Anda di halaman 1dari 5

3.

Penegakan Diagnostik SOL Intrakranial2


a. Denyut Nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP,
terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang
mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol
oleh tekanan pada mekanisme reflex vagal yang terdapat di medulla. Apabila
tekanan ini tidak dihilangkan, maka denyut nadi akan menjadi lambat dan
irregular dan akhirnya berhenti.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya
akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran.Perubahan  pada pola
pernafasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada bayi,
pernafasan irregular dan meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara
gejala-gejala awal dari peningkatan ICP yang cepat dan dapat  berkembang
dengan cepat ke respiratory arrest.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya  peningkatan
ICP, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai
hasil dari respon Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah, akan terjadi
penurunan dari denyut nadi disertai dengan  perubahan pada pola pernafasan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
d. Suhu Tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu
tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah,
peningktan suhu tubuh akan muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus
atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
e. Reaksi Pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi  pupil
yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang
menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau
lesi pada otak. Penekanan pada n. Oklulomotorius menyebabkan  penekanan
ke bawah, menjepit n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari
lobus temporal yang mengakibatkan dilatasi pupil yang  permanen. N.
okulomotorius (III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi  pupil. Pupil harus
diperiksa ukuran, bentuk dan kesimetrisannya di mana ketika dibandingkan
antara kiri dan kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama.
Normalnya, konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
b. Foto polos kepala
c. Arteriografi
d. Computerized Tomografi (CT Scan)
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

5. Penatalaksanaan
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari
lesi penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP
pasca operasi jarang terjadi hari-hari ini dengan meningkatnya penggunaan
mikroskop dan teknik khusus untuk menghindari  pengangkatan otak.
Peningkatan ICP adalah sebuah fenomena sementara yang berlangsung untuk
waktu yang singkat kecuali ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan
atau gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa
sekunder. ICP klinis dan pemantauan akan membantu.
A. Tumor Otak Sekunder7
Metastasis otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat kali melebihi
jumlah tumor otak primer. Di Amerika Utara terdapat 98.000-170.000 kasus baru
metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan terus bertambah dengan meningkatnya
populasi lanjut usia serta meningkatnya tatalaksana diagnostik yang lebih baik dan
kemajuan terapi mutakhir pada keganasan lokal dan sistemik. Tumor primer dapat berasal
dari kanker paru (50%), payudara (15-25%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal.
Sebanyak 15% paien metastasis otak tidak diketahui lokasi tumor primernya.
1. Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dijumpai tanda dan gejala seperti
pada tumor otak primer, yang dapat berupa:
 Tanda peningkatan tekanan intracranial
- Sakit kepala
- Mual/muntah
 Gejala fokal
- Kelumpuhan/paresis tanpa gangguan sensorik
- Penekanan saraf kranialis
 Kejang
 Perubahan perilaku, letargi, penurunan kesadaran
b. Pemeriksaan penunjang
 CT scan otak
Pada 50% kasus pemeriksaan CT scan otak terdapat gambaran lesi
metastasis soliter (tunggal) sejak pasien pertama kali mendapatkan
gangguan klinis neurologis. Gambaran CT scan umumnya dapat berupa
lesi bulat, berbatas tegas dengan peritumoral edema yang lebih luas
(fingers of edema). Bila terdapat lesi multipel maka jumlah lesi terbanyak
yang tampak adalah jumlah yang paling benar (Chamber’srule).
 MRI otak
Bila dilanjutkan dengan MRI otak hanya <30% pasien didapatkan lesi
soliter. Pemeriksaan MRI lebih sensitif daripada CT scan terutama di
daerah fossa posterior.
 Work-up diagnostik tumor primer
Sebelum dilakukan pengambilan sampel tumor metastasis di otak,
dilakukan pencarian lokasi tumor primer antara lain:
- Foto toraks atau CT scan toraks untuk menyingkirkan tumor paru
- Mammografi pada wanita
- Tumor marker
c. Tatalaksana
 Pembedahan
Konfirmasi diagnosis merupakan langkah penting dalam terapi
metastasis otak, oleh karena itu apabila tumor primer tidak diketahui maka
perlu dilakukan pengambilan sampel tumor di otak. Pada metastasis soliter
dapat dilakukan operasi kraniotomi dan eksisi tumor apabila:
- Lokasi dapat dicapai melalui operasi terbuka
- Terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan
tekanan intrakranial)
- Diagnosis tidak diketahui
Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat dipertimbangkan:
- Satu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi tersebut
menyebabkan gejala klinis yang jelas dan atau mengancam jiwa
- Bila semua lesi dapat dambil semua saat operasi
- Diagnosis tidak diketahui
 Operasi biopsy stereotaktik dapat dipertimbangkan apabila:
- Lesi letak dalam
- Lesi multipel berukuran kecil
- Toleransi pasien kurang baik
- Penyakit sistemik yang berat
- Diagnosis tidak diketahui
 Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak
sekunder, antara lain:
- Pemberian kortikosteroid untuk gejala klinis akibat edema otak. Dosis
awal deksametason 10-20 mg iv, kemudian 4x5 mg iv selama 2-3 hari
sampai gejala klinis membaik. Tappering off dimulai setelah gejala
klinis terkontrol.
- Pemberian H2 antagonis seperti ranitidine 2x150 mg
- Pemberian anti konvulsan seperti fenitoin
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.


Jakarta: EGC;2005.
2. Lombardo, M.C. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan Wilson,L.M.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2006.
3. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall; alih
bahasa, Irawati..[et al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Luqman Yanuar Rachman. (et all).
Ed.11. Jakarta: EGC; 2007.
4. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2010.
5. Kumar, Vinay, Cotran, et al. Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7 Vol. 2. Jakarta : EGC;
2007.
6. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2, Jakarta: EGC; 2004.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Tumor Otak. Jakarta:
Kementerian Kes

Anda mungkin juga menyukai