Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

KONSEP DASAR PENYAKIT(CHF)

OLEH:

KELOMPOK 2

1. Chairunnisa Az Zahra 2011312040

2. Anggea Pahmareza 2011311048

3. Dian Fadhilla Humaida 2011312052

4. Amelia Fransisca Yalani 2011313004

5. Fiziola 2011312031

6.Adinda Tri Kurnia Putri 2011313001

7. Agresia Anisha 2011312061

8. Delfi Suryani 2011312070

9.Syakila Lysandra 2011311054

Dosen Pengampu: Ns. Mulyanti Roberto, M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVESITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Puji
syukur atas kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga
penulis dapat meyelesaikan makalah”Keperawatan Medikal Bedah I" ini dalam waktu yang telah
ditentukan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang. Dengan adanya
penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan
masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang lingkup Keperawatan Medikal Bedah I.
Disamping itu kami menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan baik dari penulisan
ataupun dalam penyusunannya yang tidak penulis ketahui.

Penulis pun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil
yang sempurna. Oleh karena itu, kritika dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat membantu
pembaca dalam menambah ilmu pengetahuan tentang " Konsep Dasar Penyakit(CHF)".

Padang, 28 September 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..4

A. Latar Belakang………………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah..…………..………………………………………………………..5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………...…………….5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...6

A. Definisi dan Etiologi.........................................................................................................


B. Manifestasi klinis..............................................................................................................
C. Patofisiologi .....................................................................................................................
D. Asuhan Keperawatan……………………………………………………………………

BAB III PEMUTUP......................................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti gagal
jantung kanan, terjadi di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009). Menurut
Brashers dalam Syandi (2008) masalah kesehatan dengan penyakit Congestive Heart Failure
(CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi. CHF merupakan salah satu penyebab mortalitas
dan morbiditas yang tinggi. Gagal jantung merupakan salah satu penyakit jantung yang angka
kejadiannya di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan Hasil Riskesdas
Kemenkes RI (2013), prevalensi penyakit jantung coroner di Indonesia mencapai 0,5% dan gagal
jantung sebesar 0,13% dari total penduduk berusia 18 tahun keatas.

Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri
dan kanan, dan gagal jantung berdasarkan derajatnya. Tanda dan gejala yang sering terjadi
adalah sesak nafas, batuk, mudah lelah, kegelisahan yang diakibatkan gangguan oksigenasi dan
disfungsi ventrikel. Terapi yang dapat dilakukan untuk pasien CHF meliputi terapi fisik, terapi
okupasi, terapi pernapasan, dan nutrisi. Jika CHF tidak segera ditangani maka akan menurunkan
cara kerja jantung dan darah tidak akan berfungsi dengan baik saat memompa darah. Masalah
keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung adalah aktual/ resiko tinggi
penurunan curah jantung, nyeri dada, aktual/resiko tinggi gangguan pertukaran gas, aktual/
resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas, aktual/ resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran,
aktual/ resiko tinggi kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas (Mutaqqin, 2009).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari CHF
2. Apa etiologi dari CHF
3. Bagaimana manifestasi klinis dari CHF
4. Bagaimana dengan patofisiologi dari CHF

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui definisi dari CHF
2. Untuk mengetahui etiologi dari CHF
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari CHF
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari CHF
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau
sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada
metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan
pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif
yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015).

Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel
b. Meningkatnya beben akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun kardiomiopati
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada faktor fisiologis lain
yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal kerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang
mengganggu pengisian ventrikel seperti stenosis katup antrioventrikular dapat menyebabkan
gagal jantung. Penyebab gagal pompa jantung secara menyeluruh :
a. Kelainan mekanisme
1. Peningkatan beban tekanan
2. Sentral (stenosis aorta)
3. Perifer (hipertensi sistemik)
4. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan beban awal)
5. Obstruksi terhadap ventrikel (stenosis mitralis atau trikupidalis)
6. Tamponade pericardium
7. Restruksi endokardium atau miokardium
8. Aneurisma ventrikel
9. Dis-sinergi ventrikel
b. Kelainan miokardium
1. Primer
a) Kardiomiopati
b) Miokarditis
c) Kelainan metabolik
d) Toksisitas (alcohol, kobalt)
e) Preskardia
2. Kelainan dis-dinamik sekunder (skunder terhadap kelainan mekanis)
a) Kekurangan O2
b) Kelainan metabolik
c) Inflamasi
d) Penyakit sistemik
e) Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
3. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
a) Henti jantung
b) Fibrilasi
c) Tachycardia atau bradicardia yang berat
d) Asim kronis listrik, gangguan konduksi

B. Menifestasi klinis

Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik
yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik akan semakin
menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas yang ringan. Gejala
awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah
lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak
bangun karena dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan
salah satu manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri. Backward failure pada sisi kanan
jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis. 35 Penimbunan cairan dalam ruang
interstisial dapat menyebabkan edema dan jika berlanjut akan menimbulkan edema anasarka.
Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ
tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan otot rangka. Makin menurunnya curah jantung dapat.

Gejala Tipik Tanda Spesifik


Sesak Nafas Peningkatan JVP
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dyspnoe(PND) suara jantung S3(gallop)
Toleransi aktifitas yang berkurang Apex jantung bergeser ke lateral
Mudah lelah Bising jantung
Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
Bentuk di malam atau dini hari edema perifer
Mengi krepitasi pulmona
Berat badan bertambah >2 kg/minggu suara pekak di basal paru pada perkusi
Berat badan turun takikardia
Perasaan kembung/begah nadi irreguler
Nafsu makan menurun nafas cepat
Perasaan binggung (pada pasien usia lanjut) hepatomegali
Depresi asites
Berdebar kaheksia

Pingsan disertai insomnia, kegelisahan, dan kebingungan.Bahkan pada gagal jantung kronis
yang berat, dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif..

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa

bagian yaitu :

a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)

1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)

Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan tersebut
dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan
mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik
darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10
mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan
perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth,
2007).

2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)

Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada
gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya
setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya
progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagaljantung kanan dapat terjadi
penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal

Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal jantung
diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin
merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari
penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.

c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)

Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen
yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II
berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin
sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal
untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam
dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari
timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).

d. Cardiac remodelingCardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis
sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).

Patofisiologi gagal jantung amat kompleks dan melibatkan jejas kardiak dan ekstrakardiak yang
memicu respons neurohormonal seluler dan molekuler serta remodelisasi jantung. Aktivasi
neurohormonal yang pada mulanya bersifat adaptif kemudian berlanjut secara kronik disertai
remodelisasi yang buruk semakin memperberat jejas jantung dan di luar jantung (misalnya
vaskuler, pulmoner, dan renal).

Mekanisme Neurohormonal Progresivitas Gagal Jantung


Mekanisme neurohormonal kompensatorik yang terlibat dalam kejadian gagal jantung mencakup
aktivasi sistem saraf simpatik, sistem renin angiotensin (renin angiotensin system/RAS),
perubahan neurohormonal pada ginjal dan vaskuler perifer.

Akitvasi Sistem Saraf Simpatik


Aktivasi saraf simpatik yang disertai penurunan tonus parasimpatik merupakan mekanisme
adaptasi yang muncul pada fase dini gagal jantung. Hal ini dipicu oleh hilangnya input
inhibitorik dari refleks baroreseptor arterial dan kardiopulmoner. Pada pasien dengan gagal
jantung, input inhibitorik dari baroreseptor dan mekanoreseptor menurun sedangkan input
eksitatorik terhadap jaras simpatik meningkat sehingga terjadi peningkatan aktivitas saraf
simpatik dan penumpulan respons parasimpatik. Sebagai akibatnya, variabilitas denyut jantung
menurun dan resistensi vaskuler perifer meningkat [4].
Dampak dari peningkatan tonus simpatik tersebut adalah peningkatan kadar norepinefrin (NE)
yang bersirkulasi dalam darah. Pada pasien dengan gagal jantung, kadar NE di sinus koronarius
juga melebihi kadar NE di arteri yang mengisyaratkan adanya stimulasi adrenergik di dalam
jantung [5]. Namun, seiring peningkatan keparahan gagal jantung, konsentrasi NE di dalam
miokard akan menurun yang diduga berkaitan dengan kelelahan adrenergik akibat aktivasi
sistem saraf simpatik di jantung yang berkepanjangan [6].
Di sisi lain, peningkatan aktivitas simpatik dari reseptor adrenergik beta1 memicu peningkatan
denyut jantung dan kekuatan kontraksi miokard sehingga terjadi peningkatan curah jantung. Hal
ini juga memicu reseptor adrenergik alfa1 di miokard yang memiliki efek inotropik positif serta
vasokonstriksi perifer di arteri. Di satu sisi, NE dapat meningkatkan kapasitas kontraksi dan
relaksasi miokard sehingga mampu menjaga tekanan darah. Namun, apabila kebutuhan energi
miokard meningkat di tengah keterbatasan pengiriman oksigen di miokard, risiko iskemia tak
dapat dielakkan. Dengan demikian, aktivasi saraf simpatik mungkin berperan untuk menunjang
sirkulasi dalam jangka pendek namun berpotensi merusak miokard dalam jangka panjang [7].

Aktivasi Sistem Renin Angiotensin (Renin Angiotensin System / RAS)


Berbeda dengan sistem saraf simpatik, aktivasi RAS mulai terjadi ketika keparahan gagal
jantung semakin memberat. Mekanisme diduga yang mendasari aktivasi RAS antara lain
hipoperfusi ginjal, penurunan jumlah sodium yang mencapai makula densa di tubulus distal,
serta peningkatan aktivitas saraf simpatik di ginjal. Berbagai faktor tersebut memicu peningkatan
jumlah renin yang dilepaskan dari aparatus jukstraglomerular. Angiotensin II yang teraktivasi
secara kronik oleh jaras RAS bersifat maladaptif dan dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal,
dan organ lainnya [8]. Selain itu, angiotensin II juga dapat memperparah aktivasi neurohormonal
dengan meningkatkan pelepasan NE dari ujung saraf simpatik dan merangsang zona glomerulosa
korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron. Ekspresi aldosteron yang berkepanjangan dapat
memicu hipertrofi dan fibrosis vaskuler dan miokard sehingga menurunkan kepatuhan vaskuler
dan meningkatkan kekakuan dinding ventrikel. Sementara itu, aldosteron yang berlebihan juga
merangsang terjadinya disfungsi endotel, baroreseptor, inhibisi ambilan NE, yang semakin
memperburuk perjalanan gagal jantung [9].
Seiring dengan bertambahnya keparahan gagal jantung, terjadi peningkatan retensi garam dan air
oleh ginjal. Hal ini timbul akibat penurunan volume darah arteri yang efektif. Walaupun terjadi
ekspansi volume darah pada kondisi gagal jantung, curah jantung yang menurun yang dideteksi
oleh baroreseptor vaskuler memicu serangkaian adaptasi neurohormonal yang mirip dengan
respons terhadap perdarahan akut [10]. Bukti yang ada menunjukkan bahwa kelebihan beban
cairan pada gagal jantung terjadi akibat perubahan fisiologi ginjal sebagai respons terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan reabsorpsi natrium, aktivasi saraf simpatik, aktivasi RAS,
penurunan tekanan perfusi ginjal, dan penumpulan respons ginjal terhadap peptida natriuretik
[11].
Perubahan Neurohormonal pada Ginjal dan Vaskuler Perifer
Di sisi lain, interaksi sistem saraf otonom dan mekanisme neurohormonal cenderung melindungi
perfusi ke otak dan jantung sedangkan aliran darah ke kulit, otot rangka, dan organ visera
menurun. Hal ini berkontribusi terhadap hipoperfusi ginjal dan saluran cerna yang diperantarai
oleh berbagai vasokonstriktor seperti NE, endotelin, urotensin II, tromboksan A2, dan arginin
vasopresin (AVP). Rangsangan simpatik terhadap arteri perifer serta peningkatan kadar
vasokonstriktor di dalam sirkulasi menyebabkan vasokonstriksi arteriol sedangkan efek
keduanya terhadap vena menimbulkan peningkatan tonus vena untuk menjaga aliran balik vena
dan pengisian ventrikel [12,14].
Peningkatan neurohormon yang merangsang vasokonstriksi arteriol tersebut mengaktifkan
mekanisme vasodilatorik, antara lain pelepasan peptida natriuretik, NO, bradikinin,
adrenomedulin, apelin, serta prostaglandin PGI2 dan PGE2. Pada kondisi normal, respons
vasodilatasi dari endotel tersebut mampu melawan efek vasokonstriksi khususnya pada saat
beraktivitas. Namun, pada gagal jantung berat, respons vasodilatasi tersebut hilang sehingga
vasokonstriksi arteri perifer tidak terbendung [10,15].
Remodelisasi Ventrikel Kiri
Remodelisasi ventrikel kiri merupakan perubahan struktur ventrikel kiri yang terjadi sebagai
respons terhadap jejas kardiovaskuler, aktivasi neurohormonal, dan kelainan beban hemodinamik
[16].

Perubahan pada Miosit Jantung


Perubahan pada miosit jantung pada remodelisasi ventrikel dapat memiliki dua macam fenotip,
yakni hipertrofi konsentrik dan eksentrik. Pada hipertrofi konsentrik, seperti ditemukan dalam
kasus hipertensi maupun stenosis aorta, kenaikan tekanan sistolik pada dinding ventrikel
merangsang penambahan jumlah sarkomer pada konfigurasi paralel sehingga mempertebal
dinding ventrikel kiri. Sementara itu, hipertrofi eksentrik sebagaimana terjadi pada regurgitasi
mitral dan aorta disebabkan oleh peningkatan tekanan dinding pada fase diastolik yang
menyebabkan perpanjangan miosit serta susunan sarkomer pada posisi seri yang kemudian
memicu terjadinya dilatasi ventrikel kiri [17,18]. Karakteristik ventrikel kiri pada pasien dengan
gagal jantung umumnya mengalami dilatasi dengan atau tanpa penipisan dinding ventrikel [16].
Pada tingkat molekuler, hipertrofi miosit jantung memicu reaktivasi beragam gen fetal dan
penurunan ekspresi gen yang banyak ditemukan pada jantung orang dewasa. Mekanisme
pemrograman gen fetal ini berdampak pada regangan mekanik miosit, ekspresi neurohormon
(NE, angiotensin II), sitokin inflamasi, endotelin, dan pembentukan spesies oksigen reaktif yang
terjadi secara lokal di miokardium dan sistemik [19].
Selain itu, gangguan sambungan eksitasi-kontraksi miosit juga dapat terjadi pada gagal jantung
yang tampak nyata pada denyut jantung yang cepat dengan manifestasi berupa penekanan pada
asosiasi gaya-frekuensi. Pada kondisi normal, seiring dengan peningkatan frekuensi kontraksi
miosit, performa jantung turut meningkat akibat akumulasi kalsium intraseluler temporer yang
dipengaruhi frekuensi. Namun, pada gagal jantung, penurunan jumlah kalsium intraseluler,
peningkatan kadar kalsium diastolik, serta penurunan jumlah Ca2+ transien menyebabkan
kelemahan pembentukan gaya yang dihasilkan otot jantung [8].
Peran beberapa jenis protein sitoskeletal seperti titin, desmin, vinculin, dan dystrophin dalam
patogenesis gagal jantung juga mulai banyak dipelajari. Pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi, titin mengalami penurunan sementara desmin, vinculin, dan dystrophin mengalami
peningkatan [20]. Mengingat protein-protein tersebut merupakan fondasi mikroarsitektur miosit,
gangguan integritas seluler akibat ketidakseimbangan ekspresi protein sitoskeletal tersebut dapat
diprediksi mengganggu hubungan antara sarkomer dan sarkolema serta matriks ekstraseluler
yang berujung pada disfungsi kontraksi miosit [8].

Perubahan Miokardium
Perubahan terkait miokardium pada kondisi gagal jantung dapat meliputi perubahan volume
miosit jantung serta perubahan pada volume dan komposisi matriks ekstraseluler. Pada gagal
jantung, miosit jantung pada miokardium dapat mengalami nekrosis, apoptosis, serta kematian
sel secara autofagi yang berujung pada hilangnya jumlah miosit progresif, disfungsi jantung, dan
remodelisasi ventrikel kiri [8]. Sementara itu, matriks ekstraseluler menunjukkan perubahan
sintesis dan degradasi kolagen berserat, hilangnya penyangga kolagen yang menghubungkan
antar miosit, dan kerusakan anyaman kolagen[21].
Metaloproteinase matriks (matrix metalloproteinase/MMP) juga memiliki peran penting dalam
remodelisasi ventrikel sebab MMP teraktivasi dan meningkat pada kondisi gagal jantung.
Namun, progresivitas remodelisasi ventrikel sebenarnya lebih dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan antara MMP dan glikoprotein regulatornya, yakni TIMP (tissue inhibitors of
matrix metalloproteinase). Evaluasi pada berbagai studi mengisyaratkan bahwa aktivasi MMP
memicu progresivitas dilatasi ventrikel kiri sedangkan ekspresi TIMP berperan pada fibrosis
miokard [22].

Perubahan Struktur Ventrikel Kiri


Segala perubahan pada tingkat molekuler, seluler, dan jaringan miokard bertanggung jawab
terhadap perubahan struktur ventrikel kiri pada gagal jantung. Pada prinsipnya, ventrikel yang
mengalami remodelisasi mengalami perubahan geometri dari bentuk elips yang memanjang dari
kutubnya menjadi bentuk yang lebih sferis. Hal ini berdampak pada peningkatan tahanan dinding
ventrikel pada sumbu meridien yang memicu beban energi baru pada dinding jantung yang sudah
payah tersebut [17]. Mengingat bahwa beban ventrikel di akhir diastole berkontribusi terhadap
beban ventrikel pada awal sistole, maka dapat dipahami bahwa dilatasi ventrikel kiri akan
meningkatkan kebutuhan energi ventrikel. Hal ini akan semakin memperparah penggunaan
energi pada ventrikel jantung yang sudah gagal [18,23].

Gambar 1. Patofisiologi remodelisasi ventrikel kiri. Sumber: dr. Sunita, 2018.

Patofisiologi Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal


Patofisiologi gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (heart failure with preserved ejection
fraction/HFpEF) melibatkan perubahan pada relaksasi dan pengisian ventrikel kiri, remodelisasi
ventrikel kiri beserta perubahan geometrinya, dan perubahan pada kepatuhan ventrikel dan
vaskuler.
Disfungsi diastolik ventrikel kiri merupakan temuan yang umum pada HFpEF dan diduga
menjadi faktor utama pada kelainan hemodinamik dan gejala HFpEF. Disfungsi diastolik adalah
ketidakmampuan jantung dalam mengisi volume preload ventrikel (volume akhir diastolik)
secara adekuat pada tekanan yang relatif rendah. Fungsi diastolik sangat dipengaruhi oleh
pelepasan miofilamen, ambilan kalsium, kekakuan pasif dinding ventrikel akibat interaksi
matriks ekstraseluler, ruang ventrikel, dan perikardium. Segala faktor yang mengubah komponen
tersebut secara langsung berpengaruh terhadap volume akhir diastolik dan tekanan ventrikel [23].
Pada HFpEF, penurunan tekanan ventrikel kiri selama fase relaksasi isovolumik terjadi dalam
waktu yang relatif lebih lama. Selain itu, fungsi relaksasi dinding ventrikel tidak mengalami
peningkatan pada saat terjadi peningkatan denyut jantung dan aktivitas. Akibatnya, pengisian
ventrikel dilakukan dengan mengandalkan peningkatan tekanan atrium kanan sehingga memaksa
darah dari atrium masuk ke ventrikel [25].
Pasien dengan HFpEF umumnya mengalami remodelisasi ventrikel dengan pola konsentrik tanpa
disertai hipertrofi maupun perubahan berarti pada geometri ventrikel. Kardiomiosit umumnya
lebih tebal dan tidak terlalu memanjang seperti yang terjadi pada gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi. Peningkatan kolagen berserat di matriks ekstraseluler jantung pasien
dengan HFpEF dan penurunan aktivitas MMP berkontribusi pada deposisi kolagen di miokard
dan fibrosis interstisial. Molekul titin, yang merupakan pegas miosit untuk menahan distensi
ventrikel, mengalami perubahan menjadi bentuk isoform N2B serta terfosforilasi. Segala faktor-
faktor tersebut berkontribusi pada peningkatan kekakuan diastolik pada ventrikel kiri [23].

D. Asuhan Keperawatan
KASUS 1

Tn. K usia 42 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri dipertengahan dada dan
menjalar ke lengan kiri dengan durasi 20-30 menit, nyeri dirasakan hilang timbul. Klien
mengeluh sesak nafas dengan RR: 30 kali/ menit. Saat dilakukan pengkajian Tn.R mengatakan
dada nyeri seperti tertindih benda berat, nyeri skala 4, tidak berkurang dengan istirahat dan ia
cemas terhadap penyakitnya. Tn.R tampak lemah dan berbaring di tempat tidur. Klien didiagnosa
CHF e.c CAD. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, berobat tidak
teratur, hanya minum obat ketika merasakan gejala tidak nyaman saja. Klien tidak memiliki
riwayat penyakit DM, asma dan tidak memiliki riwayat alergi. Anggota keluarga tidak ada yang
memiliki penyakit yang sama dengan klien, tetapi orang tua klien menderita hipertensi dan DM.
Tn.K merupakan seorang sopir dan perokok berat, sehari menghabiskan rokok 1 bungkus (16
batang). Klien memiliki kebiasaan makan tinggi lemak dan kolesterol karena sering makan di
warung makan, jarang mengkonsumsi sayur dan buah. BB: 55 kg, TB: 163 cm. Tn.R juga
mengeluh sering terbangun dimalam hari dalam keadaan sesak, setelah itu ia sulit untuk tidur
lagi. Lama tidur 4-5 jam dalam sehari. Klien juga mengeluh sesak nafas saat melakukan
aktivitas, jika ia mengangkat beban berat sering merasa sesak napas disertai kelelahan. Gejala ini
hilang cukup lama, bisa sampai 2 atau 3 hari baru reda kembali.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TD; 82/65 mmHg, N: 69 kali/ menit, SaO2 : 98%,
Suhu 36,4oC, konjungtiva anemis, distensi vena jungularis, tidak ada edema ekstremitas, turgor
kulit baik, terdapat retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu pernafasan, auskultasi paru:
vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-).

Hasil EKG, Rate 69 x/I, axis normal, P wave normal, PR interval 0,14, Q wave V1-V4,
LVH (+), RVH (-). Hasil ronxent dada Tn.K menunjukan adanya kardiomegali, CTR : 65%.
Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 13,0 gr/dl, leukosit 15.120/ mm3, trombosit 572.000/ mm3,
Ht 38%, Na 128 Mmol/L, K 3,5 Mmol/L, Ca 7,5 mg/dl, Cl serum 96 Mmol/L. Klien
direncanakan akan dilakukan pemeriksaan echokardiografi. Terapi yang didapatkan saat ini
adalah IVFD RL 500 cc/24 jam, IVFD NaCl 0,3% 500 cc/24 jam, inj ranitidin 2x3 mg, drip
fasorbid 1x3 mg, meropenem 3x1 gr, Ca glukonas 2 gr, levofloxasin 1x750 mg.\

Asuhan Keperawatan

5. Buatlah pengkajian keperawatan sesuai dengan kasus!

1. IDENTITAS
a. Identitas pasien
Nama : Tn. K
Umur : 42 Tahun
Agama : islam
Jenis kelamin : laki-laki
Status : sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : sopir
Suku bangsa : minang
Alamat : Padang
Tanggal masuk : 15 September 2021

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. L
Umur : 40 Tahun
Hub. Dgn pasien : isteri pasien
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Padang

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri dipertengahan dada dan menjalar ke
lengan kiri dengan durasi 20-30 menit, nyeri dirasakan hilang timbul.

b. Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengeluh sesak nafas, klien mengatakan dada nyeri seperti tertindih benda
berat, nyeri skala 4, tidak berkurang dengan istirahat dan ia cemas terhadap
penyakitnya. Tn. K tampak lemah dan berbaring di tempat tidur. Klien merupakan
seorang sopir dan perokok berat, sehari menghabiskan rokok 1 bungkus (16
batang). Klien memiliki kebiasaan makantinggi lemak dan kolestrol karena sering
makan di warung makan, jarang mengonsumsi sayur dan buah. BB: 55 kg, TB:
163 cm. Tn. K juga mengeluh sering terbangun di malam hari dalam keadaan
sesak, setelah itu sulit untuk tidur lagi. Lama tidur 4-5 jam sehari. Klien juga
mengeluh sesak nafas saat melakukan aktivitas, jika ia mengangkat beban berat
sering

c. Riwayat kesehatan dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu ,berobat tidak teratur,
hanya minum obat ketika merasakan gejala tidak nyaman saja. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit DM, asma, dan tidak memiliki riwayat alergi

d. Riwayat kesehatan keluarga


Dalam anggota keluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
dengan klien, tetapi orang tua klien menderita hipertensi dan DM
e. Diagnose medis
CHF E.C CAD

3. POLA KEBUTUHAN DASAR


a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pasien mengatakan ia merasa cemas dengan penyakit yang diderritanya, karna
anggota keluarganya tidak ada memiliki penyait yang sama dengan pasien

b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit:
Klien memiliki kebiasaan makan tinggi lemak dan kolesterol karena sering
makan di warungmakan jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien merupakan
perokok berat yang sanggup menghabiskan 1 bungkus rokok (16 batang) dalam
sehari. Klien memiliki BB 55 Kg, TB: 163 cm.
Saat Sakit:
 Riwayat penyakit: klien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5
tahun yang lalu, orangtua pasien menderita DM dan Hipertensi
 Pasien kekurangan nutrisi yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan fisik:
konjungtiva anemis, namun turgor kulit pasien baik
 Pemeriksaan penunjang:
Hb: 13,0 gr/dl, leukosit 15.120/mm3, trombosit 572.000/mm3, Ht 38%,
Na 128 Mmol/L, K 3,5 Mmol/L, Ca 7,5 mg/dl, Cl serum 96 Mmol/L.
 Terapi: IVFD RL 500 cc/24 jam, IVFD NaCl 0,3% 500 cc/24 jam, inj
ranitidi 2x3 mg, drip fasorbid 1x3 mg, meropenem 3x1 gr, Ca glukonas 2
gr, levofloxasin 1x750 mg

c. Pola Eliminasi
BAB
 Sebelum sakit : 1x sehari, konsistensi lunak, warna coklat, bau khas,
normal
 Saat sakit : 1x sehari, konsistensi lunak, warna coklat, bau khas, normal
BAK
 Sebelum sakit: 3-4x sehari, warna kuning muda, bau khas, normal
 Saat sakit : 3-4x sehari, warna kuning muda, bau khas, normal
d. Pola aktivitas dan latihan
1. Aktivitas

Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpidah 

0: Mandiri. 1:alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total
2. Latihan
 Sebelum sakit:
Pasien bekerja sebagai seorang supir, pasien mengatakan sebelum
sakit pasien dapat beraktivitas dengan baik.
 Saat sakit
1. Pasien mengeluh sesak nafas saat melakukan aktivitas sedang.
2. Ketika pasien mengangkat beban berat sering merasa sesak
nafas disertai kelelahan, gejala ini hiang cukup lama, bisa
samai 2 atau 3 hari baru reda kembali.
3. Pasien tampak lemah dan hanya berbaring ditempat tidur.
4. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TD: 82/65 mmhg, N:69
kali/menit, SAO2: 98%, terdapat retraksi dinding dada dan
penggunaan otot bantu pernapasan.
5. Hasil EKG, rate 69x/i, axis normal, p wave normal, pr interval
0,14, Q wave v1-v4, lvh(+) rvh (-).
e. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasie daat berkomunikasi dengan baik, pasien dapat menjawab pertanyaan
yang ditanyakan oleh perawat, pasien merasa cemas dengan keadaannya saat ini.
f. Pola Persepsi-Konsepdiri
Pasien tampak mengalamai penyangkalan dan ketidaktahuan mengenai
penyakitnya sehingga muncul rasa cemas pada pasien
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit
Sebelum sakit, waktu tidur pasie normal seperti biasanya dalam sehari(6-8
jam) dan pasien dapat beristirahat dengan baik.
 Saat sakit
1. Pasien serig terbangun dimalam hari dalam keadaan sesak,
setelah itu pasien sulit untuk tidur kembali.
2. Lama tidur klirn adalah 4-5 jam dalam sehari.
3. Pasien terlihat lemah dan hanya berbaring di tempat tidur
4. Pasien diberikan terapi drip fasorbid 1x3 mg.
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien memiliki seorang istri dan anak, sebelum sakit dia bekerja sebagai
supir untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
i. Pola Seksual-Reproduksi
 Sebelum Sakit: Tidak Terkaji
 Saat Sakit : Tidak Terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengalami stress yang disebabkan oleh dengan rasa cemas yang ia
rasaka terhadap penyakit yang dideritanya.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien beragama islam dan sebelum dirawat di RS, pasien menjalankan
ibadahnya, tetapi selama dirawat di RS pasien tidak melaksanakannya
4. PENGKAJIAN FISIK
a. Keadaan umum: lemah dan sesak nafas
- tingkat kesadaran: composmentis
- GCS: verbal(5), psikomotorik(5), mata(5)

b. TTV
-TD: 82/65 mmhg
-detak jantung: 69 x/menit
-RR: 30 x/menit
-suhu tubuh: 36,4 C

c. Skala nyeri: 4
d. Keadaan fisik
 Kepala dan leher
-kepala: normochepal
-leher: distensi vena jungularis, trakea tampak ditengah dan simetris
-mulut: bibir sianosis
-mata: konjungtiva anemis, sclera ikterik
-hidung: simetris, napas cuping hidung tidak ada
-telinga: batas normal
 Dada
-paru : a. inspeksi: terdapat retraksi dinding dan penggunaan otot bantu
pernapasan
b.palpasi: massa(-), nyeri tekan
c. perkusi: sonor
d. auskultasi: vesikuler, rankhi(-), wheezing(-), murmur(-), gallop(-)
-jantung: bunyi jantung regular
e. Payudara dan ketiak: tidak dilakukan pemeriksaan
f. Abdomen: batas normal
g. Genetalia: tidak dilakukan pemeriksaan
h. Ekstremitas
 tidak terdapat edema pada ekstremitas
 tidak terdapat sianosis
 tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening
 nyeri skala 4, tidak berkurang dengan istirahat
i. Nyeri neurologis
 status mental dan emosi: cemas dan lemah
 pengkajian saraf cranial: konjungtiva tampak enemis
 pemeriksaan reflex: baik
j. Pemeriksaan dermatologis: turgor kulit baik

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Data laboratorium yang berhubungan

 HB: 13,0 gr/dl  HT: 38%


 Leukosit: 15. 120/  NA: 128 mmol/l
mm3  K: 3,5 mmol/l
 Trombosit:  CA: 7,5 mg/dl
572.000/mm3  CL serum: 96 mmol/l

2. Pemeriksaan radiologi

 EKG rate: 69 x/l


 Axis normal
 P wave normal
 PR interval 0,14
 Q wave v1-v4
 LVH (+)
 RVH
6. Buatlah analisa data untuk kasus di atas lengkapi dengan path way singkat!
Jelaskan semua diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas!
1) Bersihan jalan napas
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap pasien

Dorplet mengandung Pertahanan primer


Terhirup lewat
mikrobcterium
saluran pernapasan Tidak adekuat
tuberculosis
dan masuk ke paru

Kerusakan membran
Udara tercemar di alveolar
mycribacterium

Tuberculosis

Proses peradangan

Produksi sekret
berlebih

Sekret sukar di
keluarkan

Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan gaya hidup
kurang gerak, asupan garam tinggi dibuktikan dengan peningkatan tekanan darah,
kesemutan di bagian kaki, berat badan berlebih, ada sedikit pembesaran pada
ventrikel kiri, kolesterol tinggi, dan gula darah tinggi.

3) Intoleran Aktivitas
Intoleren Aktivitas yang berhubungan dengan fisik tidak bugar, gaya hidup kurang
gerak dibuktikan dengan tekanan darah tinggi, perubahan EKG (ada sedikit
pembesaran pada ventrikel kiri), sering mengeluhkan lemas, berat badan berlebih,
kolesterol tinggi, gula darah tinggi, dan kalium rendah.
4) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan penambahan berat
badan berlebih,m, kurang pengetahuan tentang factor yang dapat diubah.
7. Jelaskan rencana intervensi keperawatan yang akan anda lakukan untuk mengatasi
masalah Tn.K?

Intervensi NIC

A. Latihan Batuk Efektif (I.01006)


Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
5. Terapeutik
6. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
7. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
8. Buang sekret pada tempat sputum
9. Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
11. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
12. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
13. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
14. Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

B. Perwatan jantung : Akut


Definisi : Keterbatasan terkait dengan komplikasi pada pasien yang baru saja mengalami
episode ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otot jantung dan kebutuhannya sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi jantung.

1. Evaluasi nyeri dada (Intesitas, lokasi,radiasi, durasi, factor pemicu, dan yang
mengurangi)
2. Intruksikan pasien akan pentingny melaporkan segera jika merasakan
ketidaknyamanan dibagian dada
3. Lakukan penilaian secara komprehensif terhadap status jantung termasuk didalamnya
adalah jaringan perifer
4. Sediakan diet jantung yang tepat (batasi masukan kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan yang berlemak)
5. Ganti dengan garam buatan, jika tepat

C. Perawatan Jantung : Rehabilitatif


Definisi : Peningkatan tingkat fungsi aktivitas yang paling maksimum pada pasien yang telah
mengalami episode gangguan fungsi jantung yang yang terjadi Karena ketidakseimbangan
suplai oksigen otot jantung dan kebutuhannya

1. Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas


2. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai modifikasi faktor risiko jantung
(misalnya, menghentikan oebiasaan merokok, diet dan olahraga)
3. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai pertimbangan khusus terkait dengan
aktivitas sehari-hari (misalnya pembatasan aktifitas dan meluangkan waktu istirahat)
jika memang tepat

D. Manajeman Berat Badan


Definisi : Memfasilitasi pasien untuk mempertahankan berat badan dan persentase lemak
tubuh yang optimal.

1. Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan makanan, olahraga,


peningkatan berat badan, dan penurunan berat badan
2. Diskusikan dengan pasien mengenai kondisi medis apa saja yang berpengaruh
terhadap berat badan
3. Hitung berat badan ideal pasien
4. Hitung persentase lemak tubuh ideal pasien
5. Dorong pasien untuk mengkonsumsi air yang cukup setiap hari

Implementasi dan Evaluasi

1)Bersihan jalan napas

1. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


2. menginstruksikan cara melakukan batuk efektif
3. mengauskultasi suara nafas
4. memonitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi secret
5. ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan
6. memonitor pola nafas
7. memberikan bantuan terapi nafas nebulizer combivent

Evaluasi
S : - Pasien mengatakan batuk yang disertai sekret yang sulit dikeluarkan - dahak berwarna
kekuningan Poltekkes Kemenkes Padang
O : - Pernafasan pasien 23 x/i - pasien tampak sesak - pasien menggunakan otot bantu
pernafasan - pasien tampak berusaha mengeluarkan dahak - auskultasi terdengar ronkhi
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


1. memonitor gas darah arteri
2. memonitor status hemodinamik
3. memberikan terapi oksigen
4. menilai CRT

Evaluasi
S : - Pasien mengatakan sesak nafas - pasien mengatakan nafas bertambah sesak seiring
dengan adanya aktifitas ringan
O : - Pernafasan pasien 23 x/i - pasien tampak sesak - pasien tampak menggunakan otot bantu
pernafasan
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

3) Intoleran Aktivitas

1. membantu pasien memilih aktifitas


2. membantu mengidentifikasi aktifitas sehari-hari pasien
3. membantu pasien dan keluarga memenuhi
S : - pasien mengatakan nafas terasa sesak - pasien mengatakan sesak bertambah dengan
adanya aktifitas ringan - pasien mengatakan tubuh terasa lemah - pasien mengatakan aktifitas
di bantu oleh keluarga dan perawat
O : - Pasien tampak sesak ketika merubah posisi - aktifitas pasien tampak di bantu oleh
keluarga dan perawat - pasien tampak lemah - pasien terpasang infus - pasien terpasang
kateter - pasien terpasang NGT - pasien terpasang oksigen.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

4). Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

Melakukan manajemen Hiperglikemia


- Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia(dengan cara menanyakan
bagaimana pola makan klien)
- Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia(dengan cara menanyakan apakah sering
haus dan lapar dan sering BAK
Melakukan edukasi program pengobatan
- Mengidentifikasi pengobatan yang direkomendasi(dengan menanyakan apakah klien teratur
minum obat)

Evaluasi
S : Pasien mengatakan sudah mulai bisa mengontrol pola makan .Pasien mengatkan sering
merasa haus . Pasien mengatakan buang air kecil ± 7 x / perhari. Klien mengatkan sudah
mulai bisa teratur minum obat

O : (Gula darah puasa ,250) Klien tampak sudah mulai bisa mengontrol pola makan Klien
tampak lelah

A :Masalah teratsi sebagian Ketidakstabilan gula darah

P :intervensi dilanjutkan .Melakukan manajemen hiperglikemia. Medukasi program


pengobatan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti
gagal jantung kanan, terjadi di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009).
CHF merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Gagal jantung
merupakan salah satu penyakit jantung yang angka kejadiannya di Indonesia dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan
akut, gagal jantung kiri dan kanan, dan gagal jantung berdasarkan derajatnya. Tanda dan
gejala yang sering terjadi adalah sesak nafas, batuk, mudah lelah, kegelisahan yang
diakibatkan gangguan oksigenasi dan disfungsi ventrikel. Terapi yang dapat dilakukan untuk
pasien CHF meliputi terapi fisik, terapi okupasi, terapi pernapasan, dan nutrisi.

B. SARAN

Para mahasiswa program ilmu keperawatan dapat memanfaatkan makalah ini dengan
sebaik baiknya. Diharapkan agar para mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti serta
mencermati dengan baik isi dari makalah ini, sehingga dapat mengerti tentang konsep
Congestive Heart Failure (CHF)

Diharapkan pada pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun bagi
penulis. Kritik dan saran diharapkan untuk disampaikan oleh pembaca apabila ada
kekurangan di dalam makalah kami demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6350/BAB%20II.PDF?seque
%09nce=6&isAllowed=y
http://eprints.umpo.ac.id/5020/3/BAB%202.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6350/BAB%20II.PDF?seque
%09nce=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai