Anda di halaman 1dari 5

.

Klasifikasi tumor otak oleh Chusing dan Kernohan sebagai berikut:


1) Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer
yang tersering. Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen
yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma
pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas seperti
glioblastoma multiforme. Astrositoma berdiferensiasi baik  biasanya
adalah lesi infiltratif berbatas samar yang menyebabkan  parenkim
membesar dan batas substansia grisea/substansia alba kabur.5
2) Oligodendroglioma
Oligodendroglioma paling sering ditemukan pada masa dewasa
dan biasanya terbentuk dalam hemisferium serebri. Kelainan sitogenik
yang sering terjadi pada oligodendroglioma adalah hilangnya
heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan lengan pendek
kromosom 1. Secara makroskopis, oligodendroglioma  biasanya lunak
dan galantinosa. Tumor ini memiliki batas yang lebih tegas dibandingkan
dengan astrositoma infiltratif dan sering terjadi kalsifikias. Secara
mikroskopis, oligodendroglioma dibedakan dengan adanya sel infiltratif
dengan nukleus bulat seragam. Prognosis untuk pasien dengan
oligodendroglioma lebih sulit diperkirakan. Usia pasien, lokasi tumor, ada
tidaknya peningkatan kontras dalam pemeriksaan radiografik, aktivitas
proliferatif, dan karakteristik sitogenik juga memiliki pengaruh pada
prognosis.5
3) Ependimoma
Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul
di dalam salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis di korda
spinalis. Ependimoma intrakranial paling sering terjadi pada dua dekade
pertama kehidupan sedangkan lesi intraspinal terutama  pada orang
dewasa. Ependioma intrakranial paling sering timbul di ventrikel
keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat CSS dan menyebabkan
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial.5
Ependimoma memiliki lesi yang berbatas tegas yang timbul dari
dinding ventrikel. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam rongga
ventrikuler sebagai massa padat, kadang-kadang dengan  papilar yang
jelas. Gambaran klinis ependimoma bergantung pada lokasi neoplasma.
Tumor intrakranial sering menyebabkan hidrosefalus dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Karena lokasinya di dalam sistem
ventrikel, sebagian tumor dapat menyebar ke dalam ruang subarakhnoid.5
4) Glioblastoma
Glioblastoma dapat timbul dengan masa yang berbatas tegas atau
neoplasma yang infiltratif secara difuse. Potongan tumor dapat  berupa
masa yang lunak berwarna keabuan atau kemerahan, daerah nekrosis
dengan konsistensi seperti krim kekuningan, ditandai dengan suatu daerah
bekas perdarahan berwarna cokelat kemerahan.5
5) Meduloblastoma
Meduloblastoma merupakan neoplasma yang invasif dan
bertumbuh sangat cepat. Neoplasma ini sering ditemukan pada anak.
Sekitar 20% neoplasma otak pada anak adalah meduloblastoma. Pada
anak, lokasi tersering meduloblastoma adalah di infratentorial, di bagian
posterior vermis serebeli dan atap ventrikel ke empat. Pada analisis
kromosom ditemukan hilangnya informasi genetik di bagian distal
kromosom 17, tepatnya di bagian distal dari regio yang mengkode protein
p53 pada sebagian besar pasien. Ini diduga bertanggung jawab terhadap
perubahan neoplastik dari sel-sel  punca serebelum menjadi neoplasma.5
Kebanyakan pasien berusia 4-8 tahun. Diagnosis rata-rata
ditegakkan 1-5 bulan setelah mulai muncul gejala. Gejala klinis yang ada
timbul akibat hidrosefalus obstruktif dan tekanan tinggi intrakranial.
Biasanya anak akan terlihat lesu, muntah-muntah, dan mengeluh nyeri
kepala terutama di pagi hari. Selanjutnya akan terlihat anak berjalan
seperti tersandung, sering jatuh, melihat dobel, dan mata menjadi juling.
Pada tahap ini biasanya baru dilakukan  pemeriksaan neurologis yang
secara khas akan memperlihatkan  papiledema atau paresis nervus
abdusens (n. VI).5
6) Tumor Pleksus Khoroid
Tampilan mikroskopis tumor pleksus khoroid adalah berupa massa
dengan konsistensi lunak, vaskuler, ireguler yang berbentuk mirip dengan
kembang kol. Tumor ini cenderung berbentuk sesuai dengan kontur
ventrikel yang ditempatinya dan berekstensi melalui foramen-foramen ke
dalam ventrikel lain yang berdekatan atau ke dalam rongga subarakhnoid.
Tumor ini mendesak jaringan otak namun tidak menginvasinya.
Presentasi gejala tumor ini biasanya berupa tanda-tanda  peningkatan
tekanan intrakranial disertai gejala neurologis fokal. Tumor intraventrikel
IV dapat menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia.5
a. Hematoma Intrakranial
1) Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama
arteri meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di  permukaan dalam
os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom
epidural. Desakan dari hematom akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.6
Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan
tertekannya lobus temporalis otek ke arah bawah dan dalam. Tekanan
ini menyebabkan bagian medial lobus (unkis dan sebagian dari girus
hipokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik.1
Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda.
Baru setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda
pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan
mengalami sakit kepala, mual, dan muntah diikuti dengan penurunan
kesadaran. Gejala neurologik yang teroenting adalah pupil mata
anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar.6
Gambar 3. Hematom Epidural

Keterangan : 1. Os temporal, 2. Duramater,

3. Hematom epidural, 4. Otak terdorong ke sisi lain

2) Hematom Subdural
Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang
menyebabkan robeknya vena di dalam ruang araknoid. Pembesaran
hematom karena robeknya vena memerlukan waktu yang lama. Oleh
karena hematom subdural sering disertai cedera otak berat lain, jika
dibandingkan dengan hematom epidural prognosisnya lebih jelek.
Hematom subdural dibagi menjadi subdural akut bila gejala timbul
pada hari pertama sampai hari ketiga, subakut bila timbul antara hari
ketiga hingga minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu
ketiga.6
Hematom subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang
penting dan serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cidera. Hematoma
sering berkaitan dengan trauma otak berat dan memiliki mortalitas
yang tinggi. Hematoma subdural akut terjadi pada pasien yang
meminum obat antikoagulan terus menerus yang tampaknya
mengalami trauma kepala minor. Cidera ini seringkali berkaitan
dengan cidera deselarasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan
otak dan herniasi batang otak ke dalam foramen magnum yang
selanjutnya menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas
denyut nadi dan tekanan darah.1
Hematom subdural subakut menyebabkan defisit neurologik
bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari dua
minggu setelah cidera. Riwayat klinis yang khas pada penderita
hematom subdurak subakut adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status
neurologik yang bertahap. Namun, setelah jangka waktu tertentu
penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang
memburuk. Tingkat kesadaran menurun secara bertahap dalam
beberapa jam. Meningkatnya tekanan intrakranial akibat timbunan
hematom yang menyebabkan menjadi sulit dibangunkan dan tidak
merespon terhadap rangsangan vebral maupun nyeri. Peningkatan
tekanan intrakranial dan pergeseran isi kranial akibat timbunan darah
akan menyebabkan terjadinya herniasi unkus atau sentral dan
timbulnya tanda neurologik akibat kompresi batang otak.1
Awitan gejala hematoma subdural kronik pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan
bahkan beberapa tahun setelah cidera awal. Pada orang dewasa,

Anda mungkin juga menyukai