Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

Dosen Pembimbing : Ns. Ika Subekti Wulandari M.Kep

Disusun Oleh :
Mevrica Yohand Santiko
S18191/S18D

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA

A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013).
Bronkopneumonia adalah cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus. (Riyadi dan Sukarmin, 2015).

B. ETIOLOGI
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat
memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri
atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat. Timbulnya
bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :
1. Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella

2. Virus :Legionella Pneumoniae


3. Jamur :Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
(Nurarif dan Kusuma, 2015).

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia menurut
Wijayaningsih (2013), ialah :
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2. Demam (39o-40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelectasis absorbsi.

D. KLASIFIKASI
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)
1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru. Di
sebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar dan
interlobular.

2 Berdasarkan inang dan lingkungan :


a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat
aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imu
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus,
jamur dan cacing.

E. KOMPLIKASI
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan
tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami
beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk
ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia
dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis, peritonitis, dan empiema.Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus
efusi pleura yang disebabkan oleh Pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan
sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung
mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah
terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan
pembedahan.

F. PATOFISIOLOGI

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu
sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang
biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan yaitu Inokulasi langsung, Penyebaran melalui darah, Inhalasi bahan aerosol,
dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak
adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai
brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi.

Dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi


bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan
antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik
terset yaitu :
1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema

2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag.
Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah
fungsi normal parenkim paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik.
konsekuensi patofisiologis utama dari perdagangan dan infeksi yang melibatkan
ruang udara distal adalah berkurangnya ventilasi ke daerah yang terkena. jika
perfungsi relatif dipertahankan seperti yang sering terjadi karena efek vasodilator
mediator inflamasi hasil ketidakseimbangan ventilasi perfusi. ketika alveoli dipenuhi
dengan eksudat inflamasi Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut.
ketidakseimbangan ventilasi perfusi umumnya bermanifestasi sebagai bagai
hipoksemia. ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio ventilasi perfusi
rendah biasanya merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon dioksida bukan
fitur Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki cadangan yang sangat terbatas
terutama pada COPD (Chronic Obstuctive Pulmonary Disease) yang mendasarinya.
Bahkan pasien pneumonia sering mengalami hiperventilasi dan memiliki PCo2
kurang dari sama dengan 40 mmHg (Weinberger, 2019)
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru.
pneumonia dapat terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan
terhisap masuk ke paru-paru. penyebaran ini juga dapat melalui darah pada bagian
tubuh yang terluka. dengan batuk contohnya nya akan membuat perlawanan oleh sel-
sel pada lapisan lendir tenggorokan hingga gerakan rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mucus ( lendir) saat proses peradangan. lobus bawah paru-paru paling
sering terkena efek gravitasi. setelah mencapai alveoli maka pnoumocuccus
menimbulkan respon yang khas diantaranya nya:
a. Kongesti (24 jam pertama

Eksudat yang kaya akan protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena. Taro
menjadi berat, edematosa, dan berwarna kemerahan.
b. Hepatitis (48 jam berikutnya)

Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar
bersama-sama dalam limfosit dan makrofag. Pleura yang menutupi akan
diselimuti eksudat Fibri nosa. paru-paru tampak kemerahan dapat tidak
mengandung udara disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula.
c. Hepatitis kelabu (3-8 hari)

Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah


putih dan merah. paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)

Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan
pencernaan kotoran inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding alveoli
di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada struktur semula. Akibatnya jika
mucus masuk ke alveoli terjadi peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli
sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmosis
meningkat dan terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada
alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan
pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli
yang kemudian menyebabkan terjadinya comience paru-paru menurun sehingga
suplai O2 menurun yang menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan
intoleransi aktivitas, Porses peradangan juga dapat menyebabkan peningkatan
suhu (hipertermia). Penumpukan secret akan terakumulasi dijalan nafas sehingga
timbul masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum masuk
kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan
muntah.
G. PATHWAY PNEUMPONIA
Bakteri, Virus, Jamur
Terhirup / Teraspirasi

Saluran Pernafasan Atas

Kuman Berlebih di Bronkus Mikroorganisme terbawa kesaluran pencernaan Bakteri, Virus, Jamur Terhirup / Teraspirasi

Proses Peradangan Infeksi saluran Pencernaan Dilatasi Pembulu Darah  Suhu Tubuh Edema antar kapiler alveoli

BU Meningkat
Akumulasi Sekret di Bronkus Hipertermi
Eritrosit Pecah
Eksudat Plasma
Malabsorpsi Septikimia
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
 Mukus Bronkus Edema Paru
Diare  Metabolisme
Gangguan Disfungsi dalam Plasma
Anoreksia
 Evaporasi Pengerasan Dinding Paru
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Gangguan Pertukaran Gas
Intake Kurang

O2 
Gangguan Keseimbangan Cairan Elektrolit

Hipoksia
H. Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang
lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah tapiknea, retraksi, sianosis,
batuk, panas, dan iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (nonproduktif / produktif),
tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja,
dapat dijumpai panas, batuk (nonproduktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat
terdengar pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa
juga ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal
fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah
yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi,
anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu, dan
perut. Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Inspeksi:
Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung,
distensis abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik
napas. Batasan takipnea pada anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50x/menit atau lebih,
sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40x/menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat,
tarikan dinding dada akan tampak jelas.
2. Palpasi:
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat
pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
3. Perkusi:
Suara redup pada sisi yang sakit
4. Auskultasi:
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut
bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan
terdengar suara nafas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang- kadang terdengar bising gesek
pleura.
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain sebagai penegak diagnosa diantaranya :

a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks proyeksi
posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila
diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil
gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara
klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia
berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia
virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ;
konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan
infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena
virus atau Mycoplasma, gambaran berupa coracan bronchovaskular bertambah,
peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation karena
atelektasis.
Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak
infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu
lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan
namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga
pasien perlu diberi antibiotika.

b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/µl, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia.
Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat. Hasil pemeriksaan
leukosit > 15.000/µl dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri,
dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein
juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90%
penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan
darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.
Influienzae kemungkinan positif 25 – 95%.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCo2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk (2016)
adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga penanganannya pun akan
disesuaikan dengan penyebab tersebut.

Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul.
(Shaleh, 2013)
a. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai benar-
benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray
dan sputum tidak tampak adanya bakteri pneumonia (Shaleh, 2013).
1) Untuk bakteri Streptococcus pneumonia
Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal
conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2
tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang
dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu
penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics (Shaleh,
2013).
2) Untuk bakteri Hemophilus influenzae
Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid,
fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan
trimethoprim. (Shaleh, 2013).
3) Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma
pneumonia, (Shaleh, 2013).
b. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak
beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh.
Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan juka daya tahan yubuh sangat baik,
(Shaleh, 2013).
c. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya.
Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi
pneumonia(Shaleh,2013).
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien
Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, suku/bangsa
pasien, agama pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien, alamat pasien, dan
diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab
Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab, jenis kelamin
penanggung jawab, suku/bangsa penanggung jawab, agama penanggung jawab,
pekerjaan penanggung jawab, pendidikan penanggung jawab, alamat penanggung
jawab, dan status hubungan penanggung jawab dengan pasien.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Sebelum Sakit
1) Penyakit berat yang penah diderita :
Pada umumnya pasien mengatakan keluhannya yang diderita sebelumnya dan
gejalanya hampir sama dengan yang dirasakan sekarang.
2) Obat-obat yang biasa dikonsumsi :
Pada umumnya jika pasien pernah dirawat dengan gejala serupa akan
diberikan obat- obatan untuk sesak, batuk atau lainnya. Atau dapat berisikan
obat-obatan yang dikonsumsi beberapa hari terakhir.
3) Kebiasaan berobat :
Berikan kebiasaan pasien untuk berobat baik di klinik, puskesmas atau
rumahsakit
4) Alergi :
Berisikan alergi yangdimiliki pasien baik obat-obatan ataupun makanan yang
memungkinkan nantinya dapat memperburuk keadaan pasien
5) Kebiasaan merokok/alkohol :
Berisikan riwayat pasien apakah pasien merupakan perokok aktif/pasif atau
mengonsumsi alkohol, dan jika pasien merupakan perokok aktif berapa jumlah
rokok yang dapat dihabiskan dalam sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/
mengonsumsi alkohol. Apakah saat sakit ini pasien tetap merokok,
mengurang, atau berhenti.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan utama :
Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak nafas, susah nafas, atau
dada terasa berat.
2) Riwayat keluhan utama :
Berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut.

3) Upaya yang telah dilakukan :


Berisakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pasien secara mandiri atau
keluarga untuk mengurangi keluhan yangdirasakan, bentuk upaya yang
dilakukan dan jika upaya yang dilakukan bersifat tindakan medis apakah tidakan
tersebut dilakukan oleh tenaga professional.
4) Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Berisikan terapi seperti medis atau nonmedis dan juga tindakan operasi yang
mungkin pernah dilakukan.

c. Riwatat Kesehatan Keluarga


Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya
apakah terdapat keluarga yang memiliki keluhan, riwaat kesehatan, atau kasus yang
sama dengan pasien saat ini
Genogram : Berisikan gambaran genogram keluarga pasien beserta keterangannya
pada 3 generasi.
d. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat pekerjaa,
kamar, dan lain-lain. Apakah terdapat keadaan lingkungan yang menjadi faktor
pencetus, faktor pemberat keadaan pasien saat ini.
e. Riwayat Kesehatan Lainnya:
Berisikan riwayat kesehatan pasien lainnya seperti pasien pernah mengalami
masalah kesehatan lain yang mungkin dapat berkaitan dengan masalah saat ini atau
mungkin tidak berkaitan atau tidak berpengaruh dengan masalah yang dialami atau
yang dirasakan pasien saat ini. Contoh pasien memili riwayat penyakit diabete,
jantung, typus, atau lainnya. Dan juga ditanyakan apakah pasien menggunakan alat
bantu kesehatan seperti kacamata, gigi palsu, alat bantu pendengaran, atau lainnya..
4. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional

a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat :

Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap benar-benar sakit
apabila sudah mengalami sesak napas.

b. Pola metabolik nutrisi

Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control saraf pusat), mual

muntah karena terjadi peningkatan rangsangan gaster dari dampak peningkatan

toksik mikroorganisme.

c. Pola eliminasi

Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan karena

demam.

d. Pola tidur-istirahat

Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan

lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari karena tidak kenyamanan

tersebut.

e. Pola aktivitas-latihan

Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.

f. Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh disampaikan biasanya sesaat

akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada otak.

g. Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.

h. Pola peran hubungan

Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih banyak diam.

i. Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien selalu diam dan

mudah marah.

j. Pola nilai-kepercayaan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat

sumber kesembuhan dari Allah SWT.


Sedangkan pengkajian fokus nya yaitu:
a. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai

keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien

dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari 40

C, frekuensi napas meningkat.

2) Pola pernafasan

a) Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia

sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal. Napas

cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai dengan peningkatan

produksi sekret yang berlebih.

b) Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi

resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.

c) Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas

tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi perawat untuk

mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.

3) Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan

kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis, menangis,

merintih (Muttaqin, 2008).


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan dispnea, pola nafas abnormal
(mis. Takipnea, brakipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokess), dan fase ekspirasi
memanjang.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler


yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardia, dan bunyi
nafas tambahan.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding jalan nafas
ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan Wheezing.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan SDKI Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
Dx1 : Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 1x24 jam diharapkan bersihan jalan Manajemen Jalan Napas –
Fisiologis : napas menjadi efektif dengan kriteria 1..01011
1. Spasme jalan napas hasil : Observasi :
2. Hipersekresi jalan napas Bersihan Jalan Napas : a. Monitor pola napas
3. Disfungsi neuromuskuler a. Batuk efektif dari skala 2 (cukup (frekuensi, kedalam, usaha
4. Benda asing dalam jalan napas menurun) menjadi 4 (cukup napas)
5. Adanya jalan napas buatan meningkat) b. Monitor bunyi napas
6. Sekresi yang tertelan b. Produksi sputum dari skala 3 tambahan (mis. Gurgling,
7. Hiperplasia dinding jalan napas (sedang) menjadi 5 (menurun) mengi, wheezing, ronkhi
8. Proses infeksi c. Dispnea dari skala 2 (cukup kering)
9. Respon alergi meningkat) menjadi 4 (cukup c. Monitor sputum (jumlah,
10. Efek agen farmakologis (mis. menurun) warna, aroma)
Anastesi) d. Frekuensi napas dari skala 3 Terapeutik :
Situasional : (sedang) menjadi 5 (membaik) a. Posisikan semi fowler atau
1. Merokok Aktif e. Pola napas dari skala skala 3 fowler
2. Merokok Pasif (sedang) menjadi 5 (membaik) b. Berikan minuman hangat
3. Terpajan Polutan c. Lakukan fisioterapi dada jika
Gejala dan Tanda Mayor perlu
Subjektif : d. Berikan oksigen
Tidak Tersedia Edukasi :
Objektif : a. Anjurkan asupan cairan
1. Batuk tidak efektif 2000ml/hari
2. Tidak mampu batuk b. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Sputum berlebih Kolaborasi :
4. Mengi, Wheezing dan/ronkhi kering
5. Mekonium dijalan napas (pada
neonatus)
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi pemberian
Subjektif : bronkodilator, ekspektoran,
1. Dispnea mukolitik
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Manajemen Batuk Efektif –
Objektif : 1.01006
1. Gelisah Observasi :
2. Sianosis a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Bunyi napas menurun b. Monitor adanya retensi
4. Frekuensi napas beubah sputum
5. Pola napas berubah c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler /
fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir dibulatkan
selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarikan napas
dalam yang ketiga
Pola Napas : Kolaborasi :
a. Dispnea dari skala 2 (cukup Kolaborasi pemberian mukolitik /
meningkat) menjadi 4 (cukup ekspektoran
menurun)
b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 Terapi Oksigen – 1.01026
(cukup menurun) menjadi 4 Observasi :
(cukup meningkat) Monitor kecepatan aliran O2
c. Tekanan inspirasi dari skala 2 Monitor posisi alat terapi O2
(cukup menurun) menjadi 4 Monitor aliran oksigen secara
(cukup meningkat) periodik dan pastikan fraksi
d. Pemanjangan fase ekspirasi dari yang diberikan cukup
skala 2 (cukup meningkat) Monitor efektifitas terapi O2
menjadi 4 (cukup menurun) Monitor tanda-tanda
e. Frekuensi napas dari skala 3 hipoventilasi
(sedang) menjadi 5 (membaik) Monitor tanda dan gejala
toksitasi
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi O2
Terapeutik :
a. Bersihkan sekret pada mulut,
hidung, trakea (jika perlu)
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan dan atur peralatan
pemberian O2
d. Gunakan perangkat O2 yang
sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan O2 dirumah
Kolaborasi :
Tingkat Nyeri : a. Kolaborasi penentuan dosis O2
a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup b. Kolaborasi penggunaan
meningkat) menjadi 4 (cukup O2 saat aktivitas dan tidur
menurun)
b. Kesulitan tidur dari skala 2 Manajemen Nyeri – 1.08238
(cukup meningkat) menjadi 4 Observasi :
(cukup menurun) a. Identifikasi lokasi,
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) karakteristik, durasi, frekuensi,
menjadi 5 (membaik) kualitas, intensitas nyeri
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) b. Identifikasi skala nyeri
menjadi 5 (membaik) c. Identifikasi respons nyeri non
verbal
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
e. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
f. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik
Dx2 : Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 2x24 jam diharapkan gangguan
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi pertukaran gas berkurang dengan
2. Perubahan membran alveolus-kapiler kriteria hasil :
Gejala dan Tanda Mayor Pertukaran Gas : Pemantauan Respirasi –
Subjektif : a. Tingkat kesadaran dari skala 5 1.01014
1. Dispnea (meningkat) tetap pada skala 5 Observasi :
Objektif : (meningkat) a. Monitor frekuensi, irama,
1. PCO2 meningkat/menurun b. Dispnea dari skala 3 (sedang) kedalaman dan upaya napas
2. PO2 menurun menjadi skala 5 (menurun) b. Monitor pola napas
3. Takikardia c. Napas cuping hidung dari skala 3 c. Monitor kemampuan batuk
4. pH arteri meningkat/menurun (sedang) menjadi skala 5 efektif
5. Bunyi napas tambahan (menurun) d. Monitor adanya produksi
Gejala dan Tanda Minor d. PCO2 dari skala 3 (sedang) sputum
Subjektif : menjadi skala 5 (membaik) e. Monitor adanya sumbatan
1. Pusing e. PO2 dari skala 3 (sedang) jalan napas
2. Penglihatan kabur menjadi skala 5 (membaik) f. Palpasi kesimetrisan
Objektif : f. Takikardia dari skala 3 (sedang) ekspansi paru
1. Sianosis menjadi skala 5 (membaik) g. Auskultasi bunyi napas
2. Diaforesis g. pH Arteri dari skala 3 (sedang) h. Monitor saturasi oksigen
3. Gelisah menjadi skala 5 (membaik) i. Monitor nilai AGD (analisa
4. Napas cuping hidung h. Pola Napas dari skala 3 (sedang) Gas Darah)
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, menjadi skala 5 (membaik) Terapeutik :
regular/iregular, dalam/dangkal) a. Atur interval pemantauan
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, respirasi sesuai kondisi
kebiruan) pasien
7. Kesadaran menurun b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasi hasil pemantauan

Dx3 : Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama


Penyebab 1x24 jam diharapkan pola napas
1. Depresi pusat pernapasan menjadi efektif dengan kriteria hasil :
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri Pola Napas : Terapi Oksigen – 1.01026
saat bernapas, kelemahan otot a. Dispnea dari skala 2 (cukup Observasi :
pernapasan) meningkat) menjadi 4 (cukup a. Monitor kecepatan aliran O2
3. Deformitas dinding dada menurun) b. Monitor posisi alat terapi O2
4. Deformitas tulang dada b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 c. Monitor aliran oksigen secara
5. Gangguan neuromuskular (cukup menurun) menjadi 4 periodik dan pastikan fraksi
6. Gangguan neurologis (mis. (cukup meningkat) yang diberikan cukup
Elektroensefalogram [EEG] Positif, c. Tekanan inspirasi dari skala 2 d. Monitor efektifitas terapi O2
cedera kepala, gangguan kejang) (cukup menurun) menjadi 4 e. Monitor tanda-tanda
7. Imaturitas neurologis (cukup meningkat) hipoventilasi
8. Penurunan energi d. Pemanjangan fase ekspirasi dari f. Monitor tanda dan gejala
9. Obesitas skala 2 (cukup meningkat) toksitasi
menjadi 4 (cukup menurun)
10. Posisi tubuh yang menghambat e. Frekuensi napas dari skala 3 g. Monitor tingkat kecemasan
ekspansi paru (sedang) menjadi 5 (membaik) akibat terapi O2
11. Sindrom hipoventilasi Terapeutik :
12. Kerusakan inervasi diafragma a. Bersihkan sekret pada mulut,
(kerusakan saraf C5 keatas) hidung, trakea (jika perlu)
13. Cedera pada medula spinalis b. Pertahankan kepatenan jalan
14. Efek agen farmakologis napas
15. Kecemasan c. Siapkan dan atur peralatan
Gejala dan Tanda Mayor pemberian O2
Subjektif : d. Gunakan perangkat O2 yang
1. Dispnea sesuai dengan tingkat
Objektif : mobilitas pasien
1. Penggunaan otot bantu pernapasan Edukasi :
2. Fase ekspirasi memanjang Ajarkan pasien dan keluarga cara
3. Pola napas abnormal (mis, takipnea, menggunakan O2 dirumah
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, Kolaborasi :
cheyne-stokes) a. Kolaborasi penentuan dosis O2
Gejala dan Tanda Minor b. Kolaborasi penggunaan
Subjektif : O2 saat aktivitas dan tidur
1. Ortopnea
Objektif : Latihan Pernapasan – 1.01007
1. Pernapasan pursed-lip Observasi :
2. Pernapasan cuping hidung a. Identifikasi indikasi dilakukan
3. Diameter thoraks anterior-posterior latihan pernapasan
meningkat b. Monitor frekuensi, irama dan
4. Ventilasi semenit menurun kedalaman napas sebelum dan
5. Kapasitas vital menurun sesudah latihan
6. Tekanan ekspirasi menurun Terapeutik :
7. Tekanan inspirasi menurun a. Sediakan tempat yang tenang
8. Eksursi dada berubah b. Posisikan pasien nyaman dan
rileks
c. Tempatkan satu tangan didada
dan satu tangan diperut
d. Pastikan tangan didada
mundur ke belakang dan
telapak tangan diperut maju
kedepan saat menarik napas
e. Ambil napas dalam secara
perlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan
f. Hitungan kedelapan
hembuskan napas melalui
mulut dengan perlahan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan pernapasan
b. Anjurkan ulangi 4-5 kali

Pemantauan Respirasi – 1.01014


Observasi :
j. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
k. Monitor pola napas
l. Monitor kemampuan batuk
efektif
m. Monitor adanya produksi
sputum
n. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
p. Auskultasi bunyi napas
q. Monitor saturasi oksigen
r. Monitor nilai AGD (analisa
Gas Darah)
Terapeutik :
c. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
c. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
d. Informasi hasil pemantauan

Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri – 1.08238


a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup Observasi :
meningkat) menjadi 4 (cukup a. Identifikasi skala nyeri
menurun) b. Monitor keberhasilan terapi
b. Kesulitan tidur dari skala 2 komplementer yang sudah
(cukup meningkat) menjadi 4 diberikan
(cukup menurun) c. Monitor efek samping
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) penggunaan analgetik
menjadi 5 (membaik) Terapeutik :
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) a. Berikan teknik
menjadi 5 (membaik) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Penyakit yang


Ditularkan Melalui Udara.Jakarta: Kemenkes RI
Budiono, dkk (2015) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta : Bumi Medika
Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan
Kerangka Kerja.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Dewi & Noprianty (2018) Risk Factors Related To Faal Incidence In
Hospitaliced Pediatric Patient Whit Theory Faye G Abdellah .
NurseLine Journal Vol.3 No. 2
Infodatin (2015) Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Jakarta
: infodatin
Notoadmodjo S (2012) Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Jakarta: PT
Rineka Cipta
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 3 Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai