Anda di halaman 1dari 8

PEMIKIRAN FILAFAT IBNU SINA

Disusun Guna Memenuhi


Tugas Mata Filsafat Islam
Dosen Pengampu :
Dr. H. Zaenudin, M.Ag.

DISUSUSN OLEH :

Nama : Khusni Mubarok


NIM : 21111519
Semester : III (Ganjil)
Prodi : PAI (Pendidikan Agama Islam)

SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL


TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Biografi

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain ibn Abd Allah ibn Hasan Ibnu Ali ibn Sina.
Dibarat popular disebut dengan Aviena akibat dari terjadinya metamorphose Yahudi Spanyol
Latin. Dengan lidahy Spanyol kata Ibnu diucapkan Aben atau Even. Terjadinya perubahan ini
berawal dari usaha penerjemah naskah-naskah Arab kedalam Bahasa Latin pada abad
pertengahan abad keduabelas di Spanyol1

Ibnu Sina dilahirkan di AAfsyana derkat Bukhara pada tahun 980 M Dan meninggal dunia
pada tahun 1037 M dalam usia 58 tahun. Jasadnya dikebumikan di Hamadzan.2

Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak
diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai
“bapak kedokteran modern.” George Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari
Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya
yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal sebagai
sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).

Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera
membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia menampilkan suatu
pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya/Child prodigy
yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia.

Ibnu Sina secure tak langsung telah berguru pada Al-Farabi, bahkan dalam otoviografinya
disebutkan tentang utang budinya kepada guru kedua ini. Hal ini terjadi ketika ia keulitan untuk
memahami metafisika Aristoteles, sekalipun telah ia baca sebanyak 40 kali dan hampir hafal
diluar kepala. Akhirnya, ia tertolong berkat bantuan risalah kecil Al-Farabi3

Atas keberhasilnnya mengembangkan Ilmu filsafat sehingga dapat dinilai bahwa filsafat
ditanganya sudah mencapai puncak . Dan agtas keberhasilannya itu, ia berhak menerima gelar al-
Syikh al-Ra’is (Kiyai Utama).

1
Nurcholis Majid, Kaki Langit Peradaban Islam. (Jakarta : Paramadina, 1997) hlm.94
2
Muhammad Athif, al-Filsafah al-Islamiyah, (Kairo : Dar al-Ma’rif 1978) hlm 43
3
Majid Fakhry, op.cit, hlmn 190
B. KARYA-KARYANYA

Diantara karangan Ibnu Sina adalah :

1) As- Syifa’ ( The Book of Recovery or The Book of Remedy, buku tentang penemuan,
atau Buku tentang Penyembuhan).
2) Nafat, buku ini adalah ringkasan dari buku As-Syifa’.
3) Qanun, buku ini adalah buku lmu kedokteran, dijadikan buku pokok pada Universitas
Montpellier (Perancis) dan Universitas Lourain (Belgia).
4) Sadidiyya. Buku ilmu kedokteran.
5) Al-Musiqa. Buku tentang musik.
6) Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.
7) Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.Danesh Namesh. Buku filsafat.
8) Danesh Nameh. Buku filsafat.
9) Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas 10 jilid.
10) Mujiz, kabir wa Shaghir. Sebuah buku yang menerangkan tentang dasar ilmu logika.
C. PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA

1. Filsafat Metafisika

Pemikiran metafisika Ibnu Sina bertitik tolak kepada pandangan filsafatnya yang membagi
tiga jenis hal yaitu:

a. Penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya, selain
dirinya sendiri yaitu Tuhan.

b. Berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikan.

c. Makhluk mungkin, yang ada bisa pula tidak ada, dan ia sendiri tidak butuh kepada
kejadiannya maksudnya benda-benda yang tidak berakal seperti: pohon, air, batu, tanah,
dll.

Dalam membahas mengenai adanya Tuhan dalam hubungannya dengan alam semesta.
Ibnu Sina mengatakan dalam bukunya “Al-Isyarat”, “titik dan pandangan argument orang
terhadap wujud yang pertama, keesaannya kemahaagungannya, tidak berkehendak kepada
sesuatu yang lain selain dari ciptaannya atas makhluk itu sendiri, tanpa pandangan betapapun
ciptaan dan bentuknya, meskipun ciptaannya dipandang sebagai tanda adanya tuhan. Orang akan
lebih mengerti dengan lebih kuat dan baik terhadap tuhan, karena adanya makhluk berarti adanya
tuhan. Adanya pandangan segala makhluk, dapat dibenarkan pendapat tentang adanya tuhan.

Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas
segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal,
sedang wujud terdapat di luar akal.

Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal.
Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi. Tidak
mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat
wujudiah atau existentialisasi dari filosof lain.
Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :

a. Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina
mumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil berwujud ( ‫ – ممنوع الوجود‬impossible being).

b. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang
serupa ini disebut mumkin (‫ ) ممنوع ممكن‬yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi
mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada
kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

c. Essensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa
dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu.

Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya
dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama
is e ngures Y Y iYngura gnaY ‫ ممنوع واجب‬uguurrri yaitu Tuhan. Wajib al wujud inilah yang
mewujudkan mumkin al wujud.

2. Filsafat Jiwa

Harus diakui bahwasannya pemikiran Ibnu Sina yang paling istimewa adalah penmikirannya
tentang jiwa. Kata jiwa dalam Al-Quran Dan hadist diistilahkan dengan al-nafs arau al-ruh
sebagaimana terekam dalam surat Shad : 71-72, al-Isra : 85 Dan Al-Fajr: 27-30. Jiwa manuia
sebagai jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat dibawah rembulan, memancar dari akal
kesepuluh. Secure garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi menjadi dua yaitu :

a. Fisika (membicarakan tentang tumbuh-tumbuhan hewan dan manusia

1) Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya yaitu makan, tumbuh, dan berkembang
biak. Jadi jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya berfungsi untuk makan, tumbuh, dan
berkembang biak.

2) Jiwa binatang mempunyai dua daya yaitu gerak (al-mutaharrikat) dan menangkap
(al-mudrikat)
3) Jiwa manusia yaitu yang disebut dengan al-nafs al-nathiqat. Mempunyai dua daya :
praktis (al-amilat) Dan teoritis (al-alimat). Daya praktis hubungannya dengan jasad,
sementara daya teoritis hubungannya dengan hal-hal yanga abstrak

b. Metafisika

Dalam membuktikan adanya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan empat dalil berikut :

1) Dalil alam kejiwaan.

Dalil ini didasarkan pada fenomena gerak dan pengetahuan

2) Konsep “aku” Dan kesatuan fenomena psikologis

Dalil ini oleh Ibnu Sina didasarkan pada hakikat musia. Jika seseoerang membicarakan
pribadinya atau mengajak orang lain berbicara yang dimaksudkan pada hakikatnya adalah
jiwanya, bukan jasmaninya.

3) Dalil Kontinuitas (al-istimrar)

Dalil ini diasarkan pada perbandingan jaad dan jiwa. Jiwa manusia selalu mengalami
perubahan dan pergantian. Kulit yang kita pakai sekarang ini tidak sama dengan kulit
sepuluh tahun yang akan mendatang karena telah mengalami kerut dan penuaan.
Sementara itu jiwa manusia bersifat kontinue, tidak mengalami perubahan dan
pergantian.

4) Dalil manusia terbang atau manusia melayang diudara

Dalil ini menunjukn daya kreasi Ibnu Sina yang sangat mengagumkan. Meskipun
dasarnya bersifatbersifat asumsi atau khayalan namun tidak mengurangi kemampuan
dalam memberikan keyakinan.

3. Falsafat Kenabian

Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah
diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan
sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi,
watak dan arah pemikiran keagamaan.

Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal
mustafad.

Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya
Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina
diberi nama al hads yaitu intuisi.

Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan
dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya
atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang
dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi -nabi.

4. Filsafat Tasawuf

Mengenai tasawuf Ibn Sina tidak dimulai dengan zuhud, ibadah dan meninggalkan keduniaan
sebagaimana yang dilakukan oleh orang orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasaawuf dengan
akal yang dibantu dengan hati, dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan
menerima ma’rifah dari akal fa’al. Dalam pemahaman Ibn Sina bahwa jiwa-jiwa manusia tidak
berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.

Mengenai bersatunya Tuhan dengan manusia atau mengenai bertempatnya Tuhan di hati
manusia tidak diterima oleh Ibn Sina. Karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya,
tetapi melalui perantara untuk menjaga kesucian tuhan . Ia berpendapat bahwa puncak
kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali perhubungan antara manusia dengan Tuhan. Karena
manusia mendapat kebahagiaan pancaran dan perhubungan tersebut. Pancaran dari sinar ini tidak
langsung dari Allah, melainkan dari akal fa’al.

Berkaitan dengan ittihat dapat membawa bersatunya makhluk dengan penciptanya tidak
dapat diterima dengan akal sehat, karena hal ini mengharuskan sesuatu menjadi satu dan banyak
pada waktu yang sama.

Anda mungkin juga menyukai