Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“KANKER SERVIKS IIIB+CYSTOMA OVARII+ANEMIA+HIPOALBUMINEMIA”


Ruang 9 Ginecology RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Untuk memenuhi tugas profesi departemen maternitas

Disusun Oleh :
FITRIA ISMA WATI
NIM.190070301110033
KELOMPOK 1B

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CA SERVIKS
1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan
mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada
serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-
55 tahun.Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke Rahim (arjoso, 2009).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Kanker Serviks


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma
(HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat
menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak
yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan
tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker
- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35,
39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82.HPV tipe 16 paling sering dijumpai
dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52
6
dan 58. Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering
menyebabkan kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum
matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi
hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia
tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan
bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu,
adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan
karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan
kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan
kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.(Setiawan,2002&American Cancer Society, 2012).
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampai saat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
(Setiawan,2002&American Cancer Society, 2012).
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal
ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan
dengan masalah tersebut. (Setiawan,2002; American Cancer Society, 2012;
Martaadisoebrata,1981).
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi
pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda
selain istri juga merupakan factor resiko yang lain. (Setiawan,2002&American
Cancer Society, 2012).

3. Klasifikasi kanker serviks


a. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa
sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
b. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana
basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
Ia uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman
Ib occ invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum
tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata
Ib sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
II menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
IIa bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul.
IIb Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
III Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke
parametrium sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
IV daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada
IVa gangguan faal ginjal.

Ivb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging


(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)

- Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum
sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

4. Patofisiologi kanker serviks (terlampir)

5. Manifestasi Klinis kanker serviks


Menurut Dalimartha (2004), Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada
stadium dini. Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan
postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid.
Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik
berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang
berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-
gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau
sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian
sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah
ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara
teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker
serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki
sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)Rekomendasi skrining
Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear
Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah
hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, spermisida
foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes
Pap smear
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21
tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan
liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama
kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan
ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi.
Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi
diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,
harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),
selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis
definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang
pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya
2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

b. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan
asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga
medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi
perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat
dibaca sebagai normal atau abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
(Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-
60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA
karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium
IB-IIA).
c. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array
HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan
HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe
HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24
genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk
mendeteksi 37 genotipe HPV.
d. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap
lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung
kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette,
1999).
7. Penatalaksanaan Kanker Serviks
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi)
(Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata
laksana kanker serviks antara lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1
yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis
dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks
derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.
Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi
tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

2. Terapi NIS dengan destruksi lokal


Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang
mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa
yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-
kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai
akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan
vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi
elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;
dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat
menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada
umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan
dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya
terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen
dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan
patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

3. Terapi NIS dengan eksisi


Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik
yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher


rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini
dilakukanuntuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di
kemudian hari
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien jugaharus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,ginjal dan hepar. Ada 2
histerektomi :

1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks


2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

e. Terapi Kanker Serviks Invasif


1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks sertamematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadiumII B, III, IV
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengantujuannya yaitu
tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratifialah mematikan sel
kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya danatau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetapmempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitarseperti rektum, vesika urinaria, usus
halus, ureter. Radioterapi dengandosiskuratif hanya akan diberikan pada stadium
I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif
yangdiberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu
:
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama
itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa
kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit
dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan
hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk
menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi
juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui
infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatanadjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif
untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis
tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide
Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara
pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus.
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama
terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks
stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah
disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ
lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan
dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan
sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat
kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel
darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah
biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah
sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan,
ruam, dan bercak merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah
lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas
hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol
sakit (pain control). Manajemen Nyeri KankerBerdasarkan kekuatan obat anti
nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol.
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil

8. Pencegahan
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker,
maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom
(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga
kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan
kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi
rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat,
bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan
kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus
HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa
ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya
terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua
organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan
tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif
terhadap infeksi virus HPV.
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies
yang tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10
tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun
(rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai
usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin
dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak
0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-
negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual. Salah satu faktor yang
menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18 tahun.
b. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker serviks dapat
ditularkan dengan mudah.
c. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan papsmear
secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
d. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan kurangnya
pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker seviks.
e. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran diri, emosional.
f. Perineum; keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim yang mulai
mengalami metastase.
g. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan abnor
malita pada organ - organ daerah panggul.
h. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf -syaraf
disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat pada daerah
tersebut.
i. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapatmemicu sel
kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orangdengan gemar berganti - ganti
pasangan dengan mengesampingkan efeknegatifnya kemungkinan besar dapat timbul
gejala - gejala tersebutsehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
j. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantarasiklus haid
adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.

k. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dankematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyerihilang atau berkurang.
Kriteria :
 Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
 Ekspresi wajah rileks.
 Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skalanyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mualmuntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisidipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya proteindan tetap sesuai diit (
Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam(
darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasientidak terjadi penyebaran infeksi
dan dapat menjaga diridari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasienkeluarga, pasien ke
pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
d. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasienmampu mempertahankan
aktifitas seksual pada tingkatyang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitasdapat diungkapkan
dengan bentuk perhatian yang diberikanseseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasienmengenai seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik-konflikyang muculberikan
suasana yang terbuka dalam diskusi mengenaimasalah seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yangpenting bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
Arjoso S, Peran Yayasan Kanker Indonesia dalam penanggulangan kanker serviks, YKI,
2009
Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol 2.
Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker. Jakarta : Penebar Swadaya.
Darwinian. A. 2006. Gangguan Kesehatan Pada Setiap Periode Kehidupan Wanita. Smart
living.Edisi ke – 3.Jakarta.Jakarta.
Depkes RI. Profil Kualitas Hidup Wanita Indonesia, Jakarta 2007.
Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.
Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi.Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
Mangan Y. 2003. Cara Bijak Menaklukan Kanker. Depok : PT Agromedia Pustaka.
Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : “Elstar Offset”. 1981; 127 –
140.
Mega Antara, Suwi Yoga, Suastika (2008) Ekspresi p53 pada Kanker Serviks Terinfeksi
Human Papilloma Virus tipe 16 dan 18: Studi Cross Sectional_Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar.
Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi kedua.
Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal of Medicine.
361;19 : 1899-1901http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
Rasjidi I, Sulistiyanto H. 2007.Vaksin Human Papilloma Virus dan Eradikasi KankerMulut
Rahim.Jakarta : Sagung Seto.
Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002. Hal 1051.
Setyorini E, Faktor-faktor Risiko yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks diRS.Dr.
Moewardi Surakarta, Tesis Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS Tahun 2009.
Sjamsuddin S, Pencegahan dan deteksi Dini Kanker Serviks, Cermin Dunia Kedokteran, No.
133, 2001
Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian Pacific
Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
Suharto O. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Ibu Dengan Partisipasi Ibu
Wiknjosastro, Ginekologi Onkologi , edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2008.
Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.

Anda mungkin juga menyukai