Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Dengue Hemorrhagic Fever


1. Definisi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yaitu penyakit yang
ditimbulkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti, yang menyebabkan
demam tinggi secara tiba-tiba disertai perdarahan dan dapat
menyebabkan risiko syok serta kematian. Vektor utama dari penyakit
DHF yaitu lingkungan. Sehingga perlunya perhatian terhadap vektor
lingkungan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat
yang menjadi prioritas utama (Andriani, 2021).
Dengue hemorrhagic fever (DHF) yaitu penyakit yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes
Albopictus yang termasuk dalam Arthropod Borne Virus yang
menyerang anak dan orang dewasa dengan tanda dan gejala berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot atau sendi. (Wijayaningsih, 2017)
dalam (Rizqy, 2022).
2. Klasifikasi
Menurut Sodikin (2019) DHF diklasifikasikan menjadi 4 yakni :
a. Derajat I
Derajat I yakni ditandai adanya : demam, gejala klinik yang khas dan
tanda perdarahan dengan cara melakukan uji bendung (uji
tourniquet) yang hasilnya positif, trombositopenia serta
hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat II yakni ditandai sebagaimana derajat 1, beserta adanya
perdarahan spontan pada kulit / perdarahan lainnya.
c. Derajat III
Derajat III yakni adanya kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
nadi cepat dan lambat, tekanan darah menurun (20 mmHg) atau

8
9

hipotensi, tampak sianosis pada mulut, kulit teraba dingin dan


lembab, serta anak terlihat cemas.
d. Derajat IV
Derajat IV yakni ditandai adanya kegagalan sirkulasi, syok berat,
nadi tidak dapat teraba serta tekanan darah tidak terukur.
3. Etiologi
Menurut Frida (2019) Virus dengue adalah virus yang
menyebabkan terjadinya penyakit DHF. Virus dengue adalah virus
golongan B (Arthropod-Borne Virus). Proses penularan virus dengue
yaitu oleh gigitan nyamuk aedes aegypti atau nyamuk aedes albopictus
masuk kedalam tubuh kontak dengan penderita DHF yang terinfeksi
oleh virus saat menghisap tubuh manusia penderita DHF kemungkinan
terjadi virus akan bereaksi menularkan ke manusia yang sehat, cara
virus bereaksi ditentukan oleh seberapa baik sistem kekebalan tubuh
setiap orang mampu melawannya. Tubuh yang terinfeksi akan
menunjukkan manifestasi klinis resistensi alami dari dalam pada hari
ketiga hingga keempat belas setelah virus memasukinya. Manifestasi
klinis umum penderita DHF yaitu demam tinggi (38°C-40°C) disertai
menggigil, sakit kepala (pusing), dan pegal-pegal.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Renira (2019) terdapat beberapa manifestasi klinis DHF yaitu:
a. Gejala Klinis
1) Demam tinggi (38°C-40°C) disertai menggigil selama (3-8 hari)
kemudian turun secara cepat.
2) Tubuh terasa lemah, letih dan lesu.
3) Nafsu makan anak menurun.
4) Gangguan makan (anoreksia).
5) Vomitus (muntah).
6) Nyeri pada sendi dan otot.
7) Sakit kepala (pusing).
10

8) Manifestasi perdarahan seperti petekie, epistaksis, gusi berdarah,


melena, serta hematuria massif.
Selain tanda dan gejala klinis di atas, DHF juga mempengaruhi
kondisi psikologis anak yaitu stres psikologis berupa ansietas (Silva &
Wahyu, 2020).
b. Kriteria Pemeriksaan Laboratorium
1) Trombositopenia (100.000/µl atau kurang).
2) Hemokonsentrasi (terlihat adanya peningkatan hematokrit
3) > 20%).
Untuk mendiagnosa medis DHF cukup memenuhi 2 kriteria yaitu
trombositopenia dan peningkatan hematokrit karena adanya hepatomegali
pada dua kriteria pertama dapat menjadi tanda DHF sebelum terjadinya
plasma leakage. Efusi pleura yang terlihat dari gambar radiologis dapat
menjadi bukti objektif dari kebocoran plasma (Indriyani & Gustawan,
2020).
5. Patofisiologi
4 klasifikasi virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Virus nyamuk Aedes Aegypti menginfeksi dan berkembang biak di Sel
Langerhans, yaitu sel imun khusus yang terletak di lapisan kulit tempat
virus dengue menginfeksi. Sel Langerhans normalnya berfungsi untuk
mencegah penyebaran infeksi. Virus dengue masuk kedalam tubuh
manusia dan bersirkulasi bersama darah melalui pembuluh darah.
Namun, sel yang terinfeksi virus tersebut akan berpindah ke kelenjar
getah bening kemudian dan menginfeksi sel sehat lainnya. Virus
kemudian bereaksi dengan antibodi untuk mengaktifkan tubuh dan
melepaskan C3 dan C5. Penularan virus dengue menghasilkan antibodi
spesifik yang menetralisir partikel virus dengue. Pada saat sistem
kekebalan cadangan diaktifkan untuk membantu antibodi dan sel darah
putih melawan virus, respon imun termasuk sel T sitotoksik (limfosit)
yang mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi. Proses ini
menyebabkan berbagai gejala penyakit DHF seperti demam, nyeri, sakit
11

kepala mual, ruam dan lain-lain. Selain itu, munculnya bintik-bintik


merah pada tubuh merupakan reaksi netralisasi. Namun, jika netralisasi
gagal, virus dengue terus mengganggu fungsi pembekuan darah.
Apabila kondisi tersebut mengganggu lagi, maka akan timbul
kebocoran plasma darah memungkinkan cairan intraseluler menembus
ke dalam cairan ekstraseluler. Tanda-tanda kebocoran plasma adalah
jumlah trombosit yang rendah, tekanan darah rendah, hematokrit
meningkat.
Pada penderita DHF mengalami penurunan tekanan darah akibat
penurunan hemoglobin dalam tubuh, kehilangan plasma karena
kebocoran plasma. Plasma darah dalam pembuluh darah masuk ke
rongga perut dan paru-paru, keadaan fatal ini disebut DHF. Penderita
DHF yang tidak segera mendapatkan penanganan, akan mengalami
Dengue Shock Syndrome (DSS). Pada penderita mengalami suhu
menurun secara mendadak yang diakibatkan oleh gagalnya peredaran
darah. Peredaran darah di lambung akan menyebabkan penderita
mengalami sakit perut dan sakit ulu hati. Dengue Shock Syndrome
biasanya terjadi pada hari ke- 4 sampai 5. Setelah melewati masa kritis
dengan pengobatan yang tepat, penderita DHF biasanya mengalami
demam kembali. Namun, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Pada
umumnya penderita DHF saat mengalami kenaikan demam kembali,
trombosit juga perlahan naik. Cairan tubuh yang turun selama 2 fase
pertama perlahan akan mulai normal kembali (Frida, 2019) ;
Hadinegoro Keperawatan Medikal Bedah 1 (Kardiudina, 2019).
Penyakit DHF sering menyerang anak berusia <15 tahun. Pada
umumnya pasien anak belum kooperatif sehingga efisien yang
dilakukan untuk memenuhi rehidrasi yaitu hospitalisasi. Hospitalisasi
pada anak memunculkan reaksi psikologis berupa ansietas. (Wong,
2003 dalam Utami 2014 & Beta 2021).
12

6. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Gambar 2. 1 Pathway Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)


Sumber : (Erdin 2018) ; (Candra, 2019) ; (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018);
(Wong, 2003 dalam Utami 2014 & Beta 2021).
13

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2017) terdapat beberapa pemeriksaan
penunjang yaitu:
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin
hematokrit, trombosit. Peningkatan hematokrit pada penderita DHF
adalah indicator terjadinya perembesan plasma.
1) Pasien DHF mengalami Leukopenia pada hari kedua/ketiga.
2) Pasien DHF mengalami trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Melakukan pemeriksaan kimia darah meliputi : Hipoproteinemia,
hiperkloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah yang mungkin
meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemagglutination Inhibition Test)
Uji Serologi adalah tes darah yang dilakukan berdasarkan timbulnya
antibodi yakni, protein spesifik yang dibuat sebagai respon tubuh
pada penderita terhadap suatu infeksi. Test ini digunakan untuk
menentukan kadar antibodi / antigen berdasarkan manifestasi reaksi
antigen-antibodi.
Terdapat 3 kategori yaitu:
1) Reaksi primer adalah reaksi awal yang berpotensi menimbulkan
reaksi sekunder atau tersier. Visualisasi reaksi utama, yang tidak
terlihat dan terjadi sangat cepat, biasanya dilakukan dengan
fluoresen, radioaktif, atau penandaan antibodi atau antigen secara
enzimatik.
2) Reaksi sekunder adalah kelanjutan dari reaksi primer dengan
manifestasi yang terlihat secara in vitro seperti presipitasi,
flokulasi, serta aglutinasi.
3) Reaksi tersier adalah kelanjutan dari dari reaksi sekunder dengan
manifestasi klinis.
14

c. Uji Hambatan Hemaglutinasi


Salah satu uji yang digunakan untuk menghitung titer-titer virus
yang bisa mengaktivasi sel darah merah/ uji yang dilakukan untuk
mengukur campuran titer IgM dan IgG.
d. Uji Netralisasi
Uji netralisasi yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi
serologis virus dengue yang paling spesifik dan sensitif adalah
dengan menggunakan metode Plaque Reduction Neutralization Test
(PRNT). Plak adalah tempat di mana sel yang terinfeksi virus
memiliki batas yang jelas dan sel yang tidak terinfeksi di sekitarnya
terlihat.
e. Uji Elisa anti dengue
Uji ini memiliki sensitivitas yang sebanding atau bahkan lebih
sensitif daripada tes Hemagglutination Inhibition (HI). Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi antibodi IgM dan IgG dalam serum
penderita DHF.
f. Rontgen Thorax
Pemeriksaan foto thorax (pada penderita DHF derajat II-IV) terdapat
adanya efusi pleura.
g. Uji Antigen NS1
adalah pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis DD/DHF. Jenis sampel yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan antigen NS1 dengue adalah serum atau plasma
(Novriani, 2009). NS1 disekresikan oleh semua serotipe virus
dengue, termasuk serotipe 1, 2, 3 dan 4. Melalui deteksi antigen
NS1, diagnosis dapat ditegakkan pada fase akut infeksi primer dan
hari pertama hingga hari ketiga timbulnya infeksi sekunder. Oleh
karena itu diharapkan DBD dapat didiagnosis sedini mungkin
melalui deteksi antigen NS1. (Chen, 201 l; Aryati, 2009) dalam (Ni
Wayan & I Wayan, 2020).
15

8. Penatalaksanaan
Ada beberapa masalah keperawatan pada pasien DHF yaitu
umumnya demam tinggi disertai menggigil. Maka dasar
penatalaksanaan dari masalah tersebut dengan memberikan kompres
hangat untuk menurunkan demam. Selain itu, penderita DHF
mengalami hipovolemia yang disebabkan oleh demam dikarenakan
perpindahan cairan intravaskuler ke cairan ekstravaskuler, maka
penatalaksanaannya adalah rehidrasi seperti memperbanyak asupan
cairan (Jannah, 2019).
Penatalaksanaan DHF di antara lain, sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan DHF Tanpa Syok
Penatalaksanaan DHF menurut (WHO, 2016) yaitu:
Penatalaksanaan DHF disesuaikan berdasarkan klinis/derajat pada
penderita DHF. Derajat I-II menunjukan penderita DHF tanpa syok.
Sedangkan derajat III-IV menunjukkan penderita DHF disertai syok.
Penatalaksanaan penderita DHF di rumah sakit sebagai berikut:
1) Berikan memperbanyak asupan cairan oral seperti
memperbanyak minum air putih, jus buah, oralit, susu untuk
rehidrasi seperti: akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan
diare.
2) Berikan paracetamol jika anak demam. Jangan memberikan
asetosal / ibuprofen karena dapat memicu perdarahan.
3) Berikan cairan intravena sesuai dengan tingkat dehidrasi
a) Berikan cairan IV misalnya ringer laktat (RL), NaCL
b) Monitor tanda-tanda vital dan diuresis setiap jam, disertai
pemeriksaan laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin setiap 6 jam).
c) Jika nilai hematokrit turun dan ada tanda perbaikan klinis,
kurangi jumlah cairan secara bertahap sampai kondisi pasien
stabil. Cairan IV biasanya hanya bertahan waktu 24 hingga 48
16

jam setelah kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah


pemberian cairan.
d) Jika klinis memburuk, obati sesuai dengan manajemen syok
terkompensasi.
b. Penatalaksanaan DHF dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut (WHO, 2016) yaitu:
1) Perlakukan sebagai keadaan gawat darurat. Berikan oksigen nasal
2-4 liter/menit.
2) Berikan 20 larutan kristaloid ml/kg misalnya RL / asam asetat
segera mungkin.
3) Bila tidak ada perbaikan klinis, berikan cairan kristaloid 20
ml/KgBB segera mungkin hingga 30 menit / pertimbangkan
pemberian cairan koloid 20 ml/kgBB/jam hingga 30
ml/kgBB/jam.
4) Bila tidak terjadi perbaikan klinis pada terapi hematokrit dan
hemoglobin menurun, pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi : berikan transfusi darah.
5) Bila tidak ada perbaikan klinis (capillary refill dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi membaik), kurangi volume cairan
hingga 10 ml/kgBB dalam 2 sampai 4 jam dan secara bertahap,
diturunkan menjadi 4-6 jam sesuai hasil pemeriksaan
laboratorium.
6) Pada kebanyakan kasus, cairan IV bisa diberikan sesudah 36
sampai 46 jam. Perhatikan bahwa ada kasus kematian akibat
pemberian cairan yang berlebihan ketimbang yang terlalu sedikit.
17

9. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi bagi penderita DHF menurut (Jannah,
2019) antara lain :
a. Dehidrasi sedang-berat.
b. Intake nutrisi kurang dari kebutuhan.
c. Kejang, yang disebabkan karena terjadinya demam tinggi secara
terus menerus.
d. Perdarahan masif.
e. Dengue Syok Sindrom (DSS) sering terjadi pada anak-anak usia ≤
10 tahun.
Manifestasi klinis syok yaitu : penurunan tekanan darah 80 mm Hg
atau kurang, penurunan denyut nadi 20 mm Hg atau kurang, sianosis
pada bibir, kulit dingin dan basah pada jari, hidung, telinga, dan kaki,
lembah, dan oliguria. atau anuria (Pangaribuan, 2017).
Selain itu, komplikasi pemberian terlalu banyak cairan dapat
menyebabkan hiperglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
hipoglikemia, berkurangnya garam, dan kadar kalsium yang rendah.
(Pangaribuan, 2017).

B. Konsep Dasar Ansietas


1. Definisi
Ansietas adalah suatu perasaan dan keadaan tidak nyaman,
ketidakpastian, takut akan kenyataan / rasa teranam yang dirasakan dari
sumber yang nyata tetapi tidak diketahui sumber dan masalahnya.
Ansietas merupakan emosi subjektif yang dialami seseorang, terutama
dalam pengalaman baru termasuk pada pasien anak yang menjalani
hospitalisasi (Marbabun et al, 2019).
Ansietas yaitu kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu
terhadap objek yang samar dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).
18

2. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) penyebab dari ansietas
sebagai berikut:
a. Krisis situasional
b. Kebutuhan tidak terpenuhi
c. Krisis maturasional
d. Ancaman terhadap konsep diri
e. Ancaman terhadap kematian
f. Kekhawatiran mengalami kegagalan
g. Disfungsi sistem keluarga
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Faktor keturunan (temperamen, mudah teragitasi sejak lahir)
j. Penyalahgunaan zat
k. Terpapar bahaya lingkungan (misalnya toksin, polutan, dan lain-lain)
l. Kurang terpapar informasi.
3. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala ansietas menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018)
sebagai berikut:
Tabel 2. 1
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan 2. Tampak tegang
akibat dari kondisi yang 3. Sulit tidur
dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Tabel 2. 2
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh pusing 1. Frekuensi nafas meningkat
2. Anoreksia 2. Frekuensi nadi meningkat
3. Palpitasi 3. Tekanan darah meningkat
4. Merasa tidak berdaya 4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
19

7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
4. Kondisi Klinis Terkait
a. Penyakit kronis progresif (misalnya kanker, penyakit autoimun)
b. Penyakit akut
c. Hospitalisasi
d. Rencana operasi
e. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
f. Penyakit neurologis
g. Tahap tumbuh kembang (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).
5. Tingkat Ansietas
Menurut Peplau, dalam (Muyasaroh et al. 2020) terdapat 4 tingkat
kecemasan :
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan merupakan kecemasan relevan yang berkaitan
pada kehidupan sehari-hari yang menjadi motivasi belajar untuk
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasinya seperti
peningkatan persepsi dan perhatian, kewaspadaan dan kesadaran
stimulus internal dan eksternal, pemecahan problem yang efektif,
dan masih mampu untuk belajar. Perubahan fisiologis ditandai
adanya kegelisahan, gangguan pola tidur, hipersensitif terhadap
suara, tanda vital serta pupil normal.
b. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan kecemasan yang memungkinkan
seseorang untuk fokus terhadap hal yang penting dan
mengesampingkan orang lain. Sehingga individu tersebut
mendapatkan perhatian yang selektif. Akan tetapi, bisa
melaksanakan suatu hal dengan lebih terarah. Terdapat respon
fisiologis meliputi : sesak nafas, tekanan darah dan nadi meningkat,
xerostomia, cemas, serta konstipasi. Sedangkan respon kognitif
20

yakni rentang persepsi yang menyempit, rangsangan eksternal


berkurang, serta kemampuan untuk fokus terhadap apa yang menjadi
perhatiannya.
c. Ansietas Berat
Ansietas berat merupakan kecemasan yang dapat mempengaruhi
persepsi individu, individu fokus terhadap hal yang detail dan lebih
spesifik, serta tidak memikirkan hal lain. Seluruh perilaku yang
dilakukan untuk menurunkan ketegangan yang dialami. Manifestasi
klinisnya meliputi : persepsi sangat buruk, fokus pada hal yang
detail, konsentrasi terbatas, tidak fokus pada pemecahan masalah,
serta belajar tidak efektif. Pada tingkat kecemasan ini, individu
mengalami sakit kepala (pusing), mual, tremor, insomnia, palpitasi,
takikardi, hiperventilasi, sering BAK dan BAB, serta diare. Secara
emosional, individu mengalami ketakutan dan semua perhatian
fokus pada dirinya.
d. Panik
Tingkat panik ansietas meliputi terperangah, ketakutan, dan
teror. Seseorang yang panik maka tidak bisa melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan karena seseorang tersebut kehilangan
kendali. Tanda dan gejalanya yakni tidak bisa fokus pada suatu hal.
Panik menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, komunikasi pada
orang lain menurun, persepsi menyimpang, serta hilangnya
pemikiran rasional. Ansietas tidak sesuai dengan kehidupan dan
dapat menyebabkan kelelahan sampai kematian.
21

6. Pengukuran Tingkat Ansietas pada Anak


Skala pengukuran ansietas merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan pada anak yaitu, Faces Anxiety Scale
(FAS) yang dikembangkan oleh McMurtry (2010). Alat ini digunakan
pada anak prasekolah (3-6 tahun).

Gambar 2. 2 Faces Anxiety Scale.


Sumber : Irwinda (2017).
Keterangan :
Skor 0 : Tidak ada ansietas
Skor 1 : Lebih sedikit ansietas
Skor 2 : Sedikit ansietas
Skor 3 : Adanya ansietas
Skor 4 : Ansietas yang ekstrim pada anak.
7. Pengelolaan Ansietas
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) pengelolaan ansietas diatasi
dengan 2 cara yaitu:
a. Terapi Farmakologis
Merupakan terapi pemberian obat untuk anti ansietas seperti
benzodiazepine yang mempunyai efek sedatif.
b. Non Farmakologis
Melalui pemberian teknik reduksi ansietas dan relaksasi
1) Reduksi Ansietas yaitu teknik yang dilakukan untuk
meminimalkan kondisi individu terhadap objek yang samar akibat
antisipasi bahaya untuk menghadapi ancaman. Contoh: bermain
puzzle, boneka, ayunan, menonton film kartun dan lain-lain.
22

2) Teknik Relaksasi
Teknik yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan serta
mengurangi stres psikologi.
Perawatan di rumah sakit adalah pengalaman baru yang melibatkan
lingkungan, orang, kebiasaan serta aktivitas baru. Selain itu, kondisi-
kondisi yang menyebabkan gangguan rasa aman nyaman, misalnya
nyeri, cidera, keterbatasan aktivitas, dan program terapi trauma,
dengan itu tindakan yang direkomendasikan untuk meminimalkan
dampak hospitalisasi pada anak yang diyakini paling efektif yakni
dengan terapi bermain.(Nikmatur Rohmah, 2018).
a. Definisi Bermain
Bermain yaitu kegiatan yang dilakukan anak secara
sukarela tanpa adanya tekanan dan tuntutan dari siapapun, dan
menggunakan seluruh panca inderanya yang dimiliki dengan
imajinasi (Siti Nur Hayati & Khamim Zarkasih Putro, 2021).
b. Tujuan Bermain
1) Untuk mendapatkan kesenangan, keriangan,dan kebahagiaan
2) Untuk mengembangkan perkembangan motorik dan kognitifnya
3) Meningkatkan kecepatan stimulasi perkembangan anak,
sehingga dapat intelegensi pada anak (Risdiani, 2012:114);
(Yulianti, 2012:8); (Asep Ardiyanto, 2017).
c. Fungsi Bermain
Kegiatan bermain memiliki fungsi antara lain :
1) Perkembangan Sensori Motorik
Aktivitas sensorik motorik berfungsi untuk mendorong
perkembangan otot serta berguna untuk melepaskan kelebihan
energi melalui stimulus taktil, auditorius, visual, dan kinestetik.
2) Perkembangan Intelektual
Terapi bermain dapat menjadikan anak bereksplorasi serta
manipulasi, seperti : anak mengenal benda-benda disekitarnya
(nama, warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan fungsi benda- benda).
23

3) Sosialisasi
Sosialisasi merupakan hal yang penting pada anak sehingga
anak mampu berinteraksi dengan orang lain untuk membentuk
hubungan sosial.
4) Kreativitas
Terapi bermain menjadikan anak untuk bereksperimen dan
mencoba / menciptakan ide baru mereka dalam bermain
5) Kesadaran Diri
Terapi bermain dapat mengembangkan kemampuan anak untuk
mengatur tingkah laku dan mengenal kemampuan diri mereka
dengan membandingkan kepada orang lain. Sehingga anak dapat
mencoba peran yang berbeda, dan mengukur bakat mereka serta
belajar dampak perilaku yang dilakukannya terhadap orang lain.
6) Nilai Moral
Anak belajar mengenai nilai-nilai kebenaran / kesalahan dari
lingkungan sekitar terutama dari orang tuanya, sehingga anak
dapat menerapkan/ meniru nilai tersebut dan dapat diterima serta
dapat menyesuaikan diri di lingkungannya.
7) Manfaat Terapeutik
Terapi bermain dapat menjadikan anak menurunkan ketegangan
serta mengurangi stres psikologis akibat hospitalisasi (Adriana,
2013:52).
d. Manfaat Bermain
1) Sebagai cara untuk mendidik, memonitor serta mengevaluasi
tumbuh kembang anak
2) Sebagai instrumen terapi dan intervensi bagi anak berkebutuhan
khusus
3) Mengasah panca indera anak
4) Mengembangkan keterampilan yang dimiliki anak
(Tedjasaputra, 2001); (Fadillah, 2019); (Suminar, 2019).
24

e. Klasifikasi
Menurut Nikmatur Rohmah, 2018 terapi bermain
dilaksanakan harus berdasarkan kelompok usia, berikut dijelaskan
klasifikasinya:
Tabel 2.3
Terapi Bermain Berdasarkan Kelompok Usia
No Usia Visual Auditory Kinestetik
Taktil
1. 0-1 1) Tatap bayi dalam jarak 1) Berbicara 1) Dipeluk dan
Bulan dekat dengan bayi digendong
2) Gantung benda-benda 2) Menyanyi 2) Diayun
yang berwarna dengan suara 3) Diletakkan
menyolok 20-25 cm di lembut di kereta
atas muka bayi 3) Boks music gendong
3) Letakkan bayi pada 4) Mendengar
posisi yang tape/radio
memungkinkan bayi 5) Mendengar
memandang bebas ke suara dan
sekelilingnya melihat dari TV
2. 2-3 1) Beri obyek warna yang 1) Berbicara 1) Sentuh
Bulan terang dengan bayi waktu mandi
2) Tempatkan pada 2) Memberi 2) Ganti
ruangan yang terang mainan yang pakaian dan
dengan gambar-gambar berbunyi seprti menyisir
dan kaca di dinding lonceng atau rambut
3) Letakkan bayi supaya krincingan dengan
dapat memandang 3) Melibatkan lembut
sekitar anggota 3) Ajak bayi
keluarga lain jalan-jalan
untuk selalu dengan
berkomunikasi kereta
dengan bayi dorong
4) Berlatih
gerakan
seperti
berenang
25

3. 4-6 1) Letakkan bayi di depan 1) Ajak anak 1) Berikan


Bulan cermin berbicara dan mainan anak
2) Beri bayi mainan yang ulangi suara dengan
berwarna cerah untuk yang dibuatnya berbagai
dipegang 2) Tersenyum saat tekstur
bayi tertawa (lembut/
dan memanggil kasar)
namanya 2) Mengajak
3) Berikan mainan anak
yang bermain di
mengeluarkan bak mandi
suara/bel pada 3) Sokong
ditangan ketika anak
duduk
4) Letakkan
anak di
lantai untuk
merangkak.
4. 7-9 1) Berikan mainan warna 1) Panggil nama 1) Meraba
Bulan terang yang lebih besar, anak bahan
dapat bergerak dan 2) Ajarkan kata- berbagai
bunyi khas kata simple : tekstur
2) Tempatkan cermin “mama…” 2) Bermain air
supaya anak bisa melihat “papa…..” mengalir
dirinya “dada….” 3) Berdiri
3) Bermain ciluk….ba…… 3) Bicara anak untuk belajar
dan muka lucu dengan kata- menahan
kata yang jelas berat badan
4) Ajarkan nama- 4) Meletakkan
nama bagian- mainan agak
bagian tubuh jauh dan
5) Beritahukan perintahkan
apa yang anak
dilakukan mengambiln
ibunya ya.
6) Beri perintah
yang sederhana
10-1
5. 10-12 1) Perlihatkan gambar- 1) Kenalkan 1) Kenalkan
Bulan
. gambar dalam buku, suara-suara benda dingin
bawa anak ke tempat binatang dan hangat
lain misalnya kebun 2) Tunjukkan 2) Berikan
binatang, shopping bagian-bagian mainan yang
center tubuh bisa ditarik
2) Ajarkan anak membuat dan didorong
menara 2 balok
26

6. 2-3 1) Parallel play


Tahun
. 2) Memanjat, berlari serta
memainkan sesuatu
ditangannya
3) Berikan mainan imitasi
sesuai dengan perbedaan
seks, boneka, alat
memasak , furniture mini
4) Ajarkan untuk berbicara
saat bermain , main
telpon-telponan, boneka
yang dapat berbicara
5) Boneka tangan
6) Cerita gambar
7) Water toys, busa sabun,
boks pasir.
7. 4-5 1) Associative play,
Tahun dramatic play, dan skill
play
2) Melompat, berbicara,
mengingat, bermain
sepeda dan bermain
dalam kelompok.
8. 6-12 1) Cooperative play
Tahun 2) Belajar untuk
independent, kooperatif,
bersaing, dan menerima
orang lain
3) Anak lelaki : mekanikal;
anak perempuan :
mothers role
.9. 13-18 1) Bermain dalam
Tahun kelompok
2) Sepak bola, badminton ,
drama dan buku-buku.
27

Adapun terapi bermain di rumah sakit sesuai dengan usia yaitu:


1) Usia Infant
a) Mainan berbunyi dan bergerak (misalnya lonceng, keroncongan, boneka
yang dapat berbunyi)
b) Ayunan / dipangku oleh ibu/perawat
c) Bila perlu berikan peluang/ kesempatan pada anak untuk belajar
merangkak / stimulasi untuk berjalan
2) Usia Toddler
a) Bermain balon susun di atas tempat tidur
b) Mendengarkan music dari hp / radio / tape
c) Creative material seperti puzzle, plastisin
3) Usia Sekolah
a) Game, buku bacaan, magic crayon, menyusun puzzle, dan lego
b) Bermain peran seperti memainkan peralatan dokter / perawat, carriage
boneka set, mainan untuk berdandan
c) Mendengarkan radio / menonton video anak-anak melalui hp
d) Menonton televisi kemudian mendiskusikannya
f. Prinsip permainan pada anak di rumah sakit
1) Tidak bertentangan dengan terapi yang sedang berlangsung
2) Tidak memerlukan banyak energi
3) Memperhatikan dan mempertimbangkan keamanan serta keselamatan
anak
4) Terapi bermain dilakukan pada kelompok usia yang sama
5) Terapi bermain sebaiknya melibatkan orang tua
6) Jika anak dalam keadaan lemah, gunakan bentuk permainan yang pasif
yakni permainan yang bersifat hiburan semata, artinya anak
berpartisipasi secara aktif dalam proses permainan (Nikmatur Rohmah,
2018).
28

C. Konsep Dasar Pertumbuhan Dan Perkembangan


1. Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan
a. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan
jumlah sel dan jaringan intraseluler, yang berarti bertambahnya
ukuran fisik dan struktur sebagian/seluruh tubuh. Pertumbuhan dapat
diukur secara kuantitatif dengan menggunakan satuan panjang dan
berat (Kemenkes RI, 2019).
Pertumbuhan (growth) dibagi menjadi 2, yaitu pertumbuhan
linear dan pertumbuhan massa jaringan. Pertumbuhan linear yaitu
pertumbuhan yang mendeskripsikan status gizi berdasarkan pada
masa lampau misalnya ukuran linear rendah seperti malnutrisi,
disebabkan oleh kekurangan energi dan protein yang diderita pada
masa lampau. Contoh pertumbuhan linear yaitu tinggi badan.
Sedangkan pertumbuhan massa jaringan yaitu pertumbuhan yang
berhubungan dengan masa sekarang / pada saat pengukuran.
Misalnya yaitu berat badan (Suparisa dkk, 2016).
b. Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan proses bertambahnya struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam keterampilan motorik kasar
dan halus, bicara dan bahasa,sosialisasi serta kemandirian. (Kemenkes
RI, 2019).
Perkembangan (development)) yaitu mengacu pada peningkatan
kemampuan untuk membangun dan memfungsikan tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi sebagai hasil
dari proses pematangan. Tahapan ini meliputi proses diferensiasi sel-
sel tubuh, mengembangkan jaringan dan organ tubuh sehingga dapat
menjalankan fungsinya. Tahap ini meliputi perkembangan emosi,
intelektual dan perilaku dalam interaksi dengan lingkungan (Ari
Sulistyawati, 2017).
29

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan


Perkembangan
a. Faktor Internal
1) Ras / etnik / bangsa
Anak-anak kelahiran orang Amerika tidak mempunyai sifat bawaan
yang berkaitan dengan ras/bangsa Indonesia dan sebagainya.
2) Keluarga
Anggota dari beberapa keluarga cenderung mempunyai tubuh seperti
tinggi, pendek, gemuk, dan kurus.
3) Umur
Anak-anak tumbuh dan berkembang pesat, yaitu selama periode
prenatal, tahun pertama kehidupan dan remaja.
4) Jenis Kelamin
Fungsi reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
anak laki-laki. Namun, setelah pubertas, anak laki-laki tumbuh lebih
cepat.
5) Genetik
Genetik (heredokonstitusional) merupakan bawaan anak, yakni
orang tua mewariskan karakteristik fisik yang berpotensi kepada
anak dengan muncul ciri khasnya. Contoh kelainan genetik yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu kerdil.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Prenatal
a) Gizi
Pemenuhan gizi ibu hamil terutama pada saat trimester terakhir
kehamilan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi janin yang tidak normal dapat menyebabkan malformasi
janin misalnya mikrosefali,spina bifida, retardasi mental dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan
jantung.
30

c) Toksin / Zat Kimia


Obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
palatoschizis adalah aminopterin, thalidomide.
d) Endokrin
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan endokrin yaitu diabetes
mellitus bisa menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hyperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radium dan sinar-X bisa menyebabkan kelainan pada
janin, misalnya mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan
jantung.
f)Infeksi
Infeksi pada trimester 1-2 oleh TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Sitomegalovirus, Herpes Simpleks) bisa mengakibatkan kelainan
pada janin : katarak, bisul tuli, makrosefali, retardasi mental serta
kelainan jantung kongenital.
g) Kelainan Imunologi
Eritroblastosis fetalis adalah kelainan yang disebabkan oleh
perbedaan golongan darah antara janin dan ibu, sehingga ibu
membentuk antibodi pada sel darah merah janin, kemudian
melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin sehingga
menyebabkan hemolisis, yang kemudian mengakibatkan
hiperbilirubinemia serta kerkinctus menyebabkan kerusakan
jaringan otak.
h) Anoksia Embrio
Anoksia embrio diakibatkan oleh gangguan fungsi plasenta yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan.
31

i) Psikologi Ibu
Psikologi ibu dipengaruhi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan, perlakuan salah / kekerasan psikologis pada ibu hamil
dan sebagainnya.
2) Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan yang terjadi pada bayi meliputi trauma
kepala, asfiksia yang bisa menimbulkan kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pasca Persalinan
a) Gizi
Nutrisi pertumbuhan dan perkembangan bayi memerlukan
dukungan nutrisi yang adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital, tuberculosis, anemia,
kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan
jasmani.
c) Lingkungan fisis dan kimia
Lingkungan merupakan Lingkungan adalah rumah anak, berperan
sebagai penyedia (provider) kebutuhan dasar anak. Lingkungan
yang berdampak negatif bagi anak, seperti lingkungan yang kotor,
kurangnya paparan sinar matahari, paparan radiasi, bahan kimia
tertentu (timbal, merkuri, rokok, dll).
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang tua dan lingkungannya berdampak
pada psikologis anak. Anak yang tidak diinginkan oleh orang
tuannya akan selalu merasakan tekanan yang akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya.
e) Endokrin
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormone seperti
penyakit hipotiroid bisa menyebabkan retardasi pertumbuhan
pada anak.
32

f)Sosio-ekonomi
Faktor ekonomi (kemiskinan) berhubungan dengan kurangnya
pangan. Hal yang dapat menghambat pertumbuhan anak adalah
kesehatan lingkungan yang buruk dan ketidaktahuan.
g) Lingkungan pengasuhan
Interaksi antara ibu dan anak sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak.
h) Stimulasi
Stimulasi yang adekuat diperlukan untuk perkembangan terutama
dalam keluarga, contohnya pemberian mainan, sosialisasi anak,
dan keterlibatan ibu serta anggota keluarga lainnya dalam
aktivitas anak.
i) Obat-Obatan
Obat-obatan yang menimbulkan pertumbuhan terhambat seperti
penggunaan kortikosteroid jangka panjang serta penggunaan obat
perangsang sistem saraf menimbulkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan (Kemenkes, 2019).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Pada Anak
DHF
a. Gizi
Menurut penelitian Devi Yanuar Permatasari dkk (2015) dan Lirin
Novitasari dkk (2018) dalam Melisa dkk (2019) bahwa hubungan status
gizi dengan kejadian DHF yaitu anak yang status gizinya kurang lebih
rentan untuk terkena infeksi virus dengue karena rendahnya imunitas
tubuh.
b. Jenis Kelamin
Menurut penelitian Devi Yanuar Permatasari dkk (2015) dalam Melisa
dkk (2019) bahwa Hormon glikoprotein mempengaruhi pertumbuhan
sel granulosit dan sel fagosit mononuklear sebagai respon imunologis,
sehingga perempuan berpeluang 3,333 kali lebih tinggi untuk tertular
DHF dibandingkan laki-laki.
33

c. Imun dan Umur


Menurut Bella Rosita Fitriana dkk (2018) dalam Melisa dkk (2019)
mengatakan bahwa golongan umur kurang dari 15 tahun memiliki
rentan untuk terkena DHF karena faktor imun
d. Psikologis
DHF pada anak dapat mempengaruhi kondisi psikologis berhubungan
dengan efek hospitalisasi yang menimbulkan stres psikologis berupa
ansietas (Silva & Wahyu, 2020)
4. Tahapan Tumbuh Kembang
Menurut teori perkembangan menurut Sigmund freud bahwa freud
perkembangan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Tahap Infantil (0-5 Tahun)
Tahap infantil yaitu tahap yang paling menentukan dalam kepribadian.
Perkembangan infantil merupakan kesesuaian bagian tubuh yang
menjadi kateksis seksual dalam 3 fase yaitu:
1) Fase Oral (0-1 Tahun)
Fase oral yaitu bagian pokok kepuasan aktivitas dinamik suatu
daerah kepuasan seksual, karena mulut bagi anak dianggap sebagai
sumber keenakan hingga ketidakenakan, kepuasan hingga
ketidakpuasan, dan kenikmatan hingga ketidaknikmatan yang berasal
dari makanan, yaitu selama menyusui atau ketika pemberian MPASI.
Pada fase oral ini, mulut sebagai alat utama dalam melakukan
eksplorasi dan pembelajaran.
2) Fase Anal (1-2/3 Tahun)
Fase anal yaitu fase yang ditandai dengan berkembangnya
kepuasan dan ketidakpuasan anak dalam eliminasi. Proses BAK dan
BAB anak menimbulkan perasaan lega, senang, nyaman serta puas
dalam eliminasi. Pada fase ini adalah waktu yang paling tepat untuk
melatih anak toilet training.
34

3) Fase Falis (2/3 -5/6 Tahun)


Fase falis merupakan anak merasa senang ketika ada sentuhan
pada kelaminnya. Pada fase ini, anak cenderung menyentuh alat
kelaminnya karena perilakunya didasarkan pada rasa ingin tahu dan
kecenderungan anak dalam mengeksplorasi tubuhnya.
b. Tahap Laten (5-12 Tahun)
Tahap laten merupakan tahap anak yang banyak tercurah pada
perkembangan kognitif dan keterampilan.
c. Tahap Genital (>12 Tahun)
Tahap genital merupakan proses anak-anak menjadi dewasa, ditandai
dengan perkembangan biologis yaitu adanya masa pubertas dengan
maturasi sistem reproduksi dan produksi hormone seks (Sunaryo,
2017,p.43); (Yuanita Wardianti & Dian Mayasari, 2016); (M.Yusuf
Agung S & Moh. Mansur Fauzi, 2018).
5. Pengukuran Tumbuh Kembang
a. Pengukuran Pertumbuhan Fisik Anak
Antropometri merupakan pengukuran yang digunakan untuk
memantau pertumbuhan fisik pada anak. Berikut adalah pengukuran
antropometri yang digunakan dalam menentukan pertumbuhan anak
yaitu :
1) Berat badan
a) Anak umur 0-6 bulan : berat badan bayi bertambah 682 gram/
bulan
b) Anak umur 5 bulan : 2 × berat badan saat lahir
c) Anak umur 1 tahun : 3 × berat badan saat lahir
d) Anak umur 2 tahun : 4 × berat badan saat lahir
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan jika
mendapat gizi yang baik berkisar yaitu :
a) 700-1000 g/bulan pada triwulan I
b) 500-600 g/bulan pada triwulan II
c) 350-450 g/bulan pada triwulan III
35

d) 250-350 g/bulan pada triwulan IV


Rumus menurut Behrman (1992) juga dapat digunakan untuk
memperkirakan berat badan anak yaitu :
Bayi = 3,25 kg

3-12 bulan =

1-6 tahun = umur (tahun) × 2 + 8

6-12 tahun =

2) Tinggi Badan
Tinggi rata-rata anak pada waktu lahir yaitu 50 cm, secara garis besar
tinggi badan pada anak dapat diperkirakan sebagai berikut:
a) Anak umur 1 tahun : 1,5 × tinggi badan saat lahir
b) Anak umur 4 tahun : 2 × tinggi badan saat lahir
c) Anak Umur 6 tahun : 1,5 × tinggi badan 1 tahun
d) Anak Umur 13 tahun : 3 × tinggi badan saat lahir
e) Anak Umur Dewasa : 2,5 × tinggi badan saat lahir (2× tinggi
badan 2 tahun)
3) Lingkar Kepala
a) Pada waktu lahir rata-rata lingkar kepala bayi : 34 cm
b) Anak umur 6 bulan : 44 cm
c) Anak umur 1 tahun : 47 cm
d) Anak umur 2 tahun : 49 cm
e) Dewasa : 54 cm
4) Lingkar Fontanel
Pada waktu lahir, bagian terlebar dari fontanel anterior yang
berbentuk berlian berukuran sekitar 4-5 cm, fontanel ini menutup
antara umur 12 hingga 18 bulan. Sedangkan bagian terlebar fontanel
posterior yang berbentuk segitiga sekitar 0,5-1 cm, fontanel ini
menutup pada umur 2 bulan.
36

5) Lingkar Dada
Lingkar dada normal yaitu 2 cm lebih kecil dari lingkar
kepala. Pengukuran dilakukan dengan mengukur lingkar dada sejajar
dengan putting.
b. Pengukuran Perkembangan Menggunakan Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP)
KPSP merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan normal / abnormalitas anak (terdapat penyimpangan /
mengejar ketertinggalan).
1) Alat KPSP
a) Formulir KPSP menurut umur
Formulir KPSP berisi 9-10 pertanyaan. Sasaran KPSP anak
berumur 0-72 bulan.
b) Skrining Kit
Alat bantu skrining KPSP meliputi : Pensil, kertas, bola seukuran
bola tenis, kerincingan, 6 kubus dengan tepi berukuran 2,5 cm ×
2,5 cm, kismis, kacang tanah, dan potongan biskuit kecil
berukuran 0,5–1 cm.
2) Cara menggunakan KPSP
a) Anak harus dibawa ke pemeriksaan skrining
b) Tentukan umur anak dengan menghitung tanggal, bulan dan tahun
lahir. Jika umur anak lebih 16 hari maka dibulatkan menjadi 1
bulan.
c) Menentukan KPSP anak sesuai umur yang sudah dihitung
d) KPSP terdiri dari 2 jenis pertanyaan yaitu pertanyaan yang harus
dijawab oleh ibu dan instruksi oleh petugas untuk melaksanakan
tugas yang dijelaskan dalam KPSP.
e) Menginformasikan kepada orang tua agar tidak ragu untuk
memberikan tanggapan. Jadi sebelum mengisi kuesioner
ibu/pengasuh memahami pertanyaanya.
f)Ajukan pertanyaan secara berurutan, satu persatu.
37

g) Setelah ibu menjawab pertanyaan sebelumnya, tanyakan


pertanyaan untuk berikutnya.
3) Periksa ulang untuk mengetahui apakah semuanya sudah dijawab
4) Interpretasi hasil KPSP
a) Hitunglah jumlah jawaban “Ya”
b) Jumlah jawaban “Ya” = 9-10, perkembangan anak sesuai (S)
c) Jumlah jawaban “Ya” = 7-8, perkembangan anak meragukan (M)
d) Jumlah jawaban “Ya” = 6 atau kurang, terdapat penyimpangan
(P)
e) Jika terdapat jawaban “Tidak”, maka jumlah jawaban tersebut
dihitung berdasarkan jenis keterlambatannya (gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
5) Intervensi
a) Perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan langkah-langkah
berikut:
(1) Berikan pujian terhadap ibu/pengasuh karena telah mengasuh
anak sesuai perkembangannya
(2) Melanjutkan merawat anak sesuai perkembangannya
(3) Merangsang / beri stimulasi terhadap perkembangan anak
semaksimal mungkin setiap saat sesuai dengan umur dan
kesiapan anak
(4) Partisipasikan anak secara rutin setiap bulan dalam
penimbangan dan pelayanan kesehatan posyandu, dengan
kegiatan Bina Keluarga Usia Dini (BKB) setiap waktu. Jika
anak anak berusia prasekolah (36-72 bulan), Anda dapat
mendaftarkan anak di PAUD, atau taman kanak-kanak.
(5) Melibatkan anak dalam pelayanan kesehatan posyandu dan
prosedur penimbangan rutin, sebulan sekali, jika ada kegiatan
Bina Keluarga Usia Dini (BKB). Program Pusat Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), kelompok bermain dan taman
kanak-kanak terbuka untuk anak prasekolah (36-72 bulan).
38

b) Jika perkembangan anak meragukan (M), lakukan langkah-


langkah berikut :
(1) Memberikan arahan kepada pada ibu untuk stimulasi pada
perkembangan anak setiap waktu.
(2) Mengajarkan ibu bagaimana mengintervensi untuk
mendorong tumbuh kembang anak dalam mengatasi
penyimpangan
(3) Melakukan pemeriksaan kesehatan anak yang bertujuan
untuk memeriksa kondisi yang mungkin menyebabkan
kelainan perkembangan dan berikan perawatan yang
diperlukan.
(4) Setelah 2 minggu kemudian, evaluasi kembali KPSP dengan
menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan usia anak
c) Jika tahap perkembangan dan penyimpangan (P), lakukan hal-hal
berikut: Informasikan pada rumah sakit perihal jenis dan jumlah
penyimpangan perkembangan (motorik kasar, motorik halus,
bicara serta bahasa, sosialisasi, dan kemandirian).

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian yaitu tahap awal dalam proses keperawatan dan suatu
proses keperawatan yang sistematis dan pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
bagaimana status kesehatan pasien (Dian Hadinata & Awaludin Jahid
Abdillah, 2022).
Menurut Nursalam, Susilaningrum & Utami (2013) dalam Darmawan
(2019) pengkajian yang muncul pada DHF seperti:
a. Identitas
Anamnesa pada saat pengkajian meliputi:
1) Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir,
agama, alamat.
39

2) Identitas penanggung jawab meliputi nama ibu/ayah, pekerjaan


ibu/ayah, agama ibu/ayah, status perkawinan, alamat, hubungan
dengan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan / alasan pasien dibawa ke rumah sakit. Pasien anak
penderita DHF biasanya mengeluh demam tinggi dan lemah.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien DHF biasanya timbul keluhan umum berupa demam
mendadak disertai menggigil, namun pada waktu demam
biasanya kesadaran anak Compos Mentis. Demam mulai
menurun antara hari ke-3 dan ke-7. Akan tetapi, pada hari ke-2
biasanya muncul nyeri menelan, mual, muntah, anoreksia, diare,
atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu
hati serta terasa pegal saat adanya pergerakan pada bola mata.
Pada derajat III-IV terdapat tanda klinis seperti perdarahan pada
kulit dan gusi, melenan atau hematemesis.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penderita DHF umumnya mengalami serangan ulang akan tetapi
dengan tipe virus orang lain. Mengkaji pasien mengenai apakah
pasien pernah mengalami penyakit yang sama misalnya penyakit
dahulu atau ada penyakit yang lain.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian keluarga apakah mempunyai penyakit
keturunan, serta penyakit menular
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Dilakukan pemeriksaan untuk merencanakan intervensi sesuai
tingkat usia misalnya anak dapat merangkak, berjalan, mengucapkan
kata pertama, dan sebagainya serta melakukan pemeriksaan
berdasarkan KPSP.
40

e. Riwayat Sosial / Pola Asuh


1) Orang tua yang mengasuh anak beserta alasannya
2) Tingkah laku anak secara umum (misalnya periang)
3) Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman / bahaya,
keselamatan anak, ventilasi, letak barang).
f. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi meliputi : BCG, DPT (I, II, III), polio (I, II, III),
campak, hepatitis. Waktu pemberian, frekuensi, reaksi setelah
pemberian.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda- tanda vital meliputi pengukuran tekanan darah, nadi,
respirasi, saturasi oksigen
Kondisi anak berdasarkan derajat DHF:
a) Derajat I : keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis,
tanda-tanda vital dan nadi lemah
b) Derajat II : keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis,
terdapat petechiae, perdarahan gusi dan telinga, nadi menurun
c) Derajat III : keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi dan tekanan darah menurun.
d) Derajat IV : kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit membiru
4) Kepala : kepala terasa nyeri biasanya pada penderita DHF.
Perhatikan : kesimetrisan dan bentuk kepala, kebersihan kepala,
keadaan rambut dan kulit kepala.
5) Mata : konjungtiva anemis umumnya pada penderita DHF.
Perhatikan : kebersihan, ketajaman penglihatan, sclera, pupil,
gerak bola mata, reflek kornea, pemakaian alat bantu kacamata
41

6) Hidung : terkadang terjadi perdarahan / epistaksis pada derajat


II-IV.
7) Telinga : biasanya terjadi perdarahan (Derajat II-IV).
Perhatikan : tanda peradangan, kebersihan, fungsi pendengaran
8) Mulut : biasanya terjadi mukosa bibir kering, perdarahan gusi
dan adanya nyeri menelan. Sementara terjadi hyperemia pharing
serta terjadi perdarahan di telinga (derajat II-IV).
9) Leher : dikaji apakah adanya nyeri tekan, vena jugularis, arteri
karotis, pembesaran tiroid, pembesaran limfe.
10) Dada : kesimetrisan bentuk dada, terkadang mengalami sesak
nafas bagi penderita DHF.
11) Paru-Paru : Pada hasil thorax ditemukan adanya cairan paru
yang tertimbun oleh paru di sebelah kanan (efusi pleura), ronchi
(+), biasanya ada pada derajat III dan IV.
12) Jantung :
Inspeksi : kesimetrisan pergerakan, amati apakah terlihat ictus
cordis di ICS V
Papasi : perhatikan pengembangan dada, fremitus raba, sela iga,
perabaan ictus cordis
Perkusi : bedakan suara sonor dan redup
Auskultasi : Normal bunyi suara jantung lup dup
13) Abdomen : Sering terjadi nyeri tekan dan pembesaran hati atau
hepatomegali serta asites.
14) Genitalia :
Perempuan : perhatikan ada sekret dari uretra/ vagina, labia
mayor, himen, klitoris
Laki-laki : perhatikan apakah ada gangguan pada orifisium
uretra, penis, skrotum, testis, reflek kremaster
15) Anus dan rectum
Anus : perhatikan bagian pantat adanya tumor, meningokel,
dimple atau abes perineal. Fisura ani serta prolapsus ani.
42

Rectum : perhatikan atresia ani, tonus sfingter ani, fistula


rektovagil, ada penyempitan atau tidak
16) Ekstremitas
Penderita DHF biasanya mengalami nyeri dingin serta serta
adanya nyeri sendi, otot dan tulang
Perhatikan persendian : suhu, nyeri tekan, pembengkakan,
cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot : spasme, paralisis, nyeri dan tonus
17) Kulit : terdapat petechiae di kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin dan lembab (bagi penderita DHF).
d. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Mengkaji status kesehatan anak sejak dari lahir, pemeriksaan
kesehatan rutin di puskesmas/yang lainnya, imunisasi.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pengkajian status nutrisi (ABCD) yaitu antropometri,
biokimia, clinical sign, serta diit. Penderita DHF sering
mengeluh mual, muntah (vomitus), dan nafsu makan menurun.
3) Pola Eliminasi
Penderita DHF biasanya mengalami konstipasi / diare.
Sementara pada derajat ke IV sering terjadi hematuria.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Meliputi aktivitas sehari pada anak misalnya rutinitas mandi,
bermain, tingkat aktivitas anak, kemampuan kemandirian
(makan, minum, toileting berdandan)
5) Pola Reproduksi dan Seksual
Meliputi umur, jenis kelamin anak
6) Pola Istirahat dan Tidur
Pada saat sakit tidur anak akan berkurang karena merasakan
sakit pada anggota badannya, sehingga kuantitas dan kualitas
tidur berkurang
43

7) Pola Sensori Persepsi


Perhatikan responsi secara umum pada anak misalnya bicara,
sentuhan, kemampuan untuk mengatakan nama, lapar, haus,
dan lain-lain)
8) Pola Peran-Hubungan
Stressor, ketergantungan anak pada orang tua, interaksi orang
tua dengan anak dan lain-lain.
9) Pola Kognitif
Anak biasanya sering rewel dan menangis serta adanya
kecemasaan saat di dekati petugas kesehatan
10) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Meliputi persepsi identitas, body image, biasanya pada anak
sering mengalami ansietas.
11) Pola koping dan toleransi stres
Pasien anak sering rewel, menangis perhatikan tingkat ansietas
respon anak, dan metode toleransi stres yang efektif
digunakan dengan terapi bermain.
12) Pola Nilai Kepercayaan
Perkembangan moral anak, keyakinan agama, komitmen dan
lain-lain.
e. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, penderita DHF dilakukan pemeriksaan
darah meliputi:
1) Hematologi
a) Trombosit
Pemeriksaan trombosit biasanya dilakukan pada hari ke 3
hingga ke 7 saat sakit. Pemeriksaan trombosit diperlukan
pengecekan ulang setiap 4-6 jam hingga terbukti jumlah
trombosit dalam batas normal / kondisi klinis pasien sudah
membaik.
44

b) Radiologi
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi adanya efusi
pleura pada paru kanan.
c) Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi
Uji ini membutuhkan dua sampel darah, yaitu sampel
spesimen ke 1 diambil pada fase akut dan sampel ke 2 pada
fase kovalen (penyembuhan).
f. Terapi
1) Farmakologis berupa obat-obatan kolaborasi dengan dokter.
2) Non farmakologis (untuk ansietas) meliputi reduksi ansietas dan
teknik relaksasi
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan /
proses kehidupan aktual dan potensial yang dialami pasien, sebagai
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Dian Hadinata &
Awaludin Jahid Abdillah, 2022).
Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien anak dengan
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah ansietas berhubungan
dengan krisis situasional (dampak hospitalisasi). (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2018).
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yaitu suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang penuh pertimbangan dan sistematis dan
mencakup pembuatan keputusan yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan, atau mengurangi masalah-masalah pasien (Dian Hadinata
& Awaludin Jahid Abdillah, 2022).
45

Tingkat Ansietas (L.09093)


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan rasa cemas pasien menurun.
b. Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Konsentrasi membaik (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)
c. Intervensi :
Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi:
Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik :
1) Ciptakan suasana yang terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
2) Dengarkan dengan penuh perhatian
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi:
1) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
2) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yaitu melaksanakan strategi
keperawatan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Dian Hadinata & Awaludin Jahid Abdillah, 2022).
Implementasi meliputi :
a. Pengumpulan data berkelanjutan
b. Mengobservasi respon pasien selama dan sesudah melakukan
tindakan
46

c. Melaksanakan tindakan dan menilai data baru.


5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari
perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
membandingkan perubahan pasien (hasil observasi) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien (Dian Hadinata & Awaludin Jahid
Abdillah, 2022). Terdapat 4 langkah dalam menentukan evaluasi
keperawatan yaitu:
S (Subjektif ) : Data yang didapat perawat dari ungkapan langsung dari
pasien, jika pasien yang sakit anak-anak maka didapat dari keluarga
pasien misalnya orang tua pasien, data tersebut didapat melalui
wawancara setelah dilakukan tindakan keperawatan.
a. (Objektif) : Data yang didapat perawat melalui hasil pengamatan,
penilaian, dan pengukuran / pemeriksaan perawat setelah
dilakukannya tindakan keperawatan.
b. A (Analisis) : Kesimpulan dari data subjektif dan objektif
c. P (Plan) : Melaksanakan perencanaan ulang / mengembangkan
rencana yang akan datang agar dapat mencapai tujuan status
kesehatan pasien yang optimal.
Evaluasi yang dilakukan pada anak dengan masalah keperawatan
ansietas dengan DHF didasarkan pada tujuan dan kriteria hasil seperti:
a. S (Subjektif)
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel dan gelisah serta
tidak takut dengan perawat dan penulis.
b. O (Objektif)
1) Pasien tampak tidak rewel dan gelisah jika didekati perawat dan
penulis dengan skor face anxiety scale 0
2) Konsentrasi anak membaik (dapat bermain sesuai SOP).
c. A (Analisa)
Data subjektif dan data objektif disimpulkan dalam analisis.
47

d. P (Planning)
Melaksanakan rencana ulang/ mengembangkan rencana jika masalah
ansietas belum teratasi (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

Anda mungkin juga menyukai