Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :

Nama : Fitri Nengsi Astuti

Nim : 70700119009

Pembimbing Supervisor :

dr. Rizka Anastasia, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Fitri Nengsi Astuti

NIM : 70700119009

Referat : Demam Berdarah Dengue

Adalah benar telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik


berjudul Demam Berdarah Dengue dan telah disetujui serta telah dibacakan
dihadapan pembimbing supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.

Makassar, 25 Mei 2020

Mengetahui,

Supervisor

dr. Rizka Anastasia, Sp.A


DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5

1. Definisi..................................................................................................................5

2. Epidemiologi........................................................................................................5

3. Etiologi.................................................................................................................5

4. Patomekanisme....................................................................................................5

5. Manifestasi dan Gejala Klinis.............................................................................8

6. Diagnosis..............................................................................................................9

7. Penatalaksanaan................................................................................................10

8. Diagnosis Banding.............................................................................................13

9. Komplikasi.........................................................................................................13

10. Prognosis............................................................................................................13

11. Pencegahan........................................................................................................14

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan
kesehatan yang ada di Indonesia. Demam berdarah dengue muncul sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga mengakibatkan kepanikan di masyarakat
karena berisiko meyebabkan kematian serta penyebarannya sangat cepat. Angka
kejadian demam berdarah terus meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi
25.336 orang (tahun 2016) (Dinkesprov Jawa Timur, 2017).

Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik di


wilayah perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor dan
hubungannya dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor, urbanisasi,
dan lain sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah demam berdarah di daerah
perkotaan. Belum ada prediksi yang tepat untuk menunjukkan kehadiran dan
kepadatan vektor (terutama Aedes Aegypti di lingkungan perkotaan dan semi
perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan, suhu
dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila tingkat
kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan (Kasus et al., 2018).

Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-320C membantu


nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola penyakit di
Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Tingginya
angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk.
Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi bila kepadatan penduduk meningkat.
Semakin banyak manusia maka peluang tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga
akan lebih tinggi (Pongsilurang, Sapulete, &Wulan, 2015).

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah


dengue adalah faktor perilaku host. Faktor ini dipengaruhi oleh umur dan tingkat
pendidikan host serta faktor geografis dari wilayah tempat tinggal host. Faktor
umur dan tingkat pendidikan host akan memengaruhi cara pandang dan perilaku
host terhadap kejadian DBD. Faktor geografis berpengaruh pada perkembang
biakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal berisiko lebih besar untuk
terjadinya wabah demam berdarah. Curah hujan yang ideal mengakibatkan air
menggenang di suatu media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu,
pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah) Kasus et al., 2018).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi demam akut yang


disebabkan oleh 4 serotip virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma ke jaringan hingga sindrom renjatan yang dapat menyebabkan mortalitas
pada anak (Marcdante, dkk., 2013).

2. Epidemiologi

Indonesia termasuk negara endemis dengue; morbiditas dan mortalitas


dipengaruhi oleh usia, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, dan kondisi
iklim. Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun 2013.
Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia.
Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak 1.071 orang dengan total
penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di
Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%.
Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar
39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI. 2016).

3. Etiologi

Etiologi demam berdarah dengue yaitu Virus dengue yang termasuk dalam
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan terdiri dari empat serotipe: DEN- I ,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Seluruh serotipe beredar di Indonesia, dengan
serotipe DEN-3 yang paling dominan dan ditemukan pada kasus dengue dengan
masa inkubasi sekitar 4-10 hari (Marcdante, dkk., 2013).

4. Patomekanisme
Virus dengue ditransmisi melalui nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Vektor tersebut tersebar meluas di daerah tropis dan subtropis di
berbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui
gigitan nyamuk. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian, virus yang
berada dikelenjar liur yamuk berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan menjadi infektif selama hidupnya. Didalam tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation
period) (Depkes RI, 2004; Marcdante, dkk., 2013).

Teori hipotesisi infeksi sekunder (secondary heterologous infection)


berperan pada patogenesis demam berdarah dengue. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
virus bebas bereplikasi dalam sel makrofag hal ini dikenal dengan hipotesis
antibody dependent enhancement (ADE) (Depkes RI, 2004; Sudoyo AW dkk,
2009) (Depkes RI, 2004).

Respon antibodi anamnestik terjadi sebagai akibat infeksi sekunder yang


heterolog mengakibatkan peningkatan titer antibodi anti dengue. Di samping itu,
juga replikasi virs dengue pada limfosit mengakibatkan terbentuknya kompleks
virus antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma ke ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan
di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites) (Depkes RI, 2004).

Kompleks antigen-antiodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit sehingga
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), hal ini menyebabkan
trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini mengakibatkan pengeluaran faktor
pembekuan III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningktan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan (Depkes RI,
2004).

Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit. Di


sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor hagemen sehingga
terjadi aktivasis sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler.
Jadi, perdarahan masif pada dbd diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan
faktor pembekuan, kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel
kapiler (Depkes RI, 2004).
5. Manifestasi dan Gejala Klinis

Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase

demam (febrile), fase kritis, dan fase penyembuhan . Fase demam berlangsung
pada demam hari ke-1 hingga 3, fase kritis terjadi pada demam hari ke-3 hingga 7,
dan fase penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6-7. Perjalanan penyakit
tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien
dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD) (Suprapto, 2014).

Gejala klinis demam berdarah dengue :

a. Demam tinggi mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari,


b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet positif, ataupun
pendarahan spontan pada kulit (peteki, ekimosis, memar) dan atau di
tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan yang ditandai nadi cepat dan lemah sampai tak teraba, tekanan
nadi menyempit (≤ 20 mmHg) atau hipotensi (tekanan sistole ≤ 80 mmHg)
sampai tak terukur disertai kulit dingin, lembab, dan gelisah (Dept. Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas).

6. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria klinis:

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus-menerus


selama 2-7 hari
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
 Uji tourniquet positif
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratoris :

a. Trombositopenia (≤ 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih

Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau


peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan
trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Depkes RI, 2004).

Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, pada hari ke-3 umumnya leukosit


menurun atau normal, hematokrit mulai meningkat, dan trombositopenia
terjadi pada hari ke 3-7. Pada pemeriksaan jenis leukosit ditemukan
limfositosis (peningkatan 15%) mulai hari ke-3, ditandai dengan adanya
limfosit atipik.
b. Uji serologi :
 HI (hemaglutinasi inhibisi) test dilakukan pada fase akut dan
konvalesens, infeksi primer, serum akut < 1: 20, serum
konvalesens naik 4 x
 IgM dan IgG anti dengue, IgM anti dengue (+) infeksi primer, IgG
anti dengue (+) infeksi sekunder.
e. Foto polos thorax lateral dekubitus kanan : terdapat efusi pleura dan
bendungan pembuluh darah paru (Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas).

Derajat DBD menurut WHO

7. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi untuk DBD yaitu simptomatis dan supportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan.

a. DBD fase demam


 Diberikan parasetamol dengan dosis 10mg/kg BB/ x (3-4x sehari)
 Diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Kemudian
setelah dehidrasi dapat diatas, anak diberikan minum 80-100 ml/kg
BB dalam 24 jam berikutnya (Depkes RI, 2004).
b. DBD derajat I dan II

Pada saat pasien datang dengan DBD grade I dan II, berikan cairan kristaloid

ringer laktat/NaCl 0,9% atau dextrose 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9%, 6-7
ml/kgBB/jam. Monitor tanda-tanda vital dan hematokrit serta jumlah trombosit
tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.

 Apabila KU membaik : anak tampak tenang, TD stabil, diuresis


cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital
tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan
akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
 Apabila KU tidak membaik : anak tampak gelisah, nafas cepat,
frekuensi nadi meningkat, Ht tetap tinggi/naik, tekanan nadi <20
mmHg, maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam. Tetapi
apabila Ht turun berarti terdapat perdarahan, berikan transfusi
darah segar 10 ml/kgBB/jam.i indikasi transfusi pada anak, yaitu
syok belum teratasi dan perdarahan masif. Bila keadaan klinis
membaik, maka cairan disesuaikan (Depkes RI, 2004).
c. DBD derajat III dan IV

20

 Derajat IV : IFVD RL/RA diguyur atau bolus 100-200 ml sampai nadi


teraba dan tensi mulai terukur 15-30 menit.
 Derajat III : infus RL dengan kecepatan 20 ml/kgbb/jam. Setelah
renjatan teratasi, tekanan sistolik >80 mmHg, nadi jelas teraba
kecepatan diubah menjadi 10 ml/kgbb/jam selama 4-6 jam. Bila KU
tetap membaik, jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan
keadaan klinis vital dan nilai hematokrit yaitu 5-7 ml/kgbb/jam dan
cairan RL: dextrosa 5%=1:1. IVFD dipertahankan selama 48 jam
setelah renjatan teratasi.
 Pada penderita renjatan berat, yang tidak berespon dengan pemberian
RL/RA 20 cc selama 1 jam dapat diberikan cairan plasma (plasma
expander/dextran L) dengan kecepatan 10-20ml/kgbb/jam maksimal
20-30 ml/kgbb/jam.
 Oksigen 2-4 ml/menit pada pasien sindrom syok dengue
 Indikasi pemberian darah : perdarahan secara klinis atau setelah
pemberian kristaloid dan koloid, syok menetap, Ht turun (Dept. Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas).
8. Diagnosis Banding

Penyakit dengan gejala demam akut lainnya, seperti demam tifoid,


campak, influenza. malaria, chikungunya, leptospirosis idiopatic
thrombocytopenic purpura (ITP) (Suprapto, 2014).

9. Komplikasi
a. Ensefalopati dengue: edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik pada
syok maupun tanpa syok.
b. Kelainan ginjal; akibat syok berkepanjangan.
c. Edema paru; akibat pemberian cairan berlebihan (Suprapto, 2014).
10. Prognosis

Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan
perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2% . Ketahanan hidup
secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif serta derajat penyakit
(Marcdante, dkk., 2013).

11. Pencegahan
Menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan insektisid, penolak
nyamuk, penutup tubuh dengan pakaian, kelambu rumah dan penghancuran
tempat-tempat pembiakan Aedes aegypti. Menguras dan menutup tempat
penampungan air. Larvisid dapat ditambahkan dengan aman pada air minum. Alat
semprot volume ultra-rendah secara efektif memancarkan malation pembunuh
nyamuk dewasa dari truk atau pesawat udara untuk intervensi cepat selama
epidemi. Hanya cara-cara anti nyamuk perseorangan yang efektif melawan
nyamuk di lapangan, hutan atau belantara.
BAB III
KESIMPULAN
1. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut akibat
infeksi virus dengue (Den-, Den-2, Den-3, Den-4).
2. Nyamuk aedes adalah vektor dari virus dengue
3. Indonesia merupakan negara endemik demam berdarah
4. Patogenesis DBD dijelaskan dengan teori infeksi heterolog sekunder
(seondary heterologous dengue infection) dan antibody dependent
enhancement (ADE)
5. Gejala klinis berupa demam, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan
syok
6. Pemeriksaan yang dapat dilakukan : uji tourniquet, IgM dan IgG anti
dengue, radiologi foto polos thorax, dan darah rutin.
7. Terdapat 4 derajat demam berdarah dengue
8. Terapi yang diberikan berupa simptomatik, suportif, dan disesuaikan
dengan derajat penyakitnya.
9. Prognosis dapat beragam yang berkaitan langsung dengan derajat penyakit
serta penanganan awal yang diberikan.
10.
DAFTAR PUSTAKA
Dinkesprov Jawa Timur. (2017). Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun
2016. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya.

Pongsilurang, C. M., Sapulete, M. R., & Kaunang, W. P. J. (2015). Pemetaan


kasus demam berdarah dengue di Kota Manado. Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropik, 3(2), 66– 72

Depkes RI (2004) ‘Tata Laksana DBD’, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue
Di Indonesia, pp. 1–62. Available at:
https://silahuddinm.files.wordpress.com/2013/02/bk2007-g4.pdf.
Kasus, G. et al. (2018) ‘The Overview of Dengue Hemorrhagic Fever Cases in
Blitar City from 2015 to 2017’, Jurnal Berkala Epidemiologi, 6, pp. 260–
267. doi: 10.20473/jbe.v6i3.2018.260-267.
Marcdante, dkk., 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
Elsevier - Local. Jakarta.
Kemenkes RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia tahun 2015. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Suprapto, N., & karyanti, m. r. (2014). kapita selekta kedokteran. jakarta: media
aesculapius.

Departemen ilmu kesehatan anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medis Ilmu


kesehatan Anak. FK Unhas.

Anda mungkin juga menyukai