Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi dalam kehamilan berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas.
Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti
infertilitas dan sterilitas. Kehamilan dianggap sebagai kondisi
immunosupresi. Perubahan respon imun dalam kehamilan dapat menurunkan
kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu, perubahan traktus pada genetalia
juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu infeksi. Infeksi maternal
disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi baik secara
endogen maupun secara eksogen.
Infeksi Human Papillomavirus (HPV) adalah penyakit yang sembuh
sendiri dan seringkali tanpa gejala. Human Papilomavirus (HPV) merupakan
salah satu virus DNA dan golongan pavovavirus. Virus HPV dapat
menyerang pada bagian kulit dan lapisan lembab sepanjang tubuh yaitu
selaput di dalam mulut dan tenggorokan, serviks (leher rahim) dan anus.
Infeksi virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prekanker,
kondiloma akuminata, dan kanker. Penyebaran infeksi HPV dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan kulit penderita terutama melalui hubungan
seksual dan sebagian besar virus HPV menimbulkan kutil di kulit (Evriarti &
Yasmon, 2019).
Pada sebagian besar infeksi HPV awal tidak disadari oleh penderita
dan tidak menimbulkan gejala. Pada manifestasi klinis untuk setiap tipe HPV
bervariasi tergantung pada tipe HPV dan lokasi tubuh yang terinfeksi.
Beberapa gejala yang jelas diantaranya kutilpada wajah, lengan, kaki, dada,
alat kelamin. Human papillomavirus (HPV) menyerang baik perempuan
maupun laki-laki. Pada perempuan kasus terbanyak adalah kanker servik,
vulva, vagina. Prevalensi angka kejadian kanker serviks pada perempuan
urutan kedua kanker terbanyak setelah kanker payudara pada tahun 2020
(Globocan, 2020).
Terdapat tipe HPV risiko tinggi dan risiko rendah. HPV risiko tinggi
dikaitkan dengan perkembangan menjadi kanker serviks sedangkan HPV
risiko rendah dikaitkan dengan kejadian kutil jinak pada epitel mulut dan
saluran urogenital (Evriarti & Yasmon, 2019). Beberapa cara yang biasanya
dilakukan untuk mendeteksi HPV yaitu dengan pemeriksaan pap smear, blok
paraffin, Isolasi DNA dan lain-lainya. Adapun cara terbaru untuk
mengidentifikasi adalah dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR).
Mengingat bahwa seorang perawat harus bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional, maka dalam
memberikan pelayanan atau asuhannya harus selalu memperhatikan manusia
sebagai makhluk yang holistik, yaitu makhluk yang utuh atau menyeluruh
yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang
perawat juga harus menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang
komprehensif melalui proses keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Asuhan keperawatan pada pasien infeksi Human Papiloma virus
(HPV) juga meliputi pemberian edukasi dan informasi kepada pasien guna
untuk meningkatkan pengetahuan klien dapat mengurangi kecemasan serta
ketakutan klien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
a. Bagaimana konsep medis infeksi human papilomavirus?
b. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien infeksi human
papilomavirus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas dengan topik
asuhan keperawatan pasien infeksi human papilomavirus dalam
menyelesaikan semester genap jurusan Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Riau
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui serta memahami konsep medis infeksi human
papilomavirus
b. Untuk mengetahui serta memahami konsep asuhan keperawatan
infeksi human papilomavirus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Human Papiloma Virus (HPV)
Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang paling sering
dijumpai pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses
terjadinya kanker. Virus ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual.
Virus ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral sex,
anal sex, dan hand sex (Setiawati, 2016).
Infeksi Human Papillomavirus (HPV) adalah penyakit yang sembuh
sendiri dan seringkali tanpa gejala. Human papillomavirus (HPV) adalah
anggota family Papoviridae, genus papillomavirus. HPV berkuran kecil
dengan diameter 55 nm dan merupakan virus DNA sirkuler dengan untaian
ganda yang tidak terselubung. HPV memiliki kapsid icosahedral (L1 dan L2)
tersusun dari 72 kapsomer. Setiap kapsomer adalah satu pentamer kapsid
mayor (L1). Setiap kapsid virion terdiri dari beberapa kapsid minor (L2).
Genom HPV secara fungsional terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama
adalah noncoding upstream regulatory region (URR). Bagian ini memiliki
p97 yang merupakan promotor inti yang meregulasi replikasi DNA dengan
mengatur transkripsi dari early region dan late region. Bagian kedua adalah
early region berupa E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7, dan ES. Bagian ini terlibat
dalam replikasi virus dan onkogenesis. Bagian ketiga adalah late region yang
mengkode struktur protein L1 an L2 untuk kapsid (Fentia et al., 2022).
Sampai saat ini sudah diketahui lebih dari seratus tipe HPV, dengan 33 tipe
diantaranya diketahui menginfeksi saluran genital dan sekurangnya 13 tipe
dapat menyebabkan kanker.
2.2 Klasifikasi HPV
HPV memiliki lebih dari 100 genotipe yang dikelompokkan menjadi
tipe kulit dan mukosa. HPV dapat menginfeksi sel-sel epitel basal dari kulit
atau lapisan dalam jaringan dan dikategorikan sebagi tipe kulit atau kutaneus
bersifat epidemiprotik dan memiliki target lapisan kulit tagan dan kaki. Tipe
mukosa menginfeksi lapisan mulut, tenggorokan, saluran pernafasan, atau
epitel anogenital. Menurut Agustiawan et al., (2022) pembagian HPV tipe
mukosa selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan pengaruh terhadap kanker
serviks dan lesi prekursor yaitu:
a. HPV Risiko Tinggi (HPV-RT)/High-Risk HPV
Tipe HPV-RT termasuk tipe 16, 18, 31,33, 35, 39, 45, 51. 52, 56, 58, 59,
66, 68, dan 70. Tipe 16, 18, 45, dan 56 memiliki pengaruh yang sangat erat
dengan kanker serviks. Tipe 16 dan 18 merupakan dua tipe utama HPV-
RT yang paling sering terdeteksi pada daerah anogenital, lebih dari 90%
kanker serviks, dan secara kausal berpengaruh dengan lebih dari 50%
karsinoma invasif anogenitasi lainnya
b. HPV Risiko Rendah (HPV-RR)/Low-Risk HPV
Tipe kelompok ini meliputi tipe 6, 11, 42, 43, 44, dan 53
2.3 Faktor Risiko HPV
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) biasa terjadi pada perempuan
di usia reproduksi (Aulia, 2016). Infeksi ini dapat menetap, berkembang
menjadi displasi atau sembuh sempurna. Faktor risiko yang menyebabkan
perempuan terpapar HPV adalah:
a. Menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20
tahun).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau randang panggul.
e. Perempuan perokok dan perokok pasif, perempuan perokok berisiko 2.5
kali lebih besar, sedangkan perokok pasif risikonya 1.4 kali lebih besar.
f. Tidak adanya tes pap yang teratur.
2.4 Manifestasi Klinis HPV
Gejala fisik yang terlihat pada wanita :
a. Kutil pada organ kelamin, dubur atau anus atau pada permukaan vagina.
b. Pendarahan yang tidak normal.
c. Vagina menjadi gatal, panas atau sakit.
HPV risiko rendah atau non-onkogenik menghasilkan gambaran klinis kutil
anogenital, yang mungkin kondilomatosa, papula, atau keratotik. Bentuk
subklinis dari infeksi HPV genital dapat hadir dengan lesi “aceto-white” yang
terdapat pada serviks yang akan muncul saat diperiksa menggunakan larutan
asam asetat dievaluasi dengan kolposkopi, dan dapat memberikan bentuk lain
yaitu squamous intraepithelial lesi (SIL) secara mikroskopis, pemeriksaan
dengan sitologi dan histopatologi.
Infeksi Human Papillomavirus dapat dibagi menurut letaknya yakni di
kulit dan mukosa. Veruka vulgaris merupakan infeksi Human Papillomavirus
terbanyak (Rahmawati et al., 2020)
a) Veruka vulgaris
Disebabkan oleh HPV tipe 1, 2, 4. Veruka vulgaris bersifat asimtomatis,
hiperkeratosis, eksofitik, papul dan nodul berbentuk kubah, permukaan
verukous, ukurannya lebih kecil dari 1mm hingga 10 mm (namun jarang
sekali). Lokasi tersering ditemukan di tangan (terutama jari tangan), selain
itu bisa terdapat di lutut, siku atau bagian tubuh lain yang terkena trauma.
Veruka di periungual dapat terjadi dibeberapa tempat, di sekitar tepi kuku,
termasuk di proksimal nail fold dan hiponikium

b) Veruka Filliformis
Veruka yang timbul terutama pada muka, leher, dan area perioficial.
Memberikan gambaran bentuk yang memanjang dengan fiksasi di dasar.

c) Veruka Plana
Lesi ini paling banyak di wajah, tangan bagian dorsum, bagian depan kaki
dari lutut sampai mata kaki. Manifestasi klinis lesi dengan bentuk
lentikuler, jumlahnya banyak terdiri dari papul dengan pemukaan halus
dan datar, papul kecil dengan peninggian yang jelas, berwarna abu-abu,
kekuningan, atau dapat berwarna seperti kulit, diameter kurang dari 5 mm.
Pada veruka plana ini dapat terjadi fenomena Koebner. Serotipe HPV
tersering yang menyebabkan veruka plana ini adalah HPV tipe 3 dan 10.
Penyembuhan lesi terkadang terjadi spontan, dan terkadang memiliki
gejala gatal, dengan inflamasi di sekitarnya atau depigmentasi

d) Veruka plantaris
Terjadi pada telapak kaki dan banyak terjadi pada anak-anak. Penyebab
tersering dari veruka plantaris adalah serotipe HPV tipe 1. Memiliki dua
bentuk endofitik dan eksofitik. Veruka plantaris berbentuk endofitik pada
umumnya unik, dalam dan nyeri berbentuk plak keratinosit batas jelas di
tengahnya terdapat sebuah titik hitam (thrombosed capillaries) dan cincin
keratin keputihan tebal dengan sisi tepi menurun dan depresi ditengah.
Veruka plantaris terdapat pada telapak kaki yang merupakan titik tumpu
berat badan. Veruka plantaris yang eksofitik atau mosaik berbentuk plak yang
ukurannya luas dan koalesen.

e) Veruka Berpigmen
Gambaran klinis veruka berpigmen adalah variasi warna yang bermacam-
macam dari abu-abu hingga kecoklatan, dan gambaran histologis spesifik
adanya badan inklusi yang homogen di sitoplasma. Terdapat peningkatan
melanosom pada lesi. Veruka tipe ini berhubungan dengan HPV tipe 4, tipe 65
dan tipe 60.
f) Veruka Butcher’s
Veruka ini lebih banyak akibat kerja. Pekerja pemotong daging, ayam, dan
ikan. Memberikan gambaran klinis papul verukous yang meluas atau lesi
seperti cauliflower pada punggung, telapak tangan dan tepi periungual pada
tangan dan jari tangan. Serotipe yang sering menyebabkan adalah HPV tipe7
dan HPV tipe 2

g) Epidermodysplasia verruciformis (Levandowsky-Lutz)


Penyakit herediter yang bersifat autosomol resesif, terjadi respon imun yang
abnormal terhadap infeksi HPV. Lebih sering didapatkan pada populasi
wanita. Pada 10% kasus epidermodysplasia verruciformis terdapat retardasi
mental. Gejala klinisnya dimulai pada usia bayi, gambaran lesinya seperti
veruka vulgaris dan veruka plana, lesi cenderung timbul pada lokasi yang
tersering terpapar sinar matahari, punggung tangan, lengan, leher, dan wajah
h) Kondilomata Akuminata
Kondilomata akuminata pada umumnya asimtomatis, tetapi dapat
menimbulkan ketidaknyaman karena mengakibatkan gatal, lembap,
perdarahan, dispareuni, rasa terbakar, dan menimbulkan sekret. Human
Papillomavirus tipe 6 dan 11 yang paling sering, selain itu juga tipe 16, 18,
31, dan 33. Penularan melalui kontak seksual, baik genito-genital, oro-
genital. Manifestasi infeksi pada kelamin berupa a). kondilomata
akuminata, bentuk klasik seperti bunga kol yang menonjol; b). papul halus
(smooth popular form/ sessile), papul kecil, halus berwarna seperti daging
atau papul hiperpigmentasi yang mungkin bergabung membentuk plak; c).
papul keratotik atau seperti veruka vulgaris; d). veruka plana. Infeksi
kondilomata akuminata berbentuk tiga macam: infeksi subklinis, klinis
dan laten. Infeksi subklinis hanya tampak dengan alat bantu misal asam
asetat 3-5%
i) Giant Kondilomata Akuminata
Tumor yang jarang pada anorektum dan genitalia eksterna yang berhubungan
dengan HPV risiko rendah tipe 6 dan 11. Lesi berukuran besar, berbau tidak
enak, massa seperti kembang kol, pertumbuhan lambat dan sering berulang.
Lesi dapat menginfiltrasi dalam hingga jaringan di bawahnya dapat berkomp-
likasi menjadi fistul dan abses
j) Bowenoid Papulosis
Lesi berbentuk papul multi fokal pada genitalia dengan gambaran histologis
seperti karsinoma in situ atau bowen disease. Gambaran klinisnya adalah
papul berwarna kecoklatan atau papul yang eritematus yang letaknya di regio
anogenital, predileksi pada dewasa muda yang seksual aktif. Gambaran
klinisnya harus dibedakan dengan keratosis seboroik, nevus melanositik, dan
veruka vulgaris. bowenoid papulosis sangat erat kaitannya dengan HPV tipe
16
k) Recurrent Respiratory Papillomatosis (papiloma laring)
Recurrent Respiratory Papillomatosis (papiloma laring) terdiri dua macam,
yakni saat anak-anak (juvenile onset) dan dewasa (adult onset). Diakibatkan
penularan dari daerah anogenital ibu ke traktus respiratorius janin pada saat
proses melahirkan, dan juga dapat terjadi pada janin masih di dalam
kandungan melalui plasenta dan cairan amnion. Predileksi pada saluran
respiratorius, area transformasi (dimana epitel berskuama dan epitel kolumnar
bertemu) yakni laring. Gejala klinis adala suara serak, batuk, wheezing, pe-
rubahan suara, dispnea kronik ,tersedak, dan pingsan. Penyakit ini cukup
berbahaya dan mengancam jiwa, karena pertumbuhan yang meluas sehingga
menyebabkan obstruksi total saluran nafas. Pemeriksaan endoskopi cara
menegakkan diagnosa.
2.5 Patofisiologi HPV
Virus ini hanya menginfeksi sel-sel lapisan dalam yang tidak
berdiferensiasi pada kulit atau selaput lendir yang disebut sel epitel basal.
Virus dapat mencapai sel target hanya melalui mikrolesi akibat adanya trauma
pada permukaan luar kulit atau mukosa. Jumlah pembelahan yang terjadi
selama diferensiasi bergabung secara terbatas membentuk epitel apikal. Pada
HPV risiko tinggi (HR-HPV), infeksi menyebabkan pembelahan sel terjadi,
Masa inkubasi HPV 3-4 bulan (bervariasi 1 bulan hingga 2 tahun). HPV
membelah berkali-kali bila respon imun rendah, misalnya pada kasus HIV,
merokok, hamil, dan mal- nutrisi. (Evriarti & Yasmon, 2019).
Diawali dengan masuknya HPV ke dalam lapisan sel epitel pejamu
karena adanya mikroabrasi atau luka kecil. Bila berhasil melakukan pelekatan
pada sel epitel melalui reseptornya, virus akan diendositosis dan masuk ke
dalam sel. Setelah berhasil masuk sel, virus akan mengalami uncoating,
kemudian virus akan memulai proses replikasinya dengan cara mengambil
alih sistem transkripsi dan translasi sel pejamu. Protein E6 dan E7 berperan
penting dalam hal ini karena adanya kedua protein tersebut menghalangi kerja
dari protein supressor tumor p53 dan pRb sehingga sel menjadi imortal dan
pembelahan sel menjadi tidak terkendali. Apabila proses ini terakumulasi
tanpa berhasil dieliminasi oleh sistem imun, infeksi oleh virus HPV dapat
menjadi persisten dan timbul suatu keganasan berupa kanker (Evriarti &
Yasmon, 2019).
Kebanyakan infeksi HPV adalah transien, dan tidak jelas apakah virus
dihilangkan oleh pejamu ataukah dipertahankan pada fase laten di epitel. Pada
epitel skuamosa normal di serviks, stratum basalis merupakan area dimana
terjadinya pembelahan sel secara aktif. Setelah pembelahan, sel-sel
bermigrasi keatas dan tidak lagi mengikuti siklus sel dan menjadi keratinosit
yang tidak membelah lagi. Di dalam anus, lesi intraepitel biasanya muncul di
zona transisi, yaitu daerah antara tautan skuamokolumner dengan mukosa
kolumner rektum distal dari linea dentata. Setelah masuk ke dalam epitel
serviks atau anus pada daerah mikrotrauma, HPV menyasar sel basal yang
berproliferasi secara aktif. Kebanyakan replikasi genom virus terjadi setelah
sel epitel bermigrasi meninggalkan stratum basalis. Oleh karena sel epitel
telah berhenti membelah pada saat ini, jumlah cetakan virus tiap sel nya
meningkat dengan tajam, begitu pula dengan kadar ekspresi gen virus. Epitel ini
kemudian mengalami peluruhan dan virion-virion HPV yang infeksius kemudian
dilepaskan, yang dapat menginfeksi pejamu baru. Respon imunitas terhadap
infeksi alamiah HPV meliputi respon imun seluler dan humoral. Respon imun
humoral menyebabkan pembentukan antibodi penetralisir terhadap kapsid
protein L1 yang merupakan faktor virulensi yang berguna dalam mencegah
infeksi primer keratinosit basal. Setelah HPV memasuki sel, pembersihannya
bergantung pada sel-T sitotoksik yang bereaksi dengan sel-sel yang terinfeksi
melalui pengenalan protein virus yang diekspresikan. Infeksi HPV alamiah
merangsang terjadinya produksi antibodi dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan tipe nampaknya tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi
HPV berikutnya yang spesifik terhadap tipe (Oenarta, 2019).
2.6 Penyakit yang Disebabkan HPV
Kondisi medis yang telah dikaitkan dengan adanya infeksi HPV antara
lain:
a. Kondiloma akuminatum
b. Lesi serviks: misalnya lesi intraepitel skuamosa derajat rendah atau tinggi,
serta kanker serviks
c. Kanker anal
d. Kanker nasofaring
e. Penyakit mukosa nonanogenital: misalnya kutil oral, papiloma respiratori,
dan hiperplasia epitel fokal (penyakit Heck)
f. Penyakit kulit nongenital: misalnya veruka vulgaris, veruka plana, dan
papulosis Bowenoid
g. Epidermodysplasia verruciformis
2.7 Cara Pencegahan HPV
Berikut beberapa upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk
mencegah infeksi HPV (Setiawati, 2016):
a. Vaksinasi HPV. Vaksin ini dianjurkan bagi remaja perempuan dan dapat
diberikan sejak usia 10 tahun hingga 26 tahun. Vaksinasi HPV merupakan
pencegahan primer dan pap smear merupakan bagian dari pencegahan
sekunder.
b. Hindari menyentuh kutil secara langsung, segera mencuci tangan dengan
sabun apabila tidak sengaja menyentuh kutil.
c. Hindari berganti-ganti pasangan dan gunakan kondom setiap kali
berhubungan intim.
d. Menjaga kebersihan, misalnya mengenakan alas kaki di tempat umum
yang lembap dan memakai kaus kaki yang bersih.
e. Hindari berbagi pemakaian barang pribadi, seperti pisau cukur atau
gunting kuku.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Sitologi
Pap smear merupakan prosedur skrining yang dikerjakan pada usia 21
tahun dan diulangi setiap 3 tahun hingga usia 30 tahun. Setelahnya, jarak
skrining dapat dilebarkan menjadi 5 tahun sekali. Skrining Pap smear
dapat dihentikan setelah usia 65 tahun jika pasien tidak memiliki hasil Pap
smear normal dalam 20 tahun terakhir
b. Pemeriksaan HPV DNA
Pemeriksaan HPV DNA disarankan jika hasil Pap smear menunjukkan sel
skuamosa atipikal.
c. Pemeriksaan asam asetat
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menerapkan kassa yang telah
dilembabkan dengan asam asetat 3-5% selama 5-10 menit. Dengan
melakukan hal tersebut, lesi genital yang sulit dinilai bisa tampak lebih
jelas. Selain itu, jaringan dysplasia dan neoplasia akan berubah warna
menjadi putih (acetowhite).
d. Pemeriksaan biopsi
Pemeriksaan dapat dilakukan jika diagnosis infeksi HPV meragukan,
terutama jika kutil berpigmen abnormal, mengalami ulserasi, atau indurasi.
Biopsi dilakukan dengan memberi anestesi lidocaine 1%, kemudian
mengambil spesimen menggunakan forsep biopsi mulut buaya. Kontrol
perdarahan dapat dilakukan dengan aplikasi perak nitrat atau penjahitan
2.9 Penatalaksanaan HPV
a. Salicylic acid dan cryosurgery merupakan dua terapi yang paling sering
dilakukan dalam pengobatan terhadap veruka vulgaris. Terapi yang lain yang
dapat digunakan untuk veruka vulgaris yang resisten adalah, topikal atau
imunoterapi sistemik, injeksi bleomycin intralesi, bedah eksisi, kuretase atau
kauterisasi
b. Terapi lini pertama untuk infeksi Human Papillomavirus di wajah adalah
dengan menggunakan cryosurgery
c. Nitrogen cair digunakan sebagai terapi veruka plantaris terutama ukuran
lesinya kecil dan lesi masih baru. Pengobatan veruka plantaris dengan lesi
yang luas dengan diameter lebih dari 1cm, penggunaan nitrogen sering
kurang efektif, karena sering menimbulkan nyeri pada daerah yang terkena
nitrogen cair, serta timbulnya blister dan scar. Terapi lain yang dapat
digunakan yakni bedah eksisi dan laser ablasi
d. Veruka berpigmen merupakan lesi yang lebih keratinisasi, terapi yang terbaik
dilakukan adalah eksisi
e. Terapi yang dapat diberikan pada Veruka Butcher’s ini sama dengan terapi
Infeksi Human Papillomavirus dikulit yakni terapi kimiawi, podofilin,
podofilotoksin, TCA, 5 flourourasil, interferon dan imuquimod, serta terapi
ablatif yang lain seperti eksisi, cryotherapy, elektrokauterisasi
f. Pengobatan epidermodysplasia verruciformis dapat menggunakan nitrogen
cair atau terapi ablatif yang lain yakni cryosurgery dan elektrokauter, terapi
terutama adalah pencegahan terhadap paparan sinar matahari, karena paparan
terhadap sinar matahari meningkatkan resiko keganasan, terutama squamous
malignancies pada individu ini. Terapi pengobatan yang lain seperti topikal
retinoid atau 5 flourourasil dapat digunakan apabila lesi yang luas. Imunotera-
pi topikal seperti imuquimod atau cidofovir dapat dipertimbangkan
g. Penatalaksanaan kondilomata akuminata ditentukan oleh kondisi pasien, usia,
kemampuan menerima risiko terapi, lokasi lesi, jumlah lesi, dan kemampuan
tenaga medis. Beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan untuk kondilomata
akuminata adalah podofilotoksin, imuquimod, cryotherapy, podofilin, resin,
trichloroacetid acid (TCA), bichloroacetic acid (BCA), kuretase, bedah
listrik, eksisi, laser, interferon dan 5 flourourasil
h. Terapi bedah eksisi, elektrokoagulasi, cryotherapy, terapi CO2 laser,
photodynamic therapy, tidak disarankan untuk bowenoid papulosis karena
modalitas terapi tersebut tidak dapat memberikan pengobatan yang efektif dan
efisien, hal ini diakibatkan distribusi lesi bowenoid papulosis yang multifokal.
Alternatif pilihan yang lain adalah kemoterapi, termasuk 5-fluorourasil,
podofilin, cidofovir, imiquimod dan retinoid lokal atau sistemik
i. Terapi dapat menggunakan angiolitik laser atau dapat dikombinasikan dengan
mikrodebridemen menggunakan cidovofir intralesi pada Recurrent
Respiratory Papillomatosis (papiloma laring)
BAB III
KONSEP ASKEP
Adapun konsep asuhan keperawatan dalam Jannah (2019) yaitu:
3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan,
pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, nama
orangtua dan pekerjaan orangtua.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air dan
berbau.
2. Riwayat kesehatan sekarang
keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah
melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada
panggul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit HIV/AIDS.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi. Keluarga yang memiliki riwayat yang sama berisiko
tinggi terkena penyakit yang sama.

d. Keadaan psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan
suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien
meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah
pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak
berguna atau menyusahkan orang lain.
e. Data khusus
1. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir.
2. Aktivitas dan Istirahat
a) Kelemahan atau keletihan akibat anemia.
b) Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam
hari.
c) Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas dan keringat malam.
3. Integritas ego
faktor stress, menolak diri atau menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat,
pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai diagnosis dan
perasaan putus asa.
4. Eliminasi
Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis, misalnya
nyeri.
5. Makan dan minum
Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, bahan pengawet.
6. Nyeri dan kenyamanan
Gejala adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan proses
penyakit.
7. Seksualitas
Perubahan pola seksual, keputihan (jumlah, karakteristik, bau),
perdarahan sehabis senggama.
8. Integritas social
Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan
lingkungan, perasaan acuh.
9. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi, servikografi,
pemeriksaan visual langsung, gineskopi.
10. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok dan mudah tercabut
b) Wajah
Konjungtiva anemis akibat perdarahan.
c) Abdomen
Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
akibat tumor menekan saraf lumbosakralis.
d) Ekstermitas
Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki).
e) Genitalia
Terdapat kutil pada daerah kemaluan yang banyak dan lama
kelamaan akan menyatu dan membesar, keputihan,
peradangan, pendarahan dan lesi
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI, kemungkinan
masalah yang muncul adalah sebagai berikut: (PPNI, 2017)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
d. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
1 perfusi perifer Setelah dilakukan Manajemen sensasi perifer
tidak efektif b.d asuhan keperawatan Observasi
penurunan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi penyebab
konsentrasi perfusi perifer perubahan sensasi
Hemoglobin meningkat dengan 2. Periksa sensasi panas
kriteria hasil : atau dingin
1. Denyut nadi 3. Monitor perubahan kulit
perifer 4. Monitor adanya
meningkat tromboflebitis dan
2. Warna kulit tromboemboli vena
pucat menurun Terapeutik
3. Pengisian kapiler 1. Hindari pemakaian
membaik benda-benda yang
4. Akral membaik berlebihan suhunya
5. Turgor kulit Edukasi
membaik 1. Anjurkan penggunaan
thermometer untuk
menguji suhu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan asuhan keperawatan Observasi
dengan agen selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
pencedera diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
fisiologis nyeri menurun frekuensi, kualitas,
dengan kriteria intensitas nyeri
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
2. Meringis memperingan nyeri
menurun Terapeutik
3. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik non
menurun farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
ketidakadekuatan tindakan Observasi
pertahanan tubuh keperawatan 3x24 1. Monitor tanda dan gejala
sekunder jam tingkat infeksi infeksi local dan sistemik
(penurunan menurun dengan Terapeutik
hemoglobin). kriteria hasil : 1. Batasi jumlah
 Nafsu makan pengunjung
meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan
 Kadar sel sesudah kontak dengan
darah pasien dan lingkungan
membaik pasien
3. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan.
4 Disfungsi seksual Setelah dilakukan Edukasi seksualitas
berhubungan tindakan Observasi
dengan perubahan keperawatan 3x24 1. Identifikasi kesiapan dan
struktur tubuh jam tingkat infeksi kemampuan menerima
menurun dengan informasi
kriteria hasil : Terapeutik
1. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan anatomi dan
fisiologi system
reproduksi laki-laki dan
perempuan
2. Jelaskan perkembangan
seksualitas sepanjang
siklus kehidupan
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah disusun
dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat melakukan dua intervensi
yaitu mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (Jannah,2019).
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah hasil asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari poses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan
keperawatan yang telah dilakukan (Cahyanti, 2016).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang paling sering dijumpai
pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses terjadinya
kanker. Virus ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral
sex, anal sex, dan hand sex. Gejala fisik yang terlihat pada wanita yaitu Kutil
pada organ kelamin, dubur atau anus atau pada permukaan vagina, Pendarahan
yang tidak normal, Vagina menjadi gatal, panas atau sakit. Ada beberapa upaya
pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi HPV seperti : Vaksinasi
HPV, Hindari menyentuh kutil secara langsung, Hindari berganti-ganti pasangan
dan gunakan kondom setiap kali berhubungan intim, Menjaga kebersihan,
Hindari berbagi pemakaian barang pribadi, seperti pisau cukur atau gunting
kuku.

4.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan
dengan baik terhadap penderita penyakit Human papillomavirus (HPV). Oleh
karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini
melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun
keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiawan, Ramli, Susilowati, T., & Aji, S. P. (2022). Epidemiologi Penyakit


Menular. Get Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Epidemiologi_Penyakit_Menular/
u0l9EAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0

Aulia. (2016). Kenali Gejala Kanker Serviks Sejak Dini. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/kenali-gejala-kanker-
serviks-sejak-dini

Cahyanti, Nopi Nur. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Yang Mengalami
Kanker Serviks Stadium Iii A Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Samarinda

Evriarti, P. R., & Yasmon, A. (2019). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV)


pada Kanker Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 8(1), 23–32.
https://doi.org/10.22435/jbmi.v8i1.2580

Fentia, L., Erica, & Carles. (2022). Buku Ajar Penyakit Menular Seksual. Penerbit
NEM.
https://www.google.co.id/books/edition/BUKU_AJAR_PENYAKIT_MENU
LAR_SEKSUAL/0qFqEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0

Globocan. (2020). The Global Cancer Observatory 2020.


https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-
sheets.pdf

Jannah, Siti Raudhatul. 2019. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ca.Serviks Di


Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Samarinda

Oenarta, D. G. (2019). Peranan Vaksinasi Human Papillomavirus (Hpv) Sebagai


Penatalaksanaan Pada Penderita Infeksi Human Immunodeficiency Virus
(Hiv) Bagian. Jurnal Widya Medika, 5(2).

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 201.7 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rahmawati, Y. W., Levani, Y., Ghufron, M., & Rahmayanti, M. (2020).


Manifestasi Klinis Infeksi Human Papillomavirus di Bidang Dermatology
dan Venereology. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(1), 1–6.
https://doi.org/10.30651/jkm.v5i1.4477

Setiawati, D. (2016). Human Papilloma Virus Dan Kanker Serviks. Al-Sihah :


Public Health Science Journal, VI(2), 450–451.

Anda mungkin juga menyukai