Anda di halaman 1dari 9

Material Dalam prespektif ibnu sina

M.SYAFIQ TAJUDDIN HANIF

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suatu Materi dalam Perspektif Ibnu Sina. Penelitian
ini menggunakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bahan yang dimaksud
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bahan yang digunakan untuk membuat bahan lain.
Sedangkan materi adalah objek. Materialisme adalah paham yang mengagungkan materi. Secara
filosofis, materi adalah dasar dari realitas. Tanpa materi, ide tidak akan muncul. Ciri-ciri materi adalah
memiliki keluasan, artinya tidak hanya sekedar ide, ada tindak lanjutnya. Ada tindakan nyata yang bisa
dilihat, diraba, atau dirasakan. Materi memiliki ruang dan waktu. Materi memiliki bentuk dan wujud.
Materi sudah ada sebelum ide muncul. Karena tempat ide ada di materi. Sehingga penciptaan materi
dulu, baru ide.

Kata Kunci: Material; Perspektif; Ibnu Sina

PENDAHULUHAN

Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah di muka bumi, sebagaimana dikisahkan dalam QS
Al-Hijr: 26. Sejak Adam diciptakan dan kemudian diciptakan pula Hawa, hingga saat ini manusia masih
mempelajari apa yang dilihatnya, apa yang dirasakannya, mulai dari permukaan bumi yang datar,
pegunungan, hutan, lautan, hingga meneliti materi atau unsur kimia penyusun setiap unsur.

Semua unsur memiliki peranannya masing-masing bagi kelangsungan kehidupan di bumi ini, baik benda
mati maupun makhluk hidup, semuanya tersusun atas sejumlah unsur. Sebagai contoh, tubuh manusia
tersusun atas beberapa jenis unsur, yaitu oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen, kalsium, dan fosfor.

Hubungan komunikasi manusia dengan non manusia, perlu menjadi bagian pembahasan dalam ilmu
komunikasi, karena dasar kebutuhan, seperti terjadinya interaksi manusia dengan air, atas dasar
kebutuhan manusia akan air. Selain itu, perlu juga dipahami bahwa interaksi merupakan proses awal
komunikasi. Pada dasarnya interaksi adalah suatu proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan individu, antara
kelompok dengan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat. (Amminullah, M.2019)

Begitu juga dengan bumi, ada ratusan jenis unsur kimia yang membentuk relief permukaan dan perut
bumi. Sampai saat ini jenis unsur yang telah ditemukan oleh manusia sekitar 118 unsur. Uniknya,
sebelum manusia menemukan unsur-unsur tersebut, Al-Qur’an telah menyinggung beberapa unsur
penting dalam kehidupan, yaitu besi (QS Al-Hadid: 25), tembaga (QS Al-Kahfi: 96), emas (QS An-Nahl:
14). ), perak (QS Al-Insan: 21), dan oksigen (QS Al-An'am: 125). Di antara unsur-unsur tersebut ada yang
padat, cair, atau gas. Semuanya berwujud dan menempati ruang. 1

1
DOI: Https://doi.org/10.33258/birci.v5i1.3922
METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
materi atau bahan yang dimaksud adalah bahan yang digunakan untuk membuat bahan materi lain

PEMBAHASAN

History of Ibnu Sina

Ibnu Sina di negara barat disebut sebagai Avicenna, lahir di masa kekacauan, dimana khalifah abbasiyah
mengalami kemunduran, dan negara negara yang semula berada dibawah pimpinan khalifah abbasiyah
mulai melepaskan diri satu persatu untuk berdiri sendiri, sebagai pusat pemerintahan khalifah abbasiyah
dikuasai oleh bani buwaih kelompok pada tahun 334 H Dan Kekuasaan mereka berlanjut sampai tahun
447 H. Di antara daerah merdeka adalah Daulat samani di Bukhara dan di antara dia khalifah adalah
Nuh Bin Mansur

Pada masanya yaitu pada tahun 340 H atau 980 M, Di suatu tempat Bernama afsyana dari daerah
Bukhara, Ibnu sina lahir dan besar di kota Bukhara dia hafal Al Quran dan belajar ilmu agama dan
astronomi. Ibnu sina di karuniai kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 10 tahun dia punya menghafal
Al Quran dengan sempurna. Setelah menyelesaikan pelajaran Al Quran, dia belajar dan menguasai
disiplin ilmu lain, mulai dari logika, fisika, matematika, fikih, dan filsafat.

Dia pernah belajar dengan Abu Abdullah al Natili dan ismail al Zahid, tetapi pada akhirnya keduanya

Kewalahan. Ibnu sina selain dikenal sebagai ahli dalam bidang filsafat juga dikenal sebagai

seorang ahli medis. Belum lagi usianya yang sudah lebih dari 16 tahun, keahliannya di bidang medis

sains terkenal, dan banyak orang bahkan datang untuk belajar dengannya. Dia tidak cukup

dengan teori-teori medis, tetapi dia juga mempraktekkan dan merawat orang sakit.

Ia tidak pernah bosan atau resah dalam membaca buku-buku filsafat, dan kapanpun ia hadapi

kesulitan, dia meminta petunjuk Tuhan, dan ternyata permintaannya tidak pernah dikecewakan.

Seringkali dia tertidur karena lelah membaca, sehingga dalam tidurnya dia melihat solusi untuk itu

kesulitan yang dihadapinya. Ketika mencapai usia 17 tahun, Nuh bin Mansur, penguasa wilayah Bukhara,
menderita penyakit yang tidak dapat diobati oleh para dokter pada masanya. Namun, setelah menjadi
dirawat oleh Ibnu Sina, penyakit Khalifah pun sembuh. Sejak saat itu, Ibnu Sina menerima kebaikan
resepsi, dan dapat mengunjungi perpustakaan khalifah yang penuh dengan buku-buku yang sulit
ditemukan. Ibnu Sina dengan membaca semua buku yang ada di perpustakaan dengan asyik. Tetapi
suatu hari perpustakaan itu terbakar dan Ibnu Sina sebagai tersangka, maka dia dipenjarakan.

Kisah lain pengobatan Ibnu Sina adalah ketika seorang pemuda sakit dan tidak ada siapa-siapa
Yang bisa menyembuhkannya. Ibnu Sina memperlakukan pemuda itu dengan meminta pemuda itu
menyebutkan nama kota-kota di provinsi. Ketika pemuda itu menyebutkan nama kota tertentu, pemuda
itu pulsa semakin cepat. Ibnu Sina menyimpulkan bahwa pemuda itu jatuh cinta dengan seorang gadis di
kota. Perlakuan Ibnu Sina adalah menyuruh pemuda itu menikah dengan gadis yang ia cintai. Dari Dari
cerita ini, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mengalami sakit bukan hanya karena dirinya sendiri
kondisi fisik yang lemah, tetapi juga karena masalah mental.

Selain sebagai seorang dokter, Ibnu Sina memiliki kesungguhan yang luar biasa dalam hal menuntut ilmu
dan bekerja. Dia menggunakan siang hari untuk bekerja dan pada malam hari dia biasa membaca dan
menulis. Sering malam dia habiskan di masjid untuk berdoa dan bermeditasi. Diriwayatkan bahwa dia
telah membaca karya Aristoteles metafisika 40 kali, tapi tidak bisa memahaminya. Suatu hari ada
penjual buku bekas yang menawarinya sebuah buku, meski sempat menolak, akhirnya dibeli oleh Ibnu
Sina. Bagaimana senangnya setelah membaca buku itu ternyata tulisan Al-Farabi dan memang begitu

mudah untuk memahami dan menghafalnya. Sehingga Ibnu Sina menilai bahwa Al-Farabi adalah salah
satu dari guru tersebut.

1.Makna Pengertian Material

Materialisme Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Materi adalah bahan yang akan
digunakan untuk membuat barang lain; bahan baku bangunan (seperti pasir, kayu, kapur). Materi
adalah benda, benda, segala sesuatu yang terlihat. Sedangkan materialisme adalah materialisme;
pemahaman filosofis yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia disebabkan oleh
(atau berasal dari) benda. Aliran ini memandang manusia sebagai kumpulan organ tubuh, zat kimia,
dan unsur biologis, yang semuanya terdiri dari materi dan materi. Sedangkan menurut Atang dan
Beni (2008:363) bahwa materialisme adalah teori tentang atom-atom materi yang bergerak dan
berkembang sebagai awal terbentuknya alam, akal dan kesadaran adalah proses material yang
bersifat fisik. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik fisik-biologis dan kebutuhan seksual, manusia
perlu makan dan minum. Bahan makanan dan minuman. Misalkan manusia meninggal, maka
manusia tersebut akan dikubur atau dikuburkan di dalam tanah. Di dalam tanah tubuh manusia akan
terurai menjadi humus yang akan menyuburkan tumbuhan. Tanah yang subur akan membuat
tanaman tumbuh subur. Sedangkan tumbuhan dikonsumsi oleh manusia hidup lainnya. Manusia
yang hidup akan berkembang biak dan menghasilkan sperma atau ovum yang subur. Itu adalah benih
untuk menghasilkan keturunan dan kelahiran anak manusia baru. Begitulah pandangan bahwa
manusia mulai dengan materi dan akan berakhir dengan materi lagi. Materialisme tidak mengenal
entitas non-materi seperti roh, hantu, setan, malaikat, bahkan dewa.

Materialisme juga tidak mengenal alam gaib (supernatural) dengan demikian materialisme adalah
pandangan hidup yang mencari landasan segala sesuatu yang termasuk dalam kehidupan manusia
dalam alam kebenaran semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang melampaui alam
indera. .Dalam Yunani kuno telah ada paham materialisme yaitu yang berkembang pada filosof
Yunani tentang peristiwa alam sebagaimana dijelaskan oleh Thales (625-546 SM) bahwa asal mula
peristiwa alam atau bahan penyusunnya adalah air. Menurut Anaximenes asal muasal peristiwa alam
adalah udara. Filosofi ini terus berkembang dan menurut Heraclitus (540-480 SM) material
pembentuk alam semesta ini adalah “segalanya mengalir”. , tanah dan api. Democritus berpendapat
bahwa alam semesta terdiri dari atom-atom bergerak yang tak berujung dan tak terhitung banyaknya.
Atom adalah partikel yang sangat kecilBagian penyusun materi adalah proton, neutron, dan elektron.
Semua yang dikatakan para filsuf Yunani adalah pandangan dunia materialis. Namun, pendapat
mereka tidak berlanjut sampai mereka mendapatkan kebenaran yang sebenarnya. Mereka kemudian
melanjutkan studi mereka tentang sifat dan perilaku manusia sebagai makhluk etis, sosial, dan politik.
Pada Abad Pertengahan materialisme tidak begitu populer di masyarakat karena sifat materialisme
yang bertentangan dengan agama, pada saat itu kekuasaan tertinggi dalam negara diatur. oleh para
rohaniwan dan gereja, baru pada abad ke-19, yaitu materialisme Renaisans (pencerahan) dijadikan
dasar ilmu pengetahuan konkrit karena segala sesuatu dapat dibuktikan dan dieksperimenkan.

Materi dalam Filsafat Memiliki Ciri khas. materi adalah potensialitas atau kepasifan, dalam arti
bahwa ia tidak aktif dan malah ditindaklanjuti. Ciri pendefinisian suatu bahan adalah potensi atau
kepasifan, dalam artian bahan tersebut tidak aktif dan memerlukan tindak lanjut. Selain itu, gagasan
materi terputus dari bentuk, sejalan dengan gagasan kemungkinan. Avicenna menyamakan
kemungkinan dengan ketidakberadaan. Istilah materi memiliki beberapa definisi. Dari sudut pandang
orang biasa (orang awam), materi adalah kekayaan, kekayaan. Materialisme adalah orang yang
menghargai kekayaan dan kekayaan lebih dari apapun. Dengan kata lain, orang tersebut lebih
mencintai dunia. Bahagia dengan kekayaan, bahagia dengan uang dan bahagia dengan kekayaan,
hidup dan mati demi materi. Bagi orang-orang spiritual, ini menjadi penghalang untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan dan dihindari, artinya kekayaan adalah angka itu. Ada anekdot bahwa uang bukan
nomor satu tapi yang utama. Pernyataan ini tetap menunjukkan bahwa materi adalah nomor satu.
Dalam istilah sains, ilmu yang bekerja berdasarkan materi adalah ilmu eksakta/ilmu alam. Jika dilihat
dari tataran hirarki ilmu, para filosof sepakat bahwa ilmu eksakta merupakan tingkatan paling bawah
karena dasarnya jelas, dapat diukur, dapat didiskusikan, dan memiliki perhitungan. Jika dilihat
dengan realita saat ini, ilmu eksakta merupakan ilmu yang memiliki tingkatan tertinggi. Misalnya,
seorang anak akan dianggap hebat jika di sekolah ia mengambil jurusan IPA. Atau mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dianggap sebagai mahasiswa yang tidak diterima di jurusan lain. Sedangkan ilmu
yang lebih rumit adalah ilmu yang melampaui batas logika dan melampaui materi yang disebut
metafisika. Di luar pemahaman sehari-hari, di luar pemahaman sains, ada sistem filosofis yang disebut
materialisme. Melampaui itu berarti bahwa itu tidak biasa dan tidak ilmiah, bukan bahwa itu tidak
ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, bukan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan
sains, tetapi merangkum semuanya, masuk lebih dalam dan mengasumsikan realitas material dasar
dari segalanya. . Tidak ada yang bisa berpikir, tidak ada yang bisa eksis, tidak ada yang bisa hidup,
tanpa bergantung pada materi. Misalnya keberadaan kita di dunia ini, pada dasarnya materi.
2. Material dalam ilmu filsafat

Materi dalam Filsafat ialah Karakteristik yang menentukan dari materi. materi adalah potensi atau
kepasifan, dalam artian demikian

tidak aktif dan malah ditindaklanjuti. Karakteristik yang menentukan dari suatu bahan adalah potensi
atau

pasif, dalam artian materinya tidak aktif dan memerlukan tindak lanjut. Lebih-lebih lagi,

gagasan tentang materi terputus dari bentuk, berjalan seiring dengan gagasan tentang

kemungkinan. Avicenna menyamakan kemungkinan dengan ketidakberadaan.

Istilah material memiliki beberapa definisi. Dari sudut pandang umum manusia (orang awam)
mengatakan bahwa materi adalah kekayaan. Materialisme adalah orang yang menghargai kekayaan dan
kekayaan lebih dari apapun. Dengan kata lain, orang tersebut lebih mencintai dunia. Senang dengan
kekayaan, bahagia dengan uang dan bahagia dengan kekayaan, hidup dan mati demi hal-hal materi. Bagi
orang-orang spiritual, ini menjadi penghalang untuk lebih dekat dengan Tuhan dan apa adanya
dihindari, artinya kekayaan adalah angka itu. Ada anekdot bahwa uang tidak nomor satu tapi yang
utama. Pernyataan ini masih menunjukkan bahwa materi adalah nomor satu

Dari segi sains, sains yang bekerja berdasarkan materi adalah eksakta ilmu pengetahuan/ilmu alam. Jika
dilihat dari tingkat hierarki ilmu pengetahuan, para filosof sepakat bahwa eksakta adalah tingkatan
paling bawah karena dasarnya jelas, bisa diukur, dapat didiskusikan, dan memiliki perhitungan. Jika
dilihat dengan realita saat ini, ilmu eksakta merupakan ilmu yang memiliki tingkatan paling tinggi.
Misalnya, seorang anak akan dipertimbangkan bagus kalau di sekolah dia jurusan sains. Atau mahasiswa
Fakultas Ushuluddin tersebut dianggap sebagai mahasiswa yang tidak diterima di jurusan lain. Padahal
yang lebih rumit sains adalah ilmu yang melampaui batas logika dan melampaui materi disebut
metafisika.

Di luar pemahaman sehari-hari, di luar pemahaman sains, ada sistem filosofis yang disebut
materialisme. Melampaui itu berarti itu tidak biasa

dan tidak ilmiah, bukan karena tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, bukan karena
tidak ada hubungannya

lakukan dengan sains, tetapi merangkum semuanya, masuk lebih dalam dan mengasumsikan bahan
dasarnya

realitas segalanya. Tidak ada yang bisa berpikir, tidak ada yang bisa eksis, tidak ada yang bisa hidup,
tanpa bergantung
pada apa materi. Misalnya keberadaan kita di dunia ini, pada dasarnya materi.
3. Ciri Ciri Material

Ciri-ciri sesuatu yang dikatakan material adalah memiliki keluasan, memiliki

ruang dan waktu, dapat diakses oleh panca indera (memiliki bentuk dan bentuk). Keluasan artinya

memiliki wujud fisik, bukan sekedar ide (berhenti dalam pikiran) tetapi kepanjangan dari

ide meluas menjadi kenyataan. Misalkan ada pepatah “Saya ingin jadi orang pintar

orang.” Itu hanya sebuah ide, jika Anda diminta untuk belajar Anda tidak mau, jika Anda diminta

malas belajar, jika anda diminta melakukan pekerjaan yang mendekati kenyataan anda tidak
melakukannya. Ini berarti itu masih ide, belum menjadi kenyataan, artinya belum material, itu

tidak tersebar luas, tidak nyata, tidak esensial. Meskipun ada esensinya cerdas, tetapi tidak seimbang
dengan eksistensi (intangible). Esensi terbentuk dengan keberadaan,jika ada bentuk itu hanya bisa
disimpulkan. Contoh luas lainnya adalah, "Apakah manusia oleh sifat jahat atau baik?" Dari sudut
pandang material itu tidak penting. Jika manifestasinya jahat maka keberadaannya jahat. Jika
perwujudannya baik maka keberadaannya baik.

Ciri kedua adalah memiliki ruang dan waktu. Ini termasuk dalam

dimensi hidup kita, yaitu dimensi ruang dan waktu. Tidak terbayangkan jika

dunia tidak memiliki ruang dan tidak terbayangkan jika dunia tanpa waktu. Misalnya,

pembahasan proses penciptaan. Sulit menentukan ruang dan waktu

koordinat. Bagi mereka yang percaya bahwa penciptaan itu dari ketiadaan, berarti tidak ada

alam semesta lalu tiba-tiba Tuhan menciptakan. Nah, tidak ada waktu, dari tidak ada alam maka ada

alam. Artinya ada jeda waktu, padahal waktu adalah siklus perputaran benda

dunia. Berarti ada masa sebelum dunia ini ada, ini sulit dibayangkan. Jadi bahan tersebut harus memiliki
bentuk dan tampilan yang dapat dikenali dengan dasarnya parameter untuk dapat disentuh. Jika Anda
tidak bisa menyentuhnya, Anda bisa menciumnya, Anda bisa melihatnya, Anda bisa mendengarnya, dan
Anda bisa merasakannya.Misalnya angin, angin tidak bisa ditahan, tapi bisa dirasakan oleh hembusan itu
menyentuh pipi. Maka akan terlontar dari bibir kita yang mengatakan bahwa ini adalah angin sekalipun
kita tidak bisa menahan angin. Contoh lain, ada suara guntur di bagian belakang rumah. Maka akan
terbayang di kepala kita bahwa itu adalah suara yang dipancarkan oleh materi. Ada kemungkinan suara
tikus atau suara lain yang muncul di pikiran kita. Itu bunyi yang didengar pasti ada materinya, walaupun
kita tidak tahu bentuk dan bentuknya penampilan bahan. Tapi suaranya bisa didengar. Karena suara
dipancarkan olehbahan gesekan.
Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Bahan yang dimaksud menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bahan yang digunakan untuk
membuat

bahan lainnya. Sedangkan materi adalah objek. Materialisme adalah paham yang

memuliakan hal-hal materi. Secara filosofis, materi adalah dasar dari realitas. Tanpa bahan,

ide tidak akan muncul.

2. Ciri-ciri bahan adalah memiliki keluasan, artinya tidak sekedar an

ide, ada tindak lanjut. Ada tindakan nyata yang bisa dilihat, diraba, atau dirasakan. Urusan

memiliki ruang dan waktu. Materi memiliki bentuk dan wujud. Materi sudah ada sebelum ide

muncul. Karena tempat ide ada di materi. Sehingga terciptanya materi

pertama, kemudian ide.


DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyidin. Falsafah Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015.

Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit

Bulan Bintang, 1979.

Amminullah, M. (2019). Human Interaction with Creators and Fellow Creatures (Study of

Communication Relations of XYZ in Alamin Theory). Budapest International

Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal). P. 85-98.

Anton Ismunanto. Teori Jiwa Ibnu Sina dan Relevansinya bagi Pendidikan Islam. Jurnal

Idrak.

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2011.

Atang abdul Hakim dan Beni Ahmad Subaeni, Filsafat Umum Dari Metologi

Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Catarina Belo. Chance and Determinism in Avicenna and Averroes. Leiden, Boston, 2007.

Hanafi. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1969.

Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Tim Penyusun. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2007.

Tim Penyusun. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat bahasa Depastemen Pendidikan

Nasional, 2008.

Waris. Pengantar Filsafat.Ponorogo: Penerbit STAIN Po Press, 2014.

Anda mungkin juga menyukai