Anda di halaman 1dari 6

FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER
7Student’s Name : Lukman Habibi
ID Number (NIM) : 20221550017

Course ID and Title : Filsafat Islam Date: 30/06/2023


Instructor : Ahmad Nubail, Lc, MA
Exam Type : Midterm (UTS) Final (UAS) ✘ Final Make-up SIGNATURE:
Score : In Numbers: …………….. In Writing:……………………..

Instruction:

1. Jawablah semua pertanyaaan dibawah ini


2. Tulis jawaban anda minimum 500 kata dengan rapi, font Times Roman 12 dan spasi 1.5.
3. Lembar Jawaban dikirim/diupload melalui www.turnitin.com dalam bentuk file words:
a. Class ID : 39382915
b. Enrolllment key : napiah287
4. Nama file wajib ditulis berurutan seperti: NIM_Nama_Ujian_Pelajaran-Prodi-Kelas
contoh 20221550002_Ahmad_UAS_Filsafat Islam_PAI_II_B
5. Gunakan lembar berikut ini sebagai lembar jawaban anda.
6. Tidak melakukan copy paste (kutipan/nukilan/”mencomot”) dalam jumlah banyak (misal
3 kalimat atau 1 paragraf atau lebih) dari internet (website) dalam jawaban anda.
7. Batas akhir pengiriman lembar jawaban pada tanggal 06.06.2023, 23:59. Apabila tidak
dikirim, maka dianggap/dinyatakan tidak hadir/ikut UAS. Silahkan atur waktu anda sebaik
mungkin.

QUESTION

1. Walaupun ada kemiripan antara Filsafat Yunani (Barat) dengan Filsafat Islam, terdapat juga
perbedaaan yang mendasar diantara mereka. Apa saja definisi Filsafat (Islam) yang
diberikan oleh Al Kindi dan bagaimana ia berusaha mengharmoniskan hubungan antara
filsafat dan agama?

2. Secara ontologis, Filsafat Islam banyak mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan
metafisika. Terangkan pendapat Ibn Sina tentang hubungan antara Tuhan, dunia, dan
manusia?

3. Para filosof Muslim tidak hanya mengkaji filsafat secara ontologis, namun juga
epistemologis. Bagaimana Al Ghazali dan Ibn Tufail memahami tentang ilmu pengetahuan?

4. Filsafat Islam tidak hanya dipelajari secara teoritis, namun juga harus diamalkan secara
praktis dalam hal ini aksiologis. Apa saja pandangan Ibn Miskawaih dan At Tusi tentang
etika/Akhlaq?

1/6
FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER

ANSWERS

1. Al-Kindi menggambarkan filsafat (Islam) sebagai suatu upaya untuk mencapai pengetahuan
yang tepat tentang alam semesta dan Tuhan, serta mengembangkan pemahaman tentang
asal-usul dan tujuan hidup manusia. Filsafat Islam mempelajari prinsip-prinsip pengetahuan,
alam semesta, moralitas, dan kebenaran, serta mencari hubungan antara pengetahuan
manusia dan pemahaman tentang Tuhan.

Al-Kindi percaya bahwa filsafat dan agama adalah dua sumber pengetahuan yang berbeda,
namun dapat saling melengkapi. Menurutnya, tujuan akhir dari kedua disiplin ini adalah
sama, yaitu mencapai kebenaran. Ia berpendapat bahwa ajaran Islam dan filsafat adalah dua
aspek yang dapat saling mendukung dalam perjalanan mencari pengetahuan dan pemahaman
yang lebih baik.

Al-Kindi juga menekankan pentingnya akal dalam memahami ajaran agama. Ia berpendapat
bahwa akal yang sehat dan terlatih adalah sarana penting untuk mencapai pemahaman yang
benar tentang ajaran agama. Namun, ia memperingatkan bahwa akal harus digunakan
dengan hati-hati dan dalam batas-batas ajaran agama, agar tidak menimbulkan keraguan atau
mengancam keyakinan keagamaan.

2. Ibn Sina, yang juga dikenal dengan nama Avicenna, adalah seorang filsuf Muslim
terkemuka yang hidup pada abad ke-10 dan ke-11. Ia membuat banyak kontribusi dalam
berbagai bidang, termasuk filsafat, ilmu kedokteran, dan metafisika. Dalam pandangan Ibn
Sina, terdapat hubungan yang kompleks antara Tuhan, dunia, dan manusia.

Ibn Sina mengembangkan pandangan filosofisnya dalam karyanya yang terkenal, “Kitab Al-
Shifa” (Buku tentang Penyembuhan). Dalam karya ini, ia membahas gagasan-gagasan
ontologisnya tentang eksistensi Tuhan, alam semesta, dan manusia.
Bagi Ibn Sina, Tuhan merupakan entitas yang sempurna dan merupakan sumber segala
keberadaan. Ia adalah penyebab pertama atau ‘keharusan wujud’ yang memberikan
eksistensi pada semua entitas lainnya. Tuhan dalam pandangan Ibn Sina adalah satu, mutlak,
tak terbatas, dan tidak tergantung pada apapun. Ia adalah wujud yang absolut dan sempurna
dalam segala hal.

Dalam hubungan antara Tuhan, dunia, dan manusia, Ibn Sina memandang bahwa alam
semesta adalah hasil dari proses penciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan alam semesta secara
berangsur-angsur dan memberikan wujud pada semua entitas yang ada di dalamnya. Namun,
alam semesta tidak identik dengan Tuhan dan merupakan entitas yang terbatas dan
tergantung pada Tuhan.

2/6
FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER
Ibn Sina juga memandang bahwa manusia memiliki kedudukan yang istimewa dalam alam
semesta. Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi dan mampu memahami hakikat
keberadaan. Dalam pemikiran Ibn Sina, manusia merupakan mikrokosmos yang
mencerminkan makrokosmos. Dalam diri manusia terdapat potensi untuk mengetahui dan
memahami Tuhan melalui refleksi dan pengamatan.

3. Al Ghazali dan Ibn Tufail adalah dua tokoh filosof Muslim yang memainkan peran penting
dalam pengembangan pemikiran epistemologis dalam tradisi Islam. Meskipun keduanya
memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya berusaha memahami hubungan antara agama
dan ilmu pengetahuan.

Al Ghazali memiliki pandangan kritis terhadap beberapa metode filsafat yang diadopsi
dalam tradisi Islam pada masanya. Dalam karyanya yang terkenal, “Tahafut al-Falasifah”
(The Incoherence of the Philosophers), Al Ghazali menyerang beberapa argumen filsafat
Yunani yang diadopsi oleh para filosof Muslim, terutama dalam konteks ilmu pengetahuan.
Menurut Al Ghazali, pemikiran rasional dan pengamatan manusia sendiri tidak cukup untuk
mencapai pemahaman yang benar tentang realitas. Dia berpendapat bahwa hanya melalui
pengalaman mistik dan pengetahuan intuitif yang didapat melalui pengabdian spiritual
kepada Tuhan, seseorang dapat mencapai pemahaman yang mendalam tentang kebenaran
absolut. Al Ghazali menganggap ilmu pengetahuan dan agama tidak selalu harus saling
bertentangan, tetapi dia menekankan pentingnya mengakui keterbatasan akal manusia dalam
memahami realitas.

Ibnu Tufail dikenal karena karyanya yang terkenal, “Hayy ibn Yaqzan”, yang merupakan
sebuah kisah alegoris tentang seorang anak pribumi yang tumbuh sendirian di sebuah pulau
terpencil. Dalam karyanya, Ibn Tufail menggambarkan Hayy sebagai seorang individu yang
mencapai pengetahuan yang mendalam melalui pengamatan alam dan refleksi diri. Hayy
tidak memiliki akses terhadap agama dan masyarakat yang terorganisir, tetapi dengan
menggunakan akal dan observasinya, dia mencapai pemahaman yang mendalam tentang
alam semesta dan penciptanya. Melalui kisah ini, Ibn Tufail menekankan pentingnya
pengamatan dan rasionalitas dalam mencapai pengetahuan. Dia juga memperkenalkan
konsep “hikmah” (kebijaksanaan) yang menggabungkan pengetahuan rasional dan spiritual.

Secara umum, Al Ghazali dan Ibn Tufail mewakili dua pendekatan yang berbeda dalam
pemahaman tentang ilmu pengetahuan dalam tradisi Islam. Al Ghazali menekankan
pentingnya pengalaman mistik dan pengetahuan intuitif melalui pengabdian spiritual,
sementara Ibn Tufail menekankan pentingnya rasionalitas dan pengamatan dalam mencapai
pemahaman. Keduanya berkontribusi pada perkembangan pemikiran epistemologis dalam
tradisi Islam, meskipun dengan fokus yang berbeda.

4. Ibn Miskawaih (932-1030 M) dan At-Tusi (995-1067 M) adalah dua pemikir terkenal dalam
tradisi filsafat Islam. Keduanya memberikan kontribusi yang signifikan dalam pemahaman

3/6
FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER
etika atau akhlak dalam konteks Islam. Berikut ini adalah pandangan-pandangan utama
keduanya:

A. Ibn Miskawaih:
Ibn Miskawaih merupakan seorang filsuf Persia yang terkenal dengan karyanya yang
berjudul “Tahdhib al-Akhlaq” (Penyempurnaan Etika). Dia meyakini bahwa etika adalah
cabang penting dari ilmu pengetahuan dan memiliki tujuan untuk mengembangkan kualitas
moral dan karakter individu.

Pandangan etika Ibn Miskawaih dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip berikut:

 Hikmah (kebijaksanaan): Ibn Miskawaih percaya bahwa hikmah adalah kualitas


yang sangat penting dalam etika. Ia menekankan perlunya untuk mencapai
kebijaksanaan dalam perilaku dan keputusan sehari-hari.
 Keadilan: Ibn Miskawaih menekankan pentingnya keadilan dalam hubungan sosial.
Ia berpendapat bahwa setiap individu harus diperlakukan dengan adil, tanpa pandang
bulu terhadap ras, agama, atau status sosial.
 Pendidikan moral: Ibn Miskawaih meyakini bahwa pendidikan moral yang baik
sangat penting dalam membentuk karakter yang baik. Ia menekankan perlunya
mempelajari dan mengembangkan kebajikan-kebajikan seperti kejujuran, kesabaran,
dan kasih sayang.

B. At-Tusi:
At-Tusi, yang dikenal dengan nama lengkapnya Abu Jafar Muhammad ibn Hasan al-Tusi,
adalah seorang ilmuwan dan filsuf Muslim terkenal. Dia menulis tentang berbagai topik,
termasuk etika dalam karyanya yang berjudul “Akhlaq e Naseri” (Etika Naseri), yang ditulis
untuk Sultan Naser al-Din Khwarazmshah.

Pandangan etika At-Tusi mencakup konsep-konsep berikut:

 Etika berdasarkan niat: At-Tusi menekankan pentingnya niat yang baik dalam
tindakan manusia. Ia berpendapat bahwa tindakan yang baik berasal dari niat yang
baik, sehingga individu harus selalu memperhatikan dan membersihkan niat mereka.
 Keseimbangan: At-Tusi mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam
perilaku dan sikap. Ia menekankan perlunya menjaga proporsi yang tepat antara
kebajikan-kebajikan seperti keberanian, kesabaran, dan keadilan.
 Tanggung jawab sosial: At-Tusi menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab sosial
dalam etika. Ia berpendapat bahwa setiap individu memiliki kewajiban moral untuk
membantu sesama manusia dan berkontribusi pada masyarakat.

4/6
FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER
Pandangan-pandangan Ibn Miskawaih dan At-Tusi tentang etika atau akhlak menekankan
pentingnya pengembangan moral dan karakter individu, adil dalam hubungan sosial,
pendidikan moral yang baik, niat

5/6
FACULTY OF ISLAMIC STUDIES

EXAM PAPER

6/6

Anda mungkin juga menyukai