Anda di halaman 1dari 20

ASKEP CIDERA KEPALA

A. Pengertian

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang
terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

B. Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul
dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

C. Manifestasi klinis

Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan
cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan.
Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif
yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng.
Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit,
namun keadaannya reversibilitas.

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah
cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah,
amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila
tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka
ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan
mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi
kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli
spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma
berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat
dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D. Patofisiologi

Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga
tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi
kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.

E. Klasifikasi

Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :

1. Cidera kepala terbuka


2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka

Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater disertai
cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di
jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang
dan tindakan seterusnya secara bertahap.

Fractura Basis Cranii

Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan:

1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan arachnoidal.
2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris masuk ke
lapisan selaput otak encepalon.

3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan biji
lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.

Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya
cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran
rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan
sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu
tanda-tanda klinik.

Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara lain
anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V);
gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena
trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII
jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut
fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal
ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup

Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-keretakan.


Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa sehingga
menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan
perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat
merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan
diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi,
pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan
(depresi). Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling
sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer
cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr.
Capitis).

a. Epiduralis haematoma

Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto rontgen
kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien. Saat
ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat
terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis
haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.

b. Subduralis haematoma akut

Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah
kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada
interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara
durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan
dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma,
lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda
neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar
duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura
Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/
koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar
seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi
dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat
tinggi (80%).

c. Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada
permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari
adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
“pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan
karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena
pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya
vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar
sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri

Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis -
kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak,
gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada
kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya
tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan
pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian
takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan
tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik

1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau
ruptur atau fraktur).

2. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika
dicurigai.

4. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.

5. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Analisa Gas Darah


Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

F. Pengobatan

Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus
30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23
jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam
waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4
mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam)
tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.

Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat, dapat
memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi lipid.
Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:

 Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen membran
lain dari kerusakan.
 Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.

 Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.

 Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.

 Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.

 Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.

3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial.

4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.

5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.

6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit


meningkat.

7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.

8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula


oblongata.

Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Gangguan Gangguan perfusi jaringan tidak o Pantau status Mengkaji


perfusi dapat diatasi setelah dilakukan neurologis secara adanya
jaringan b/ d tindakan keperawatan selama 2x teratur. kecenderungan
oedema 24 jam dengan KH : pada tingkat
cerebri, kesadaran dan
meningkatnya o Mampu potensial
aliran darah mempertahankan peningkatan
ke otak. tingkat kesadaran TIK dan
o Fungsi sensori dan bermanfaat
motorik membaik. dalam
menentukan
lokasi,
perluasan dan
perkembangan
kerusakan SSP

Menentukan
tingkat
kesadaran

Mengukur
kesadaran
o Evaluasi kemampuan secara
membuka mata keseluruhan
(spontan, rangsang dan
nyeri). kemampuan
untuk berespon
pada
rangsangan
eksternal.

o Kaji respon motorik Dikatakan


terhadap perintah sadar bila
yang sederhana. pasien mampu
meremas atau
melepas tangan
pemeriksa.

o Pantau TTV dan catat


hasilnya. Peningkatan
tekanan darah
sistemik yang
diikuti dengan
penurunan
tekanan darah
diastolik
merupakan
tanda
peningkatan
TIK .

Peningkatan
ritme dan
disritmia
merupakan
tanda adanya
depresi atau
trauma batang
otak pada
pasien yang
tidak
mempunyai
kelainan
jantung
sebelumnya.

Nafas yang
tidak teratur
menunjukan
o Anjurkan orang adanya
terdekat untuk peningkatan
berbicara dengan TIK
klien

Ungkapan
keluarga yang
menyenangkan
klien tampak
mempunyai
efek relaksasi
pada beberapa
klien koma
yang akan
o Kolaborasi pemberian menurunkan
cairan sesuai indikasi TIK
melalui IV dengan
alat kontrol

Pembatasan
cairan
diperlukan
untuk
menurunkan
Oedema
cerebral:
meminimalkan
fluktuasi aliran
vaskuler,
tekanan darah
(TD) dan TIK
Reaksi: 

Rasa nyeri berkurang setelah dilakukan o Teliti keluhan nyeri, catat Mengidentif
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam intensitasnya, lokasinya dan karakteristik
dengan KH : lamanya. nyeri merup
Gangguan faktor yang
rasa nyaman o pasien mengatakan nyeri penting untu
nyeri b/ d berkurang. menentukan
peningkatan o Pasien menunjukan skala nyeri terapi yang c
tekanan intra pada angka 3. serta
kranial.
o Ekspresi wajah klien rileks.
mengevalua
keefektifan
terapi.
o Catat kemungkinan
patofisiologi yang khas, Pemahaman
misalnya adanya infeksi, terhadap
trauma servikal. penyakit yan
mendasariny
membantu d
memilih
intervensi ya
sesuai.
o Berikan kompres dingin
pada kepala

Meningkatk
rasa nyaman
dengan
menurunkan
vasodilatasi.

Perubahan Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah o Evaluasi secara teratur Fungsi cereb
persepsi dilakukan perawatan selama 3x 24 jam dengan perubahan orientasi, bagian atas
sensori b/ d KH : kemampuan berbicara, alam biasanya
penurunan perasaan, sensori dan proses terpengaruh
kesadaran, o mampu mengenali orang dan pikir. dahulu oleh
peningkatan lingkungan sekitar. adanya gang
tekanan intra o Mengakui adanya perubahan sirkulasi,
kranial. dalam kemampuannya. oksigenasi.
Perubahan
persepsi sen
motorik dan
kognitif mun
akan berkem
dan menetap
dengan perb
respon secar
bertahap

o Kaji kesadaran sensori Semua siste


dengan sentuhan, panas/ sensori dapa
dingin, benda tajam/ tumpul terpengaruh
dan kesadaran terhadap dengan adan
gerakan. perubahan y
melibatkan
peningkatan
penurunan
sensitivitas a
kehilangan
sensasi untu
menerima d
berespon ses
dengan stim

o Bicara dengan suara yang


lembut dan pelan. Gunakan Pasien mung
kalimat pendek dan mengalami
sederhana. Pertahankan keterbatasan
kontak mata. perhatian ata
pemahaman
selama fase
dan
penyembuha
Dengan tind
ini akan
membantu p
o Berikan lingkungan untuk
tersetruktur rapi, nyaman memunculka
dan buat jadwal untuk klien komunikasi.
jika mungkin dan tinjau
kembali.

Mengurangi
kelelahan,
kejenuhan d
memberikan
kesempatan
untuk tidur R
(ketidakadaa
tidur REM i
o Gunakan penerangan siang dapat
atau malam. meningkatka
gangguan
persepsi sen

o Kolaborasi pada ahli Memberikan


fisioterapi, terapi okupasi, perasaan no
terapi wicara dan terapi tentang
kognitif. perubahan w
dan pola tidu

Pendekatan
disiplin ilmu
dapat
menciptakan
rencana
panatalaksan
terintegrasi
berfokus pad
masalah klie

Gangguan Pasien dapat melakukan mobilitas fisik setelah o Periksa kembali kemampuan Mengidentif
mobilitas fisik mendapat perawatan dengan KH : dan keadaan secara kerusakan se
b/d spastisitas fungsional pada kerusakan fungsional d
kontraktur, o tidak adanya kontraktur, yang terjadi. mempengaru
kerusakan footdrop. pilihan inter
saraf motorik. o Ada peningkatan kekuatan dan yang akan
fungsi bagian tubuh yang sakit. dilakukan.
o Mampu mendemonstrasikan
aktivitas yang memungkinkan
dilakukannya
Penggunaan
o Pertahankan kesejajaran
tubuh secara fungsional, sepatu tenis
seperti bokong, kaki, tangan. tinggi dapat
Pantau selama penempatan membantu
alat atau tanda penekanan mencegah
dari alat tersebut. footdrop,
penggunaan
bantal, gulun
alas tidur da
bantal pasir
membantu
mencegah
terjadinya
o Berikan/ bantu untuk latihan abnormal pa
rentang gerak bokong.

Mempertaha
mobilitas da
fungsi sendi
posisi norma
ekstrimitas d
menurunkan
o Bantu pasien dalam program terjadinya v
latihan dan penggunaan alat statis.
mobilisasi. Tingkatkan
aktivitas dan partisipasi
dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan. Proses
penyembuha
yang lambat
seringakli
menyertai tr
kepala dan
pemulihan f
merupakan
bagian yang
sangat penti
Keterlibatan
pasien dalam
program lati
sangat penti
untuk
meningkatka
kerja sama a
keberhasilan
program.

Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan o Berikan perawatan aseptik Cara pertam
infeksi b/ d keperawatan selama 3x 24 jam dengan KH : dan antiseptik, pertahankan untuk
jaringan teknik cuci tangan yang menghindar
trauma, o Bebas tanda- tanda infeksi baik. nosokomial
kerusakan kulit o Mencapai penyembuhan luka infeksi.
kepala. tepat waktu

o Observasi daerah kulit yang


mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik Deteksi dini
drainase dan adanya perkembang
inflamasi. infeksi
memungkin
untuk melak
tindakan den
o Batasi pengunjung yang segera dan
dapat menularkan infeksi pencegahan
atau cegah pengunjung yang terhadap
mengalami infeksi saluran komplikasi
nafas atas. selanjutnya.

o Kolaborasi pemberian Menurunkan


atibiotik sesuai indikasi. pemajanan
terhadap
pembawa ku
infeksi.

Terapi profi
dapat diguna
pada pasien
mengalami
trauma,
kebocoran L
atau setelah
dilakukan
pembedahan
untuk
menurunkan
resiko terjad
infeksi
nosokomial.

Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Kaji tanda klinis dehidrasi Deteksi dini
keseimbangan selama 3 x 24 jam ganguan keseimbangan atau kelebihan cairan. intervensi da
cairan dan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan KH : mencegah
elektrolit b/ d kekurangan
haluaran urine o Menunjukan membran mukosa kelebihan
dan elektrolit lembab, tanda vital normal fluktuasi
meningkat. haluaran urine adekuat dan keseimbang
bebas oedema. cairan.

o Catat masukan dan haluaran,


hitung keseimbangan cairan,
ukur berat jenis urine. Kehilangan
urinarius da
menunjukan
terjadinya
dehidrasi da
berat jenis u
o Berikan air tambahan/ bilas adalah indik
selang sesuai indikasi hidrasi dan
fungsi renal.

Dengan form
o Kolaborasi pemeriksaan lab. kalori lebih
kalium/fosfor serum, Ht dan tinggi, tamb
albumin serum. air diperluka
untuk mence
dehidrasi.

Hipokalimia
fofatemia da
terjadi karen
perpindahan
intraselluler
selama
pemberian
makan awal
menurunkan
fungsi jantun
bila tidak di

Gangguan Pasien tidak mengalami gangguan nutrisi o Kaji kemampuan pasien Faktor ini
kebutuhan setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam untuk mengunyah dan menentukan
nutrisi b/ d dengan KH : menelan, batuk dan terhadap jen
kelemahan otot mengatasi sekresi. makanan
untuk o Tidak mengalami tanda- tanda sehingga pa
menguyah dan mal nutrisi dengan nilai lab. harus terlind
menelan Dalam rentang normal. dari aspirasi
o Auskultasi bising usus, catat
o Peningkatan berat badan sesuai adanya penurunan/
tujuan. hilangnya atau suara
hiperaktif. Fungsi bisin
usus pada
umumnya te
baik pada ka
cidera kepal
Jadi bising u
membantu d
menentukan
respon untuk
makan atau
berkembang
komplikasi
seperti paral
ileus.
o Jaga keamanan saat
memberikan makan pada
pasien, seperti meninggikan
kepala selama makan atatu Menurunkan
selama pemberian makan regurgitasi d
lewat NGT. terjadinya
aspirasi.
o Berikan makan dalam porsi
kecil dan sering dengan
teratur.

o Kaji feses, cairan lambung,


muntah darah. Meningkatk
proses
pencernaan
toleransi pas
terhadap nut
yang diberik
dan dapat
meningkatka
kerjasama p
saat makan.
o Kolaborasi dengan ahli gizi.

Perdarahan
subakut/ aku
dapat terjadi
perlu interve
dan metode
alternatif
pemberian
makan.

Metode yan
efektif untuk
memberikan
kebutuhan k

Gangguan pola Tidak terjadi gangguan pola nafas setelah o Pantau frekuensi, irama, Perubahan d
nafas b/ d dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 kedalaman pernafasan. Catat menunjukan
obstruksi jam dengan KH : komplikasi
trakeobronkial, o Memperlihatkan pola nafas ketidakteraturan pernafasan. pulmonal at
neurovaskuler, normal/ efektif, bebas sianosis menandakan
kerusakan dengan GDA dalam batas lokasi/ luasn
medula normal pasien. keterlibatan
oblongata. Pernafasan
lambat, peri
apneu dapat
menendakan
perlunya
ventilasi
mekanis.

o Angkat kepala tempat tidur


sesuai aturan posisi miring
sesuai indikasi. Untuk
memudahka
ekspansi par
dan menjega
lidah jatuh y
menyumbat
o Anjurkan pasien untuk nafas.
latihan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.

Mencegah/
menurunkan
o Auskultasi suara nafas. atelektasis.
Perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara- suara tambahan yang
tidak normal. (krekels, ronki
dan whiszing).
Untuk
mengidentif
adanya masa
paru seperti
atelektasis,
kongesti ata
obstruksi jal
nafas yang
membahaya
o Kolaborasi untuk oksigenasi
pemeriksaan AGD, tekanan serebral atau
oksimetri. menandakan
adanya infek
paru (umum
merupakan
komplikasi p
cidera kepal
o Berikan oksiegen sesuai
indikasi.

Menentukan
kecukupan
oksigen,
keseimbang
asam-basa d
kebutuhan a
terapi.

Mencegah
hipoksia, jik
pusat pernaf
tertekan.
Biasanya de
mnggunakan
ventilator
mekanis

Anda mungkin juga menyukai