Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ni Kadek Shita Amelia

NIM : 2382311006
Mata Kuliah : Imunologi Lanjut
Program Studi : S2 Kedokteran Hewan
Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Sistem imun pada individu dibedakan menjadi dua yaitu sistem imun spesifik dan sistem
imun non spesifik. Mekanisme perlindungan tubuh yang tidak spesifik atau lebih dikenal
sebagai sistem imun non spesifik bekerja dengan cara mengusir semua mikroorganisme
secara merata menghalangi masuknya organisme dan menghalaginya untuk mengberkembang
biak di dalam tubuh, selain itu juga membantu menghilangkan sel-sel abnormal tubuh yang
nantinya akan berkembang menjadi kanker. Dapat diambil kesimpulan bahwa sistem imun
non spesifik akan menyerang semua jenis patogen. Dalam sistem imun yang dimaksud
patogen berupa virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing yang menyerang kekebalan dalam
tubuh tanpa terkecuali.
Sistem pertahanan tubuh bawaan memiliki tiga garis pertahanan, yaitu sawar anatomis, sawar
humoral, dan sawar seluler. Beberapa contoh sawar anatomis antara lain permukaan epitel
kulit, protein antimikrobial air mata, serta flora normal pada kulit. Sawar humoral berperan
penting dalam proses inflamasi dan terdiri dari sistem komplemen, sistem koagulasi serta
berbagai sitokin. Sawar seluler terdiri dari fagosit dan antigen-presenting cells (APC) seperti
neutrofil dan makrofag, natural killer (NK) cells dan lymphokine-activated killer (LAK) cells
yang membunuh sel yang telah terinfeksi dan sel tumor secara tidak spesifik, serta eosinofil
yang efektif membunuh parasit dan dibutuhkan untuk membangun sel memori limfosit B.
Sistem imun non spesifik terdiri dari berbagai jenis barier atau mekanisme perlindungan
sebagai berikut:
A. PERTAHANAN FISIK/MEKANIK
Sistem pertahanan fisik atau mekanik merupakan barier pertahanan awal yang masih terlihat
oleh mata, yang terdiri dari kulit, selaput lendir, silia pada saluran pernapasan yang termasuk
dalam sistem imun non spesifik yang mampu melindungi tubuh yang sulit untuk ditembus
oleh sebagian besar zat yang dapat menginfeksi tubuh.
B. PERTAHANAN HUMORAL
Pertahanan Humoral Sistem imun nonspesifik ini menggunakan berbagai molekul larut
tertentu yang diproduksi di tempat infeksi dan berfungsi mengatasi masalah lokal hanya pada
bagian tersebut, misalnya peptida antimikroba (defensin, katelisidin, dan IFN dengan efek
antiviral). Namun juga ada faktor larut lainnya yang diproduksi di tempat yang lebih jauh dan
dikerahkan ke jaringan sasaran melalui sirkulasi seperti komplemen dan PFA (Protein Fase
Akut). Pertahanan humoral tersusun oleh komplemen, interferon dan CRP (C Reaktif
Protein/protein fase akut), kolektin MBL 9 (Manan Binding Lectin).
C. PERTAHANAN BIOKIMIA
Pertahanan biokimia merupakan barier pertahanan yang dilakukan oleh tubuh dalam melawan
patogen dengan melibatkan zat kimia dalam tubuh. Misalnya, sekresi oleh kelenjar lemak dan
kelenjar keringat pada kulit meningkatkan keasaman (pH) permukaan kulit, asam lemak yang
dilepaskan oleh kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel yang
mencegah banyaknya mikroorganisme berkoloni di kulit kita, sehingga tidak terjadi infeksi.
D. PERTAHANAN SELULER
Pertahanan seluler merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh non spesifik yang
mempunyai fungsi utama untuk melakukan fagositosis. Membahas mengenai fagositosis
tidak lepas dari peran serta sel darah putih atau leukosit, yang berfungsi untuk
mempertahankan dan melindungi tubuh manusia pada sistem peredaran darah Dalam
pertahanan seluler, terdapat beberapa sel-sel yang menyokong leukosit dari sistem kekebalan
tubuh bawaan diantaranya, yaitu:
1. Sel-sel Fagosit (Monosit & makrofag)
Fagositosis atau sel fagositosis berasal dari kata phagocyte yang mempunyai arti "sel makan",
fagositosis menggambarkan peran yang dilakukan oleh fagosit dalam respon imun. Fagosit
beredar di seluruh tubuh, mencari potensi ancaman seperti bakteri dan virus yang berada
dalam tubuh untuk dimakan dan lalu dihancurkan. Fagosit dapat dianggap sebagai penjaga
keamanan yang sedang berpatroli di seluruh tubuh.
Sel fagosit dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu fagosit mononuklear dan polimorfonuklear.
Fagosit mononuklear contohnya adalah monosit yang berada di darah dan jika bermigrasi ke
jaringan akan menjadi makrofag. Contoh dari fagosit polimorfonuklear adalah granulosit,
yaitu netrofil, eusinofil, basofil dan cell mast (di jaringan). Supaya proses fagosit ini bisa
terjadi, maka suatu mikroorgansime harus berjarak dekat dengan sel fagositnya.
2. Basofil dan sel Mast
Sel mast banyak ditemukan terdapat dalam selaput lendir dan jaringan ikat. Sel must berperan
penting dalam proses penyembuhan luka dan pertahanan terhadap patogen melalui respons
inflamasi. Ketika sel mast diaktifkan, maka akan melepaskan sitokin dan butiran yang
mengandung molekul kimia untuk membentuk suatu petahanan yang disebut kaskade
inflamasi. Pada proses inflamasi akan melepaskan mediator kimia seperti histamin yang
berfungsi melebarkan pembuluh darah, meningkatkan aliran darah dan sistem perdagangan
sel ke area infeksi. Sitokin yang dilepaskan selama proses ini bertindak sebagai layanan kurir,
dengan menyalurkan informasi memperingatkan sel-sel kekebalan yang lainnya, seperti
neutrofil dan makrofag untuk membuat jalan mereka ke daerah infeksi, dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan dari ancaman yang beredar.
Neutrofil adalah sel fagosit yang juga diklasifikasikan sebagai granulosit karena mengandung
granula dalam sitoplasma mereka. Butiran yang ada pada neutrofil sangat beracun bagi
bakteri dan jamur, dengan tujuan menyebabkan patogen berhenti berkembang biak atau mati
saat kontak dengan neutrofil. Neutrofil terbentuk di sumsum tulang, pada orang dewasa yang
sehat dapat menghasilkan sekitar 100 miliar neutrofil baru per hari. Neutrofil menjadi sel
pertama yang akan tiba di lokasi infeksi karena ada begitu banyak sel yang beredar pada
kurun waktu tertentu.
Dalam sistem perlindungan imun non spesifik eosinofil berperan sebagai target granulosit
parasit multiseluler. Eosinofil mengeluarkan sejumlah protein yang sangat beracun dan
radikal bebas yang membunuh bakteri dan parasit. Penggunaan protein beracun dan radikal
bebas juga menyebabkan kerusakan jaringan selama reaksi alergi, sehingga aktivasi dan
pelepasan toksin oleh eosinofil sangat diatur untuk mencegah adanya kerusakan jaringan
yang tidak perlu. Sementara eosinofil hanya membentuk 1-6% dari sel darah putih, mereka
ditemukan di banyak lokasi, termasuk timus, saluran pencernaan bagian bawah, ovarium,
uterus, limpa, dan kelenjar getah bening.
Sebagai salah satu sistem pertahanan non spesifik seluler, basofil termasuk dalam dolongan
granulosit yang berfungsi menyerang parasit multiseluler. Basofil akan melepaskan histamin,
seperti sel mast pada daerah yang mengalami infeksi. Penglepasan histamin pada daerah
infeksi membuat basofil dan sel mast sebagai pemegang kunci utama dalam pemasangan
respons alergi.
3. Sel NK
Sel Natural Killer (sel NK) merupakan salah satu sel pertahanan tubuh tidak langsung
menyerang patogen. Sebaliknya sel pembunuh alami menghancurkan sel inang yang
terinfeksi untuk menghentikan penyebaran infeksi. Sel inang yang terinfeksi atau
dikompromikan dapat memberi sinyal sel pembunuh alami untuk dihancurkan melalui
ekspresi reseptor spesifik dan presentasi antigen.
Natural killer cells (NKC) secara spontan mampu melisiskan dan menghancurkan sel yang
terinfeksi virus atau sel-sel kanker secara langsung pada saat pertama kali dikenali sebagai
bahan asing. NKC adalah pembunuh alamiah yang merupakan limfosit besar sering disebut
juga dengan limfosit non-T dan limfosit non-B. Cara kerja dan sasaran utama sel ini serupa
dengan sel T sitotoksik, bedanya dengan sel T sitotoksik hanya pada fungsi mematikan sel-sel
yang terinfeksi virus yang sejenis atau sel kanker jenis tertentu yang sudah pernah dikenali
terlebih dahulu. Selain itu setelah terpapar, sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan
sebelum mampu melisiskan sel. NKC membentuk lini pertahanan yang berisfat nonspesifik
dan segera terhadap sel yang terinfeksi virus atau sel kanker sebelum sel T sitotoksik yang
lebih spesifik sehingga dapat menjalankan berfungsinya.
E. REAKSI INFLAMASI
Reaksi inflamasi tidak akan meninggalkan proses penyebabnya yaitu adanya
mikroorganisme, dimana reaksi inflamasi merupakan respon yang terjadi untuk melindungi
tubuh dari penyebab kerusakan sel, seperti mikroba atau toksin, dan konsekuensi dari
kerusakan sel tersebut, seperti nekrosis sel atau jaringan. Respon inflamasi terjadi pada
jaringan ikat yang mempunyai pembuluh darah, dan melibatkan pembuluh darah, plasma dan
sel-sel dalam sirkulasi. Reaksi inflamasi juga akan melibatkan matriks ekstra seluler di
jaringan,seperti protein yang berstruktur serat (kolagen dan elastin), molekul adhesi dan
proteoglikan sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai