Anda di halaman 1dari 21

STUDENT PROJECT

PALLIATIVE CARE IN HIV PATIENT

Oleh:
SGD A1

Putu Risya Sadhu Putra (1902511020)


Pande Made Gita Wedayanti (1902511071)
Hilda Saranova (1902511155)
Gede Arya Surya Raditya (1902511202)
Azza Roffana (1902511241)
Luh Putu Ari Wulandhari (1902511030)
Aston Galeagniu (1902511164)
Gde Bagus Raditya Nugraha Nukarna (1902511209)
Jonatan Apit Patandean (1902511038)
Andien Nikita Tjoantara (1902511041)
Shirdi Paramahamsa (1902511254)
Ary Wirahadi Dharma (1702511192)

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan Student Project yang berjudul
“Palliative Care in HIV Patient” ini sebagai tugas akhir blok “Special Topic II”.
Dalam penyusunan tugas ini kami mengalami banyak tantangan serta
rintangan. Namun, pada akhirnya kami dapat melaluinya berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, untuk itu pada
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Dr. dr. Ida Ayu Ika Wahyuniari, M.Kes selaku ketua blok Special Topic
II
2. dr. N.K. Putri Ariani, Sp.KJ selaku evaluator kelompok A1
3. dr. Ayu Setyorini M. Mayangsari, M.Sc, Sp.A(K) selaku fasilitator
kelompok A1
Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 12 November 2021

 
Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................1
1.2 Tujuan .........................................................................................2
1.3 Manfaat .......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................3
2.1 Definisi HIV ................................................................................3
2.2 Epidemiologi HIV........................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis HIV................................................................4
2.4 Tatalaksana Pasien HIV secara Umum .......................................5
2.5 Prognosis Pasien HIV..................................................................7
2.6 Definisi Perawatan Paliatif .........................................................7
2.7 Prinsip Perawatan Paliatif pada Pasien HIV................................8
2.8 Manfaat Perawatan Paliatif pada Pasien HIV..............................10
2.9 Pelaksana dan Tempat Perawatan Paliatif pada Pasien HIV.......10
2.10 Tatalaksana Perawatan Paliatif pada Pasien HIV .......................11
BAB III KESIMPULAN ..........................................................................14
3.1 Kesimpulan .................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat
merusak sistem kekebalan tubuh, mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi dan penyakit dengan menarget sel CD4. HIV yang
merupakan infeksi menular seksual (IMS) dapat ditularkan dari ibu ke anak
melalui kontak dengan darah yang terinfeksi atau selama kehamilan,
persalinan, dan menyusui. HIV dapat menyebabkan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu konsidi kronis yang dapat
mengancam jiwa. Sampai saat ini pasien HIV / AIDS belum bisa
disembuhkan, tetapi dengan pemberian obat-obatan telah mampu
mengurangi kematian akibat AIDS di banyak negara.1 Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, dikatakan bahwa kasus HIV / AIDS
di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dengan puncaknya
pada tahun 2019 mencapai 50.282 kasus HIV. Sementara itu, pada tahun
yang sama dilaporkan ada 7.036 kasus AIDS.2
Epidemiologi HIV telah berubah di semua bagian dunia dengan
diperkenalkannya terapi antiretroviral (ART), infeksi HIV telah berubah dari
prognosis yang buruk menjadi penyakit kronis. Namun, ART memiliki
cakupan yang buruk di banyak negara, dan kematian akibat AIDS tetap
tinggi. Karena berbagai pengobatan, orang yang hidup dengan HIV lebih
berisiko menderita penyakit progresif daripada populasi umum. Selain itu,
ada beberapa bukti bahwa pasien HIV yang merespon pengobatan dengan
baik lebih mungkin memiliki penyakit penyerta terkait usia. Untuk setiap
situasi ini, perawatan paliatif menjadi elemen penting bagi pasien. 3 Menurut
World Health Organization (WHO), perawatan paliatif didefinisikan sebagai
pendekatan yang dapat memperbaiki ataupun meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarganya yang dihadapi dengan penyakit mengancam jiwa,
dengan melalui pencegahan, penilaian, dan pengobatan nyeri dan fisik,
psikososial, dan masalah spiritual.4 Perawatan paliatif diharapkan dapat
mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien, serta

1
memberikan dukungan kepada keluarganya. Berdasarkan urian tersebut,
dalam student project ini akan dibahas secara terperinci mengenai Perawatan
Paliatif Pada Pasien HIV.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, dan manifestasi klinis
HIV.
1.2.2 Untuk mengetahui tatalaksana secara umum dan prognosis pasien
HIV.
1.2.3 Untuk megetahui definisi perawatan paliatif, prinsip, dan manfaat
perawatan paliatif pada pasien HIV.
1.2.4 Untuk mengetahui pelaksanaan dan tempat perawatan paliatif pada
pasien HIV.
1.2.5 Untuk mengetahui tatalaksana perawatan paliatif pada pasien HIV.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Evaluator dan Fasilitator
Sebagai acuan dalam melakukan evaluasi dan penilaian terhadap
topik student project yang diserahkan oleh mahasiswa.
1.3.2 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran mengenai Perawatan Paliatif Pada
Pasien HIV sekaligus tugas akhir blok yang harus dikumpulkan
sebagai penilaian student project.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah Infeksi yang
menyerang kekebalan tubuh manusia yang lebih tepatnya menyerang sel
darah putih pada bagian sel CD4.5 Tubuh manusia memiliki sel darah putih
yang mempunyai peran dalam sistem kekebalan tubuh dengan cara
membunuh bibit penyakit dan kuman yang secara tidak sengaja ikut masuk
kedalam tubuh manusia. Di dalam sel darah putih terdapat bagian yang
disebut cluster of differentiation 4 (CD4) yang berfungsi untuk mengenali
virus yang masuk untuk kemudian diteruskan mengenai datadata virus
tersebut sehingga tubuh mampu memproduksi sel darah putih yang
jumlahnya cukup untuk melawan virus tersebut. Sel ini oleh virus HIV
digunakan sebagai target sasaran, dengan cara menghancurkan dinding sel
atau memperbanyak diri sehingga tubuh akhirnya kehilangan banyak sel-sel
CD4. Seseorang pada kondisi ini dapat dibilang mengalami Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Seseorang dalam kondisi AIDS ini
tidak mampu melawan segala jenis kuman, virus, dan bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. AIDS
ini ditandai dengan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh virus HIV.6
2.2 Epidemiologi HIV
Epidemik HIV ini diketahui terus meningkat jumlah penyandangnya
sehingga menjadi pandemi global.6 Joint/United Nations Programme on
HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan terdapat sekitar 37 juta individu baik
orang dewasa maupun anak-anak yang hidup dengan HIV di seluruh dunia.
Dan juga terdata ada sekitar 770.000 individu baik anak-anak maupun orang
dewasa yang meninggal karena AIDS.7 Menurut WHO di Indonesia pada
tahun 2018 terdapat sekitar 640.000 jiwa yang terinfeksi HIV. 8 Prevalensi
HIV-persentase individu yang hidup dengan HIV di Indonesia kisaran umur
15-49 tahun adalah 0.4%. Menurut UNAIDS, sekitar 46.000 individu baru
terinfeksi oleh HIV, dan sekitar 38.000 individu yang meninggal akibat

3
AIDS.7 Kasus kematian penyandang HIV di Indonesia tidak kunjung
berkurang yang menyebabkan Indonesia menjadi negara ke-5 sebagai negara
yang paling beresiko di Asia.9 Kasus HIV/AIDS di Bali yang ditemukan
sejak kasus pertama tahun 1987 hingga bulan maret 2019 tercatat sebanyak
21.018 kasus. Dimana sebanyak 12.678 pasien terinfeksi HIV dan sebanyak
8.340 pasien mengidap AIDS. Menurut data dari Dinkes Provinsi Bali,
penemuan kasus baru setiap tahunnya di tiga tahun terakhir terhitung sejak
2019 sudah mengalami penurunan, tahun 2015 ditemukan kasus sebanyak
2.529 dan menjadi 2.174 kasus di tahun 2018.10
2.3 Manifestasi Klinis HIV
Proses perjalanan penyakit seseorang yang terinfeksi dengan virus
HIV dibagi menjadi beberapa fase yaitu 11,12 :
1. Infeksi primer (HIV Akut)
Beberapa orang yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala seperti flu
dalam waktu dua sampai empat minggu setelah virus masuk ke dalam
tubuh. HIV akut dapat berlangsung selama beberapa minggu. Tanda dan
gejalanya antara lain demam, ruam, panas dingin, nyeri otot, sakit
tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah bening, keringat malam, dan
ulkus mulut. Gejala yang muncul bisa sangat ringan sehingga sulit untuk
mengetahuinya. Akan tetapi, infeksi akan lebih mudah menyebar selama
infeksi primer karena jumlah virus yang berada di dalam aliran darah
cukup tinggi.
2. Infeksi laten klinis (HIV kronis)
Pada fase ini masih terdapat HIV di dalam tubuh serta pada sel darah
putih tetapi tingkat replikasi dari HIV sangat rendah sehingga banyak
orang yang tidak memiliki gejala ataupun infeksi. Apabila tidak
mendapatkan terapi ARV, fase ini dapat berlangsung kira-kira selama
satu dekade atau lebih. Selain itu, total jumlah HIV di dalam alirah darah
akan meningkat dan jumlah CD4 akan menurun pada fase akhir dari
infeksi laten klinis.
3. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

4
Seseorang dengan AIDS mempunyai sistem kekebalan yang telah rusak
sehingga akan lebih mungkin untuk mengembangkan infeksi oportunistik
dan mengalami peningkatan jumlah penyakit. Orang akan terdiagnosis
AIDS jika jumlah CD4 turun di bawah 200, atau mengalami infeksi
oportunistik tertentu. Tanda dan gejala dari beberapa infeksi ini dapat
berupa demam berulang; keringat malam yang banyak; berat badan
menurun dengan cepat; pembengkakan kelenjar getah bening pada ketiak,
selangkangan, ataupun leher; luka pada mulut, alat kelamin, atau anus;
kelelahan ekstrem yang tidak dapat dijelaskan; diare selama lebih dari
seminggu; pneumonia; bercak coklat, merah, keunguan, atau merah muda
pada atau di bawah kulit, di dalam mulut, hidung, ataupun pada kelopak
mata serta gangguan neurologis seperti kehilangan memroi, depresi, dan
lainnya.
2.4 Tatalaksana Pasien HIV secara Umum
Penyakit HIV merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia
dan bahkan secara global yang memiliki prognosis yang buruk. Hal tersebut
diakibatkan karena angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit ini masih
terlalu tinggi. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab angka
kejadian dan kematian penyakit HIV ini masih terlalu tinggi, baik itu faktor
internal dan eksternal. Faktor yang mungkin dapat berpengaruh adalah
penatalaksanaan pasien yang kurang optimal. Penatalaksanaan yang
digunakan saat ini terhadap pasien HIV adalah dengan menggunakan
Antiretroviral Therapy (ART).13
Pasien yang telah dinyatakan mengalami infeksi HIV perlu
dilakukan penilaian mengenai stadium klinis, virologi dan imunologis pasien
tersebut. Tujuan pemeriksaan diatas adalah untuk mengetahui:
1. Apakah pasien HIV tersebut sudah memenuhi syarat pemberian terapi
ARV (antiretroviral) dengan melakukan pemeriksaan jumlah CD4
(ART dilakukan sebelum CD4 turun di bawah 350) dan menentukan
stadium klinis infeksi HIV pada pasien.
2. Status supresi imun,

5
3. Infeksi oportunistik yang dialami atau yang pernah dialami oleh
pasien, misalnya pernah atau sedang menderita infeksi
mikrosporidiosis, CMV, sarcoma kaposi, kriptosporidiosis, progresif
multifocal leukoenchephalopathy, tuberculosis, PCP, kriptokokosis
dan MAC.
4. Menentukan panduan pemberian ART yang tepat sesuai dengan
Pedoman ART Kemenkes.13
Terapi antiretroviral (ART) adalah terapi dengan menggunakan obat
antiretroviral (ARV) karena HIV merupakan suatu retrovirus. Obat ARV
bukanlah obat yang berfungsi untuk membunuh virus, melainkan suatu obat
yang hanya memperlambat pertumbuhan dari HIV sehingga pertumbuhan
dan perkembangan penyakit HIV menjadi AIDS juga dapat diperlambat.
Obat ARV umumnya diberikan dalam bentuk terapi kombinasi yang terdiri
dari tiga atau lebih ARV. Pemberian terapi kombinasi bertujuan untuk
mencegah terjadinya resistansi. Oleh karena itu monoterapi ARV tidak
dianjurkan dalam penatalaksanaan penyakit HIV.13
Adapun terapi lini pertama obat ARV yang dianjurkan oleh
pemerintah adalah:

2 NRTI + 1 NNRTI

Keterangan:
NRTI : Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor
NNRTI : Non- Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor

Kombinasi obat ARV yang dapat diberikan berupa:13


Zidovudine + Lamivudine +
AZT + 3TC + NVP Atau
Neviravine
AZT + 3TC + EFV Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz Atau
TDF + 3TC (atau FTC) Tenofovir + Lamivudine (atau
Atau
+ NVP Emtricitabine) + Nevirapine
TDF + 3TC (atau FTC) Tenofovir + Lamivudine (atau
+ EFV Emtricitabine) + Efavirenz

6
Kontraindikasi pemberian kombinasi obat ARV diatas perlu
diperhatikan dengan baik sesuai dengan keadaan dari pasien. Misalnya ibu
hamil trisemester I tidak boleh diterapi dengan obat EFV, oleh karena itu
EFV dapat diganti dengan obat dari golongan NNRTI lainnya yaitu NVP.
Pada pasien ko-infeksi TB/HIV yang dihubungkan dengan interaksi
rifampisin atau pada pasien hepatitis yang dihubungkan dengan efek
hepatotoksik akibat obat NVP/EFV/PI dapat digunakan terapi tiple NRTI
berupa AZT + 3TC + TDF.13
Terapi lini kedua dari penyakit HIV yang dapat digunakan Protease
Inhibitor (PI). PI hanya digunakan sebagai terapi lini pertama pada pasien
yang dengan intoleransi golongan obat NNRTI seperti EFV dan NVP.
Terapi ARV adalah terapi seumur hidup. Oleh karena itu perlu diperhatikan
kepatuhan pasien dalam meminum obat. Pasien sadar untuk mematuhi
pengobatan yang sedang dijalaninya, bukan hanya karena dia mematuhi
perintah dari dokter. Kegagalan terapi ARV paling banyak disebabkan
karena ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat ARV.13
2.5 Prognosis Pasien HIV
Prognosis dari pasien yang mengidap HIV dan memiliki jumlah CD4
lebih besar dari 500 (normal) akan meningkatkan harapan hidup seseorang
mendekati normal. Fase tanpa gejala dapat berlangsung kira-kira selama
delapan tahun, dimana pasien yang didiagnosis dengan HIV secara umum
akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu sekitar sepuluh tahun jika
tidak diobati. Dokter diharapkan segera mencurigainya setelah muncul
infeksi oportunistik atau bila jumlah CD4 yang rendah didapatkan dari hasil
pemeriksaan pada orang yang HIVnya positif. AIDS dapat terjadi ketika
jumlah dari limfosit dalam tubuh turun hingga di bawah 200 sel per
mikroliter dan dapat ditandai juga dengan adanya satu atau lebih dari
munculnya penyakit seperti tuberkulosis (TBC), sitomegalovirus,
kandidiasis, meningitis kriptokokus, kriptosporidiosis, toksoplasmosis,
sarkoma kaposi, limfoma, komplikasi neurologis dan penyakit ginjal. Jika
terapi antiretroviral mulai dilakukan segera bahkan setelah diagnosis AIDS
awal, pasien akan dapat hidup lebih dari sepuluh tahun. Namun setelah

7
pasien didiagnosis menderita AIDS jika mereka tidak menerima terapi
antiretroviral, mereka mungkin akan meninggal dalam waktu dua tahun.14
2.6 Definisi Perawatan Paliatif
Paliatif merupakan kata dari bahasa latin yang disebut “Palium”,
yang memiliki arti menyelimuti ataupun menyingkapi dengan selimut atau
kain dengan tujuan memberikan kehangatan dan juga perasaan nyaman.
Berdasarkan dari arti tersebut, perawatan paliatif bermakna sebagai suatu
pelayanan yang dapat memberi rasa nyaman terhadap keluhan yang diderita
pasien.15 Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan berfokus untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien serta keluarga dalam mengurangi gejala
pada pasien dengan penyakit serius (kondisi yang kronis, tidak dapat
disembuhkan, dan berhubungan dengan morbiditas yang tinggi) melalui
pencegahan dan menghentikan penderitaan, penanganan nyeri beserta
keluhan lainnya seperti dari aspek fisik, psikologis, spiritual, serta sosial
yang saling berintegrasi untuk memenuhi harapan, menjamin martabat, dan
menghormati otonomi pasien dan keluarga.16
2.7 Prinsip Perawatan Paliatif pada Pasien HIV
Suatu perawatan yang berhubungan dengan berbagai bidang
perawatan Kesehatan baik dari media, budaya, psikologis, spiritual, tradisi,
dan sosial. Karena terhubung dengan berbagai aspek dan bidang prinsip
dasar dari perawatan paliatif dapat dibilang sama dengan prinsip praktek
medis yang baik, prinsip prinsip tersebut adalah 13:
1. Sikap peduli terhadap pasien
Sikap peduli dapat dilihat dari rasa sensitivitas, empati dan simpati.
Hal-hal tersebut dapat membantu untuk mempertimbangkan segala
aspek dari penderitaan pasien, bukan hanya dari masalah kesehatan
pasien.
2. Menganggap pasien sebagai seorang individu
Setiap pasien meskipun memiliki masalah atau kondisi Kesehatan yang
sama, merupakan suatu individu dengan kebutuhan yang berbeda dan
memiliki keunikan mereka tersendiri. Setiap perbedaan dan keunikan

8
inilah yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan
paliatif tiap pasien kedepannya
3. Pertimbangan kebudayaan
Berbagai factor dari etnis, agama, ras, dan budaya bisa menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan perawatan paliatif pasien, karena
salah satu ataupun lebih dapat menjadi suatu pengaruh penyakit pasien.
Berbagai factor ini harus diperhatikan dalam menentukan perawatan
paliatif pasien.
4. Persetujuan
Persetujuan pasien adalah sesuatu yang bersifat mutlak, yang dimana
diharuskan untuk diminta baik dari pasien ataupun keluarga pasien.
Sebelum persetujuan pasien diminta, diharuskan juga untuk
memberikan informasi mengenai penyakit, media perawatan,
pengobatan, dan lain-lain.
5. Hak untuk memilih tempat dilakukannya perawatan
Diskusi mengenai tempat perawatan harus dilakukan Bersama pasien
dan keluarganya, dan pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin
diberikan perawatan paliatif dari rumah atau tempat yang telah
disetujui oleh pasien atau keluarganya
6. Komunikasi
Sama halnya dengan perawatan medis lainnya, perawatan paliatif juga
harus melakukan suatu komunikasi yang terjalan dengan baik dan
lancar sehingga pemberian perawatan paliatif dapat terlaksanakan
secara baik dan efektif.
7. Perawatan yang sesuai
Perawatan paliatif juga harus disesuaikan dengan stadium dan
prognosis dari pasien yang bersangkutan. Jika tidak sesuai perawatan
paliatif tidak hanya akan tidak bekerja secara optimal, melainkan dapat
menurunkan angka harapan hidup pasien.
Perawatan paliatif sering disamakan dengan suatu perawatan di akhir
kehidupan (Care in the end of life). Oleh karena itu, perawatan paliatif
adalah suatu layanan yang mencakup17:

9
1. Pelayanan yang lebih terfokus pada memenuhi kebutuhan pasien,
bukan suatu pelayanan untuk penyakit yang diderita pasien
2. Pelayanan yang memberi penjelasan dalam menerima kematian, dan
sekaligus juga meningkatkan angka harapan dan kualitas hidup pasien
3. Pelayanan yang mengharuskan terbangunnya Kerjasama antara pasien
dan keluarga pasien dengan tenaga Kesehatan yang bersangkutan
4. Pelayanan yang berfokus pada proses penyembuhan bukan pengobatan
pasien
2.8 Manfaat Perawatan Paliatif pada Pasien HIV
Perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS merupakan elemen inti
dari perawatan, bukan sebagai pengganti dari perawatan yang telah ada.
Perawatan paliatif dapat dilakukan di rumah sakit, hospice, rumah, dan
rawat jalan. Perawatan paliatif berbasis rumah semakin banyak digunakan
sebagai strategi manajemen kunci di banyak negara, terutama di negara
berkembang di mana layanan kesehatan masyarakat sudah terbebani dengan
sumber daya manusia serta keuangan yang terbatas. Perawatan paliatif
berbasis rumah didefinisikan sebagai segala bentuk perawatan yang
diberikan kepada orang sakit di rumah termasuk aktivitas fisik, psikososial,
dan spiritual dengan tujuan dapat membantu orang sakit serta keluarga untuk
mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas hidup yang
baik.18
Manfaat perawatan paliatif berbasis rumah dalam suatu penelitian
dilaporkan dapat mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kepuasan perawatan, dapat
mengurangi biaya perawatan, dan memiliki dampak positif terhadap angka
kematian pada penyakit HIV/AIDS. Perawatan paliatif di rumah juga efektif
dalam mengurangi gejala seperti kecemasan, nafsu makan, dispnea, depresi
dan mual. Perawatan paliatif telah diidentifikasi sebagai model perawatan
yang efektif dalam menjaga kualitas hidup secara keseluruhan. Selain itu,
pasien, perawat dan dokter melaporkan kepuasan yang tinggi pada skor
program perawatan paliatif di rumah yaitu sekitar 93-96%.18
2.9 Pelaksana dan Tempat Perawatan Paliatif pada Pasien HIV

10
Pada penderita HIV pemberian perawatan paliatif penting dilakukan
sebab penderita HIV selain memiliki permasalahan biologis juga memiliki
permasalahan sosial, psikologis, spiritual dan kultural yang kompleks.
Perawatan paliatif pada individu dengan HIV dilakukan secara terintegrasi
melalui kolaborasi antar profesi medis seperti perawat, psikolog, dokter,
relawan, petugas sosial-medis, rohaniawan dan profesi lain apabila
diperlukan dengan harapan mampu memberikan pelayanan secara
komprehensif pada keluarga dan pasien.13 Perawatan paliatif pada pasien
HIV dapat dilakukan di rumah (home-based palliative care) dan di rumah
sakit (hospital-based palliative care). Perawatan paliatif di rumah pada
penderita HIV telah membuktikan dapat mengontrol rasa nyeri dan gejala
yang timbul, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dari
penderita serta biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan
perawatan di rumah sakit. Meskipun perawatan paliatif di rumah memiliki
banyak kelebihan, pertimbangkan pula perawatan di rumah sakit apabila
sudah mendapat persetujuan keluarga jika kondisi pasien tidak
memungkinkan dirawat di rumah.19
Sebagai tim pelaksana perawatan paliatif pada pasien HIV
hendaknya setiap anggota tim mampu bertindak sebagai pemberi asuhan
keperawatan sesuai dengan profesinya. Selain itu dapat memberikan edukasi
pada pasien dan keluarganya bahwa individu dengan HIV memiliki hak
untuk tidak menderita dan berhak untuk mendapatkan pertolongan meskipun
diketahui kondisi pasien tidak memungkinkan untuk sembuh tetapi hanya
untuk meningkatkan harapan hidupnya. Peran masing-masing tim pelaksana
perawatan paliatif adalah sebagai berikut.13,20
a. Dokter dapat memberikan terapi atau pengobatan terhadap gejala
yang timbul serta efek samping dari pengobatan yang dilakukan.
b. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang menekankan
pada konsep caring relationship antara perawat dengan keluarga dan
pasien.
c. Profesi lain seperti relawan, petugas sosial-medis, rohaniawan
ataupun profesi terkait dapat memberikan dukungan psikologis dan

11
spiritual sehingga pasien dapat menerima kondisinya, tidak putus asa
dan tetap menjalankan kehidupannya
2.10 Tatalaksana Perawatan Paliatif pada Pasien HIV
Penatalaksanaan perawatan paliatif orang dengan HIV/AIDS atau
yang juga disebut sebagai ODHA terdiri atas tiga macam penatalaksanaan,
yaitu penatalaksanaan keluhan fisik, penatalaksanaan secara psikososial, dan
penatalaksanaan secara spiritual. Salah satu keluhan fisik yang berhubungan
dengan HIV adalah nyeri yang dapat disebabkan oleh adanya virus ataupun
karena efek samping dari pengobatan HIV. Selain keluhan fisik, pasien yang
mengalami HIV juga mengalami masalah emosional seperti, stress,
kecemasan, dan depresi. Munculnya stigma dan diskriminasi terhadap orang
dengan AIDS menjadi salah satu penyebab masalah psikososial yang
muncul pada pasien dengan HIV.21
Peran dokter, perawat, dan keluarga sangat penting dan diperlukan
dalam melakukan penatalaksanaan perawatan paliatif pada pasien HIV.22
Menurut Becker, tenaga kesehatan harus memiliki kompetensi pada
perawatan pasien paliatif yaitu keterampilan komunikasi, keterampilan
psikososial, dan keterampilan dalam perawatan fisik. Dalam melakukan
tatalaksana perawatan fisik tenaga kesehatan diharuskan untuk memiliki
pengetahuan yang baik serta menguasai keterampilan merawat pasien
paliatif agar dapat melakukan perawatan secara langsung.13 Gejala umum
yang memerlukan pengobatan adalah nyeri, mual, muntah, diare, penurunan
berat badan, gangguan tidur, demam, batuk, dan masalah pernapasan.
Tujuan utama dalam perawatan paliatif adalah memanajemen gejala. Untuk
penanganan nyeri, perlu dipertimbangkan dengan tangga manajemen nyeri
WHO. Penanganan nyeri dimulai dengan menggunakan obat non-opioid
seperti parasetamol atau acetaminophen, aspirin, dan NSAID sebagai lini
pertama. Opioid digunakan untuk pilihan terakhir pengananan nyeri pada
pasien HIV.23
Mual dan muntah merupakan gejala umum lain yang sering dijumpai
karena efek samping dari pengobatan HIV. Penanganan mual dan muntah
adalah dengan cara mengidentifikasi dan menghindari faktor yang

12
memperberat gejala. Obat-obatan anti-sickness atau antiemetic. Pasien juga
dapat diberikan minuman seperti air, teh, dan jahe untuk menghilangkan
gejala mual dan muntah.21 Selain mual dan muntah, pasien HIV biasanya
mengalami diare karena pengobatan antiretroviral. Penanganan diare adalah
dengan melakukan rehidrasi oral dengan cara memperbanyak konsumsi air
putih agar cairan tubuh yang hilang dapat tergantikan. Selain itu, pasien juga
dianjurkan untuk meningkatkan frekuensi asupan makanan seperti sup,
bubur, dan juga dapat diberikan oralit.21
Demam dapat dijumpai pada pasien dengan HIV sebagai komplikasi
infeksi atau efek samping dari pengobatan antiretroviral. Penanganan
demam dapat dilakukan dengan cara pemberian parasetamol atau asam
asetilsalisilat. Gejala-gejala yang muncul seperti muntah dan diare dapat
menyebabkan penurunan berat badan pada pasien dengan HIV. Untuk
menangani penurunan berat badan ini, pasien dianjurkan untuk
meningkatkan asupan makanan. Selain gejala-gejala yang sering ditemukan
pada penderita HIV yang telah disebutkan di atas, gejala angguan tidur
seperti insomnia dan gangguan pernapasan merupakan gejala yang dapat
terjadi pada pasien dengan HIV. Penanganan gangguan tidur dapat
dilakukan dengan cara mengetahui penyebab yang mendasari, mengurangi
penggunaan stimultan dan alkohol sebelum jam tidur, berolahraga secara
teratur pada pagi hari, dan dapat apabila diperlukan, pasien dapat diberikan
benzodiazepine. Untuk penanganan gangguan pernapasan dapat dilakukan
dengan cara memposisikan pasien dekat dengan ventilasi dan melatih
pernapasan lambat dan dalam.21
Keluhan fisik dapat dikelola dengan baik secara medis maupun
psikologis. Dukungan psikologis terdiri dari kegiatan konseling, dukungan
psikologis dan spiritual, dan mempersiapkan kematian. Pasien dengan HIV
membutuhkan dukungan psikologis dan spiritual untuk mengatasi perasaan
berlebihan dan ancaman kematian. Dukungan psikologis membantu pasien
untuk beradaptasi dengan penyakit dan komplikasinya. Tim multidisiplin
diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah psikis yang dialami oleh
pasien dengan HIV.21 Dukungan psikososial dilakukan dengan cara

13
mengkaji kondisi emosional pasien, kemampuan fungsi sosial pasien,
konflik yang dimiliki dengan keluarga apabila ada, peran kebudayaan,
spiritual, dan aspek religius, sumber pemasukan, dan stres yang dihadapi
oleh pasien HIV. Dukungan spiritual juga diperlukan untuk membantu
pasien HIV untuk memahami makna hidup dan meningkatkan keyakinan
dan iman mereka. Komunikasi yang baik dan efektif dari nakes dan keluarga
diperlukan untuk mempersiapkan kematian. Hal ini dapat dimulai dengan
cara membicarakan kehawatiran yang dirasakan dan keinginan pasien.
Membicarakan tentang kematian dan reaksi kesedihan merupakan aspek
penting dari perawatan pasien HIV dan pengasuh mereka.13

14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi
virus mengganggu sistem kekebalan tubuh yaitu mempengaruhi sel darah
putih pada bagian sel CD4. Manifestasi klinis penderita HIV terbagi
menjadi 3 fase yaitu infeksi primer, laten klinis, dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Terapi etiologis pasien HIV
didasarkan atas penilaian mengenai stadium klinis, virologi dan imunologis
pasien dengan terapi antiretroviral (ARV) kombinasi 2 NRTI (Nucleotide
Reverse Transcriptase Inhibitor) dan 1 NNRTI (Non- Nucleotide Reverse
Transcriptase Inhibitor). Pasien HIV memiliki prognosis berbeda-beda
berdasarkan status klinis pasien dan waktu terapi pasien. Perawatan paliatif
adalah pendekatan keperawatan yang berfokus pada peningkatan kualitas
hidup pasien dan keluarganya dalam mengurangi gejala pada pasien dengan
penyakit serius. Perawatan paliatif pada pasien HIV berfokus pada
bidang perawatan, seperti psikologis, sosial, budaya, dan spiritual.
Harapannya perawatan ini dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
mempertahankan kemandirian mereka dan mencapai kualitas hidup yang
baik. Perawatan paliatif melibatkan kolaborasi antara dokter, perawat,
psikolog, petugas sosial-medis, relawan, rohaniawan, dan profesi lain yang
dilakukan di rumah (home-based palliative care) dan di rumah sakit
(hospital-based palliative care) dengan pengobatan anti nyeri (non-opioid,
dll.) anti-mual dan muntah (anti-sickness atau antiemetic), diare (rehidrasi
oral), penurun demam (parasetamol atau asam asetilsalisilat), anti-batuk,
peningkatan asupan makan, memperbaiki kalitas tidur. dan memperbaiki
aktivitas fisik.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Mayo Clinic. HIV/AIDS [Internet]. 2020 [cited 2021 Nov 12]. Available
from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hiv-aids/symptoms-
causes/syc-20373524
2. WHO. Palliative care [Internet]. 2020 [cited 2021 Nov 12]. Available from:
https://www.who.int/health-topics/palliative-care
3. Harding R. Palliative care as an essential component of the HIV care
continuum. Lancet HIV. 2018 Sep 1;5(9):e524–30.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin HIV dan AIDS 2020
[Internet]. 2020 [cited 2021 Nov 12]. Available from:
https://www.kemkes.go.id/article/view/20120100004/infodatin-hiv-dan-
aids-2020.html
5. WHO. HIV/AIDS [Internet]. 2019 [cited 2021 Nov 11]. Available from:
https://www.who.int/
6. Yuliyanasari N. Global Burden Desease – Human Immunodeficiency Virus
– Acquired Immune Deficiency Syndrome ( Hiv-Aids ). Qanun [Internet].
2017;1:65–77. Available from: http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/qanunmedika/article/download/385/294
7. UNAIDS. Global data on HIV epidemiology and response [Internet]. 2018
[cited 2021 Nov 11]. Available from: https://aidsinfo.unaids.org/
8. WHO. HIV Country Profiles [Internet]. 2019 [cited 2021 Nov 10].
Available from: https://cfs.hivci.org/country-factsheet.html
9. Idayat R. Hubungan Stigma Diri dengan Kepatuhan Odha Menjalani Terapi
Arv di Puskesmas Seberang Padang [Internet]. Universitas Andalas; 2020.
Available from: http://scholar.unand.ac.id/55198/
10. DINKES Provinsi Bali. Upaya Pengendalian HIV/AIDS Di Bali [Internet].
2019 [cited 2021 Nov 11]. Available from:
https://www.diskes.baliprov.go.id/upaya-pengendalian-hiv-aids-di-bali-
dinkes-validasi-data/
11. HIV.gov. Symptoms of HIV [Internet]. 2020 [cited 2021 Nov 12].
Available from: https://www.hiv.gov/hiv-basics/overview/about-hiv-and-

16
aids/symptoms-of-hiv
12. CDC. About HIV/AIDS | HIV Basics | HIV/AIDS | [Internet]. 2021 [cited
2021 Nov 12]. Available from:
https://www.cdc.gov/hiv/basics/whatishiv.html
13. Muntamah U. Buku Referensi untuk Perawat “Pedoman Perawatan Paliatif
pada Orang Dengan Hiv/Aids (Odha)Di Rumah Sakit” [Internet]. 1st ed.
Surakarta: Yuma Pustaka; 2020. 1689–1699 p. Available from:
http://repository.itspku.ac.id/id/eprint/226
14. Vaillant AAJ, Gulick. PG. HIV Disease Current Practice [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534860/
15. Swetz KM, Kamal AH. Palliative Care. Ann Intern Med.
2018;168(5):ITC33–48.
16. Alfons GD, Endojowatiningsih MH, Rohi YU. IMPLEMENTASI MISI
HOLISTIK BAGI TIM PALIATIF RUMAH SAKIT BAPTIS BATU
JAWA TIMUR. Missio Ecclesiae. 2020;9(1):79–94.
17. Wulandari F. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Perawatan
Paliatif Dengan Sikap Terhadap Penatalaksanaan PasienDalam Perawatan
Paliatif Di RS Dr. Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2012.
18. Lindayani L, Maryam NNA. Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien
dengan HIV/AIDS. J Keperawatan Padjadjaran. 2017;5(1):29–36.
19. Lindayani L, Maryam NNA. Tinjauan sistematis: Efektifitas Palliative
Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. J Keperawatan Padjadjaran.
2017;5(1):29–36.
20. Muntamah U, Haryani S. Kebijakan model palliative care untuk
menurunkan nyeri pada ODHA. NURSCOPE J Penelit dan Pemikir Ilm
Keperawatan. 2019;5(2):38.
21. Areri HA. Palliative Care in HIV/AIDS [Internet]. 1st ed. IntechOpen;
2019. Available from: 10.5772/intechopen.85847
22. Ajisegiri W, Abubakar A, Gobir A, Balogun M, Sabitu K. Palliative care
for people living with HIV/AIDS: Factors influencing healthcare workers’

17
knowledge, attitude and practice in public health facilities, Abuja, Nigeria.
PLoS One. 2019;14(12):1–15.
23. Spencer DC, Krause R, Rossouw T, Moosa MYS, Browde S, Maramba E,
et al. Palliative care guidelines for the management of HIV-infected people
in South Africa. South Afr J HIV Med [Internet]. 2019 [cited 2021 Nov
12];20(1). Available from: /pmc/articles/PMC6956685/

18

Anda mungkin juga menyukai