KEPERAWATAN JIWA
Disusun oleh :
Kelompok 5
Dosen Pembimbing :
Agus Suryaman, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Seorang laki-laki berusia 18 tahun, masuk ke RSJ tanggal 23 Okt 2020 dengan
diagnosis medis skizofrenia paranoid. Klien dibawa ke rumah sakit karena
mengamuk di rumah, meresahkan keluarga karena hanya mengurung diri didalam
kamar, berperilaku aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri. Klien mengalami
gejala berperilaku aneh sejak 1 tahun yang lalu setelah klien gagal diterima masuk
ke Universitas Negeri impian klien. Keluarga klien mencoba membawa klien
berobat secara tradisional namun tidak ada perubahan. Saat dilakukan pengkajian
tanggal 26 Oktober 2018 klien tampak melamun, sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama, mulut berkomat kamit dengan suara yang pelan, tubuh
tampak membungkuk, pakaian tidak rapi, celana miring, rambut panjang dan tidak
rapi, gigi kotor, kuku panjang dan kotor, kontak mata kurang. klien tidak mampu
berinteraksi dalam waktu yang lama, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa
tertarik pada kegiatan sosial, klien tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, dan cenderung menghindari pembicaraan dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa sebab. TTV: TD : 120/80 nadi 82x/menit, suhu 36C,
RR 20x/menit.
Klien belum pernah masuk rumah sakit jiwa pada masa lalu Klien mempunyai
riwayat melakukan kekerasan fisik yaitu dengan merusak kaca dikamarnya dan
mengamuk tanpa sebab yang jelas. Riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa tidak ada, namun klien ketika ditanya pengalaman tidak
menyenangkan klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya dan diejek culun.
Ketika ditanya apakah klien merasa puas dirinya sebagai laki-laki klien menjawab
puas. Klien berperan sebagai anak ketika di rumah. Klien merasa gagal sebagai
anak dan siswa karena tidak mampu masuk ke universitas yang diimpikan dan
diharapkan orang tuanya. Ketika ditanya harapan klien menjawab ingin sembuh
dan cepat pulang. Keluarga klien mengatakan klien merupakan anak yang pintar
dan berprestasi selama sekolah, klien juga memang dari dulu mempunyai sifat
pemalu dan memang lebih suka tinggal di rumah saja, namun masih mau
berinteraksi dengan teman-teman dan keluarganya yang lain. Sejak gagal masuk
ke universitas tersebutlah klien mulai menjadi sangat pendiam, hanya mengurung
diri dikamar, sama sekali tidak mau bertemu temannya dan tidak mau keluar
rumah.
2. DS :
a. klien dahulu suka dibuli teman dan di ejek culun( Ayu M)
b. Klien menjawab ingin sembuh dan cepat pulang (Rexy)
B. Tahap II (Merumuskan dan mendefinisikan Permasalahan)
1. Intervensi apa yang harus dilakukan pada pasien dalam kasus tersebut?
(Ayu Marliani)
2. Apakah diagnose yang tepat pada kasus tersebut ? (Jonandi Herwanto)
3. Apakah faktor Presipitasi pada kasus tersebut ? (Indri Ramadanti)
4. Apakah faktor Predisposisi pada kasus tersebut ? (Tara Puteri)
5. Apa saja penatalaksanaan pada kasus tersebut ? (Mutia)
6. Apak ada edukasi yang bisa diberikan kepada klien pada kasus tersebut.
Jika ada tolong jelaskan? (Rexy Septadiansyah)
7. Apa implementasi yang dapat diberikan pada kasus tersebut ?
(Supriyanto)
8. Apa penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus tersebut ? (Ayu
Febrianty)
9. Setelah klien di nyatakan sembuh setelah di terapi, apakah penyakit
tersebut bisa muncul kembali. Dan tindaka apa yang dapat diberika pada
klien yang mengalami gangguan kejiawan berulang kali?
Apakah terapinya tetap sama atau tidak tolong di jelaskan? (Kurnia Ulfa)
C. Step III (Brainstorming & pernyataan Sementara / Hipotesis)
1. Intervensi apa yang harus dilakukan pada pasien dalam kasus tersebut?
(Ayu Marliani)
Jawab : Intervensi yang dapat dilakukan yaitu menerapkan Strategi
pelaksanaan(SP) isolasi sosial (Ulfa)
Referensi:
Referensi :
DI KOMUNITAS.
https://images.app.goo.gl/BK1icmH6MnA4sY4b6
Referensi :
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/articl
e/download/276/173
Referensi :
8. Apa penatalaksanaan
Rexy : Menurut Videbeck (2019) terapi medis
nonfarmakologi pada
utama untuk skizofrenia ialah psikofarmakologi.
kasus tersebut ? (Ayu
Antipsikotik yang neuroleptik, diprogramkan
Febrianty)
terutama karena keefektifannya dalam
mengurangi gejala psikotik. Obat-obatan ini
tidak menyembuhkan skizofrenia, tetapi
digunakan untuk mengatasi gejala penyakit
tersebut. Antipsikotik tipikal mengatsi tanda-
tannda positif skizofrenia, seperti waham,
halusinasi, gangguan pikir, gejala psikotik
lainnya, tetapi tidak memiliki efek yang tampak
pada tanda-tanda negatif. Antipsikotik tipikaal
tidak hanya mengurangi tanda-tanda negatif
tetapi untuk banyak pasien, obat-obatan ini juga
mengurangi tanda-tanda negatif seperti tidak
memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri
dari masyarakat (Littrel & Littrel, 2016 dalam
Videbeck, 2019).
Sumber :
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang individi
mengalami bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan oarang lain
disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kespian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan dengan orang lain (Klliat, 2006).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009).
Isolasi sosial merupakan gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya keperibadian yang tidak flaksibel yang menimbulkan
perilaku maldaftif menganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes, 2000).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
d. Faktor Sosial-Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
c. Stressor Intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagi pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain
2) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan memicu persepsi yang menyimpang dan
berakibat terjadinya isolasi sosial pada individu tersebut.
d. Stressor Fisik
Seseorang dengan kekurangan fisik dapat memicu terjadinya
isolaso sosial dikarenakan individu menarik diri terhadap
lingkungan sekitar (Sutejo, 2018).
D. Akibat
E. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien di tinjau dari reaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon
adaptif dengan maladaptif.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan kien sebagai usaha mengatasi ansietas yang
dialami akibat dari kesepian yang nyata hingga mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting
(memisah) dan isolasi.
1. Proyeksi: keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2. Splitting: kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya
dalam menilai baik dan buruk.
3. Isolasi: perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan.
G. Pohon Masalah
H. Asuhan keperawatan
1. Data pengkajian
a. Indentitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada
masa pubertas.
b. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa menyendiri (menghindar dari
orang lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri
dikamar, menolak berinteraksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari-hari, pasif.
c. Faktor predissposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitanya dengan factor etiologi
yaitu keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan
kelemahan ego.
d. Psikososial
1) Genogram Orang tua penderita skizofrenia, salah satu
kemungkinan anaknya 7- 16% skizofrenia, bila keduanya
menderita 40-68%, saudara tiri 16 kemungkinan 0,9-1,8%,
saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
2) Konsep diri Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi
yang mengenai pasien akan mempengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan sosial. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan
pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri.
4) Spiritual Aktivitas spiritual menurun seiring dengan
kemunduran kemauan.
e. Status mental
1) Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tidak bergairah, rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, reseliting tidak terkunci, baju tidak
diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran kemauan
pasien.
2) Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
3) Aktivitas motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri.
4) Emosi.
Emosi dangkal.
5) Afek.
Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
7) Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir.
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
9) Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah
terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
10) Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu
dan orang.
11) Kemampuan penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan
tidak jelas atau tidak tepat.
f. Kebutuhan sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan
keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran
kemauan. Minat untuk 18 memenuhi kebutuhan sendiri sangat
menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan
istirahat tidur.
I. Diagnosa
J. Analisis data
No DATA MASALAH
DO:
- Klien tampak melamun,
- Sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu
berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu
berkonsentrasi
- Kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial
- Klien tidak mampu memulai
pembicaraan
- Menjawab pertanyaan
seadanya, dan cenderung
menghindari pembicaraan
dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa
sebab
- Afek tumpul
K. Pohon masalah
RM No. :551xxx
No Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
memulai pembicaraan
- Menjawab pertanyaan 4. Klien dapat Setelah 2x interaksi klien 4. Ajarkan pasien cara berkenalan,
seadanya, dan melakukan dapat melakukan hubungan anjurkan kegiatan latihan
hubungan sosial sosial secara bertahap berkenalan berbicara saat
cenderung
secara bertahap melakukan hubungan sosial
menghindari
pembicaraan dengan
cara pergi
meninggalkan 5. Klien dapat
mempraktekkan 5. Evaluasi kegiatan latihan
perawat tanpa sebab Setelah 2x interaksi klien berkenalan, dan berbicara saat
cara berkenalan dapat berkenalan dan melakukan kegiatan harian
- Afek tumpul berbicara saat berbicara saat melakukan sosialisasi, ajarkan kegiatan
melakukan kegiatan interaksi harian.
harian sosialisasi
RM No. : 21220021
Tanggal/ Implementasi
Diagnosa Evaluasi
Waktu Tindakan Keperawatan
A:
Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
BHSP belum Ada
P:
Intervensi dilanjutkan
Perawat:
- Membangun BHSP
Klien:
- Identifikasi Penyebab dari menarik diri
A:
- Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
- BHSP mulai terjalin
P: Intervensi dilanjutkan
Perawat:
- Membangun BHSP
- Mengajarkan klien cara berkenalan
Klien:
- Melaksanakan kegiatan yaitu latihan
berkenalan
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2018. Modul Laboratorium Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing