Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUTORIAL

KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Tara Puteri Rizkiyah (2122.0067)


2. Indri Ramadanti (2122.0026)
3. Kurnia Ulfa (2122.0030)
4. Mutia (2122.0042)
5. Ayu Marliani (2122.0009)
6. Ayu Febrianti (2122.0008)
7. Jonandi Herwanto (2122.0029)
8. Supriyanto (2122.0066)
9. Rexy Septadiansyah (2122.0055)

Dosen Pembimbing :
Agus Suryaman, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
SKENARIO KASUS

Seorang laki-laki berusia 18 tahun, masuk ke RSJ tanggal 23 Okt 2020 dengan
diagnosis medis skizofrenia paranoid. Klien dibawa ke rumah sakit karena
mengamuk di rumah, meresahkan keluarga karena hanya mengurung diri didalam
kamar, berperilaku aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri. Klien mengalami
gejala berperilaku aneh sejak 1 tahun yang lalu setelah klien gagal diterima masuk
ke Universitas Negeri impian klien. Keluarga klien mencoba membawa klien
berobat secara tradisional namun tidak ada perubahan. Saat dilakukan pengkajian
tanggal 26 Oktober 2018 klien tampak melamun, sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama, mulut berkomat kamit dengan suara yang pelan, tubuh
tampak membungkuk, pakaian tidak rapi, celana miring, rambut panjang dan tidak
rapi, gigi kotor, kuku panjang dan kotor, kontak mata kurang. klien tidak mampu
berinteraksi dalam waktu yang lama, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa
tertarik pada kegiatan sosial, klien tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, dan cenderung menghindari pembicaraan dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa sebab. TTV: TD : 120/80 nadi 82x/menit, suhu 36C,
RR 20x/menit.

Klien belum pernah masuk rumah sakit jiwa pada masa lalu Klien mempunyai
riwayat melakukan kekerasan fisik yaitu dengan merusak kaca dikamarnya dan
mengamuk tanpa sebab yang jelas. Riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa tidak ada, namun klien ketika ditanya pengalaman tidak
menyenangkan klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya dan diejek culun.
Ketika ditanya apakah klien merasa puas dirinya sebagai laki-laki klien menjawab
puas. Klien berperan sebagai anak ketika di rumah. Klien merasa gagal sebagai
anak dan siswa karena tidak mampu masuk ke universitas yang diimpikan dan
diharapkan orang tuanya. Ketika ditanya harapan klien menjawab ingin sembuh
dan cepat pulang. Keluarga klien mengatakan klien merupakan anak yang pintar
dan berprestasi selama sekolah, klien juga memang dari dulu mempunyai sifat
pemalu dan memang lebih suka tinggal di rumah saja, namun masih mau
berinteraksi dengan teman-teman dan keluarganya yang lain. Sejak gagal masuk
ke universitas tersebutlah klien mulai menjadi sangat pendiam, hanya mengurung
diri dikamar, sama sekali tidak mau bertemu temannya dan tidak mau keluar
rumah.

A. Step I (Menentukan DO dan DS)


1. DO :
a. Melamun, mulut komat kamit, tubuh membungkuk , pakain tidaj rapi,
celana miring, rambut panjang, gigi kotor, kuku panjang, kontak mata
kurang, tidak mampu interaksi.(Tara)
b. Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak mampu masuk
ke universitas yang di impikan dan di harapkan orang tua nya
(Supriyanto)
c. Ttv td: 120/80 nadi : 82x/menit suhu 36c rr 20x/menit (Jonandi)
d. Klien tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik pada
kegiatan sosial, tidak mampu memulai pembicaraan (Mutia)

2. DS :
a. klien dahulu suka dibuli teman dan di ejek culun( Ayu M)
b. Klien menjawab ingin sembuh dan cepat pulang (Rexy)
B. Tahap II (Merumuskan dan mendefinisikan Permasalahan)
1. Intervensi apa yang harus dilakukan pada pasien dalam kasus tersebut?
(Ayu Marliani)
2. Apakah diagnose yang tepat pada kasus tersebut ? (Jonandi Herwanto)
3. Apakah faktor Presipitasi pada kasus tersebut ? (Indri Ramadanti)
4. Apakah faktor Predisposisi pada kasus tersebut ? (Tara Puteri)
5. Apa saja penatalaksanaan pada kasus tersebut ? (Mutia)
6. Apak ada edukasi yang bisa diberikan kepada klien pada kasus tersebut.
Jika ada tolong jelaskan? (Rexy Septadiansyah)
7. Apa implementasi yang dapat diberikan pada kasus tersebut ?
(Supriyanto)
8. Apa penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus tersebut ? (Ayu
Febrianty)
9. Setelah klien di nyatakan sembuh setelah di terapi, apakah penyakit
tersebut bisa muncul kembali. Dan tindaka apa yang dapat diberika pada
klien yang mengalami gangguan kejiawan berulang kali?
Apakah terapinya tetap sama atau tidak tolong di jelaskan? (Kurnia Ulfa)
C. Step III (Brainstorming & pernyataan Sementara / Hipotesis)
1. Intervensi apa yang harus dilakukan pada pasien dalam kasus tersebut?
(Ayu Marliani)
Jawab : Intervensi yang dapat dilakukan yaitu menerapkan Strategi
pelaksanaan(SP) isolasi sosial (Ulfa)

2. Apakah diagnose yang tepat pada kasus tersebut ? (Jonandi Herwanto)


Jawab : Isolasi Sosial (Mutia)

3. Apakah faktor Presipitasi pada kasus tersebut ? (Indri Ramadanti)


Jawab :
4. Apa faktor predisposisi pada kasus tersebut ? (Tara Puteri Rizkiyah)
Jawab :
5. Apa saja penatalaksanaan pada kasus tersebut ? (Mutia)
Jawab :
6. Apakah ada edukasi yang bisa diberikan kepada klien pada kasus
tersebut. Jika ada tolong jelaskan? (Rexy Septadiansyah)
Jawab : Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan mengenai
pasien pengelolohan faktor resiko pebyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam upaya peningkatan status kesehatan mencegah
timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit.(Jonandi
Herwanto)
7. Apa implementasi yang dapat diberikan pada kasus tersebut ?
(Supriyanto)
Jawab : Implementasi yang paling utama membina hubungan saling
percaya,kemudian melakukan sp 1-4 isos (ayu febryanti)
8. Apa penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus tersebut ? (Ayu
Febrianty)
Jawab :

9. Setelah klien di nyatakan sembuh setelah di terapi, apakah penyakit


tersebut bisa muncul kembali. Dan tindaka apa yang dapat diberika pada
klien yang mengalami gangguan kejiawan berulang kali?
Apakah terapinya tetap sama atau tidak tolong di jelaskan? (Kurnia Ulfa)
Jawab : Bisa, tindakan psikoterapi untukmengatasi kesehatan mental,
psikoterapi merupakan salah satu langkah penanganan yang paling
sering dilakukan untuk menangani gangguan emosional atau masalah
psikologi yang dirasakan oleh pasien, selain itu juga dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah prilaku seperti tatrum dan prilaku adiksi atau
ketergantungan terhadap hal tertentu, misalnya: narkoba, alkohol,
berjudi, hinggapornografi. Melalui psikoterapi psikolog atau psikiater
akan membimbing dan melatih pasien untuk belajar mengenali
kondisi, perasaan dan pikiran yang menyebabkan keluhan serta
membantu pasien untuk membentuk perilaku yang positif terhadap
masalah yang di hadapi. Dengan demikian, pasien di harapkan akan
lebih mampu mengendalikan diri dan merespons situasi yang sulit
dengan baik (Supriyanto)

D. Step IV (Pohon Masalah)

E. Step V (LO) / Merumuskan Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa/i Mengetahui Tijauan Teoritis mengenai ISOS
2. Mahasiswa/i Mengetahui Asuhan Keperawatan pada kasus
F. Step VI (Mengumpulkan Informasi Tambahan : Belajar Mandiri)
N PERTANYAAN JAWABAN
O.

1. Intervensi apa yang Kurnia Ulfa : intervensi yang dapat dilakukan


harus dilakukan pada yaitu menerapkan Strategi pelaksanaan(SP) isolasi
pasien dalam kasus sosial yaitu latihan keterampilanbersosialita. SP
tersebut? (Ayu isolasi itu di bagi menjadi 5 bagain yaitu:
Marliani)
1) mengidentifikasi masalah dan penyebab
isos, mengetahui keuntungan dan kerugian
tidak punya teman
2) latihan berkenalan
3) latihan berinteraksi dengan orang lain
sambil melakukan kegiatan harian (2
kegiatan)
4) Sp 4 berinteraksi dg org lain sambil
kegiatan harian (lebih dri 2 kegiatan)
5) Sp 5 bersosialisasi dg orang lain lebih dri
5orang

Referensi : Sutejo. 2018. Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press

2. Apakah diagnose yang Mutia : Isolasi Sosial


tepat pada kasus
Tanda & gejala isolasi sosial pada kasus:
tersebut ? (Jonandi
Herwanto) DO:

 Tidak merawat diri dan tidak


memperhatikan kebersihan diri
 Kontak mata kurang
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Kehilangan rasa tertarik pada kegiatan
sosial
 Tidak mampu memulai pembicaraan
 Menjawab pertanyaan seadanya
 Menghindari pembicaraan dengan cara
meninggalkan perawat tanpa sebab
DS:

 Klien mengatakan merasa gagal sebagai


anak dan siswa karena tidak mampu
masuk ke Universitas yang diimpikan
dan diharapkan orangtuanya.
 Keluarga mengatakan klien mengurung
diri di kamar
 Keluarga mengatakan klien tidak mau
bertemu temannya
 Keluarga mengatakan klien tidak mau
keluar rumah

Referensi:

Fadly, Muhammad. , & Giur Hargiana. 2018.


Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada
Klien Isolasi Sosial Pasca Pasung. Faletehan
Health Journal, 5 (2) 90-98.

S. N. Ade Herma Direja. 2011. Asuhan


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

3. Apakah faktor Tara : Stressor presipitasi isolasi sosial dari faktor


Presipitasi pada kasus psikologis diantaranya adalah intelegensia,
tersebut ? (Indri keterampilan verbal, moral, kepribadian dan
kontrol diri, pengalaman yang tidak
Ramadanti) menyenangkan serta kurangnya motivasi
menimbulkan terjadinya isolasi sosial.

Seperti yang terjadi pada kasus salah satu


pengalaman yang tidak menyenagkan pada klien
adalah klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya
dan diejek culun.

Referensi : Muliani, Nuria. 2017. Penerapan


terapi keterampilan sosial dan cognitive behavior
therapy pada klien isolasi sosial dan halusinasi.
Vol. 6

4. Apakah faktor Faktor predisposisi klien isolasi sosial baik


predisposisi pada kasus dengan diagnosa skizofrenia maupun RM paling
tersebut ? (Tara Puteri banyak ditemukan oleh karena faktor genetik dan
Rizkiyah) tidak pernah menjalani perawatan sejak sakit,
lama sakit umumnya sejak 10-20 tahun yang lalu.
Faktor predisposisi psikologis klien baik dengan
diagnosa skizofrenia maupaun dengan RM
umumnya memilki intelegensi yang rendah,
memilki kepribadian tertutup, pola asuh yang
kurang optimal, memilki riwayat pengalaman
yang tidak menyenangkan dan mengalami
kegagalan. Faktor predisposisi sosial yang
ditemukan pada klien isolasi sosial dengan
diagnosa skizofrenia yaitu tidak bekerja,
sedangkan pada klien RM yaitu putus sekolah

Adapun dikasus faktor prediaposisinya yaitu klien


tampak melamun, sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama, mulut berkomat kamit
dengan suara yang pelan, tubuh tampak
membungkuk, pakaian tidak rapi, celana miring,
rambut panjang dan tidak rapi, gigi kotor, kuku
panjang dan kotor, kontak mata kurang. klien
tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang
lama, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan
rasa tertarik pada kegiatan sosial, klien tidak
mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, dan cenderung menghindari
pembicaraan dengan cara pergi meninggalkan
perawat tanpa sebab

Referensi :

Keliat, B.A., dkk. (2015). TINDAKAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA
DAN KADER

KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA


KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

DI KOMUNITAS.
https://images.app.goo.gl/BK1icmH6MnA4sY4b6

5. Apa saja Ayu marliani : Menurut jurnal yang saya baca


penatalaksanaan pada yang berjudul “terapi keperawatan dalam
kasus tersebut ? mengatasi masalah interaksi sosial pada pasien
(Mutia) skizofrenia” penatalaksaan yang sering dilakukan
pada pasien skizfornia atauisolasi sosial : menaik
diri penanganan pertama yang sering dilakukan
drumah sakit dapat dilakukan teapi keperawatan
yaitu dibagi menjadi terapi generalis, spesialis dan
terapi komplementer terapi generalis merupakah
terapi strategi pelaksaan sesuai dengan masalah
keperaeatan yg ditemukan pada pasien skizfrenia.
Terapi spesialis merupakan bentuk terapi
modifikasi dari teapi generalis contoh dari terapi
spesialis yaitu terapi kognitif terapi kepribadian
skills training , cognitive behavioural social –
social skill training (CB, SST) terapi keperawatan
komplementer merupakan terapi anternatif terapi
ini terdiri dari hipnoterapi, terapi holistik dan
terapi psikoedukasi.

Referensi :

https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/articl
e/download/276/173

6. Apakah ada edukasi Jonandi : Ada dengan meningkatkan pengetahuan


yang bisa diberikan tentang kesehatan mengenai pasien pengelolahan
kepada klien pada faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih
kasus tersebut. Jika ada dan sehat dalam upaya peningktan status
tolong jelaskan? (Rexy kesehatan mencegah timbulnya kembali penyakit
Septadiansyah) dan memulihkan penyakit

Referensi :

Edukasi keluarga: edukasi keluarga terhadap


kemampuan keluarga dalam merawat
pasie,memberi pemahaman atau informasi
kepada keluarga pasien ( muhamad amin 2019)

7. Apa implementasi yang Ayu Febriyanti : Implementasi yang dilakukan


dapat diberikan pada yaitu : Isolasi Sosial dengan cara :
kasus tersebut ?
Sp I membina hubungan saling percaya antara
(Supriyanto)
perawat dan klien, mengidentifikasikan penyebab
Isolasi Sosial Pasien, mendiskusikan dengan klien
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan,

Sp II yaitu memberikan kesempatan pada klien


untuk mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang, menganjurkan klien memasukkan
kegiatan kedalam jadwal harian.

Sp III yaitu memberikan kesempatan pada klien


untuk memperaktekkan cara berkenalan dengan
dua orang atau lebih, memasukkan kegiatan yang
dilakukan kedalam jadwal kegiatan harian

Referensi :Suteja 2017 buku keperawatan jiwa,


Pustaka Baru pres.

8. Apa penatalaksanaan
Rexy : Menurut Videbeck (2019) terapi medis
nonfarmakologi pada
utama untuk skizofrenia ialah psikofarmakologi.
kasus tersebut ? (Ayu
Antipsikotik yang neuroleptik, diprogramkan
Febrianty)
terutama karena keefektifannya dalam
mengurangi gejala psikotik. Obat-obatan ini
tidak menyembuhkan skizofrenia, tetapi
digunakan untuk mengatasi gejala penyakit
tersebut. Antipsikotik tipikal mengatsi tanda-
tannda positif skizofrenia, seperti waham,
halusinasi, gangguan pikir, gejala psikotik
lainnya, tetapi tidak memiliki efek yang tampak
pada tanda-tanda negatif. Antipsikotik tipikaal
tidak hanya mengurangi tanda-tanda negatif
tetapi untuk banyak pasien, obat-obatan ini juga
mengurangi tanda-tanda negatif seperti tidak
memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri
dari masyarakat (Littrel & Littrel, 2016 dalam
Videbeck, 2019).

Referensi : Kurniasari, dkk. 2019. Terapi


Keperawatn Salam Mengatasi Masalah
Interaksi Sosial Pada Pasien Skizofrenia,Vol 2
(1) : 41-46.
https://jurnal.ppnijateng.org/index.php/jikj/articl
e/view/276. Indonesia Jawa Tengah
9. Setelah klien di Supriyanto : Bisa, karena efek jangka panjang
nyatakan sembuh terapi.
setelah di terapi,
- Terapi keperawatan terapi komplementer.
apakah penyakit
Penelitian yang sedang dikembangkan pada
tersebut bisa muncul
terapi ini yaitu terapi mindfulness. Penelitian
kembali. Dan tindaka
ini untuk mengukur pengaruh mindfulness
apa yang dapat diberika
terhadap gejala positif dan negatif skizofrenia
pada klien yang
dalam hal ini adalah depresi serta efek jangka
mengalami gangguan
panjangterapi. Interaksi sosial yang aktif pada
kejiawan berulang kali?
pasien skizofrenia dapat menimbulkan bentuk
(Kurnia Ulfa)
kerjasama antar pasien dalam sebuah kegiatan/
permainan. Pasien kizofrenia yang dapat
bekerjasama dengan baik antar pasien maupun
perawat, merupakan indicator keberhasilan
dalam proses keperawatan.
- Interaksi sosial yang aktif pada pasien
skizofrenia dapat menimbulkan bentuk
kerjasama antar pasien dalam sebuah kegiatan/
permainan. Pasien kizofrenia yang dapat
bekerjasama dengan baik antar pasien maupun
perawat, merupakan indicator keberhasilan
dalam proses keperawatan.
- Terapi spesialis yang sering dilakukan saat ini
salah satunya berupa social skills therapy
(SST). SST merupakan proses belajar untuk
meningkatkan kemampuan social seseorang
dengan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dapat diterima dengan baik secara sosial.
- terapi keperawatan modifikasi atau terapi
spesialis. Salah satu terapi spesialis yang
sering dilakukan saat ini pada pasien
skizofrenia yaitu terapi social skills training
(SST).
- terapi keperawatan generalis berupa interaksi
kelompok pada pasien skizofrenia
membandingkan tentang sensitifitas/ kepekaan
sosial dan kerjasama antar pasien.Setelah
dilakukan terapi selama 20x, hasil yang
didapatkan yaitu pasien dapat menyesuaikan
perilaku mereka dalam interaksi kelompok
tersebut serta melakukan sapaan dan sharing
antar pasien .

Sumber :

Hawari (2014).Skizofrenia Pendekatan Holistik


(BPSS) Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Edisi Ketiga.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Unive rsitasIndonesia.

G. Step VII (Mengklarifikasi)


- Konsep teori ISOS
- Askep ISOS

KONSEP TEORI

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang individi
mengalami bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan oarang lain
disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kespian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan dengan orang lain (Klliat, 2006).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009). 
Isolasi sosial merupakan gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya keperibadian yang tidak flaksibel yang menimbulkan
perilaku maldaftif menganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes, 2000).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
d. Faktor Sosial-Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
c. Stressor Intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagi pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain
2) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan memicu persepsi yang menyimpang dan
berakibat terjadinya isolasi sosial pada individu tersebut.
d. Stressor Fisik
Seseorang dengan kekurangan fisik dapat memicu terjadinya
isolaso sosial dikarenakan individu menarik diri terhadap
lingkungan sekitar (Sutejo, 2018).

C. Tanda Dan Gejala


1. Gejala subjektif
a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2. Gejala objektif
a) Klien banyak diem dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri dikamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang dekat
e) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f) Kontak mata kurang
g) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
h) Ekspresi wajah yang kurang berseri
i) Tidsk merawat diri dan tidak meperhatikan kebersihan diri
j) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
k) Aktivitas menurun
l) Rendah diri
m) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur)

D. Akibat

Klien dengan isolasi sosial dapat berakibat terjadinya resiko


perubahan persepsi sensori persepsi halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.

E. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien di tinjau dari reaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon
adaptif dengan maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonimi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan ketergantungan Narsisme
Saling ketergantungan

Gambar 1. Rentang Respon Sosial


(Sumber: Stuart, 2013)

F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan kien sebagai usaha mengatasi ansietas yang
dialami akibat dari kesepian yang nyata hingga mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting
(memisah) dan isolasi.
1. Proyeksi: keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2. Splitting: kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya
dalam menilai baik dan buruk.
3. Isolasi: perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan.
G. Pohon Masalah

H. Asuhan keperawatan
1. Data pengkajian
a. Indentitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada
masa pubertas.
b. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa menyendiri (menghindar dari
orang lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri
dikamar, menolak berinteraksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari-hari, pasif.
c. Faktor predissposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitanya dengan factor etiologi
yaitu keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan
kelemahan ego.
d. Psikososial
1) Genogram Orang tua penderita skizofrenia, salah satu
kemungkinan anaknya 7- 16% skizofrenia, bila keduanya
menderita 40-68%, saudara tiri 16 kemungkinan 0,9-1,8%,
saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
2) Konsep diri Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi
yang mengenai pasien akan mempengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan sosial. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan
pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri.
4) Spiritual Aktivitas spiritual menurun seiring dengan
kemunduran kemauan.
e. Status mental
1) Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tidak bergairah, rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, reseliting tidak terkunci, baju tidak
diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran kemauan
pasien.
2) Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
3) Aktivitas motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri.
4) Emosi.
Emosi dangkal.
5) Afek.
Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
7) Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir.
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
9) Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah
terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
10) Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu
dan orang.
11) Kemampuan penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan
tidak jelas atau tidak tepat.
f. Kebutuhan sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan
keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran
kemauan. Minat untuk 18 memenuhi kebutuhan sendiri sangat
menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan
istirahat tidur.
I. Diagnosa

J. Analisis data

No DATA MASALAH

1. DS: Harga diri rendah


- Klien merasa gagal sebagai
anak dan siswa karena tidak
mampu masuk ke
universitas yang diimpikan
dan diharapkan orang tuanya
DO :

- klien tampak melamun,


sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama,
mulut berkomat kamit
dengan suara yang pelan,
tubuh tampak membungkuk

2. DS: - keluarga pasien mengatakan klien ISOLASI SOSIAL


mengurung diri didalam kamar
- keleuarga pasien mengatakan
sejak tidak lulus universitas
yang diimpikan klien jadi angat
pendiam, hanya mengurung diri
dikamar, sama sekali tidak mau
bertemu temannya dan tidak
mau keluar rumah.

DO:
- Klien tampak melamun,
- Sering menatap ke satu arah
dalam waktu yang lama
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu
berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu
berkonsentrasi
- Kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial
- Klien tidak mampu memulai
pembicaraan
- Menjawab pertanyaan
seadanya, dan cenderung
menghindari pembicaraan
dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa
sebab
- Afek tumpul

3. DS : Defisit perawatan diri


DO :
- Pakaian tidak rapi
- Celana miring
- Rambut panjang dan tidak
rapi
- Gigi kotor
- Kuku panjang dan kotor
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu
berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu
berkonsentrasi

K. Pohon masalah

Defisit perawatan diri (Effect)

Isolasi sosial (Problem)

Harga diri rendah, (Cause)


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Klien : Tn. M DX Medis : Skizofrenia paranoid

RM No. :551xxx

No Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

1. Isolasi Sosial TUM:

DS: Klien mampu


bersosialisasi dengan
- keluarga pasien orang dan lingkungan
mengatakan klien sekitar
mengurung diri
didalam kamar
- keleuarga pasien
mengatakan sejak TUK:
tidak lulus universitas 1. Klien dapat
Setelah 1 kali interaksi, 1. Bina hubungan saling percaya
yang diimpikan klien membina hubungan klien menunjukkan eskpresi dengan meng-gunakan prinsip
jadi angat pendiam, saling percaya wajah bersahabat, menun- komunikasi terapeutik :
hanya mengurung dengan perawat. jukkan rasa senang, ada
diri dikamar, sama kontak mata, mau berjabat  Sapa klien dengan ramah
sekali tidak mau tangan, mau menyebutkan baik verbal maupun non
bertemu temannya nama, mau menjawab verbal.
 Perkenalkan diri dengan
dan tidak mau keluar salam, klien mau duduk
sopan.
rumah. berdampingan dengan  Tanyakan nama lengkap
perawat, mau mengutarakan dan nama panggilan yang
DO: masalah yang dihadapi. disukai klien.
- Klien tampak  Jelaskan tujuan pertemuan.
 Jujur dan menepati janji.
melamun,  Tunjukan sikap empati dan
- Sering menatap ke menerima klien apa adanya.
 Beri perhatian dan
satu arah dalam waktu perhatikan kebutuhan dasar
yang lama klien.

- Kontak mata kurang Setelah 2x interaksi klien


2. Klien mampu
- Klien tidak mampu dapat menyebutkan 2. Diskusi dengan pasien tentang
menyebutkan
keuntungan punya teman dan
berinteraksi dalam keuntungan punya keuntungan berteman dan
bercakap-cakap
teman dan bercakap- bercakap-cakap
waktu yang lama
cakap
- Tidak mampu
berkonsentrasi
- Kehilangan rasa 3. Klien mampu
menyebutkan Setelah 2x interaksi klien
tertarik pada kegiatan 3. Diskusi dengan pasien kerugian
kerugian tidak dapat menyebutkan
tidak punya teman dan bercakap-
sosial punya teman dan kerugian tidak punya teman cakap
- Klien tidak mampu bercakap-cakap dan bercakap-cakap

memulai pembicaraan
- Menjawab pertanyaan 4. Klien dapat Setelah 2x interaksi klien 4. Ajarkan pasien cara berkenalan,
seadanya, dan melakukan dapat melakukan hubungan anjurkan kegiatan latihan
hubungan sosial sosial secara bertahap berkenalan berbicara saat
cenderung
secara bertahap melakukan hubungan sosial
menghindari
pembicaraan dengan
cara pergi
meninggalkan 5. Klien dapat
mempraktekkan 5. Evaluasi kegiatan latihan
perawat tanpa sebab Setelah 2x interaksi klien berkenalan, dan berbicara saat
cara berkenalan dapat berkenalan dan melakukan kegiatan harian
- Afek tumpul berbicara saat berbicara saat melakukan sosialisasi, ajarkan kegiatan
melakukan kegiatan interaksi harian.
harian sosialisasi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN


KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Klien : Tn. M DX Medis : Skizofrenia Residual

RM No. : 21220021

Tanggal/ Implementasi
Diagnosa Evaluasi
Waktu Tindakan Keperawatan

Isolasi Sosial 27 1. Membina Hubungan Saling Percaya S:


Oktober 2. Mendiskusikan penyebab klien tidak ingin
2020 berinteraksi dengan orang lain Klien hanya menjawab sedikit pertanyaan
3. Mendiskusikan keuntungan jika klien memiliki perawat sambil menunduk
teman
O:
4. Mendiskusikan kerugian jika klien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang Klien tampak gelisah
lain
5. Mendiskusikan dengan klien cara berkenalan Klien tidak bisa konsentrasi dan kontak mata
6. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kurang pada pasien
berkenalan

A:
Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
BHSP belum Ada

P:
Intervensi dilanjutkan
Perawat:
- Membangun BHSP
Klien:
- Identifikasi Penyebab dari menarik diri

Isolasi Sosial 28 1. Membina Hubungan Saling Percaya S:


Oktober 2. Mendiskusikan penyebab klien tidak ingin
2020 berinteraksi dengan orang lain - Klien mencoba menjawab pertanyaan dari
3. Mendiskusikan keuntungan jika klien memiliki perawat dengan terbata-bata
teman - Klien takut dan malu untuk berbicara pada
4. Mendiskusikan kerugian jika klien hanya orang baru
mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang - Klien mampu menyebutkan keuntungan dan
lain kerugian tidak memiliki teman
5. Mendiskusikan dengan klien cara berkenalan - Klien mengatakan mau belajar untuk
6. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan dengan orang lain
berkenalan
O:
- Klien tampak gelisah
- Kontak mata mulai terjalin

A:
- Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
- BHSP mulai terjalin

P: Intervensi dilanjutkan
Perawat:
- Membangun BHSP
- Mengajarkan klien cara berkenalan
Klien:
- Melaksanakan kegiatan yaitu latihan
berkenalan

DAFTAR PUSTAKA

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .


Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Dermawan, Deden. 2018. Modul Laboratorium Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Anda mungkin juga menyukai