Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang sduah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bias menyusun Makalah ini dengan baik serta tepat
waktu. Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang Congestive Heart Failure
(CHF) atau disebut dengan Gagal Jantung untuk menambah pengetahuan penyakit ini. Mudah-
mudahan makalah yang kami buat ini bias menolong menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas
lagi.

Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini, oleh
sebab itu kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dan kepada
pihak yang sudah menolong turut dan dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta
waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………3


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...3
1.3 Tujuan Masalah……………………………………………………...3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gagal Jantung……………………………………………4

2.2 Gagal Jantung Pada Geriatri…………………………………………8

2.3 Diet Pada Gagal Jantung…………………………………………….9

2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Congestive Heart Failure…………………………………………….10

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan…………………………………………………………..13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Asia, saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara tepat, kemajuan industri,
urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan knsumsi kalori, lemak
dan garam; peningkatan knsumsi rokok dan penurunan aktivitas.keadaan ini
disertai dengan peningkatan inseiden besitas, hipertensi, diabetes mellitus, dan
penyakit vascular yang berujung pada peningkatan insiden gagal jantung.
Gagal jan tung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan masalah kesehatan dunia. Gagal jantung merupakan salah satu
penyakit kardivaskuler yang menjadi masalah serius di Amerika. American Heart
Association (AHA) tahun 2004 melaprkan 5,2 juta penduduk Amerika Serikat
menderita gagal jantung. Di indnesia, data Departemen Kesehatan tahun 2008
menunjukkan pasien yang dirawat dengan diagnosis gagal jantung mencapai
14.449.
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan suatu keadaan
patlgis dimana kelaina fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memmpa
darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi
kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian. Gagal jantung
dikenal dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan kmbinasi atau
kongestif.
Congestive Heart Failure merupakan salah satu sindrom progresif yang dapat
menurunkan kualitas hidup penderitanya, sindrom ini juga dapat mempengaruhi
kehidupan penderitanya baik di bidang ekonomi atau kesehatan (Ikawati, 2015)
Penyakit CHF tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga berdampak terhadap
psikologis yang menyebabkan pasien CHF mengalami kecemasan, depresi, putus
asa serta, tidak nasfu makan kesulitan tidur dan mengalami masalah dan gangguan
tidur (Fitriya, Reni, 2015)
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindrom komplek yang terjadi akibat gangguan jantung yang
merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi dan memompa darah secara efektif. Gagal jantung
memiliki tanda dan gejala yang penting, yaitu sesak nafas, batuk, mudah lelah, disfungsi
ventrikel, dan kegelisahan yang diakibatkan oleh gangguan ksigenisasi. Penderita gagal jantung
identic dengan pernafasan cepat, dangkal, dan kesulitan mendapatkan udara yang cukup.
Penderita akan sering terbangun tengah malam karena mengalami nafas pendek yang hebat
dikarenakan perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kmpartemen intravascular akibat posisi
terlentang ketika berbaring, sehingga muncul keluhan kesulitan untuk tidur.

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan
dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah
dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Fungsi utama jantung adalah
menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme
(karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang
kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah
akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan
darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih
dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolic (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan
kecepatan/ menit) beban awal dan beban akhir.

Gagal jantung akut (GJA) adalah kejadian atau perubahan cepat tanda dan gejala gagal
jantung. Kondisi ini dapat mengancam jiwa dan harus ditangani segera. GJA dapat berupa
gambaran klinis gagal jantung pertama kali (de novo) atau sering merupakan perburukan gagal
jantung kronis; disebabkan disfungsi kardiak primer atau faktor ekstrinsik

4
A. Klasifikasi Gagal Jantung

1. Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya
sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik . Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian
klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan
ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik.

2. Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan


jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung kronis
juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatique baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas

B. Etiologi Gagal Jantung

Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

 usia,
 jenis kelamin,
 konsumsi garam berlebihan,
 keturunan,
 hiperaktivitas system syaraf simpatis,
 stress,
 obesitas,
 olahraga tidak teratur,
 merokok,
 konsumsi alcohol dan kopi berlebihan,
 hipertensi,
 ischaemic heart disease,
 konsumsi alkohol,
 Hypothyroidsm,
 penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek,
 ventrical septal defek),
 Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif), da

5
Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot jantung
karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi, atau
karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi yang
menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan predisposisi untuk
gagal jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab terbanyak (60-75%), diikuti
penyakit katup (10%) dan kardiomiopati (10%). Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan
bahwa sekitar setengah pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF)
ventrikel kiri yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipikirkan bahwa gagal jantung
secara primer terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi ventikel kiri.

C. Patofisiologi Gagal Jantung

Pathophysiology kegagalan jantung akut mengidentifikasi jalan baru yang menjanjikan


untuk pengobatan selama kegagalan jantung jantung tidak dapat mengalirkan tekanan jantung
abnormal dalam darah Untuk memenuhi kebutuhan metabolis jantung otak dan organ vital
lainnya tubuh merespon dengan melepaskan hormon saraf tertentu hormon saraf membantu
mempertahankan tekanan darah tetapi seiring waktu mereka menyebabkan kegagalan jantung
untuk memperlemah salah satu hormon neuro ini dalam menanggapi penurunan fusi dan
peningkatan aktivitas plasenta mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosterone atau RAAS
dengan memutuskan angiotensinogen dalam hati untuk menghasilkan angiotensin 1 yaitu Diubah
lebih lanjut menjadi angiotensin 2 dalam paru-paru angiotensin 2 yang terikat dengan dinding
pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi angiotensin ii dan juga merangsang pelepasan
peristiwa perasaan dari sel endothelium angiotensin ii dan endotelium bertindak pada otot
vaskular menyebabkan penyumbatan arteri koroner dan arteri sistem dan pembuluh darah
sementara vasoconstriium membantu mempertahankan tekanan darah yang juga dapat memiliki
efek maladaptif untuk contoh jantung yang melemah harus memompa lebih keras untuk melawan
peningkatan perlawanan

Beberapa mekanisme yang mempengaruhi progresivitas gagal jantung, antara lain


mekanisme neurohomonal yang meliputi aktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem renin-
angiotensin dan perubahan vaskuler perifer serta remodeling ventrikel kiri, yang semuanya
berperan mempertahankan homeostasis.

Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldostero (system RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga

6
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II
plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan
retensi natrium dan air serta meningkatkan sekres kalium Angiotensin II juga memiliki efek pada
miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya
pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal.
Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada
gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik
dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin
merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat.
Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan


dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat
timbul sendiri

Patofisiologi GJA kompleks dan bervariasi, dengan banyak mekanisme patogenetik yang
bersamaan. Tiga hal yang mendasari terjadinya GJA: organ jantung, faktor pemicu, dan
mekanisme patologis. Terjadi masalah akut fungsi dan struktur jantung yang dipicu (faktor
pemicu - hipertensi, sindrom koroner akut, aritmia, infeksi, disfungsi ginjal, dll) sehingga timbul
mekanisme patologis berupa GJA.

D. Diagnosis Gagal Jantung

Diagnosis gagal jantung dapat dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang. Gejala yang didapatkan pada pasien dengan gagal jantung antara lain sesak nafas,
Edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali , edema tungkai.

7
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh
dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali
tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.

Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-


90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi
ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat
dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.

Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.

Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan
perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung coroner

2.2 Gagal Jantung pada Geriatri

A. Patofisiologi

Disfungsi diastolik yang relatif tidak umum pada dewasa muda, didapat pada 50% kasus
gagal jantung pada orang tua dan umum terjadi pada perempuan. Pada disfungsi diastolik,
relaksasi miokard yang berkepanjangan dan peningkatan kekakuan (yang menurunkan tingkat
pengisian dan volume) meningkatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan mengurangi isi
sekuncup saat istirahat dan selama bekerja. Akibatnya, terjadi gagal jantung, bahkan ketika
fungsi sistolik (yang ditunjukkan oleh fraksi ejeksi) normal atau mendekati normal. struktur
jantung dan sistem kardiovaskular merendahkan ambang rangsang untuk gagal jantung. Kolagen
interstisial dalam miokardium meningkat, miokardium menegang, dan relaksasi miokard menjadi
lebih panjang. Perubahan ini menyebabkan penurunan signifi kan fungsi diastolik ventrikel kiri,
bahkan pada orang tua sehat. Penurunan fungsi sistolik juga terjadi seiring bertambahnya usia.
Selain itu, terjadi penurunan pada miokard dan respons vaskular terhadap stimulasi beta
adrenergik yang akan merusak kemampuan respons sistem kardiovaskular terhadap peningkatan
kebutuhan kerja.9 Perubahan ini menurunkan kapasitas kerja puncak secara signifi kan (sekitar
8% per dekade setelah umur 30) dan curah jantung pada puncak latihan berkurang lebih
bermakna. Dengan demikian, pasien lanjut usia lebih rentan terkena gagal jantung sebagai
respons terhadap stres atau kelainan sistemik. Stresor termasuk infeksi (paling sering
pneumonia), hipotiroid, hipertiroidi, anemia, iskemia miokard, hipoxia, hipotermia, hipertermia,
gagal ginjal, obatobatan, (termasuk NSAID [nonsteroidal antiinfl ammatory drug], penyekat beta
[beta blocker], dan penyekat kanal kalsium [calcium channel blocker]).

8
Pada orang tua, penyakit jantung iskemik dengan infark miokard merupakan penyebab
paling sering kardiomiopati dilatasi. Kardiomiopati hipertrofi hipertensi sering bermanifestasi
disfungsi diastolik berat dan dapat menghambat outflow tract ventrikel kiri. High output heart
failure tidak biasa ditemukan pada orang tua; penyebab paling sering high output heart failure
ialah anemia kronik, hipertiroid, defi siensi tiamin dan shunt arteriovena. Walaupun fungsi
sistolik masih normal pada orang tua, gagal jantung dapat terjadi karena disfungsi diastolik yang
terkait dengan bertambahnya usia.

B. Manifestasi Klinis

Sama seperti dewasa muda, manifestasi klinis paling sering pada orang tua ialah sulit
bernafas, orthopnoe, edema, fatigue dan intoleransi kerja. Akan tetapi, terutama pada usia 80
tahun ke atas dapat ditemukan atypical symptomatology yaitu simptom tidak khas, sehingga
gagal jantung pada orang tua sering over atau underdiagnosed. Gejala sulit bernafas dan
orthopnoe menjadi manifestasi gagal jantung dengan penyakit yang mendasari berupa penyakit
paru kronik, pneumonia atau emboli pulmoner

2.3 Diet pada Pasie Gagal Jantung

Di Indonesia menurut data dari Indonesian Society of Hypertension asupan garam harian
mencapai 15 gr hingga dua kali liat yang direkomendasikan WHO yaitu 5 sampai 6 gr per hari.
Ada tiga tahap diet rendah garam yakni terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram
per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).9,10

1. Diet Rendah Garam


Yang dimaksud disini adalah diet tanpa penggunaan garam dapur baik dalam
proses pengolahan makanan maupun saat makanan tersebut akan dikonsumsi. Selain itu,
konsumsi makanan dengan kandungan Natrium yang tinggi juga dikurangi. Bahan
makanan yang diolah dengan menggunakan garam seperti kecap, margarin, mentega,
keju, terasi, petis,dan sebagainya tidak boleh dikonsumsi. Demikian juga dengan bahan
maknan awetan yang menggunakan garam seperti ikan asin, sardines, corned beef, sosis
dan sebagainya. Konsumsi bahan makanan yang kandungan natriumnya tinggi baik
bahan makanan hewani maupun nabati harus dibatasi jumlahnya karena kandungan
natrium didalamnya cukup tinggi.
2. Diet Rendah Natrium
Dalam diet rendah garam, kandungan Natrium dalam makanan masih dalam
jumlah tinggi, yaitu sekitar 2500mg. Pada diet rendah natrium, kandungan Na adalah
antara 600 mg hinga 1200 mg. Akan tetapi dengan hanya mengunakan bahan makanan
tertentu dalam diet, kandungan Na dalam makanan dapat ditekan sampai batas minimal.
Diet rendah natrium hanya diberikan kepada penderita yang dirawat di rumah
sakit. Salah satu diet rendah natrium yang paling sering digunakan adalah disebut diet
kempner. Diet terdiri atas beras dan buah-buahan kandungan natrium sebanyak 200 mg,

9
protein nabati 20 gram, dan hidrat arang 460 gram sehari. Jumlah cairan yang diberikan
antara 700 ml sampai 1000 ml sehari. Penderita diberi makanan yang terdiri atas 200 –
300 gr beras sehari yang dimasak sebagai nasi. Nasi tidak boleh dimasak dengan garam.
Jumlah kalori yang didapat dari nasi adalah antara 700 – 100 kalori. Tambahan kalori
diperoleh dengan menambahkan gula atau buah-buahan segar. Semua buah-buahan dapat
diberikan kecuali advokad, kurma, dan buah-buahan yang sudah diawetkan/ buah-buahan
kaleng. Sari tomat dan sari sayuran tidak boleh diberikan.

Diet rendah garam atau rendah natrium tidak hanya diberikan kepada penderita penyakit jantung,
tetapi juga diberikan kepada penderita penyakit ginjal, penyakit sirosis hati, dan keracunan
kehamilan. Penderita bukan saja harus membatasi makanan yang mengandung natrium tinggi
dan pantang garam, tetapi juga obatobatan ataupun bahan lainnya yang kadar natriumnya tinggi
seperti Na-siklamat (gula tiruan), bumbu masak (monosodium glutamat), dan sebagainya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjalani diet rendah garam, antara lain:

 Apabila fungsi ginjal tidak sempurna, penderita akan mengalami defisiensi natrium
karena kemampuan ginjal menyerap kembali Na menurun.
 Defisiensi Na juga dapat terjadi jika penderita diberi obat diuretik.
 Sindrom kurang garam dapat timbul pada penderita, yaitu tubuh menjadi lemah, nafsu
makan hilang, mual, dan muntah. Selain itu tekanan darah akan turun, denyut nadi
menjadi cepat. Keadaan ini disebut juga “intoksikasi air”.

A. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gagal jantung akut terdiri dari terapi segera, jangka menengah,
dan terapi jangka panjang. Terapi segera dimaksudkan untuk menangani kasus akut yang
mengancam nyawa dengan memperbaiki oksigenasi dan stabilisasi hemodinamik pasien.
Terapi jangka menengah dilakukan dengan medikamentosa di ruang rawat biasa untuk
menangani kondisi jantung serta komorbid pasien (misalnya hipertensi, diabetes).
Sementara terapi jangka panjang dilakukan sejak pasien akan pulang rawat hingga
seterusnya, mencakup medikamentosa dan upaya pencegahan rehospitalisasi.
Tujuan umum penanganan gagal jantung adalah: meniadakan tanda klinik seperti
batuk dan dispne, memperbaiki kinerja jantung sebagai pompa, menurunkan beban kerja
jantung, dan mengontrol kelebihan garam dan air. Obat yang digunakan untuk
penanganan gagal jantung bervariasi tergantung pada etiologi, keparahan gagal jantung,
spesies penderita, dan faktor lainnya
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Congestive Heart Failure

1. Riwayat hipertensi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 33% responden yang memiliki
riwayat hipertensi semuanya (100%) mengalami rehositalisasi dalam kategori rendah.

10
Sementara responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi 4 orang (20%)
diantaranya mengalami rehospitalisasi pada kategori tinggi (tabel 1). Hasil penelitian
juga menunjukan ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian
rehospitalisasi pada pasien CHF di Rumah Sakit Islam Banjarnegara, bermakna
secara statistic dengan arah hubungan negative dan kekuatan hubungan yang rendah
(ρ value (0,032; r -0,200) (tabel 1) (Suci K, Amin S, Rudiati, 2020). Artinya bahwa
pasien CHF dengan riwayat hipertensi akan mengalami rehospitalisasi lebih rendah
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Hasil ini sejalan dengan
penelitian (Widagdo, Karim,Novayellinda,2015) dan (Majid, Irawati, Sabri, 2010).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik
secara hilang timbul atau menetap (Farrell, 2017). Adanya hubungan bermakna secara
statistic antara riwayat hipertensi dengan CHF pada penelitian ini, kemungkinan
dikarenakan sebagai berikut: mereka yang memiliki riwayat hipertensi lebih
memahami akan penyakitnya, termasuk lebih memahami terhadap diet rendah garam
yang harus dilakuknnya dan patuh terhadap obat 36 yang harus diminum. Hal ini
dibuktikan dalam penelitian ini dari mereka yang memiliki riwayat hipertensi 70%
nya patuh terhadap diet rendah garam dan 30% nya patuh terhadap minum obat.

2. Diet makanan
menunjukkan hasil bahwa kepatuhan diet pasien gagal jantung kongestif berdasarkan
perceived barriers di Poliklinik jantung RSUD dr. Zainoel Abidin mayoritas memiliki
diet yang tidak patuh yaitu sebanyak 92 orang (47,2%)(Wiqayatun K, Nunung S. M,
Ramadhaniah, Cut Siti N. R, 2019). Faktor perceived bariers dikategorikan patuh jika
keyakinan rendah dan tidak patuh jika keyakinan tinggi. Aspek-aspek negative seperti
rasa makanan yang tidak enak, dan tidak bisa pergi kebanyak tempat karena diet
rendah garam dapat bertindak sebagai hambatan untuk melakukan perilaku yang
direkomendasikan (Janz & Becker, 1984). penelitian yang dilakukan oleh wal, et al
(2006), bahwa hambatan untuk diet rendah garam adalah rasa dari makanan (53%)
dan membatasi kemampuan untuk makan di restoran (32%). Kepatuhan diet dikaitkan
dengan lebih banyak manfaat dan lebih sedikit hambatan untuk diet. Sehingga
perceived barriers pada penelitian ini sebanyak 71%. Menurut Haris, Rampengan, &
Jim (2016) salah satu faktor pencetus gagal jantung kongestif adalah pasien dengan
ketidakpatuh diet yaitu sebanyak 9 orang (11,5%). Hasil penelitian ini didukung
penelitian yang dilakukan Ulum, Kusnanto, & Widyawati (2014) bahwa sebagian
besar responden memiliki persepsi hambatan positif, artinya respoden menganggap
pengaruh hambatan untuk patuh menjalankan terapi medikasi adalah kecil. Sehingga
37 tidak ada hubungan antara persepsi hambatan dengan kepatuhan medikasi.
Berdasarkan hasil penelitian Rondhianto (2013) menunjukkan bahwa faktor yang
signifikan berpengaruh terhadap hambatan diet. Dukungan keluarga dan fungsi
keluarga mempunyai hubungan negative dengan hambatan diet dalam mengikuti
penatalaksanaan diet. Berdasarkan hasil penelitian Trost, et al (2002) yang
11
menyatakan bahwa persepsi hambatan mempunyai hubungan yang kuat terhadap
kepatuhan dalam olahraga. Sehingga semakin rendah hambatan maka semakin tinggi
kepatuhan. Hasil penelitian menunjukkan 92 (47.2%) responden lebih memilih untuk
tidak mengikuti diet karena hambatan yang mereka rasakan seperti rasa makanan
yang tidak enak, tidak bisa pergi ke banyak tempat karena diet rendah garam dan
biaya yang mahal. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan
mengurangi edema. Bila diet sangat dibatasi terhadap lemak dan natrium, pasien akan
merasa makanan tidak enak dan menolak untuk makan (Smeltzer & Bare, 2001,
p.812).

3. Usia
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas responden berusia 45- 60 tahun
yaitu sebanyak 14 responden(43,8%) (Fachrunnisa, Sofiana N,Arneliwati,2015). Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Nurhayati (2009), yang meneliti tentang gambaran
faktor resiko pada pasien penyakit gagal jantung kongestif didapatkan hasil bahwa
pasien yang rentan terkena penyakit jantung berada pada rentang usia antara 40-59
tahun (50%).
Usia mempengaruhi angka kejadian CHF hal ini dikarenakan pada usia tua fungsi
jantung sudah mengalami penurunan dan terjadi perubahan-perubahan pada 38
system kardiovaskular seperti penyempitan arteri oleh plak, dinding jantung menebal,
dan ruang bilik jantung mengecil (Kusuma, 2007)
Beberapa penyebab terjadinya CHF pada usia tua adalah hipertensi yang memacu
jantung untuk bekerja lebih giat bahkan melebihi kapasitas kerjanya, penyakit jantung
koroner, dan diabetes.
Menurut Groosman dan Brown (2009), bahwa prevalensi pasien gagal jantung
kongestif meningkat kira - kira10% pada pasien yang berusia 60 tahun dan cendrung
akan dirawat ulang seiring dengan bertambahnya usia.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa kategori
rentang usia mayoritas responden berusia usia 56 – 60 tahun sebanyak 9 responden
(32,2%). penelitian lain yang dilakukan oleh Ewika (2007) yang menunjukkan bahwa
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif paling banyak terjadi pada usia
< 60 tahun atau pada kelompok usia dewasa dibanding pada kelompok usia lanjut
atau > 60 tahun yaitu dengan persentase 55,55%. Menurut Farid (2006),

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penderita akan sering terbangun tengah malam karena mengalami nafas pendek
yang hebat dikarenakan perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen
intravascular akibat posisi terlentang ketika berbaring, sehingga muncul keluhan
kesulitan untuk tidur. Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati,
umumnya menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu masalah
insomnia yaitu gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau terbangun di malam
hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari. Tidur juga bertujuan untuk restorasi
sel. Restorasi sel-sel tubuh merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh para
ilmuan untuk menjelaskan sebab atau tujuan manusia harus tidur. Tidur juga
bertujuan untuk restorasi sel. Restorasi sel-sel tubuh merupakan salah satu teori yang
dikemukakan oleh para ilmuan untuk menjelaskan sebab atau tujuan manusia harus
tidur. Tujuan penerapan pemberian posisi semi fowler adalah untuk mengatasi
masalah keperawatan gangguan pola tidur pada pasien gagal jantung.
Apabila pemenuhan istirahat dan tidur tersebut tercukupi, maka jumlah energi
yang diharapkan untuk memulihkan status kesehatan dan mempertahankan
metabolisme tubuh terpenuhi. Restorasi sel-sel tubuh merupakan salah satu teori yang
dikemukakan oleh para ilmuan untuk menjelaskan sebab atau tujuan manusia harus
tidur. Restorasi sel-sel tubuh merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh para
ilmuan untuk menjelaskan sebab atau tujuan manusia harus tidur. Hasil penerapan
pemberian posisi semi fowler pasien gagal jantung menunjukkan bahwa setelah
dilakukan intervensi selama 5 hari menunjukkan bahwa kualitas tidur pada subyek
(Ny. L) mengalami peningkatan dari kualitas tidur buruk skor PSQI 11 menjadi
kualitas tidur baik skor PSQI 4. Posisi semi fowler merupakan posisi dengan setengah
duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi8 .

13
DAFTAR PUSTAKA

Sidhi Laksono Purwowiyoto (2018). Gagal Jantung Akut: Definisi, Patofisiologi, Gejala Klinis,
dan Tatalaksana, 45(4): 310-312.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
c38a3a71220e878974174928d0a5dc3c.pdf. Diakses Pada 25 November 2020 (19.07 WIB)

Dwi Puji Tiarah Astuti (2017). Gagal Jantung.


http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/671/437. Diakses Pada 25
November 2020 (18:59 WIB)

14

Anda mungkin juga menyukai