Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

PEMBIMBING :
dr. Deden Tommy Sp.A

Disusun Oleh :
Muhammad Syamirul Alam
2017730079

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI KAB. SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tugas referat ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.

Adapun referat dengan judul “Dengue Hemorrhagic Fever” ini diajukan


sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta /
RSUD Sekarwangi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Deden Tommy Sp.A
yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas
ini dapat selesai pada waktunya.

Sukabumi, Januari 2022

Muhammad Syamirul Alam


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
A. Dengue Hemorrhagic Fever.....................................................................................5
1. Definisi......................................................................................................................5
2. Epidemiologi.............................................................................................................5
3. Etiologi......................................................................................................................7
4. Cara Penularan........................................................................................................8
5. Patofisiologi..............................................................................................................8
6. Pathogenesis dan Patofisiologi...............................................................................12
7. Klasifikasi...............................................................................................................15
8. Manifestasi Klinik serta Pemeriksaan Laboratorium.........................................16
9. Diagnosis.................................................................................................................18
10. Derajat DBD.......................................................................................................20
11. Tatalaksana.........................................................................................................21
12. Pemantauan........................................................................................................25
13. Komplikasi..........................................................................................................26
14. Kriteria Memulangkan Pasien..........................................................................26
15. Prognosis.............................................................................................................26
BAB III...........................................................................................................................27
KESIMPULAN..............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Per 15 maret 2020, dari awal Januari 2020 Kementrian
Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD di Indonesia sudah menembus angka
25.693. Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dengue tipe
1, 2, 3, dan 4 (gol. Arthropod borne virus group B) yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).
Berdasarkan klasifikasi, dibagi menjadi 3: Dengue Fever (DF) atau Demam
Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD), Expanded Dengue Syndrome. Secara umum penderita dengue ditandai
oleh demam yang mendadak tinggi dan terus-menerus. Secara klinis dibagi
menjadi tiga fase: Fase febrile, Fase kritis, Fase pemulihan. Pembagian derajat
DBD yang dibagi menjadi 4 derajat, yaitu derajat I, derajat II, derajat III, dan
derajat IV. Serta tatalaksana sesuai dengan derajat DBD dilihat dari gambaran
klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dengue Hemorrhagic Fever

1. Definisi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (Suhendro, 2014). Dengue ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di seluruh dunia, terutama di daerah perkotaan dan semi-perkotaan.
Penyakit ini disebabkan oleh keluarga virus Flaviviradae yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes (Stegomyia) (World Health Organization, 2011).

2. Epidemiologi
Di Indonesia, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak
dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi
kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di
Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan
kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun
1991 (Soedarmo et al., 2008)

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi


disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi
umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak
berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap
DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara
September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari
(Soedarmo et al., 2008).

Tiga daerah dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia saat ini adalah
Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur. Wabah DBD di Kabupaten
Sikka, NTT, kini sudah berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB). Berdasarkan data
Kemenkes, untuk jumlah kematian tertinggi per 15 Maret 2020 adalah berada di
Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kematian 39 jiwa dari 3407 kasus. Selain
NTT, Jawa Timur menyusul dengan 21 kematian dari 2571, dan Jawa Tengah
sebanyak 16 kematian dari 1197 kasus (Pusparisa & Yudhistira, 2020).
3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106 (Suhendro, 2014).

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotype menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan
terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
(Suhendro, 2014).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering
ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembangbiak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau
tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak
berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama
pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan
nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya
nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini
menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan,
2008).

4. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut
akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya
dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (World Health
Organization, 2011).

5. Patofisiologi
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan
bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular
(ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus, dan terdapatnya edema.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini
dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut
dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi
tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif
atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator
farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi
kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel
vaskular yang mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu
juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat
keadaan trombositopenia (Soedarmo et al., 2008).
b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.
Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan
destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan
sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara
terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam
peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap
sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD (Soedarmo et al.,
2008).
c. Sistem koagulasi dan fibrinolysis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.
Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor
II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII
tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas
plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa (Soedarmo et al.,
2008).
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolysis.
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga
DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan
memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC
saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang
biasanya diakhiri dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat
diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan
kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin berkurang.
d. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar
C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun
tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan
derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue,
aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif.
Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar
serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh
karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi
sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok
hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel,
permukaan trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh
trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu
komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti
tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1)
(Soedarmo et al., 2008).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD
ialah :
1) Ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam
2) Adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex)
baik pada DBD derajat ringan maupun berat
3) Adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat
berat penyakit (Soedarmo et al., 2008).
e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari
ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai
kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD
dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB
merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T (Soedarmo et al., 2008).

6. Pathogenesis dan Patofisiologi


Infeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Sebagian besar menganut hipotesis infeksi sekunder atau the
secondary heterologous infection hypothesis, yang mengatakan bahwa DBD
dapat terjadi apabila seseorang terinfeksi virus dengue berulang dengan tipe
virus/serotipe yang berbeda dalam jangka waktu antara 6 bulan – 5 tahun.
Infeksi baru muncul setelah infeksi kedua karena tubuh memproduksi
antibodi saat terjadi infeksi pertama dengan serotipe virus yang berbeda
dengan infeksi setelahnya (Sukohar, 2014).
Dari infeksi sekunder tersebut, terjadi replikasi virus di dalam tubuh dan
muncul respon antibodi anamnestik (respon memori oleh sel B & sel T4).
Respon antibody ini menghasilkan IgG anti-dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi komplemen (C3 & C5)
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam. Apabila syok tidak ditatalaksana dengan baik, maka menimbulkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut mengakibatkan
perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit yang mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan oleh
RES (reticulo endothelial system) dan terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini menyebabkan diproduksinya platelet factor III yang
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID/DIC; koagulasi
intravaskular deseminata/disseminated intravascular coagulation = bekuan
darah kecil tersebar di seluruh aliran darah sehingga menyumbat pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan (Yusouff, 2018).
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi menyebabkan aktivasi faktor
Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan
faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang terjadi
(Yusouff, 2018).

7. Klasifikasi
Terdapat klasifikasi infeksi virus dengue berdasarkan manifestasi klinis
menurut WHO (2011), yaitu:

1) Dengue Fever (DF) atau Demam Dengue

DF atau demam dengue umumnya terjadi pada anak remaja hingga dewasa.
Secara umum, gejala yang muncul adalah demam akut dewasa. Secara umum
gejala yang muncul adalah demam akut terkadang bifasik dengan sakit kepala
berat, myalgia, atralgia, kemerahan (rash), leukopenia dan trombositopenia.
Umumnya muncul gejala perdarahan seperti perdarahan saluran cerna,
hipermenorea, dan epistaksis masif.

2) Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)


DBD biasanya dapat terjadi pada anak-anak usia 15 tahun hingga dewasa
dan dapat terjadi di daerah endemik DBD. Karakteristik DBD adalah onset
akut serta demam tinggi dan berhubungan dengan tanda DF pada fase awal
demam dan timbul petechiae pada uji torniquet.
3) Expanded Dengue Syndrome

Manifestasi tidak biasa pada pasien dengan komplikasi organ seperti ginjal,
hati, otak, atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue dengan
kebocoran plasma. Kebanyakan pasien DHF dengan manifestasi komplikasi
organ menunjukkan periode syok yang memanjang dengan gagal organ (World
Health Organization, 2011).

8. Manifestasi Klinik serta Pemeriksaan Laboratorium

Secara umum penderita dengue ditandai oleh demam yang mendadak tinggi
dan terus-menerus. Secara klinis dibagi menjadi tiga fase:
1. Fase febrile ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, disertai nyeri
kepala, nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing),
dan eritema kulit. Gejala nonspesifik seperti anoreksia, nausea, dan muntah
sering ditemukan. Pada fase ini secara klinis sulit untuk membedakan kasus
dengue berat dengan yang tidak berat.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, penurunan jumlah leukosit (leukopenia)
merupakan kelainan yang ditemukan paling awal. Jumlah trombosit dan nilai
hematokrit sering kali masih dalam batas normal. Fase ini biasanya berlangsung
selama 2–7 hr.
2. Fase kritis yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai mengalami penurunan
sampai mendekati batas normal (defervescence). Biasanya fase ini terjadi pada
hari ke-3–7 (paling sering hari ke- 4–6) sejak dari mulai sakit.
Pada saat ini biasanya mulai terjadi permeabilitas kapiler ↑ yang ditandai nilai
hematokrit ↑ disertai jumlah trombosit ↓ secara nyata. Fase ini biasanya
berlangsung singkat selama 24–48 jam. Pada penderita yang tidak mengalami ↑
permeabilitas kapiler menunjukkan perbaikan klinis menuju kesembuhan,
sebaliknya bila terjadi ↑ permeabilitas kapiler yang hebat, terjadi perembesan
plasma (plasma leakage), dan apabila tidak mendapat terapi cairan yang
memadai, dapat → syok sampai kematian.
3. Fase pemulihan ditandai dengan perbaikan keadaan umum, nafsu makan
pulih, hemodinamik stabil, dan diuresis cukup. Keadaan ini berlangsung secara
berangsur dalam waktu 48–72 jam.
Nilai hematokrit mengalami ↓ sampai stabil dalam rentang normal disertai ↑
jumlah trombosit secara cepat (Garna, 2018).
Pelaporan kasus demam berdarah untuk pengawasan :
- Diduga demam berdarah: demam berdarah klinis dengan temuan lb sederhana
hemokonsentrasi / tanda-tanda kebocoran plasma dan trombositopenia
- Kemungkinan demam berdarah: di atas + serologi antibodi IgG & IgM demam
berdarah
- Dikonfirmasi dengue: di atas + virologi / serologi antigen dengue NS1 / ELISA
meningkat 4 kali lipat (Hadinegoro R. S., 2014).

Infeksi primer :
IgM terdeteksi lebih awal dari IgG atau pada awal infeksi tidak ada IgG yang
terdeteksi
Infeksi sekunder :
IgG terdeteksi pada awal infeksi; Infeksi titer detik IgM <infeksi primer IgM
(Hadinegoro R. S., 2014).
Kriteria Klinis berdasarkan IDAI, sebagai berikut:
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bending positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah

Kriteria Laboratorium
- Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% menurut standar
umur dan jenis kelamin
- Dua kriteria klinsis pertama disertai trombositopenia dan henokonsentrasi,
serta dikonfirmasi secara uji serologgik gemaglutinasi. (IDAI, 2011)

9. Diagnosis
Anamnesis

- Demam, tanda utama, terjadi mendadak tinggi selama 2-7 hari


- Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
(IDAI, 2011).

Pemeriksaan Fisik

- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan.
- Terdapat hepatomegaly dan kelainan fungsi hati
- Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan
perembesan plasma, hypovolemia dan syok
- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravariasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam
- Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat itu
suhu turun merupakan awal penyembuhan pada infeksi namun pada DBD
merupakan tanda awal syok
- Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun hematuria
(IDAI, 2011).

Tanda-tanda syok

- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis


- Nafas cepat, nadi teraba lembut, kadang-kadang tidak teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
- Akral dingin, capillary refill menurun
- Diuresis menurun sampe anuria (IDAI, 2011).

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

- Darah perifer, kadar haemoglobin, leukosit & hitung jenis, hematokrit,


trombosit. Pada asupan daraf perifer juga dapat dinilai limfosit plasma
biru.
- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesens.
o Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4x atau
lebih namun tidak melebihi 1:1280
o Infeksi sekunder, serum akut <1:20, konvalesens 1:2560; atau
serum akut 1:20, konvalesens naik 4x atau lebih
o Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
secondary infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat
lebih besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis)
o Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi:
1. Dalam klinis ragu-ragu
2. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan
o Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan hematoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan dan efusi
pleura
o USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesika
felea dan vesica urinaria (IDAI, 2011).

10. Derajat DBD


1) Derajat 1 : Demam disertai gejala yang tidak khas, manifestasi perdarahan
hanya tourniquet test (+)
2) Derajat 2 : Derajat 1 + manifestasi perdarahan berupa petechiae dan/atau
epistaksis
3) Derajat 3 : Sama seperti derajat 1 & 2, ditambah kegagalan sirkulasi (nadi
cepat lemah, pulse pressure menurun < 20 mmHg), hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin lembab, gelisah
4) Derajat 4 : Sama seperti derajat 3, disertai syok berat (nadi tidak teraba, TD
tidak terukur)

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimal dengan 2  Leukopenia (jumlah


gejala : leukosit ≤5000
sel/mm3)
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbita  Trombositopenia
 Nyeri otot (jumlah trombosit
 Nyeri sendi/ tulang <150.000 sel/mm3)
 Ruam kulit makulopapular
 Peningkatan
 Manisfestasi perdarahan
hematokrit (5%-10%)
 Tidak ada tanda perembesan
plasma  Tidak ada bukti
perembesan plasma

DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia <100.000


perdarahan (uji bendung positif) sel/mm3; peningkatan
dan tanda perembesan plasma hematokrit ≥20%
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <100.000
perdarahan spontan sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%

DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia <100.000


kegagalan sirkulasi (nadi lemah, sel/mm3; peningkatan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hematokrit ≥20%
hipotensi, gelisah, diuresis
menurun

DBD* IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia <100.000


dan nadi yang tidak terdeteksi sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%

Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi


dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti
dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

11. Tatalaksana
DHF tanpa syok (DHF grade I dan II)

- antipiretik : Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali setiap 4-6jam. Jangan


aspirin dan ibuprofen ( dapat gastritis dan pendarahan)

- makan sesuai kondisi nafsu makan

- jika ada tanda bahaya, segera rujuk. Red flags : nyeri abdomen, muntah
persisten, panas sukar dikontrol dengan antipiretik, tanda perdarahan kulit,
ptekie, ekimosis, letargi, penderita tampak loyo dan perabaan terasa dingin,
oligouria, organomelia

- kebutuhan cairan harus terpenuhi : oral atau pareteral (formula Halliday


segar)

Berat badan (kg) Cairan rumatan / 24 jam

10 100cc/kgBB

10-20 1.000 CC + 50 CC/kgBB

>20 1. 500 CC + 20 CC /kgBB

*Setiap kenaikan 1°c cairan dinaikkan 12% dari kebutuhan rumatan

*Usia < 3 tahun : D5 1/4 saline, >3tahun : D5 1/2 saline.


DSS terkompensasi (DHF grade III)

- beri oksigen 2-4 LPM

- resusitasi cairan 10-20 ml/kgBB larutan kristaloid dalam 1jam

- bila syok teratasi beri 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam. Bila tanda vital
stabil dan diuresis baik, volume diturunkan menjadi 7, 5, 3, 1,5
ml/kgBB/jam. Pada umumnya pemberian cairan dapat dihentikan setelah
24-48 jam

- jika syok tidak teratasi periksa ABCS, apabila ditemukan kelainan


lakukan koreksi

Lab Keterangan

A-acidosis BGA Akibat syok berkepanjangan :


gangguan kontraktilitas otot
jantung dan aritmia

B-bleeding HCT Jika HCT menurun atau tidak


meningkat : periksa Golda untuk
persiapan transfusi

C-calsium SE, Ca++ Ca berperan untuk kontraktilitas


otot jantung : terapi Ca glukonas 1
mg/kgBB dilarutkan 2kali, bolus
pelan. Bisa diulang setiap 6jam,
dosis maksimal 10 mL

S-sugar Gula Akibat asupan makan rendah,


darah muntah, gangguan hati.
Hipoglikemia menyebabkan
gangguan kesadaran, kejang,
Aritmia bahkan henti jantung.
Terapi : bolus glukosa
0,5-1g/kgBB.
- jika hematokrit masih tinggi/meningkat berikan bolus kedua (sebaiknya
pilih larutan kristaloid) 10-30 ml/kgBB dalam 10-20 menit. Apabila syok
teratasi: pertahankan 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam volume diturunkan
menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kgBB/jam. Apabila syok tidak teratasi berikan obat
inotropik dan perawatan ICU.

DSS Dekompensasi (DHF grade IV)

- beri oksigen 2-4 lpm

- lakukan pemasangan akses Vena, apabila 2x gagal atau>3-5 menit


intravenous

- resusitasi cairan 10-20 ml/kgBB larutan kristaloid bolus dalam 10-20


menit (lakukan pemeriksaan HCT, BGA, gula darah dan kalsium). Bila
syok teratasi berikan 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, bila tanda vital stabil
dan diuresis baik, volume diturunkan menjadi 7, 5, 3, 1, 5 ml/kgBB/jam.
Pada umumnya bila syok tidak teratasi, periksa ulang hematokrit+koreksi
ABCS

- bila hematokrit rendah atau turun tetapi tidak ditemukan tanda


perdarahan, bolus kedua, jika tidak membaik : transfusi
- bila hematokrit rendah atau normal dan ditemukan tanda perdarahan
massif, tranfusi WBC 10ml/kgBB atau PRC 5 ml/kgBB.

Tatalaksana Kasus Tersangka DBD

Tanda kedaruratan pada skema di atas adalah indikasi untuk dilakukannya


rawat inap, yaitu:
 Takikardi
 CRT > 2 detik
 Dingin dan pucat
 Gelisah dan lemah
 Melena
 Oliguria
 Laboratorium : Ht meningkat dan trombosit menurun

Tatalaksana DBD pada rawat inap

12. Pemantauan
- Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran
hati, tanda perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan
dievaluasi untuk menilai hasil pengobatan
- Kadar haemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal tiap 12
jam
- Balans cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung, dan
jumlah perdarahan
- Pada DBD syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfuse darah
apabila diperlukan (IDAI, 2011).

13. Komplikasi
- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa
syok
- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut
- Edem paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan (IDAI, 2011).

14. Kriteria Memulangkan Pasien


- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit >50.000/ml
- Tidak dijumpai distress pernapasan (IDAI, 2011).

15. Prognosis
Pada anak, prognosisnya dubia ad bonam. Namun seiring bertambahnya
usia, manifestasi klinis DBD akan semakin ringan dan prognosisnya cenderung
lebih baik dari anak (ad bonam).
BAB III

KESIMPULAN

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus dengue


dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan atau sendi. Pada gejala
klinis dapat dibedakan dari onset waktunya yang mana terdapat fase febril, fase
kritis dan fase penyembuhan serta pelu dilakukan pemeriksaan laboratorium
yang sesuai dengan ketiga fase tersebut. Pada fase kritis perlu dimonitoring yang
ketat ditakutkan terjadinya syok yang bisa mengakibatkan kematian. Tatalaksana
dapat disesuaikan berdasarkan derajat DBD itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, H. M. N. H., 2018. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan


anak. Bandung: UNPAD Library Information System.

2. Hadinegoro R. S., M. I. C. A., 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana


Infeksi Dengue pada Anak. Edisi 1 ed. Jakarta: UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. IDAI (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,


Pedoman Pelayanan Medis. doi: 10.1136/adc.25.122.190.

4. Rampengan, T. H., 2008. Penyakit Infeksi Pada Anak. Edisi 2 ed. Jakarta:
EGC.

5. Soedarmo, S. S. P. et al. (2008) ‘Buku Ajar lnfeksi & Pediatri Tropis Edisi
Kedua’, in Ikatan Dokter Anak Indonesia.

6. Suhendro, L. N. K. C. H. T. P., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Edisi VI ed. Jakarta: Interna Publishing.

7. Sukohar, 2014. Demam Berdarah Dengue. Journal of Medula, 2(DBD).

8. IDAI (2011) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,


Pedoman Pelayanan Medis. doi: 10.1136/adc.25.122.190.
9. Soedarmo, S. S. P. et al. (2008) ‘Buku Ajar lnfeksi & Pediatri Tropis Edisi
Kedua’, in Ikatan Dokter Anak Indonesia.
10. World Health Organization (2011) Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever, WHO
Regional Publication SEARO. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
11. Yusoff, N. S. B. M. (2018) DEMAM BERDARAH DENGUE. Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai