Anda di halaman 1dari 17

A.

Resume
Pasien dating dengan keluhanlemas separuh badan sisi kiri sejak 3 minggu yll.
Keluhan pasien disertai kejang-kejang tangan dan kaki kiri yang dialami
sudah ± 1 bln, terakhir kejang kemarin malam jam 02.00 dini hari sebanyak 3
kali. Kejang bisa terjadi hamper setiap hari. Bicara agak cadel (+), nyeri
kepala (+), nyeri tengkuk (+), mual (-), makan minum tidak ada gangguan.
Pemeriksaan vital sign didapatkan, TD 154/84 mmHg, nadi 82x/m, RR
20x/m, dan suhu 36,1OC pada suhu aksiler. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5. Pemeriksaan nervus
cranialis parese n.VII. Refleks fisiologis pada ekstremitas dextra dan sinistra
superior dan inferior didapatkan normotoni, kekuatan otot ekstremitas dextra
superior 5-5-5, inferior 5-5-5, ekstremitas sinistra superior 0-0-0, inferior 0-0-
0 dan ditemukan adanya refleks patologis babinski.

B. Initial Plan
1. Diagnosis
a. Dx. Klinik : Cephalgia dan hemiparesa sinistra
b. Dx. Topis : Lobus parietal dan thalamus sinistra
c. Dx. Etiologi : Space occupying lesion e.c meningioma parasagittal
1/3 tengah dextra
2. Tatalaksana :
 Medikamentosa :
o IVFD Nacl 0.9% 20 tpm
o Inj dexamethasone loading 40mg IV  Lanjut 4x10mg IV
tapering off, sesuai klinis
o Inj paracetamol 3x1gr
o Inj lansoprazole 2x30mg
o Bamgetol 200mg (I-I-II)
 Non Medikamentosa
o Tirah baring
o Head up 30o
o Konsul SP.BS
 Operatif
o Pro craniotomy eksisi tumor simpson grade 2 jam 08.00
o KIE keluarga risiko tinggi (table death)
o Post op ICU
o Siapkan PRC 6 Kolf

3. Monitoring :
 Keadaan umum
 Tanda vital
 Gejala dan tanda
4. Edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit pasien,
yaitu space occupying lession, berikut tentang risiko-risikonya
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa pasien harus
menjalani rawat inap
- Menjelaskan mengenai prognosis penyakit space occupying lesion
5. Prognosis
a. Quo ad Vitam : Dubia
b. Quo ad Sanam : Dubia
c. Quo ad Fungsional : Dubia
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip hukum Monroe-Kellie2

Ruang intra kranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200
mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra
kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat
sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang
intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume
pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang
yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.

Ruang intra kranial dibatasi oleh tuang-tulang kranium sehingga


volume dari ruang tersebut relatif tetap. Keseimbangan isi komponen dalam
ruang intra kranial diterangkan dengn konsep Doktrin Monro-Kellie. Isi ruang
intra kranial adalah:

1. Parenkhim otak, 1100-1200 gram, merupakan komponen paling  besar,


kurang lebih 70%

2. Komponen vaskuler, terdiri dari darah arteri, arteriole, kapiler, venula,


dam vena-vena besar 150 cc, kurang lebih 15-20%, tetapi kapasitas variasi
yang cukup besar

3. Komponen CSS (Cairan Serebro Spinal) 150 cc, 15-20% pada keadaan
tertentu sangat potensial untuk pengobatan, karena CSS dapat dikeluarkan
Gambar 1. Doktrin Monroe-Kellie

Tekanan Intra Kranial (TIK) dipertahankan 10 mmHg. Jika TIK lebih dari
20 mmHg dianggap tidak normal, jika TIK lebih dari 40 mmHg termasuk
kenaikan TIK berat. Otak yang mengalami kontusio akan cenderung menjadi
lebih besar, hal tersebut dikarenakan pembengkakan sel-sel otak dan edema
sekitar kontusio sehingga akan menyebabkan  space occypying lesion (lesi
desak ruang) intra kranial yang cukup berarti. Karena wadah yang tetap tetapi
terdapat adanya tambahan massa, maka secara kompensasi akan menyebabkan
tekanan intra kranial yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan kompresi
pada otak dan  penurunan kesadaran. Waktu terjadinya hal tersebut bervariasi
antara 24-48  jam dan berlangsung sampai hari ke 7-10. Kenaikan TIK ini
secara langsung akan menurunkan TPO (Tekanan Perfusi Otak), sehingga
akan berakibat terjadinya iskemia dan kematian. TIK harus diturunkan tidak
melebihi 20-25 mmHg. Bila TIK 40 mmHg maka dapat terjadi kematian.
B. Space Occupying Lesion Intrakranial
1. Definisi
Space occupying lesion intrakranial  (lesi desak ruang
intrakranial) didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer
atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga
tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial  meliputi tumor, hematoma, dan abses.
2. Mekanisme Patofisiologi
Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen
yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah. Kranium mempunyai
sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum dan memiliki
tentorium yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan
menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser sebagai
konsekuensi dari space occupying lesion (SOL).
Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus
koroideus ventrikel lateral, tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih
cairan ini  berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel, terutama
di kedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari
pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal.
Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke
dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari
ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang
akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari
ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka
di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, dan memasuki sisterna
magna, yaitu suatu rongga cairan yang terletak di belakang medula dan
di bawah serebelum.3
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang
mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal
kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan mengalir ke dalam
vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis
besar dan sinus venosus lainnya di serebrum.3
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial
ditempati oleh  jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap
bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu
tekanan intrakranial normal sebesar 50-200 mm H2O atau 4-15 mm
Hg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan baku yang terisi penuh
sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400
g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan
menaikkan tekanan intracranial.1
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu
dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15
mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas
40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab
peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma
kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai
tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan
intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan
meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini
mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang
makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah
perlahan-lahan.4
Gambar 2. Skema Proses Desak Ruang yang Menimbulkan
Kompresi pada Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah

3. Macam-Macam Space Occupying Lesion


a. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau
proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam
rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supertentorial
maupun infratentorial.4
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada
prognosanya didasari oleh morfologi sitologi tumor dan
konsekuensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis.
Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi
morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan
atas kategori-kategori:4
1) Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang
jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar.
Selain itu, ditemukan adanya pembentukan kapsul serta tidak
adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan
pengangkatan total. Secara histologis, menunjukkan struktur
sel yang reguler, pertumbuhan la,a tanpa mitosis, densitas sel
yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas
parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi
baru
2) Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi
destruktur tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta
cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca
pengangkatan total.

Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik


progresif.1 Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya
disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan
kenaikan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada  jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung
pada aprenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan
suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut dan
gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan
neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista
yang juga menekan parenkim otak sekitar sehingga memperberat
gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat
disebabkan oleh  beberapa faktor yaitu bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan
menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak
ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku.
Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak
dapat menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan tekanan
intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
lateralis ke ruangan subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat membahayakan
jiwa apabila terjadi cepat akibat salah satu penyebab tersebut.
Mekanisme kompensasi antara lain bekerja menurunkan volume
darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan
intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan
yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum.
Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis
tergeser ke inferior melelui incisura tentorial oleh massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan
hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi
serebelum, tonsil serebelum bergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior.1
Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow
berdasarkan tampilan sitologinya dan dalam perkembangan
selanjutnya dikemukakakn berbagai variasi modifikasi
peneliti- peneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi universal
awal dipelopori oleh Bailey dan Cushing (1926) berdasarkan
histogenesis sel tumor dan sel embrional yang dikaitkan dengan
diferensiasinya  pada berbagai tingkatan dan diperankan oleh
faktor-faktor, seperti lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita, dan
tindakan operasi yang dilakukan. Sedangkan pada klasifikasi
Kernohan (1949) didasari oleh sistem gradasi keganasan di atas
dan menghubungkannya dengan prognosis
gejala ini dapat dikelirukan dengan gejala awal
demensia. Trauma pertama merobek salah satu vena yang
melewati ruang subdural sehingga terjadi perdarahan
lambat ke dalam ruang subdural. Dalam 7 sampai 10 hari
setelah perdarahan, darah dikelilingi oleh membran fibrosa.
Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga
terbentuk peredaan tekanan osmotik yang menyebabkan
tertariknya cairan ke dalam hematoma.1
Bertambahnya ukuran hematoma ini dapat
menyebabkan perdarahan lebih lanjut akibat robekan
membran atau pembuluh darah di sekelilinhnya sehingga
meningkatkan ukuran dan tekanan hematoma. Jika
dibiarkan mengikuti perjalanan alamiahnya, unsur-unsur
kandungan hematom subdural akan mengalami
perubahan- perubahan yang khas. Hematoma subdural
kronik memiliki gejala dan tanda yang tidak spesifik, tidak
terlokalisasi, dan dapat disebabkan oleh banyak proses
penyakit lain. Gejala dan tanda  perubahan yang paling
khas adalah perubahan progresif dalam tingkat kesadaran
termasuk apatis, latergi, berkurangnya perhatian dan
menurunnya kemampuan untuk mempergunakan
kecakapan kognitif yang lebih tinggi.1
Hematom subdural akut secara klinis sukar dibedakan
dengan hematom epidural yang berkembang lambat.
Hematom subdural akut dan kronik memberikan gambaran
klinis suatu proses desak ruang ( space occupying lesion)
yang progresif sehingga tidak jarang dianggap sebagai
neoplasma atau demensia.6

Gambar 4. Hematom Subdural


Keterangan : 1. Os temporal, 2. Duramater,
3. Hematom subdural, 4. Otak terdorong ke sisi lain

1) Higroma Subdural
Higroma subdural adalah hematom subdural lama yang
mungkin disertai pengumpulan cairan serebrospinal di
dalam ruang subdural. Kelainan ini jarang ditemukan dan
dapat terjadi karena robekan selaput arakhnoid yang
menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke ruang
subdural. Gambaran klinis menunjukkan tanda kenaikan
tekanan intrakranial, sering tanpa tanda fokal.6
4. Keluhan dan Gejala yang Disebabkan oleh Space Occupying
Intracranial
a. Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial
Trias nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum
dianggap sebagai karakteristik peninggian tekanan intrakranial.
Namun demikian, dua pertiga pasien dengan lesi desak ruang
memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan sisanya
umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial
tergantung pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi.
Tak ada korelasi yang konsisten antara tinggi tekanan dengan
beratnya gejala.
1) Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli
bedah saraf dapat melakukan kraniotomi major dalam anestesia
lokal karena tulang tengkorak dan otak sendiri dapat ditindak
tanpa nyeri. Struktur sensitif nyeri didalam kranium adalah
arteria meningeal media beserta cabangnya, arteri besar didasar
otak, sinus venosus dan bridging veins, serta dura didasar fossa
kranial. Peninggian tekanan intrakranial dan pergeseran otak
yang terjadi membendung dan menggeser pembuluh darah
serebral atau sinus venosus serta cabang utamanya dan
memperberat nyeri lokal.
Nyeri yang lebih terlokalisir diakibatkan oleh
peregangan atau penggeseran duramater didaerah basal dan
batang saraf sensori kranial kelima, kesembilan dan kesepuluh.
Nyeri kepala juga disebabkan oleh spasme otot-otot besar
didasar tengkorak. Ini mungkin  berdiri sendiri atau ditambah
dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja. Pasien
dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik bangun
pagi dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam.
Nyeri kepala pagi ini pertanda terjadinya  peningkatan tekanan
intrakrania; selama malam akibat posisi berbaring, peninggian
PCO2 selama tidur karena depresi  pernafasan dan mungkin
karena penurunan reabsorpsi cairan serebrospinal.
2) Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh
semua sebab dan merupakan tampilan yang terlambat dan
diagnosis biasanya dibuat sebelum gejala ini timbul. Gejala ini
mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor ventrikel
keempat yang langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi
hampir selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal dan mungkin tidak mudah
menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah akibat
peninggian tekanan intrakranial biasanya timbul setelah
bangun, sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau
sering dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan
kuat dan tanpa peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran
yang menarik perhatian.
3) Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau
pembengkakan diskus optikus yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial yang menetap selama lebih
dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan
dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan
tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus
menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik pada
neuron optikus dan menyebabkan pembengkakan pada diskus
optikus dan retina serta pendarahan diskus. Papila oedema
tahap lanjut dapat menyebabkan terjadinya atrofi sekunder
papil nervus optikus.
4) Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan
intrakranium yang melonjak secara cepat, terutama sebagai
gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya
timbul pada tumor di fosa kranium posterior.
5) Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian,  perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus
frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika
tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen
hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat
mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia,
gangguan watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis.
Gangguan emosi  juga akan terjadi terutama jika tumor
tersebut mendesak sistem limbik (khususnya amigdala dan
girus cinguli) karena sistem limbik merupakan pusat pengatur
emosi.

b. Gejala Umum Space Occupying Lesion


Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial
atau akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering
adalah sakit kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala
hebat,  papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna
(jinak). Tumor  pada lobus temporal depan dan frontal dapat
berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar
tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya
memberikan gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior
atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan
gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum. Tumor
intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan:
1) Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang
meninggi
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana
intrakranium dapat berakhir hingga koma. Tekanan
intrakranium yang meninggi dapat menyebabkan ruang
tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan
perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan
bereaksi dengan menimbulkan edema, yang  berkembang
karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik.
Stasis dapat pula terjadi karena penekanan pada vena dan
disusuk dengan terjadi edema. Pada umumnya tumor di fosa
kranium posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang
mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini
mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang
berpusat di fosa kranium posterior dapat tersebumbat sehingga
tekanan dapat meninggi dengan cepat. Fenomena peningkatan
tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu:
a) Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke
lateral
Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral
dari fosa kranium medial dan biasanya mendesak tepi
medial unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah
dan ke kolong tepi  bebas daun tentorium. Karena desakan
itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami
gangguan, melainkan bagian ventral nervus okulomotoris.
Akibatnya, pada awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil
kontralateral barulah disusul dengan gangguan kesadaran.
Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial, yaitu
keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang
melebar merupakan cerminan dari terjepitnya nervus
okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap
berkembangnya paralisis okulomotoris, kesadaran akan
menurun secara progresif.
b) Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang
otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang
supratentorial dan secara berangsur-angsur akan
menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang otak.
Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu
diansefalon biasanya  berupa gangguan perangai. Yang
pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa
berkonsentrasi dan tidak bisa mengingat. Pada tahap dini,
kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan
menyebabkan:
 Respirasi yang kurang teratur
 Pupil kedua sisi sempit sekali
 Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping
kiri dan kanan
 Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
 Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
 Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk
melonjak terus
 Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
 Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar
dan tidak lagi bereaksi terhadap sinar cahaya
c) Herniasi serebelum di foramen magnum
Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula
oblongata. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan,
okuler dan tekanan darah berikut nadi yang menandakan
gangguan  pada medula oblongata, pons, ataupun
mesensefalon akan terjadi.

1. ehatan.

Anda mungkin juga menyukai