Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA

GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN “EKSIM XEROTIK PADA KAKI”

DENGAN INTERVENSI PERAWATAN KAKI

Oleh:

TIARA ADZKIYA WHIDYA PUTRI

1935047

Dosen Pembimbing :

Ns. Lilik Pranata, S.Kep., M. Kes.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

PALEMBANG 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan asuhan keperawatan gerontik

dengan gangguan sistem integumen “Eksim xerotik”. Dalam penyusunan ini penulis

mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata

sempurna dan tentunya terdapat banyak kekurangan ataupun kesalahan baik dari segi isi, tata

bahasa, maupun cara penulisan yang dikarenakan keterbatasan kemampuan dari penulis.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan

penyempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan laporan asuhan keperawatan ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang

berguna bagi perkembangan ilmu pendidikan terutama dibidang keperawatan.

Palembang, Juni 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu : masa anak, masa dewasa, dan

masa tua(Mubarak et al., 2012). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan

hidup (AHH)(Mubarak et al., 2012, p. 137). Keberhasilan pembangunan yang dicapai

suatu bangsa terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup

(UHH)(Dewi, 2014). Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk di

Indonesia meningkatkan UHH di Indonesia. Indonesia termasuk ke dalam negara

yang akan memasuki era penduduk menua (aging population), karena jumlah

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0% pada 2016(Cicih,

2019).

Populasi lansia di Indonesia diprediksi akan meningkat lebih tinggi daripada

populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050 (Dewi, 2014, p. 3).

Fenomena peningkatan jumlah penduduk lansia tidak hanya dialami Indonesia, tetapi

juga negara lain di dunia(Muhith & Siyoto, 2016). Pada usia lanjut dapat

menimbulkan masalah kesehatan karena terjadinya kemunduran fungsi tubuh apabila

tidak dilakukan upaya pelayanan kesehatan denganbaik(Kholifah, 2016, p. 1). Sebagai

gambaran, hasil Supas 2015 menunjukkan berbagai kesulitan yang dialami oleh

penduduk lansia di Indonesia(Cicih, 2019). Salah satu kesulitan yang dialami lansia

yaitu kesulitan fungsional. Kesulitan fungsional parah memerlukan ketersediaan

perawat atau pendamping lansia untuk membantu mereka melaksanakan kegiatan

sehari-hari, terlebih lagi lansia sudah tidak mampu untuk mengurus diri sendiri,
seperti bangun dari tempat tidur, mandi, makan, berpakaian dan lain-lain(Cicih,

2019).

Dengan ketidakmampuan lansia untuk mengurus diri sendiri, ditambah dengan

penurunan fungsi tubuh dapat mengakibatkan kulit tidak sehat dan mengalami

penurunan kelembaban dan elastisitas. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti(

2017) menyatakan bahwa masalah klinis tersering pada populasi usia lanjut adalah

xerosis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidajat et al., (2017)

bahwa xerotis kutis termasuk dalam lima kategori penyakit kulit terbanyak pada

geriatri dengan persentas 27,8%.

Kulit kering (xerotik) merupakan kondisi dimana lapisan atas kulit mengalami

kekurangan kelembapan(Black & Hawks, 2014, p. 795). Eksim xerotix dapat timbul

sebagai kulit yang eritematosa,bersisik maupun pecah-pecah secara halus dan dapat

menyebabkan iritasi kemudian kulit menjadi gatal bahkan bisa menyebabkan

kerusakan kulit jika digaruk kencang(Black & Hawks, 2014). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yusharyahya et al., (2017), menyatakan bahwa

63,78% pasien geriatri mengalami pruritus akibat xerotis cutis. Hasil penelitian ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez et al., (2015) tentang

prevalensi dan karakteristik pruritus pada populasi geriatri hispanik di Meksiko

didapatkan xerosis cutis 69% pasien dari 302 pasien pruritus dan pada 18% pasien

geriatri tanpa pruritus.

Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk xerotis yaitu perawatan kaki,

yang meliputi perendaman, balutan basah(dikompres). Perawatan kaki merupakan

tindakan untuk mengidentifikasi dan merawat kaki untuk keperluan relaksasi.

Kebersihan, dan kesehatan kulit(Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI), 2018).

Pernyataan ini sejalan dengan Black & Hawks, (2014, p. 795) bahwa manajemen
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kondisi xerotik yaitu hidrasi dan

melembabkan kulit ditambah dengan menghindari faktor iritan.

B. Tujuan

1. Tujuan khusus

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

integumen eksim xerotik.

2. Tujuan umum

2.1.Untuk mengetahui konsep teori lansia

2.2.Untuk mengetahui konsep teori eksim xerotik

2.3.Untuk mengetahui asuhan keperawatan secara teori pada lansia dengan eksim

xerotik

C. Manfaat

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Dapat dijadikan referensi dan ilmu mengenai terapi mandiri atau

nonfarmakologis yang mampu dilakukan untuk lansia dengan gangguan eksim

xerotik.

b. Bagi Lansia

Dapat membantu lansia mengatasi permasalahan kesehatan yang dialami

sehingga diharapkan lansia dapat sehat dan sejahtera dimasa tua.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia

1. Pengertian lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas(Kholifah,

2016). Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia(Dewi, 2014, p. 4). Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan

proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, yang

merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam dan luar tubuh(Kholifah, 2016, p. 3).

2. Batasan lansia

a. Departmen Kesehatan RI dalam (Mubarak et al., 2012) membagi lansia

sebagai berikut :

1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas

2. Kelompok usia lanjut (55-64tahun) sebagai presenium

3. Kelompok usia lanjut (kurang dari 65)sebagai senium

b. WHO (1999) dalam (Mubarak et al., 2012) usia lanjut dibagi menjadi empat

kriteria, yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

2. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun

3. Usia tua (old) 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun

c. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 1965 :

“Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang

bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya

mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima

nafkah dari orang lain”

3. Karakteristik lansia

Lansia memiliki tiga karakteristik, yaitu (Dewi, 2014, p. 4):

1. Berusia lebih dari 60 tahun


2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dimulai dari rentang sehat hingga

sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Tipe lansia

Bermacam-macam tipe lansia yang ditemukan, beberapa yang menonjol

diantaranya, Nugroho (2000) dalam Dewi( 2014):

1. Tipe arif bijaksana

Lansia pada tipe ini biasanya kaya akan hikmah pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, rendah

hati, sederhana, bersikap ramah, dermawan serta hingga memenuhi undangan

dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Lansia dengan tipe mandiri kini senang mengganti kegiatan yang

hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan

teman pergaulan serta memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Lansia dengan tipe yang tidak puas selalu mengalami konflik lahir

batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan,

kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang

disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani

dan pengkritik.

4. Tipe pasrah
Lansia dengan tipe pasrah selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, serta melakukan berbagai jenis

pekerjaan.

5. Tipe bingung

Lansia dengan tipe bingung merupakan lansia yang sering kaget,

kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif

serta acuh tak acuh.

5. Teori Proses Penuaan

Ada teori-teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, yaitu(Mubarak et

al., 2012):

a. Teori biologis

Pada tahun 1003, Mary Ann Christ et al menyatakan bahwa penuaan

merupakan proses berangsur-angsur yang mengakibatkan perubahan kumulatif

dan mengakibatkan perubahan yang berakhir dengan kematian.

b. Teori kejiwaan sosial

Ada beberapa teori yang mendukung teori kejiwaan sosial ini, yaitu :

1. Aktivitas atau kegiatan

2. Teori kepribadian berlanjut

3. Teori pembebasan

c. Teori psikologi

Teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah satu

teori yang ada. Teori perkembangan yang diungkapkan oleh Hanghurst (1972)

adalah bahwa setiap individu harus memperhatikan tugas perkembangan yang

spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia

dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan
yang akan memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan

yang spesifik ini bergantung pada maturasi fisik, pengharapan kultural,

masyarakat, nilai aspirasi individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua

meliputi : penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan,

penerimaan masa pensiun dan penurunan pendapatan, respons penerimaan

adanya kematian pasangan atau orang-orang yang berarti bagi dirinya,

mempertahankan hubungan dengan kelompok yang seusia,adopsi dan adaptasi

dengan peran sosial secara fleksibel, serta mempertahankan kehidupan secara

memuaskan.

d. Teori kesalahan genetik

Menurut dr. Afgel bahwa proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan

sel genetik DNA dimana sel genetik memperbanyak diri (ada yang

memperbanyak diri sebelum pembelahan sel), sehingga mengakibatkan

kesalahan-kesalahan yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan sel

berikutnya, sehingga mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel mengalami

kematian orang akan tampak menjadi tua.

e. Teori rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang terjadi secara berulang dapat mengakibatkan kemampuan

sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga

mengakibatkan adanya kelainan pada sel karena dianggap sebagai sel yang

asing yang menghancurkan kekebalan tubuh, ini dikenal dengan autoimun.

f. Teori penuaan akibat metabolisme

Teori penuaan akibat dari metaboisme menjelaskan bagaimana cara proses

menua itu terjadi.


1. Datang dengan sendirinya, yang merupakan “karunia” yang tidak bisa

ditolak maupun dihindari

2. Usaha dalam memperlambat awet tua

3. WHO (1982) usia lanjut yang berguna, bahagia dan sejahtera

B. Konsep Lansia dengan Covid 19

COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang

baru ditemukan. Virus dan penyakit baru ini tidak diketahui sebelum wabah yang

terjadi di Wuhan, Cina, pada Desember 2019. COVID-19 sekarang menjadi pandemi

yang menyerang banyak negara secara global(WHO, 2020). Orang dapat

terinfeksi COVID-19 dari orang lain yang memiliki virus. Penyakit ini menyebar

terutama dari orang ke orang melalui tetesan dari hidung atau mulut(droplets), yang

dikeluarkan ketika orang dengan COVID-19 batuk, bersin, atau berbicara. Orang

dapat terinfeksi dengan menyentuh benda atau permukaan ini, kemudian menyentuh

mata, hidung atau mulut mereka (WHO, 2020).

Gejala COVID-19 yang paling umum terjadi adalah demam, batuk kering, dan

kelelahan, beberapa pasien mungkin akan mengalami sakit dan nyeri, hidung

tersumbat, sakit tenggorokan atau diare(WHO, 2020). Gejala-gejala pada Covid ini

biasanya dimulai dari gejala ringan dan mulai secara bertahap (WHO, 2020).

Data dari WHO (2020) dalam Sutrisno (2020) menunjukkan sekitar 22%

kematian yang terjadi akibat corona adalah lansia yang berumur diatas 80 tahun.

Sejalan dengan proses menua, setiap sistem tubuh mengalami perubahan(Dewi,

2014). Orang yang lebih tua, dan yang memiliki masalah medis seperti tekanan darah

tinggi, masalah jantung dan paru-paru, diabetes, atau kanker, berisiko lebih tinggi

terkena penyakit serius(WHO, 2020). Hal itu dikarenakan sistem imunitas pada

lansia tidak mampu bekerja sekuat saat muda sehingga komplikasi yang timbul akibat
Covid-19 akan lebih parah bila lansia sudah memiliki riwayat penyakit

sebelumnya(Sutrisno, 2020).

C. Konsep Penyakit

1. Konsep Teori

1.1.Pengertian

Kulit kering (xerotik) merupakan kondisi dimana lapisan atas kulit

mengalami kekurangan kelembapan(Black & Hawks, 2014, p. 795). Pada

umumnya eksim xerotik ditemukan pada populasi lansia dan timbul tidak

merata dan dapat melibatkan permukaan kulit apapun(Black & Hawks, 2014,

p. 795).

1.2. Etiologi

Penyebab terjadinya xerotis yaitu(Black & Hawks, 2014, p. 795):

a. Hilangnya jumlah air pada kulit

b. Faktor lingkungan: udara dingin atau kering pada musim dingin

c. Penggunaan pembersih kulit yang dapat membuat kering (sabun,

desinfektan, pelarut)

d. Jarang menggunakan pelembab

1.3.Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang ada pada kondisi xerotik yaitu(Black & Hawks,

2014, p. 795):

a. Erimatosa

b. Bersisik

c. Pecah-pecah secara halus

d. Pada kondisi berat, kulit terasa kencang, gatal, dan nyeri.


1.4.Patofisiologi

Kulit merupakan lini pertama pertahanan tubuh dengan fungsi

mempertahankan suhu tubuh, mencegah kehilangan air, dan memberikan

sensasi sentuh, suhu, dan nyeri(Black & Hawks, 2014, p. 776). kulit

membentuk barier yang mencegah kehilangan air dan elektrolit berlebihan dari

lingkungan internal. Kulit yang utuh mencegah kekeringan dari jaringan

subkutan. Pada usia lanjut usia, fungsi tubuh sudah mulai menurun, salah

satunya adalah kulit. Kulit lanjut usia merefleksikan pengaruh kumulatif dari

lingkungan, penurunan sirkulasi,dan penurunan fungsi dari berbagai struktur

kulit , dan menyebabkan stratum korneum menipis sehingga kulit lebih cepat

bereaksi terhadap perubahan minor dalam kelembaban, suhu dan iritan lain.

Stratum korneum merupakan sel yang terbentuk dari kertain yang berfungsi

untuk menyerap air dan melindungi lapisan kulit yang lebih dalam.

Kehilangan air dapat menyebabkan kulit menjadi kasar dan fisura

xerotik dan semakin menonjol dengan penggunaan pembersih kulit yang

membuat kering seperti sabun, desinfektan dan pelarut dan juga pada kondisi

jarang menggunakan pelembab. Faktor lain yang yang dapat memicu

menurunkan kelembaban yaitu seperti udara dingin atau kering pada musim.

Kondisi berkurangnya kelembaban dapat meningkatkan kondisi kehilangan air

pada stratum korneum sehingga dapat menyebabkan kulit kering(xerotis).

Eksim xerotix dapat timbul sebagai kulit yang eritematosa,bersisik maupun

pecah-pecah secara halus dan timbulnya tidak merata. Dengan kondisi yang

seperti ini dapat menyebabkan iritasi kemudian kulit menjadi gatal bahkan

bisa menyebabkan kerusakan kulit jika digaruk kencang(Black & Hawks,

2014).
1.5.Penatalaksanaan

Manajemen penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kondisi

xerotik yaitu hidrasi dan melembabkan kulit ditambah dengan menghindari

faktor iritan(Black & Hawks, 2014, p. 795). Klien dengan kasus xerotik harus

diajarkan mengenai perawatan kulit sehari-hari yang benar untuk menangani

kondisinya. Salah satunya yaitu perawatan kaki. Perawatan kaki merupakan

tindakan untuk mengidentifikasi dan merawat kaki untuk keperluan relaksasi.

Kebersihan, dan kesehatan kulit(Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI),

2018). Yang dapat dilakukan pada perawatan kaki yaitu :

1.5.1. Perendaman

Perendaman memiliki tujuan untuk melembabkan sehingga

membuat epidermis yang kering menjadi lembut, yang membantu

pengangkatan krusta. Pengangkatan debris sel kulit, mendorong

kesembuhan dan memperbaiki absorbsi medikasi topikal. Risiko

infeksi dikurangi dengan pengangkatan jaringan nekrotik dan krusta

yang oklusif. Penyejukan juga didapatkan dari evaporasi air bertahap

dan memiliki efek anti-inflamasi, sehingga melegakan gatal (pruritus).

Perendaman dapat dilakukan dengan merendam area yang terkena atau

mandi berendam selama 15 hingga 20 menit dalam air hangat.

Setelah berendam, klien harus menghilangkan air yang berlebih

dengan menepuk-nepuk kulit dengan lembut menggunakan handuk

yang lembut. Lalu mereka harus langsung mengaplikasikan substansi

topikal yang direkomendasikan. Aplikasi langsung substansi ini pada

kulit yang masih lembab adalah hal yang paling penting, karena jika

barier oklusif ini tidak tersedia dalam 3 hingga 5 menit, evaporasi


mulai terjadi. Untuk melembabkan dan memerangkap air, gunakan

oklusif seperti petrolatum putih (Vaseline) atau petrolatum dengan

minyak mineral dan alkohol lilin wol (salep Aquaphor)(Black &

Hawks, 2014, p. 796).

1.5.2. Balutan basah

Balutan basah digunakan segera setelah berendam dan oklusi

dapat mengoptimalkan terapi hidrasi dan topikal; hal ini juga

mendorong pendinginan kulit. Balutan basah dan oklusi dapat

diaplikasikan dalam berbagai cara dan jangan dianggap sebagai

perban basah hingga kering yang digunakan untuk debridemen. Lokasi

dan keparahan lesi sering kali menentukan pilihan. Kompress seluruh

badan dapat dilakukan dengan memakai piyama basah atau pakaian

dalam panjang basah diikuti piyama kering atau pakaian olahraga

kering atau terbuat dari plastik. Tangan dan kaki dapat ditutupi dengan

kaos kaki basah atau sarung tangan katun basah diikuti kaos kaki

kering. Ekstremitas atau badan dapat ditutupi dengan kasa gulung

basah (misal Kerlix) dan ditutupi dengan perban elastis atau potongan

kaos kaki, basah diikuti kering. Wajah dapat dibungkus dengan dua

lapis kasa Kerlix basah, diikuti dua lapis kasa Kerlix kering yang

ditahan menggunakan jala elastis atau perban berbentuk tubuler

lainnya; dibuat lubang untuk mata, hidung dan mulut. Jika perban

menjadi kering, harus dibasahi kembali sebelum diangkat karena

debridemen menggunakan metode basah hingga kering menyebabkan

kerusaakan jaringan dan nyeri. Debridemen yang lembut umumnya


tetap terjadi jika perban diangkat saat masih lembab(Black & Hawks,

2014, p. 796)

Kedua intervensi itu sesuai dengan intervensi dari SIKI dengan

perawatan kaki, yaitu :

1.Identifikasi perawatan kaki yang biasa dilakukan

2. Periksa adanya iriasi, retak, lesi, kapalan, kelainan bentuk atau

edema

3.Monitor tingkat kelembaban kaki

4. Keringkan sela-sela jari kaki

5. Berikan pelembab kaki sesuai kebutuhan

6. Bersihkan dan atau potong kuku jika perlu

2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1.Pengkajian

a. Wawancara riwayat kesehatan

1. Kesehatan masa lalu

2. Pandangan lansia tentang kesehatannya

3. Kegiatan yang mampu dilakukan lansia

4. Kebiasaan lansia merawat diri sendiri

5. Kebiasaan makan, minum, istirahat atau tidur, BAB atau BAK

6. Kebiasaan menggerakkan badan/olahraga

7. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan

8. Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan minum

obat

b. Pemeriksaan fisik

Pada sistem integumen, yang dilakukan yaitu :


1. Amati kulit lansia

2. Adakah jaringan parut

3. Keadaan rambut

4. Kuku

5. Kebersihan lansia secara umum

6. Gangguan-gangguan lain yang umum pada kulit

(Mubarak et al., 2012)

2.2. Analisa data

DATA
ETIOLOGI MASALAH
SUBJEKTIF OBJEKTIF
-Pasien mengatakan -Kulit kaki pasien Faktor risiko suhu Risiko gangguan
kakinya kering, tampak kering lingkungan yang integritas kulit
gatal dan pecah- -Kulit kaki pasien ekstrim, bahan
pecah tampak pecah- kimia iritatif,
pecah dan seperti kelembaban, proses
bersisik penuaan
-Pasien tampak
sesekali menggaruk
kakinya
-Jari kuku kaki
tampak panjang
Pasien mengatakan -Pasien tampak Gangguan stimulus Gangguan rasa
kakinya terasa gatal sesekali menggaruk lingkungan nyaman
kakinya
-Kulit kaki pasien
tampak kering dan
pecah-pecah

Pasien mengatakan -Kulit kaki pasien Faktor resiko Risiko Infeksi


kakinya kering dan tampak kering kerusakan
gatal -Kulit kaki pasien integritas kulit
tampak pecah-
pecah dan seperti
bersisik
-Pasien tampak
sesekali menggaruk
kakinya
-Jari kuku kaki
tampak panjang

2.3.Diagnosa

No Diagnosis Keperawatan
1 Risiko gangguan integritas kulit dengan faktor risiko suhu lingkungan yang
ekstrim, bahan kimia iritatif, kelembaban, proses penuaan
DS : Pasien mengatakan kakinya kering, gatal dan pecah-pecah
DO : -Kulit kaki pasien tampak kering
-Kulit kaki pasien tampak pecah-pecah dan seperti bersisik
-Pasien tampak sesekali menggaruk kakinya
-Jari kuku kaki tampak panjang
2 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan stimulus lingkungan
DS : Pasien mengatakan kakinya terasa gatal
DO : -Pasien tampak sesekali menggaruk kakinya
-Kulit kaki pasien tampak kering dan pecah-pecah
3 Risiko infeksi dengan Faktor resiko kerusakan integritas kulit
DS : Pasien mengatakan kakinya kering dan gatal
DO : -Kulit kaki pasien tampak kering
-Kulit kaki pasien tampak pecah-pecah dan seperti bersisik
-Pasien tampak sesekali menggaruk kakinya
-Jari kuku kaki tampak panjang

2.4.Intervensi

No Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI


1 Risiko gangguan Integritas Kulit dan Perawatan Kaki
integritas kulit dengan Jaringan 1.Identifikasi perawatan kaki
faktor risiko suhu Setelah dilakukan yang biasa dilakukan
lingkungan yang tindakan keperawatan 2. Periksa adanya iriasi,
ekstrim, bahan kimia diharapkan gangguan retak, lesi, kapalan, kelainan
iritatif, kelembaban, integritas kuit bentuk atau edema
proses penuaan membaik dengan 3.Monitor tingkat
DS : Pasien mengatakan kriteria hasil : kelembaban kaki
kakinya kering, gatal 1.Hidrasi dari 3 4. Keringkan sela-sela jari
dan pecah-pecah (sedang) menjadi 5 kaki
DO : -Kulit kaki pasien (meningkat) 5. Berikan pelembab kaki
tampak kering 2.Tekstur dari sesuai kebutuhan
-Kulit kaki pasien 2(sedang) menjadi 5 6. Bersihkan dan atau potong
tampak pecah-pecah (membaik) kuku jika perlu
dan seperti bersisik
-Pasien tampak sesekali
menggaruk kakinya
-Jari kuku kaki tampak
panjang
2 Gangguan rasa nyaman Status Kenyamanan Kompres dingin
berhubungan dengan Setelah dilakukan 1.Identifikasi kondisi kulit
gangguan stimulus tindakan keperawatan yang akan dilakukan
lingkungan diharapkan gangguan kompres dingin
DS : Pasien mengatakan rasa nyaman membaik 2. Pilih metode kompres
kakinya terasa gatal dengan kriteria hasil : yang nyaman dan mudah
DO : -Pasien tampak 1.Keluhan tidak didapat
sesekali menggaruk nyaman ditingkatkan 3. Pilih lokasi kompres
kakinya ke skala 5(menurun) 4. Balut alat kompres dengan
-Kulit kaki pasien 2.Gatal dari 3(sedang) kain pelindung
tampak kering dan ditingkatan ke 5. Lakukan kompres dingin
pecah-pecah 5(menurun) pada daerah yang cedera
3 Risiko infeksi dengan Integritas Kulit dan Pencegahan Infeksi
Faktor resiko kerusakan Jaringan 1.Monitor tanda dan gejala
integritas kulit Setelah dilakukan infeksi lokal dan sistemik
DS : Pasien mengatakan tindakan keperawatan 2. Cuci tangan sebelum dan
kakinya kering dan diharapkan gangguan sesudah kontak dengan
gatal integritas kuit pasien dan lingkungan
DO : -Kulit kaki pasien membaik dengan pasien
tampak kering kriteria hasil : 3. Anjurkan meningkatkan
-Kulit kaki pasien 1.Hidrasi dari 3 asupan nutrisi
tampak pecah-pecah (sedang) menjadi 5 4. Anjurkan meningkatkan
dan seperti bersisik (meningkat) asupan cairan
-Pasien tampak sesekali 2.Tekstur dari 5. Jelaskan tanda dan gejala
menggaruk kakinya 2(sedang) menjadi 5 infeksi
-Jari kuku kaki tampak (membaik):
panjang
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI), 2017, 2018, 2019)

2.5.Implementasi

Implementasi merupakan suatu bentuk dari tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana yang telah disusun, yang dalam

pelaksanaannya meliputi respon klien selama dan sesudah tindakan, serta

menilai data baru(Budiono, 2016). Pada asuhan keperawatan ini yaitu

perawatan kaki akan dilakukan dengan cara direkam menggunakan

handphone.
2.6.Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap perbandingan yang sistematis dan terencana

mengenai kesehatan klien yang bertujuan untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan yang telah disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan(Budiono, 2016).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua

bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang mengakibatkan perubahan,

dengan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari

dalam dan luar tubuh. Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu kulit

yang kehilangan kelembaban, ditambah lagi dengan faktor eskternal seperti suhu

lingkungan dan zat iritatif yang bisa membuat kulit menjadi kering.

B. Saran

1. Bagi pendidikan keperawatan

Asuhan keperawatan yang dilakukan dapat memberikan informasi terkait teori

mengenai kasus maupun askepnya pada sistem integumen sehingga dapat

dijadikan referensi guna pengembangan ilmu keperawatan dalam melakukan

tindakan.

2. Bagi lansia

Lansia diharapkan mampu menerapkan dan meningkatkan kualitas hidupnya

dengan mencoba melakukan tindakan secara mandiri agar lebih sehat dan

terciptnya masa tua yang sejahtera.


Daftar Pustaka

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Elsevier.


Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika.
Cicih, L. H. M. (2019). Info Demografi. Universitas Indonesia.
Damayanti. (2017). Penuaan Kulit dan Perawatan Kulit Dasar pada Usia Lanjut. FK
Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 29(1).
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Deepublish.
Hidajat, D., Hapsari, Y., & Hendrawan, I. W. (2017). Karakteristik Penyakit Kulit pada
Geriatri di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode
2012-2014. Jurnal Kedokteran Unram 2017, 6(2301–5977).
Kholifah, S. N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Keperawatan Gerontik.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Santoso, B. A. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas
Konsep dan Aplikasi. Salemba Medika.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI). (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI). (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI). (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Rodriguez, R. V., Mollanazar, N. K., Muro, J. G., Nattkemper, L., Alvarez, B. T., Esqueda, F.
J. L., Chan, Y.-H., & Yosipovitch, G. (2015). Itch Prevalence and Characteristik in
Hispanic Geriatric Population : A Comprehensive Study Using a Standardized Itch
Questionnaire. Journal Compilation, 95.
Sutrisno, E. (2020, May). Cara Melindungi Lansia dari Virus Corona. Portal Informasi
Indonesia.
WHO. (2020). No Title. https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
Yusharyahya, S. N., Legiawati, L., Sularsito, S. A., & Setyorini, N. D. (2017). Profil Pasien
Pruritus di Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Geriatri RSCM Jakarta
Tahun 2008-2013. Media Dermato-Venereologica Indonesiana, 44(ISSN 0216-0773).

Anda mungkin juga menyukai