DI RUANG ASTER 2
RSUD dr. DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
Disusun Oleh :
AL HAFIEDZ WIRATAMA (5022031011)
GERBONG A
Hematom Subdural
Terbentuk karena adanya perdarahan diantara duramater dan
arachnoid. Penyebabnya robeknya bridging vein (vena-vena yang
menyebrang dari kortek ke sinus-sinus sagitalis superior). Sering
disertai dengan kontusio serebri. Lucid interval pada hematom
subdural lebih lama karena perdarahan pada pembuluh darah venous
kecil akibatnya perdarahannya tidak massif bahkan hematomnya
sendiri bisa menjadi tampon bagi vena-vena yang robek sehingga
dapat menghentikan perdarahan.
Klasifikasi :
Hematom subdural akut
Lucid interval 0-5 hari, biasanya bersamaan dengan kontusio
berat akibatnya lucid interval dan gejala subdural tidak terdeteksi.
Penderita langsung jatuh koma, pupil anisokor dan hemiplegia
kontralateral. Gangguan neurologic progresif disebabkan oleh
tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum. Keadaan ini ditandai semula terjadi
peningkatan kemudian penurunan tekanan darah dan laju nadi
serta henti nafas. Prognosisnya buruk.
Hematom subdural sub akut
Lucid interval 5-15 hari. Gejala-gejalanya yaitu nyeri kepala,
kesadaran makin menurun, pelan-pelan visus makin kabur
disebabkan udem pupil. Jarang disertai kontusio serebri.
Kemudian timbul hemiplegia secara perlahan. Prognosis baik jika
Tindakan pembedahan pada subdural yang besar cepat dilakukan,
dengan 75% kasus Kembali sembuh sempurna.
Hematom subdural kronik
Lucid interval 15 hari sampai bertahun-tahun. Pecahnya bridging
vein makin lama makin besar dan hematomnya sendiri berfungsi
sebagai tampon bagi vena-vena yang pecah akibatnya perdarahan
berhenti, hematom kemudian membeku dan dinding hematom
membentuk jaringan ikat kapsula sebagai pembatas di sekitar
hematom. Gumpalan darah kemudian lisis dengan osmolaritas
tinggi dari cairan intersitiil di sekitarnya yang bisa menarik cairan
sekitarnya atas dasar beda osmolaritas. Lama kelamaan cairan
jumlahnya bertambah sehingga mengakibatkan proses desak
ruang dan tekanan intra kranial meningkat. Pada pemeriksaan CT
Scan kepala terdapat gambaran Cresent.
Hematom Intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di
dalam jaringan otak, akibat cedera kepala berat atau kontusio berat.
Hematom dapat satu atau multiple. Jika hematoma tunggal dan
letaknya dipermukaan korteks, tindakan pembedahan dapat dilakukan.
Pada semua kasus hematom intra kranial, bila hematomnya kecil,
pengobatan konservatif dapat dipertimbangkan tanpa memerlukan
pembedahan.
3. Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari cedera kapitis ditentukan oleh derajat cedera dan
lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat
gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada
penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya
beberapa menit saja. Berdasarkan hal tersebut cedera kepala dapat
digolongkan menjadi:
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
1) Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, alternative dan
orientatif)
2) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
3) Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
4) Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5) Pasien dapat mengeluh abrasi, laserasi atau hematoma kulit
kepala
6) Tidak adanya kriteria cedera, sedang berat.
b. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
1) Skor skala koma Glasgow 9-14 (kontusi, latergi atau stupor)
2) Konfusi
3) Amnesia pasca cedera
4) Muntah
5) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle, mata rabun,
hemotympanum
6) Otore atau rinore cairan cerebrospinal
7) Kejang
c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
1) Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)
2) Penurunan derajat kesadaran secara progersif
3) Tanda neurologis fokal
4) Cedera kepala penetrasi atau serba fraktur depresi cranium.
4. Patofisiologi
Ada dua tahap kerusakan otak akibat cedera kepala yaitu cedera langsung
(primer) dan cedera tidak langsung (sekunder).
Cedera langsung (Primer)
Cidera primer disebabkan oleh benturan langsung kepala oleh suatu
benda keras atau proses asselerasi/deselerasigerakan kepala.
Mekanisme cedera kepala berupa peristiwa coup dan contracoup .
cedera yang diakibatkan oleh benturan pada tulang tengkorakdan
daerah sekitarnya disebut lesi coup, sedangkan daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
contracoup. Apabila otak menumbuk bagian dalam tengkorak, maka
mungkin terjadi perdarahan dalam jaringan (kontusio serebri), robekan
jaringan otak (laserasi serebri) ataupun perdarahan karena putusnya
pembuluh darah.
Cedera tidak langsung (sekunder)
Cedera otak sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat proses
patologis yang timbul atau dapat sebagai cedera lanjutan dari cedera
otak primer.
Cedera sekunder dapat berupa :
Edema serebri
Oskemik jaringan otak
Infark jaringan otak
Cedera otak sekunder dapat disebabkan :
a. Hipovolemi
Syok hipovolemi akan menyebabkan perfusi drah ke otak menurun
sehingga dapat menyebabkan iskemik otak (jaringan otak kurang
mendapatkan darah), bahkan infark otak (kematian jaringan otak).
b. Hipoksia
Kurangnya oksigen dalam darah akan menyebabkan otak menerima
oksigen yang kurang. Sama seperti hipovolemi, hipoksia akan
menyebabkan iskemia otak yang bila berat menjadi infark otak.
c. Hiperkabnia dan hipokarbia
Peningkatan C02 darah akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah otak yang akan menyebabkan edema serebri. Sebaliknya
penurunan C02, akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
otak, sehingga mungkin terjadi iskemia jaringan otak yang
berlanjut menjadi infark.
Otak akan mengalami pembengkakan (edema), baik karena cedera
langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Pembengkakan
otak ini dikenal dengan edema serebri dan karena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat maka edema ini akan
menimbulkan peningkatan tekanan dalam rongga tengkorak.
5. Clinical Pathway
6. Pemeriksaan Dignostik / Penunjang
Menurut Manurung (2018) hasil pemeriksaan laboratorium yang sering
ditemukan pada pasien dengan cedera kepala sebagai berikut :
a. Foto Polos
Foto polos indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm , luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri
kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, dan gangguan
kesadaran.
b. CT – Scan
CT scan kepala adalah standart baku dalam penatalaksanaan cedera
kepala. Pemeriksaan CT scan kepala untuk memastikan adanya
patah tulang, pendarahan, pembengkakan jaringan otak, dan
kelainan lain di otak.
Indikasi CT Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak
menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia atau
antimuntah.
2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna
terdapat pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang
general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana faktor – faktor ekstra
kranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi
misalnya karena syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik
dari GCS
c. Untuk pemeriksaan laboratorium, umumnya pemeriksaan darah
lengkap, gula darah sewaktu, ureum-kreatinin, analisis gas darah
dan elektrolit.
d. Pemeriksaan neuropsikologis (sistem saraf kejiwaan) adalah
komponen penting pada penilaian dan penatalaksanan cedera
(Anurogo and Usman, 2014)
e. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) biasa digunakan untuk pasien
yang memiliki abnormalitas status mental yang digambarkan oleh
CT Scan. MRI telah terbukti lebih sensitif daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik cedera
aksonal.
f. EEG
Peran yang paling berguna EEG pada cedera kepala mungkin untuk
membantu dalam diagnosis status epileptikus non konfulsif. Dapat
melihat perkembangan gelombang yang patologis. Dalam sebuah
studi landmark pemantauan EEG terus menerus pada pasien rawat
inap dengan cedera otak cederatik. Kejang konfulsif dan non
konfulsif tetap terlihat dalam 22%. Pada tahun 2012 sebuah studi
melaporkan bahwa perlambatan yang parah pada pemantauan EEG
terus menerus berhubungan dengan gelombang delta atau pola
penekanan melonjak dikaitkan dengan hasil yang buruk pada bulan
ketiga dan keenam pada pasien dengan cedera otak cederatik.
g. Serebral angiography :
Menunjukan anomalia sirkulasi serebral , seperti perubahan jarigan
otak sekunder menjadi udema, perubahan dan cedera.
h. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
i. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
j. BAER, Mengoreksi bats fungsi corteks dan otak kecil
k. PET, Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
l. CSF, lumbalis punksi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
m. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
n. Kadar elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial
o. Screen toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran (Rendy and Margaret Clevo, 2012)
p. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural
q. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
r. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk
menentukan status repirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa.
7. Penatalaksanaan
a) Farmakologi / Medis
1) Terapi obat-obatan
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya cedera
b) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol
20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %
c) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol
d) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar,
hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1
diplo)
e) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT
Scan dan MRI (Satyanegara, 2010).
c) Collaborative
Menurut Rendy & Margaret Clevo (2012) penatalaksanaan
konservatif adalah sebagai berikut :
Bedrest Total
Pemberian Obat-Obatan
1) Obat Anti Kejang
Profilaksis anti kejang efektif diberikan pada 1 minggu pertama
pasca cedera. Alternatif obat yang efektif adalah phenytoin dan
levetiracetam. Pengobatan profilaksis anti kejang sebaiknya
tidak rutin dilakukan setelah 7 hari pasca cedera karena tidak
menurunkan risiko kejang fase lanjut pasca cedera. Pemberian
profilaksis fenitoin efektif untuk mencegah kejang fase dini
pasca cedera.
2) Manitol dan Sodium Laktat Hipertonis
Manitol membantu menurunkan TIK pada pasien COB.
Pemberian secara bolus dengan dosis 0,25–1gr/kgBB lebih
dianjurkan dibandingkan pemberian secara terus menerus
3) Antibiotika Profilaksis
Pada Pemasangan Kateter Ventrikel Pemberian antibiotik pada
pemasangan dan penggantian kateter ventrikel setiap 5 hari
tidak mengurangi risiko infeksi. Penggunaan antibiotik lokal
maupun sistemik tidak menurunkan risiko infeksi pada
pemasangan kateter ventrikel.
4) Analgetik Ketorolac dan acetaminophen dapat digunakan pada
pasien cedera kepala. Ketorolac hanya boleh diberikan
maksimal 5 hari. Obat-obatan NSAID lainnya seperti
ibuprofen dan naproxen bisa diberikan per-oral. Ketoprofen
supp dan acetaminophen supp bermanfaat menguranginyeri
pada COR.
5) Kortikosteroid Terapi dengan dan tanpa kortikosteroid pada
pasien memar otak secara statistic hasil terapi tidak berbeda
bermakna
6) Sedatif/Tranquilizer
Midazolam mengurangi CBF sehingga cenderung aman dan
efektif untuk anestesia dan sedasi pasien dengan peningkatan
ICP. Propofol memberikan hasil yang baik dalam fungsi sedasi
serta memudahkan dalam evaluasi fungsi neurologis secara
awal. Dexmedetomidine merupakan sedasi tanpa efek
neurologis dan memberikan efek proteksi pada otak
(Wahyuhadi et al., 2014).
2. Analisa Data
ETIOLOGI DIAGNOSA
CEDERA KEPALA GANGGUAN PERFUSI JARINGAN
↓
Intra/ekstra cranial
↓
Gangguan suplai darah ke otak
↓
Iskemia
↓
Hipoksia
↓
Gangguan perfusi jaringan
Urden, LD. Stacy, KM. & Lough, ME (2010) Perawatan kritis Keperawatan:
Diagnosis dan manajemen Kanada, Mosby Elsevier.
NAMA :
NIK :
JUDUL KASUS :
Serang……………..2021
Pembimbing Makalah
(......................................................)
NAMA :
NIK :
JUDUL MAKALAH :
Serang……………..2021
Pembimbing Makalah
Serang, ……………………20…….
NIK.07.03.082