Disusun oleh :
Endang Purwanti
P. 17420112036
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun
efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :
kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
C. Manifestasi Klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala,
cidera akut dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada
akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang
diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif yang timbul
dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng.
Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan
gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya
pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).
Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya
hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada
kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya
juga beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1
menit. Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi
koma berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala
penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf
dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma
berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat
diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan
jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila
trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan
hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus.
Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah
pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah
CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr
hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina.
Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera
ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau
jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi
perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak
sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter
dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian
akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam
sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi
gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii,
namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera
pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang
pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam
kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma
sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan
berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”.
Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Gambaran klinik
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan
karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma
terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
"subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan
tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau
kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling
berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan
pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan
bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah,
keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan
(decebracio rigiditas).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan
metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus
5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan
perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu
paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson
(bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan
per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis
pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang
akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi
terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon
bekerja dengan cara:
▪ Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan
komponen membran lain dari kerusakan.
▪ Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
▪ Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
▪ Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
▪ Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
▪ Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah
ke otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf
motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,
kerusakan medula oblongata.
I. Intervensi
Meningkatkan rasa
- Berikan kompres nyaman dengan
dingin pada kepala menurunkan
vasodilatasi.
Perubahan Fungsi persepsi - Evaluasi secara Fungsi cerebral
persepsi sensori sensori kembali teratur perubahan bagian atas biasanya
b/ d penurunan normal setelah orientasi, terpengaruh lebih
kesadaran, dilakukan perawatan kemampuan dahulu oleh adanya
peningkatan selama 3x 24 jam berbicara, alam gangguan sirkulasi,
tekanan intra dengan KH : perasaan, sensori oksigenasi.
kranial. - mampu dan proses pikir. Perubahan persepsi
mengenali orang sensori motorik dan
dan lingkungan kognitif mungkin
sekitar. akan berkembang dan
- Mengakui adanya menetap dengan
perubahan dalam perbaikan respon
kemampuannya. secara bertahap
- Kaji kesadaran
sensori dengan Semua sistem sensori
sentuhan, panas/ dapat terpengaruh
dingin, benda dengan adanya
tajam/ tumpul dan perubahan yang
kesadaran terhadap melibatkan
gerakan. peningkatan atau
penurunan
sensitivitas atau
kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai
dengan stimuli.
- Bicara dengan
suara yang lembut
dan pelan. Pasien mungkin
Gunakan kalimat mengalami
pendek dan keterbatasan
sederhana. perhatian atau
Pertahankan pemahaman selama
kontak mata. fase akut dan
penyembuhan.
Dengan tindakan ini
akan membantu
- Berikan pasien untuk
lingkungan memunculkan
tersetruktur rapi, komunikasi.
nyaman dan buat
jadwal untuk klien Mengurangi
jika mungkin dan kelelahan, kejenuhan
tinjau kembali. dan memberikan
kesempatan untuk
tidur REM
(ketidakadaan tidur
REM ini dapat
- Gunakan meningkatkan
penerangan siang gangguan persepsi
atau malam. sensori).
Memberikan perasaan
- Kolaborasi pada normal tentang
ahli fisioterapi, perubahan waktu dan
terapi okupasi, pola tidur.
terapi wicara dan
terapi kognitif. Pendekatan antar
disiplin ilmu dapat
menciptakan rencana
panatalaksanaan
terintegrasi yang
berfokus pada
masalah klien
Gangguan Pasien dapat - Periksa kembali Mengidentifikasi
mobilitas fisik melakukan mobilitas kemampuan dan kerusakan secara
b/d spastisitas fisik setelah keadaan secara fungsional dan
kontraktur, mendapat perawatan fungsional pada mempengaruhi
kerusakan saraf dengan KH : kerusakan yang pilihan intervensi
motorik. - tidak adanya terjadi. yang akan dilakukan.
kontraktur,
footdrop. Penggunaan sepatu
- Ada peningkatan tenis hak tinggi dapat
kekuatan dan - Pertahankan membantu mencegah
fungsi bagian kesejajaran tubuh footdrop, penggunaan
tubuh yang sakit. secara fungsional, bantal, gulungan alas
- Mampu seperti bokong, tidur dan bantal pasir
mendemonstrasik kaki, tangan. dapat membantu
an aktivitas yang Pantau selama mencegah terjadinya
memungkinkan penempatan alat abnormal pada
dilakukannya atau tanda bokong.
penekanan dari
alat tersebut. Mempertahankan
mobilitas dan fungsi
sendi/ posisi normal
ekstrimitas dan
- Berikan/ bantu menurunkan
untuk latihan terjadinya vena statis.
rentang gerak
Proses penyembuhan
yang lambat
seringakli menyertai
trauma kepala dan
- Bantu pasien pemulihan fisik
dalam program merupakan bagian
latihan dan yang sangat penting.
penggunaan alat Keterlibatan pasien
mobilisasi. dalam program
Tingkatkan latihan sangat penting
aktivitas dan untuk meningkatkan
partisipasi dalam kerja sama atau
merawat diri keberhasilan
sendiri sesuai program.
kemampuan.
Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi - Berikan perawatan Cara pertama untuk
infeksi b/ d setelah dilakukan aseptik dan menghindari
jaringan trauma, tindakan keperawatan antiseptik, nosokomial infeksi.
kerusakan kulit selama 3x 24 jam pertahankan teknik
kepala. dengan KH : cuci tangan yang
- Bebas tanda- baik. Deteksi dini
tanda infeksi perkembangan infeksi
- Mencapai - Observasi daerah memungkinkan untuk
penyembuhan kulit yang melakukan tindakan
luka tepat waktu mengalami dengan segera dan
kerusakan, daerah pencegahan terhadap
yang terpasang alat komplikasi
invasi, catat selanjutnya.
karakteristik
drainase dan Menurunkan
adanya inflamasi. pemajanan terhadap
pembawa kuman
- Batasi pengunjung infeksi.
yang dapat
menularkan infeksi
atau cegah
pengunjung yang Terapi profilaktik
mengalami infeksi dapat digunakan pada
saluran nafas atas. pasien yang
mengalami trauma,
- Kolaborasi kebocoran LCS atau
pemberian setelah dilakukan
atibiotik sesuai pembedahan untuk
indikasi. menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
Mencegah hipoksia,
jika pusat pernafasan
tertekan. Biasanya
dengan mnggunakan
ventilator mekanis