struktur alami
dalam jaringan memiliki permukaan halus, yang dapat menahan fagositosis. Tetapi jika
permukaannya kasar, maka kecenderungan fagositosis akan meningkat. Kedua, sebagian besar
bahan alami tubuh mempunyai selubung protein pelindung yang menolak fagositosis. Sebaliknya,
sebagian besar jaringan mati dan partikel asing tidak mempunyai selubung pelindung, sehingga
jaringan atau partikel tersebut menjadi subjek untuk difagositosis. Ketiga, sistem imun tubuh
membentuk antibodi untuk melawan agen infeksius seperti bakteri. Antibodi kemudian melekat
pada membran bakteri dan dengan demikian membuat bakteri menjadi rentan khususnya terhadap
fagositosis. Untuk melakukan hal ini molekul antibodi juga bergabung dengan produk C3 dari
kaskade komplemen, yang merupakan bagian tambahan sistem imun. Molekul C3 kemudian
melekatkan diri pada reseptor membran sel fagosit, dengan demikian memicu fagositosis. Proses
seleksi dan fagositosis ini disebut opsonisasi.
Neutrofil sewaktu memasuki jaringan sudah merupakan sel-sel matang yang dapat segera
memulai fagositosis. Ketika mendekati suatu partikel untuk difagositosis, mula-mula neutrofil
melekatkan diri pada partikel kemudian menonjolkan pseudopodia ke semua jurusan di sekeliling
partikel. Pseudopodia bertemu satu sama lain pada sisi yang berlawanan dan bergabung. Hal ini
menciptakan ruangan tertutup yang berisi partikel yang sudah difagositosis. Kemudian ruangan ini
berinvaginasi ke dalam rongga sitoplasma Kemudian ruangan ini berinvaginasi ke dalam rongga
sitoplasma dan melepaskan diri dari membran sel bagian luar untuk membentuk vesikel fagositik
yang mengapung dengan bebas (juga disebut fagosom) di dalam sitoplasma. Sebuah sel neutrofil
biasanya dapat memfagositosis 3 sampai 20 bakteri sebelum sel neutrofil itu sendiri menjadi inaktif
dan mati. Makrofag merupakan produk tahap akhir monosit yang memasuki jaringan dari dalam
darah. Bila makrofag diaktifkan oleh sistem imun, makrofag merupakan sel fagosit yang lebih kuat
daripada neutrofil, sering kali mampu memfagositosis sampai 100 bakteri. Makrofag juga
mempunyai kemampuan untuk menelan partikel yang jauh lebih besar, bahkan sel darah merah
utuh, atau kadang parasit malaria, sedangkan neutrofil tidak mampu memfagositosis partikel yang
jauh lebih besar dari bakteri. Makrofag setelah memakan partikel, juga dapat mengeluarkan produk
residu dan sering kali dapat bertahan hidup serta berfungsi sampai berbulan-bulan kemudian.
Setelah difagositosis, sebagian besar partikel dicerna oleh enzim intraselular. Segera
setelah partikel asing difagositosis, lisosom dan granula sitoplasmik lainnya segera datang untuk
bersentuhan dengan vesikel fagositik, dan membrannya bergabung dengan membran vesikel, yang
kemudian akan mengeluarkan banyak enzim pencernaan dan bahan bakterisidal ke dalam vesikel,
sehingga vesikel fagositik menjadi vesikel pencerna, dan dimulailah proses pencernaan partikel
yang sudah difagositosis. Neutrofil dan makrofag, keduanya mempunyai sejumlah besar lisosom
yang berisi enzim proteolitik yang khusus dipakai untuk mencerna bakteri dan bahan protein asing
lainnya. Lisosom yang ada pada makrofag (tetapi tidak pada neutrofil) juga mengandung banyak
lipase, yang mencerna membran lipid tebal yang dimiliki oleh beberapa bakteri tertentu seperti
basil tuberkulosis. Selain mencerna bakteri yang tertelan dalam fagosom, neutrofil dan makrofag
juga mengandung bahan bakterisidal yang membunuh sebagian besar bakteri, bahkan bila enzim
lisosomal gagal mencerna bakteri tersebut. Hal ini karena beberapa bakteri mempunyai selubung
pelindung atau faktor lain yang mencegah penghancurannya oleh enzim pencernaan. Banyak efek
pembunuhan merupakan hasil dari beberapa bahan pengoksidasi kuat yang dibentuk oleh enzim
dalam membran fagosom, atau oleh organel khusus yang disebut peroksisom. Bahan pengoksidasi
ini meliputi sejumlah besar superoksida (O2 - ) hidrogen peroksida (H2,O2), dan ion-ion hidroksil
(OH- ), semuanya bersifat mematikan bagi sebagian besar bakteri, bahkan bila bahan pengoksidasi
itu jumlahnya sedikit. Selain itu, salah satu enzim lisosom, yaitu mieloperoksidase, mengatalisis
reaksi antara H2O2 dan ion klorida untuk membentuk hipoklorit, yang secara luas bersifat
bakterisid.
Sistem Monosit-Sel Makrofag (Sistem Retikuloendotelial)
Makrofag merupakan sel mobil yang mampu mengembara ke seluruh jaringan. Namun,
setelah memasuki jaringan dan menjadi makrofag, sebagian besar monosit lainnya melekat pada
jaringan dan tetap melekat selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sampai monosit
tersebut dipanggil untuk melakukan fungsi pertahanan lokal spesifik. Makrofag jaringan
mempunyai kemampuan serupa dengan makrofag yang mobil untuk memfagositosis sejumlah
besar bakteri, virus, jaringan nekrotik, atau partikel asing lainnya dalam jaringan. Dan bila
dirangsang, makrofag jaringan dapat melepaskan diri dari tempat pelekatannya dan dapat menjadi
makrofag mobil yang akan bereaksi terhadap kemotaksis dan semua rangsangan yang
berhubungan dengan proses peradangan. Jadi, tubuh memiliki "sistem monosit-makrofag" yang
tersebar luas hampir di seluruh area jaringan. Gabungan keseluruhan monosit, makrofag mobil,
makrofag yang terfiksasi pada jaringan, beberapa sel endotel khusus dalam sumsum tulang, limpa,
dan nodus limfe disebut sistem retikuloendotelial. Namun, seluruh atau hampir seluruh sel-sel ini
berasal dari sel punca monositik, oleh karena itu, sistem retikuloendotelial hampir sinonim dengan
sistem monosit-makrofag.
1. Makrograf Jaringan di Kulit dan Jaringan Subkutan (Histiosit).
Bila infeksi dimulai di jaringan subkutan dan timbul peradangan setempat, maka
makrofag jaringan setempat dapat membelah in situ dan membentuk makrofag lebih
banyak lagi. Selanjutnya makrofag jaringan melakukan fungsinya seperti biasa yakni
menyerang dan menghancurkan agen infeksius.
2. Makrofag di Nodus Limfe
Bila partikel tidak dihancurkan di jaringan setempat, maka partikel akan masuk ke
dalam cairan limfe dan mengalir menuju nodus limfe, yang letaknya tidak teratur di
sepanjang perjalanan aliran limfe. Partikel asing itu lalu terjebak di nodus limfe dalam
anyaman sinus yang dibentengi oleh makrofag jaringan. Pada susunan nodus limfe terdapat
cairan limfe yang masuk dari kapsul nodus limfe melalui limfatik aferen, kemudian
mengalir melewati sinus medularis nodus limfe, dan akhirnya keluar dari hilus masuk ke
dalam limfatik eferen. Sejumlah besar makrofag membentengi sinus limfe, dan bila ada
partikel yang masuk ke dalam sinus melalui cairan limfe, makrofag memfagositosisnya dan
mencegah penyebaran lebih lanjut ke seluruh tubuh.
3. Makrofag Alveolus di Paru
Jalan lain yang sering digunakan oleh organisme untuk masuk ke dalam tubuh adalah
melalui paru. Sejumlah besar makrofag jaringan merupakan komponen utuh dinding
alveolus. Makrofag ini dapat memfagositosis partikel yang terperangkap di dalam alveoli.
Bila partikel itu dapat dicerna, maka makrofag juga dapat mencernanya, dan melepaskan
produk-produk pencernaan ke dalam cairan limfe. Bila partikel tidak dapat dicerna, maka
makrofag sering membentuk kapsul "sel raksasa" yang mengelilingi partikel sampai suatu
saat bila terjadi partikel itu pelan-pelan dapat dilarutkan. Kapsul semacam ini sering
terbentuk di sekeliling basil tuberkulosis, partikel debu silika, dan bahkan partikel karbon.
4. Makrofag di Sinusoid Hati (Sel Kupffer)
Masih ada jalan lain untuk masuknya bakteri ke dalam tubuh yaitu melalui saluran
cerna. Sejumlah besar bakteri yang berasal dari makanan yang ditelan masuk terus-
menerus melalui mukosa gastrointestinal ke dalam darah portal. Sebelum darah portal
masuk ke sirkulasi umum, darah lebih dulu melintasi sinusoid hati, sinusoid ini dilapisi
oleh makrofag jaringan yang disebut sel Kupffer. Sel-sel ini membentuk semacam sistem
filtrasi khusus yang elektif sehingga hampir tidak ada satu pun bakteri dari saluran cerna
yang berhasil melewati aliran darah portal untuk masuk ke dalam sistem sirkulasi umum.
Fagositosis oleh sel Kupffer memperlihatkan bahwa fagositosis satu bakteri membutuhkan
waktu kurang dari 1 /100 detik.
5. Makrofag di Limpa dan Sumsum Tulang
Bila ada organisme yang berhasil menginvasi masuk ke dalam sirkulasi umum, masih
ada garis pertahanan lain oleh sistem makrofag jaringan, khususnya oleh makrofag di limpa
dan sumsum tulang. Pada kedua jaringan ini, makrofag terjerat dalam anyaman, dan bila
ada partikel asing yang bersentuhan dengan makrofag ini, maka partikel akan difagositosis.
Limpa mirip dengan nodus limfe, tetapi yang mengalir melalui ruang jaringan limpa
adalah darah, bukan cairan limfe. Sebuah arteri kecil menembus kapsul limpa masuk ke
dalam pulpa limpa dan berakhir di kapiler kecil. Kapiler ini sangat berpori-pori, sehingga
memungkinkan seluruh komponen darah keluar dari kapiler masuk ke dalam korda pulpa
merah. Kemudian darah secara bertahap terperas melalui anyaman trabekula korda dan
akhirnya kembali ke sirkulasi melalui dinding endotel sinus venosus. Trabekula pulpa
merah dilapisi oleh banyak sekali makrofag, dan sinus venosus juga dilapisi oleh makrofag.
Jalan aliran darah yang khusus melalui korda pulpa merah ini sangat berperan pada proses
fagositosis debris yang tidak diinginkan di dalam darah, termasuk khususnya sel darah
merah yang abnormal dan yang sudah tua.
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dari organ tubuh. Kemampuan ini
disebut imunitas. Sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul
sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri, virus, atau toksin, sering kali
membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuk imunitas
ini.

Imunitas Bawaan
Ada suatu imunitas jenis lain yang merupakan akibat dari proses umum, dan bukan dari
proses yang ditujukan untuk suatu organisme penyebab penyakit tertentu. Imunitas ini disebut
imunitas bawaan, yang meliputi:
1. Proses fagositosis bakteri dan organisme lainnya oleh sel darah putih dan sel pada sistem
makrofag jaringan.
2. Penghancuran organisme yang tertelan ke dalam saluran cerna oleh asam lambung dan
enzim pencernaan.
3. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme
4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing atau
toksin dan kemudian menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah (1) lisozim,
suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya larut; (2)
polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri gram-positif tertentu dan membuatnya
menjadi tidak aktif, (3) kompleks komplemen yang merupakan suatu sistem yang terdiri
atas kurang lebih 20 protein, yang dapat diaktifkan melalui berbagai macam cara untuk
menghancurkan bakteri, dan (4) limfosit pembunuh alami (natural killer lymphocyte) yang
dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel asing, sel tumor, dan bahkan beberapa sel
yang terinfeksi.
Imunitas Didapat (Adaptif)
Tubuh manusia juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk
melawan agen penyerang yang mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing
yang berasal dari hewan lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat atau imunitas adaptif.
Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan atau
mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau
toksin.
Tipe-Tipe Dasar Imunitas Didapat Diperantarai Humoral dan Selular
Dalam tubuh dapat dijumpai dua tipe dasar imunitas didapat. Pada tipe pertama, tubuh
membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam plasma darah yang mampu
menyerang agen yang masuk ke dalam tubuh. Tipe imunitas ini disebut imunitas humoral atau
imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi antibodi). Sementara itu, tipe yang kedua
diperoleh melalui pembentukan limfosit T teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus
dirancang untuk menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai
sel atau imunitas sel T (karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T).
Imunitas yang didapat tidak akan terbentuk sampai ada invasi oleh organisme asing atau
toksin. Setiap toksin atau setiap jenis organisme hampir selalu mengandung satu atau lebih
senyawa kimia spesifik. Pada umumnya, senyawa tersebut adalah protein atau polisakarida besar,
dan senyawa inilah yang memicu imunitas didapat. Bahan-bahan ini disebut antigen (antibody
generations). Agar suatu bahan dapat bersifat antigenik, biasanya harus mempunyai berat molekul
yang besar, 8.000 atau lebih. Selanjutnya, proses pembentukan sifat antigenik biasanya bergantung
pada pengulangan kelompok molekular secara reguler, yang disebut epitop pada permukaan
molekul besar.
Limfosit Berperan dalam Pembentukan Imunitas Didapat
Mula-mula agen yang menginvasi akan masuk ke dalam cairan jaringan dan kemudian
dibawa melalui pembuluh limfe ke nodus limfe atau jaringan limfoid yang lain. Contohnya,
jaringan limfoid di dinding saluran cerna akan terpajan secara langsung dengan antigen yang
masuk melalui usus. Jaringan limfoid di tenggorokan dan faring (tonsil dan adenoid) terletak pada
tempat yang tepat untuk menahan antigen yang masuk melalui saluran pernapasan bagian atas.
Jaringan limfoid di nodus limfe terpajan dengan antigen yang menginvasi jaringan perifer tubuh.
Dan, akhirnya, jaringan limfoid di limpa, timus, dan sumsum tulang berperan penting khususnya
dalam menahan agen antigenik yang berhasil mencapai sirkulasi darah.
Limfosit dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu limfosit T,
bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas
"diperantarai sel", dan kelompok lain, yaitu limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan
antibodi yang memberikan imunitas humoral. Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal
dari sel punca hematopoietik pluri poten yang membentuk sel progenitor limfoid umum. Hampir
semua limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai,
limfosit berdiferensiasi lebih lanjut atau "diolah lebih dulu" dengan cara berikut. Sel-sel progenitor
limfoid yang dipersiapkan untuk membentuk limfosit T teraktivasi, mula-mula bermigrasi ke
kelenjar timus dan diolah lebih dulu, sehingga limfosit tersebut disebut limfosit "T" untuk
menunjukkan peranan kelenjar timus. Limfosit ini bertanggung jawab untuk membentuk imunitas
yang diperantarai sel. Kelompok limfosit yang lain limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk
antibodi mula-mula diolah lebih dulu di hati selama masa pertengahan kehidupan janin, kemudian
diolah di sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah lahir. Limfosit ini disebut limfosit
"B", dan bertanggung jawab untuk imunitas humoral.
1) Limfosit T
Limfosit T, setelah pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke
kelenjar timus. Di sini, limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan
membentuk keanekaragaman yang ekstrem untuk bereaksi melawan berbagai antigen
spesifik HaI ini terus berlangsung sampai terdapat ribuan jenis limfosit timus dengan
reaktivitas spesifik untuk melawan ribuan jenis antigen. Berbagai tipe limfosit T yang telah
diproses meninggalkan timus dan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah untuk mengisi
jaringan limfoid di setiap tempat. Timus juga memastikan bahwa setiap limfosit T yang
meninggalkan timus tidak akan bereaksi terhadap protein atau antigen lain yang berasal
dari jaringan tubuh sendiri, kalau tidak, limfosit T akan bersifat mematikan bagi jaringan
tubuh dalam waktu beberapa hari saja. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan,
yaitu mula-mula dengan cara mencampurkan limfosit dengan semua "antigen-sendiri"
yang spesifik yang berasal dari jaringan tubuh sendiri. Jika limfosit T bereaksi, maka
limfosit ini akan dihancurkan dan difagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan dilepaskan,
inilah yang terjadi pada 90 persen sel. Jadi, yang akhirnya dilepaskan hanyalah sel-sel yang
bersifat nonreaktif terhadap antigen tubuhnya sendiri limfosit hanya bereaksi terhadap
antigen dari sumber di luar tubuh, seperti dari bakteri, toksin, atau bahkan jaringan yang
ditransplantasikan dari orang lain.
2) Limfosit B
Pada manusia, limfosit B diketahui diolah lebih dulu di hati selama periode
pertengahan kehidupan janin, dan di sumsum tulang selama masa akhir kehidupan janin
dan setelah lahir. Limfosit B berbeda dengan limfosit T dalam dua hal: Pertama, pada
limfosit T seluruh sel membentuk reaktivitas terhadap antigen, limfosit B secara aktif
menyekresi antibodi yang merupakan bahan reaktif Bahan ini berupa molekul protein besar
yang mampu berikatan dengan bahan antigenik dan menghancurkannya. Kedua, limfosit B
bahkan memiliki lebih banyak keanekaragaman daripada limfosit T, jadi membentuk
banyak sekali sampai berjuta-juta antibodi tipe limfosit B dengan berbagai reaktivitas yang
spesifik. Setelah diolah lebih dulu, limfosit B, seperti juga limfosit T, bermigrasi ke
jaringan limfoid di seluruh tubuh, tempat limfosit B tersebut menempati daerah yang
berdekatan dengan limfosit-T tetapi sedikit lebih jauh. Bila antigen spesifik melakukan
kontak dengan limfosit T dan B di dalam jaringan limfoid, maka limfosit T tertentu menjadi
teraktivasi untuk membentuk sel T teraktivasi, dan limfosit B tertentu menjadi teraktivasi
untuk membentuk antibodi. Sel T yang teraktivasi dan antibodi ini kemudian bereaksi
dengan sangat spesifik terhadap antigen tipe tertentu yang mencetuskan pembentukan sel
imun.
Terdapat berjuta-juta jenis calon limfosit B dan limfosit T yang disimpan dalam
jaringan limfe. Sel-sel ini mampu membentuk antibodi atau sel T yang sangat spesifik.
Masing-masing limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibodi atau satu jenis
sel T dengan satu macam spesifisitas. Begitu limfosit yang spesifik diaktifkan oleh
antigennya, maka ia akan berkembang biak dengan cepat dan membentuk banyak sekali
limfosit turunan Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka keturunannya kemudian akan
menyekresikan antibodi spesifik yang kemudian bersirkulasi ke seluruh tubuh. Bila
limfosit tersebut adalah limfosit T, maka keturunannya adalah sel T spesifik yang
tersensitisasi yang akan dilepaskan ke dalam cairan limfe dan diangkut ke dalam darah,
kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe.
Semua jenis limfosit berbeda yang mampu membentuk satu antibodi spesifik atau sel T
disebut klon limfosit. Limfosit pada setiap klon bersifat sama dan berasal dari satu atau
beberapa limfosit tipe spesifik awal. Setiap klon limfosit hanya responsif terhadap satu tipe
antigen Pada limfosit B, masing-masing mempunyai kira-kira 100.000 molekul antibodi
pada permukaan membran selnya yang akan bereaksi sangat spesifik dengan satu macam
antigen spesifik saja. Jadi, bila ada antigen yang cocok, maka antigen ini segera melekat
dengan antibodi di membran sel, keadaan ini menimbulkan proses aktivasi. Pada limfosit
T, di permukaan membran selnya terdapat molekul yang sangat mirip dengan antibodi,
yang disebut protein reseptor permukaan (atau penanda sel T), dan protein ini bersifat
sangat spesifik terhadap satu antigen spesifik yang mengaktifkannya. Dengan demikian
antigen merangsang hanya sel-sel yang memiliki reseptor komplemen terhadap antigennya
dan sudah berkomitmen untuk berespons terhadapnya. Kebanyakan organisme yang
menginvasi mula-mula difagositosis dan sebagian akan dicerna oleh makrofag, kemudian
produk antigeniknya dilepaskan ke dalam sitosol makrofag. Makrofag kemudian
mentransfer antigen-antigen tersebut secara langsung ke limfosit dengan cara kontak sel-
ke-sel, sehingga menimbulkan aktivasi klon limfositik yang spesifik. Selain itu, makrofag
juga menyekresikan zat pengaktivasi khusus interleukin-1 yang meningkatkan
pertumbuhan dan reproduksi limfosit spesifik. Beberapa sel T yang terbentuk, disebut sel
pembantu (helper cell), kemudian menyekresikan bahan khusus (limfokin) yang
mengaktifkan limfosit B spesifik. Tanpa bantuan sel T pembantu, jumlah antibodi yang
dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem imun adalah sistem pertahanan
yang ada di dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk membunuh, menghancurkan, atau
melenyapkan materi-materi berbahaya yang ada dalam tubuh. Selain itu, fungsi fisiologis sistem
imun adalah untuk melindungi individu dari infeksi yang berusaha menginvasi tubuh. Respon
imun terjadi akibat peristiwa yang menyangkut antigen, limfosit, dan antibody untuk melindungi
manusia dari bahan-bahan asing yang merugikan, serta menyingkirkan jaringan mati atau rusak.
Imunitas bawaan adalah garis pertahanan awal yang dimediasi oleh sel dan molekul yang selalu
ada dan siap untuk menghilangkan mikroba infeksius sedangkan Imunitas adaptif dimediasi oleh
limfosit yang dirangsang oleh antigen mikroba, membutuhkan ekspansi klonal dan diferensiasi
limfosit sebelum efektif, dan Imunitas adaptif merespons dengan lebih efektif terhadap setiap
pemaparan infeksi yang berusaha menginvasi tubuh.
REFERENSI

dr. Yulia Suciati, M. Biomed, PhD. Power Point Dasar-Dasar Imunologi. Fakar FK Yarsi. 2021.

Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Sherwood, L. 2019. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 9. Jakarta : EGC.

Tortora, GJ., Derrickson, B. 2017. Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. Hoboken: John
Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai