Anda di halaman 1dari 35

STEP 7 LBM 1 SARAF

Anatomi yang berhubungan dengan skenario? Gambar.. (kepala)

Embriogenesis sistem saraf

Forbrain ( telensefalon dan diensefalon )

Midbrain (mesenfalon)

Hindbrain (metesenfalon dan myelensefalon)

LOBUS LOBUS OTAK

Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan pada trauma kapitis :


1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium.

CAIRAN SEREBROSPINAL

Volume padaorangdewasa: 125 -150ml (setiapharidiproduksisebanyak400500m atau0.36 ml/menitl)


Fungsi:
(1) shock absorber; mengapungkanotak
(2) transport nutrisidanhormon
(3) membuang limbah metabolit
ARAH ALIRAN:
Produksi dipleksuschoroideusventriculuslateralisforamen
interventriculareventriculustertiusaquaductus cerebriventriculusquartus
aperturalateralisdanmedianacisternamagna septum subarachnoidalesinus
sagitalissuperior villigranulatioarachnoidalesmasuk vena

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma)
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan
struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak
Mengapa Terjadi Penurunan Kesadran?
-

Trauma kapitis yang menimbulkan pngsan sejenak ( Komosio )

Derajat Kesadaran ditentukaan oleh integritas dari diffuse ascending


reticular system .Batang otak yang pada ujung rostal bersambung
dengan otak dan ujung caudalnya bersambung dengan medulla
spinalis , mudah terbentang dan teregang pada waktu kepala
bergerak secara cepat dan sekaligus secara mendadak . Secara cepat
danmendadak itu dinamakan akselerasi. Peregangan menurut poros
batang otak ini bisa menimbulkan blokade itu berlangsung , otak
tidak mendapatkan input aferen , yang berarti bahwa kesadaran
menurun sampai derajat yang rendahh ( pingsan ) . Hilangnya
blokade terhadap lintasan ascendens itu akan disusul dengan
pulihnya kesadaran.
Neurologi klinis Dasar
BLOCKADE
Lesi konstusio bisa terjadi tanpa adanya impact yang berat . Yang
terpenting dari terjadinya lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala .
yang seketika itu juga menimbulkan blokade reversibel terhadap
lintasan ascendens retikularis difus.
Neurologi klinis Dasar
Bagaimana Penentuan Nilai GCS,, Nilai Max, Min?

Tingkat

GCS

Gambaran Klinik

CT - Scan

Minimal

15

Tidak pingsan, tidak


dijumpai devisit
neurology

Normal

Ringan

13-15

Pingsan < 10 menit,


tidak dijumpai devisit
neurologist

Normal

Sedang

9-12

Pingsan > 10 menit 6


jam, dijumpai adanya
devisit neurologist

Abnormal

Berat

3-8

Pingsan > 6 jam,


dijumpai adanya devisit
neurologist

Abnormal

Mekanisme cedera otak

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang
ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang
berseberangan dengan benturan (contra coup)
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga
kepala . Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian
dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri

Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan


yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda
yang lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera
kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak,
deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan

saja

pada

orang-orang

yang

mengalami

percepatan

pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman


pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre
coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan
Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan

(22)

.;

(22)

Hematom epidural dan subdural (perdarahan intrakranial)


Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam
tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan
terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura
menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan
dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang
akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran
bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila
tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala
sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai
lucid interval
Perdarahan Subdural (Hematoma)
Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah
berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada
otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung
perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural,
berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini
berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang
fatal.

Tandafraktur basis crania


-Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan
terjadi fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory
eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya
cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani
(tidak robek)
- Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur
meluas ke posterior dan merusak sinus sigmoid.
- Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian
anterior menyebabkan darah bocor masuk ke jaringan periorbital.

Fisiologi tekanan intrakranial

Tekanan

intrakranial

(TIK)

dipengaruhi

oleh

volume

darah

intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam


keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama
dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10
mmHg

(8)

. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan

menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk


terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama
bila menetap

(3)

Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah


dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan
normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik
dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah
konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu
konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie

(3)

Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min


atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa

yang cukup

(8)

. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada

orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya
(3,12)

. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak

cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan
meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang
tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO
(MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk
meningkatkan ADO

(3)

OTORRHEA
Rinorhoe Karena duramter dan arachnoid terobek sedikit oleh fraktur
os.kribiformis .
Ortorhoe jika fraktur os petrostum merobek selaput otak likwor bisa
merembes keluar melalui liang telinga
Neurologi klinis Dasar

Apa Tujuan Px.Radiologi?Ada Px Lain Lain Tidak?Dan Fungsinya?


Pada trauma
kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan
kolumna
vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi
akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto
anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal
buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah
temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri
dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur
basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepala
menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar
angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis
servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat
adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak
mungkin
dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan
intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae.
2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan)
CT-Scan
diciptakan oleh Hounsfield
dan Ambrose
pada
tahun 1972. Dengan pemeriksaan
ini kita dapat melihat ke
dalam rongga tengkorak.Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada
penderita trauma kapitis :

1. SKG < 15 atau terdapat penurunan kesadaran


2. Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak
3. Adanya tanda klinis fraktur basis kranii
4. Adanya kejang
5. Adanya tanda neurologis fokal
6. Sakit kepala yang menetap

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan


lebih jelas.Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan
yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio,
shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam
menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara
lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa
posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan
kerugian MRI
dibandingkan dengan
CT-Scan
yaitu :
membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan
alat
monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang
sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian
fraktur, perdarahan
subarachnoid
dan pneumosefalus
minimal
dapat terlewatkan
.

VII. GAMBARAN RADIOLOGI


Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala
lebih mudah dikenali. (2)
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. (10)

Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Computed Tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya.Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal.Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke
sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural
hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU),
ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. (6,8,16)

Gambar 1. Gambaran CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan.


(Di kutip dari kepustakaan 9)

Gambar 2. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior


sutura coronalis (Di kutip dari kepustakaan 9)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan
salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
(9,10,16)

Gambar 3. Gambaran MRI Hematoma Epidural.


(Di kutip dari kepustakaan 4)

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1 Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura
mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar
dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di

sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan


bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak
a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak.
Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan
ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10)

Hematoma Subdural Akut


(Dikutip dari kepustakaan 4)

2 Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh
darah di dalamnya.(10)

Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam


menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan
pergeseran garis tengah ke kanan
(Di kutip dari kepustakaan 4)

Tekanan Intrakranial
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tek. Volume jaringan
otak, volume LCS dan volume darah intrakranial. Sehingga ke 3
komponen diatas harus dipertahankan volumenya masing2.
Ada 2 macam tekanan pada intrakranial:
1. tekanan positif contohnya: deformasi lokal, pergeseran otak karena
dipukul atau jatuh, akselerasi (gerakan celpat yang terjadi spontan
pukulan dari belakang). Akibatnya kompresi terhadap jaringan otak.
2. tekanan negatif contohnya: de-akselerasi (penghentian akselerasi
secara mendadak jatuh terlentang). Akibtnya terjadi penyedotan udara
dari darah atau cairan LCS.
Neurologi Klinis Dasar.

Hk.monroe -kellie

Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan


otak, volume cairan serebrospinal dan volum darah intrakranial. Tekanan
intrakranial yg merupakan suatu konstante (hukum Monroe-Kellie) itu, pd
waktu-waktu tertentu mengalami lonjakan karena peningkatan volum
salah satu unsur tersebut di atas.
Pada trauma kapitis lonjakan pada tekanan intrakaranial terjadi dalam
milidetik, sehingga mekanisme kompensasi untuk menurunkan tekanan
intrakranial belum sempat bekerja.Maka pada trauma kapitis bisa terdapat
tekanan positif dan negatif setempat.Keadaan ini dijumpai pada trauma
kapitis yg menyebabkan indentasi, yaitu dampak yg menjadi cekung
sejenak untuk menjadi rata kembali seperti keadaan semula.Tekanan
positif dapat mengakibatkan kompresi terhadap jaringan otak.Sedangkan
tekanan negatif bisa menyedot udara dari darah atau cairan
serebrospinal, sehingga terjadi gelembung2 udara yg mengakibatkan
terjadinya lubang2 (cavitasi) pada jaringan otak.
Mardjono DR, Mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2004 hal
250

Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan


yaitu (6):
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda
yang lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).

Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera
kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak,
deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak (6).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup.Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan
pergerakan kepala.Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman
pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre
coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan (22).
Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan (22).;

Hk.monroe kellie
KOMPONEN :
LCS
Volume darah intracranial
Volume jar otak
Tek intracranial naik ketika trjdi ketidakseimbangan ketiga unsur ini.

Tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari
ketiga ruangannya meluas,dua ruangan yang lainnya harus
mengompensasi dengan mengurangi volumenya(apabila ICP masih
konstan). Mekanisme kompensasi intrakranial terbatas , tetapi
terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini
gagal.
Kompensasi:
peningkatan aliran LCS dlm kanalis spinalis dan adaptasi otak
thd peningkatan tekanan tanpa meningkatkan ICP

penurunan alirah darah ke otak dan pergeseran otak ke arah


bawah atau horisontal (bila ICP makin meningkat)
apabila peningkatan ICP makin berat dan menetap,mekanisme
kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat
menyebabkan kematian neuronal.
Patofisiologi sylvia
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang
tengkorang
yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan
jumlah total
volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br),
volume
cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl

Pathofisiologi TIK

Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan


cairan serebrospinal ke kanal spinal.
Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa
peningkatan TIK dinamakan compliance.
Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme
kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat
mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik.
Ketika compliance
otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha
kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai
Black&Hawks, 2005

Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak.


Ketika volume darah diturunkan sampai 40%

jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran
EEG mulai berubah.Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering
mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan
jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui
foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi
dan sering

menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam


berbagai kompartemen intrakranial.
Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas
otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi
dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan
infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium
serebri.Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan
yang meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area
sekeliling yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter
pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan
meningkatnyaTIK.
Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK
yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke
batas normal (Black&Hawks, 2005).

Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan


pembuluh darah dari jaringan yang merenggang dan karena
tekanan pada duramater yang sensitif dan berbagai struktur dalam
otak. Indikasi peningkatan TIK

berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan dan


kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari
peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti
kelelahan, iritabel, confusion, penurunan
GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan
sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit
kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga
tanda terjadinya peningkatan TIK.Cushing
triadyaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya
tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan
menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi
(Black&Hawks, 2005). Perubahan pola

nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke


pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik

menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK


dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti

radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak


direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi

batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih


rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan

serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan


tekanan cairan serebrospinal intrakranial

(Black&Hawks, 2005).

Cedera kepalafragmentasi jaringan dan kontusiokerusakan


sawar darah otakvasodilatsi dan eksudasi cairanedema(36-48
jam)peningkatan volume otakterjadi desakan
ruanganpeningkatan tekanan intrakranialdua unsur lain(darah
dan LCS) kompensasi dengan mengurangi volumepeningkatan
aliran CSF dlm kanalis spinalis dan penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah atau
horisontal(herniasi)hipoksiaiskemiamerangsang pusat
vasomotor dan tekanan darah sistemik meningkatpusat inhibisi
jantungbradikardi dan prnapasan lambat(kompensasi untuk
mempertahankan aliran darah)retensi CO2 dan vasodilatasi
otaktekanan darah sistemik meningkat sebanding dengan
peningkatan intrakranialjika ICP(tik) melebihi tekanan
arteriakematian otak
Patofisiologi sylvia

Bagaimana Penanganan Di Pasien Tersebut?


Pedoman resusitasi dan penilaian awal
Airway menilai jalan napas
Breathing menilai pernapasan
Circulation Menilai sirkulasi
Obati kejang mula2 diberikan diazepam10mg intravena
dan dapat diulangi 3kali bila masih kejang
o Menilai tingkat keparahan
Cedera kepala ringan
a. skor GCS 15
b. tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya
konkusi)
c. tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
d. pasien dapat mengeluh nyeri kepala
e. pasien dapa menderita abrasi, laserasi, atau
hematoma kulit kepala
f. tidak ada kriteria cedera sedang-berat
o
o
o
o

Cedera kepala sedang

a.
b.
c.
d.
e.

Skor GCS 9-14


Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle,
mata rabun, hemotimpanum, otorea, rinorea LCS)
f. Kejang
Cedera kepala berat
a. Skor GCS 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi
kranium.
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 2
A: airway jalan nafas, hilangkan obstruksi, gunakan pipa orofaring
atau endotrakea jika perlu.
B: breathing pernafasan, berikan oksigen, lakukan ventilasi jika
gerak pernafasan tidak adekuat.
C: circulation sirkulasi, cek nadi dan tekanan darah, pasang akses
intravena, dan berikan pengganti darah yang hilang.
Lecture Notes NEUROLOGI, Lionel Ginsberg

Tanda Klinis Fraktur Basis Cranii?

Tandafraktur basis crania


Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi
fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal
dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak
atau darah terkumpul disamping membrane timpani (tidak robek)
- Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke
posterior dan merusak sinus sigmoid.
- Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior
menyebabkan darah bocor masuk ke jaringan periorbital.

Trauma Kapitis
1.
Definisi
Trauma kapitis adalah cidera pada kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,
selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
2.

Etiologi trauma
Benturan dari benda yang bergerak orang diam, orang bergerak
benda diam, dan orang dan benda sama-sama bergerak.
Trauma mekanik dan non mekanik
Neurologi klinis dasar, Prof.DR.Mahar
Mardjono,Prof.DR.Priguna Shidarta

Kepala yang bergerak terbentur atau terpelanting akibat


benda yang diam
Kepala yang diam yang dibentur oleh benda yang bergerak
Kepala yang tidak bergerak karena tertahan sesuatu
mengalami benturan yang menggencetnya
Kapita selekta neurologi

3.

Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme
- Trauma tumpul kec tinggi(tabrakan mobil) dan kec rendah
(dipukul, jatuh)
- Trauma tembus peluru
Berdasarkan patologi
- Kontusio serebri kerusakan jaringan parenkim berdarah, min.
pingsan > 10 menit
- Komosio serebri gegar otak (tidak ada kerusakan jaringan), <
10 menit
- Laserasio serebri adanya bangunan otak yg hilang
Berdasarkan lokasi lesi
- lesi difus kerusakan akibat akselerasi / deaselerasi
(mengakibatkan kerusakan akson)
- lesi kerusakan vascular otak
- lesi fokal kontusio dan laserasi serebri, hematoma ekstradural
atau epidural, hematoma subdural, hematoma
intraparenkimal(hematoma subarachnoid, intraserebral,dan
intraserebellar)
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme, keparahan dan morfologi cedera.
1)

Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater


Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan mobil),
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)

2)

3)

Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus


lainnya)
Keparahan cedera
Ringan : Skala GCS 14-15
Sedang : GCS 9-13
Berat : GCS 3-8
Morfologi
Fraktur tengkorak :
Kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi;
terbuka/tertutup
Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal
dengan/tanpa kelumpuhan n.VII
Lesi intrakranial :
Fokal : epidural, subdural, intraserebral

a. perdarahan epidural
perdarahan arteriil, antara dura mater dan tabula interna
tulang tengkorak
nyeri kepala hebat
lusid interval : beberapa menit beberapa jam
kesadaran menurun
tanda TIK meningkat
tanda lateralisasi
b. perdarahan subdural
perdarahan terjadi antara duramater dengan arakhnoid
akut ( sampai 24 jam), subakut ( 1 10 hari), kronik ( lebih
dari 10 hari)
nyeri kepala
mual
muntah
iritabel / gelisah
kesadaran menurun
defisit neurologis
c. perdarahan subarakhnoid
nyeri kepala hebat
kesadaran menurun
tanda rangsang meningeal meningkat
hemiparese, hemianopsia, parese saraf otak
d. perdarahan intra serebri
penurunan kesadaran yang lama
kejang fokal
defisit neurologisakibat penekana bekuan darah

tanda tanda kenaikan TIK


( Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf,
FK UNDIP)
Cedera Capitis
1. klasifikasi cedera kepala
i. Berdasarkan Patofisiologi
1. Komosio serebri: Pada keadaan ini tidak ada
jaringan otak yang rusak tapi hanya kehilangan
fungsi otak sesaat, berupa pingsan kurang dari 10
menit atau amnesia pasca trauma.
2. Kontusio serebri: Kerusakan jaringan otak dengan
defisit neurologik yang timbul setara dengan
kerusakan otak tersebut, minimal pingsan > 10
menit dan atau lesi neurologik yang jelas.
3. Laserasi serebri: Kerusakan otak yang luas dan
jaringan otak robek yang umumnya disertai
fraktur tengkorak terbuka.
ii. Lokasi lesi
1. Lesi difus: Kerusakan akibat proses trauma
akselerasi/deselerasi yang merusak sebagian
besar akson di susunan saraf pusat akibat
regangan.
2. Lesi kerusakan vaskular otak, disebabkan oleh lesi
sekunder iskemik terutama akibat hipoperfusi dan
hipoksia yang dapat terjadi pada waktu selama
perjalanan ke rumah sakit atau selama perawatan.
3. Lesi fokal:
a. Kontusio dan laserasi serebri: Disebut
kontusio bila pia-subarachnoid masih utuh
dan jika robek dianggap laserasi.
b. Hematoma intrakranial
i. Hematoma ekstradural (hematoma
epidural)/EDH
ii. Hematoma subdural/SDH
iii. Hematoma intradural : Hematoma
subarakhnoid/SAH
iv. Hematoma intraserebral/ICH
v. Hematoma intraserebelar

iii. Klinis
1. Cedera Kranioserebral Ringan : SKG 13-15,
gambaran klinis pingsan tidak ada atau kurang
dari 10 menit, defisit neurologik (-), skening otak
normal.
2. Cedera Kranioserebral Sedang : SKG 9-12,
gambaran klinis >10 menit s/d 6 jam, terdapat
defisit neurologik, skening otak abnormal.
3. Cedera Kranioserebral Berat : SKG 3-8, gambaran
klinis terdapat pingsan >6 jam dan defisit
neurologik, skening otak abnormal.

Berdasarkan mekanisme: berdasarkan adanya penretrasi duameter:


a. Trauma tumpul:

kecepatan tinggi( tabrakan otomobil)


Kecepatan rendah
(terjatuh,terpukul)

b. Trauma tembus: (luka tembus peluru dan cedera tembus


yang lain)
4.

manifestasi klinis
Tingkat

GCS

Gambaran Klinik

CT - Scan

Minimal

15

Tidak pingsan, tidak


dijumpai devisit
neurology

Normal

Ringan

13-15

Pingsan < 10 menit,


tidak dijumpai devisit
neurologist

Normal

Sedang

9-12

Berat

3-8

Pingsan > 10 menit 6


jam, dijumpai adanya
devisit neurologist
Pingsan > 6 jam,
dijumpai adanya devisit
neurologist

Abnormal

Abnormal

5.

penegakan diagnosis

DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu
ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah,
misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamarmandi atau sehabis bangun
tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak
(stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan
kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih
dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :
1.
2.

Sifat kecelakaan.
Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah
sakit.
3.
Ada tidaknya benturan kepala langsung.
4.
Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran
sampai saat diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara,
tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tibadi rumah sakit untuk mengetahui
kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat
disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak
selalu dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya), tapi
dapat kelihatan bingung/disorientasi (kesadaran berubah).
B. Indikasi Perawatan
Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala atau tanda
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Perubahan kesadaran saat diperiksa.


Fraktur tulang tengkorak.
Terdapat defisit neurologik.
Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak,
riwayat minum alkohol, pasien tidak kooperatif.
5.
Adanya faktor sosial seperti :
i. Kurangnyapengawasan orang tua/keluarga bila
dipulangkan.
ii. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
iii. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang hanis dipesan agar segera kembali ke
rumah sakit bila timbul gejala sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Mengantuk, sulit dibangunkan.


Disorientasi, kacau.
Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
Rasa lemah, kelumpuhan, penglihatan kabur.

e. Kejang, pingsan.
f. Keluar darah/cairan dari hidung, telinga
A. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status
kesadaran pasien. Ini tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan
mendahului anamnesis yang teliti.
1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang
dinilai ialah :
a. Jalan nafas airway
b. Pernafasan breathing
c. Nadi clan tekanan darah cireulation
Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah,
bila perlu segera dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian
oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada riwayat/dugaan
trauma servikal (whiplash injury), jamb dengan kepala di bawah atau
trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa :
o Pernafasan Cheyne Stokes.
o Pernafasan Biot/hiperventilasi.
o Pernafasan ataksik. yang menggambarkan makin
memburuknya tingkat kesadaran.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya
shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya
trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu
peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi
nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang
biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
2. Status kesadaran
secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran


dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu
memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak) (2) : suara tanpa
arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat diberi rangsang nyeri)


(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam


simbol EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang
tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :


(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) /
Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

sumber : http://faqudin.staff.umm.ac.id/files/2011/09/PEMERIKSAANNEUROLOGIS.pdf
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
. KAKU KUDUK.
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat

KERNIG SIGN.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan

rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan
kernig sign positif

Penatalaksanaan
PENGOBATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk
membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in
saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan peO2darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu
menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2dipertahankan > 100
mmHg dan paCO2di antara 2530 mmHg.
b.Cairan hiperosmole
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk "menarik" air
dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.
Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada
kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat
dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan
harinya.
c.Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak


beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus
cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini
menstabilkan sawar darah otak.Dosis parenteral yang pernah dicoba juga
bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg
bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon
pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan
dosis 6 dd 10 mg.
d.Barbiturat
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang
ketat.
e.Cara lain
Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000
ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang
menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat
30 akan menurunkan tekanan intrakranial.Posisi tidur yang dianjurkan,
terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher
diangkat 30.sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150.telapak kaki
diganjal, membentuk sudut 90 dengan tungkai bawah.
Gambar 2. PosisI tidur yang dianjurkan
3. Obat-obat Nootropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi
membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari
lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam
sehingga mengiritasi vena.
b.Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/hari intravena.
c.Citicholine

Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.Lecithin sendiri


diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam
otak. Diberikan dalam dosis 10Q500 mg/hari intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak
dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka
robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila terdapat luka
terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara
lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya
memerlukan perawatan lokal.Hemostatik tidak digunakan secara rutin;
pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal.
Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan
hemostatik.Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau
pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang
ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena
dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus
selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau
intravena. Diazepam 10 mg ivdiberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital
tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran
dan depresi pernapasan.

komplikasi
Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala.
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam
otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera
kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%
penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya
cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat)
biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma.
Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami
cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai
waktu yang tak terhingga.

Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak.
Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis
sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada
bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala
atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan
nama-nama benda. Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat
kata-kata yang tepat, sedangkan penderita yang lainnya dapat mengingat
kata-kata dalam fikirannya, tetapi tidak mampu mengucapkannya.
Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata
dengan tepat.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan
otot-otot yang digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur
gerakan dari alat-alat vokal.
Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya
kerusakan pada lobus temporalis.
Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau
(disebut juga gado-gado kata).
Penderita menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu tetapi masuk akal.
Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong)
Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang,
binatang..b-b..berisik
Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata
dan mengetahui bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi
mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata.
Kata-kata keluar dengan perlahan dan diucapkan sekuat tenaga,
seringkali diselingi oleh ungkapan yang tidak memiliki arti.
Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal.
Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak
terjadi ketika matahari terbenam.

Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.
Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada
lobus parietalis atau lobus frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan
tugas yang rumit hilang; lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik
yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut tidak dapat dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah
menyebabkan kelainan fungsi otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan
peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya
dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil),
meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda
tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis,
dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau
stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan
secara spontan.
Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah

lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia
pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa
jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.
Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:
- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik
sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik
sampai beberapa
hari sebelumnya
- Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali
dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis
dan lobus temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu,
tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat.
Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga
berulang.
Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih.
Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai
akibat dari aterosklerosis. Pada penderita muda, sakit kepala migren
(yang untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh sekejap. Peminum alkohol
atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya
barbiturat dan benzodiazepin), juga bisa mengalami serangan ini.
Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan waktu secara
total serta ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa tahun
sebelumnya.
Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang
dan penderita sembuh total.
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia
yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan
amnesia yang berlangsung lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang
vitamin B1 (tiamin). Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa
memakan makanan yang mengandung tiamin menyebabkan
berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang
mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan
infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya
kelumpuhan pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus),

tatapan matanya kosong, linglung dan mengantuk.


Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus tiamin.
Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi
gejala putus alkohol, maka amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap.
Hilangnya ingatan yang berat disertai dengan agitasi dan delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan
perbincangan yang masuk akal meskipun tidak mampu mengingat
peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan beberapa
menit sebelumnya.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiac arrest atau ensefalitis akut.
Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati
Wernicke, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff.
Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya
diobati, kadang kelainan ini menghilang dengan sendirinya.
1. prognosis
skor GCS pada waktu masuk RS memiliki nilai prognostik yang besar.
Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85%.
Skor pasien 12 atau lebih kemungkinan meninggal hanya 5-10%
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 2
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan
diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus
bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera
kepala yang non-fatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak
(yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan
batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh,
pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari
beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali
sangat kecil.
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai