Anda di halaman 1dari 14

Psikologi Dari Perspektif Islam

Psikologi Islam

Disusun Oleh:
Abdul Rouf (117207027)

FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN


PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PARAMADINA
Daftar Isi
Pendahuluan..........................................................................................................................................3

Al Ash’ath Bin Qais Al-Kindi (801-866)...................................................................................................4

Ali Ibn Sahl Rabban At-Tabari (838-870)................................................................................................4

Abu Zaid Al-Balkhi (850-934).................................................................................................................5

Abu Bakr Mohammad Ibn Zakariya Al-Razi (864-932)...........................................................................5

Abu Nasr Mohammad Ibn Al-Farakh (Al-Farabi) (870-950)...................................................................6

Abul Hasan Ali Abbas Al-majusi (D.995)................................................................................................6

Ikhwan Al-Safa: The Brethren of Purity (10th Century A.D).....................................................................6

Abu Ali Ahmad B. Muhammad B. Ya’kub Ibn Miskawayh (941-1030)....................................................7

Abu ‘Ali Al-Husayn B. ‘Abd Allah Ibn Sina (980-1037).............................................................................7

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1058-1111)...................................................................................8

Abu Bakr Mohammed Bin Yahya Al-Saigh Ibn Bajjah (1095-1138)........................................................9

Ibn Al-Ayn Zarbi (D. 1153)....................................................................................................................10

Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Ibn Tufayl (1110-1185).........................................................10

Abu’l Walid Muhamad Bin Ahmad Ibn Rushd (1126-1198)..................................................................11

Fakhr Al-Din Muhammad Umar Al Razi (1149/50-1209).....................................................................11

Muhyid-Din Muhammad Ibn Ali (Ibn Arabi) (1164-1240)....................................................................12

Kontemporari psikologi barat dan dilemma psikologis muslim............................................................12

Pandangan penulis mengenai “Psikologi dari perspektif Islam”..........................................................14

Daftar Pustaka.....................................................................................................................................14

2
Pendahuluan

Islam adalah salah satu agama utama di dunia dan mulai tumbuh pesat di barat, khususnya
Amerika Utara dimana populasi muslim di perkirakan berjumlah 4 sampai 6 miliar jiwa (Haddad,
1991; Hussain and Hussain, 1996). Budaya Arab/Muslim juga memiliki banyak literatur mengenai
sains dan sosial, salah satunya mengenai psikologi. Dengan bertambahnya populasi Muslim di
Amerika dan ketertarikan para ilmuwan sosial terhadap komunitas kecil ini, membuat sudut pandang
Islam menjadi sangat penting untuk diperkenalkan kedalam literatur kebanyakan, khususnya
psikologi. Ketika masih banyak Muslim yang terpengaruh oleh Al-Quran (Kitab Suci Islam) dan
perkataan Nabi Muhammad SAW, beberapa juga ada yang terpengaruh oleh karya para peneliti
Muslim awal (filsuf) terhadap alam semesta, dan sains sosial. Yang membuat karya mereka unik
adalah berdasarkan filosofi Islam atau konsep kesatuan ketuhanan.

Kata awal dalam karya tulis ini merujuk kepada para Mulsim di era setelah meninggalnya Nabi
Muhammad SAW (6362 AD). Perkembangan penduduk dan budaya Muslim di mulai sekitar abad ke 7
masehi dan bertahan sampai awal abad ke 19, namum karya tulis ini hanya melihat kontribus i
muslim terhadap psikologi sampai abad ke 10 masehi atau sekitar 400 tahun setelah meninggalnya
Nabi Muhammad SAW. Para peneliti Muslim awal (filsuf) banyak menulis karya mereka mengenai
psikologi manusia, namun kata “psikologi” tidak ada waktu itu dan digantikan dengan istilah lain
namun memiliki arti yang sama. Dalam karyanya, kata Nafs (diri sendiri atau jiwa) digunakan untuk
mengistilahkan kepribadian individu dan kata fitrah untuk tingkah laku manusia. Nafs mencakup
topik yang sangat luas termasuk qalb (hati), ruh (roh/jiwa), aql (kecerdasan), dan irada (keinginan).
Banyak peneliti Muslim awal yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap
pembelajaran “self”.

Jika dilihat dari sejarahnya bagaimana para peneliti Muslim berekembang, semua berasal dari
ilmu filsafat, ilmu yang mencakup semuanya. Hal tersebut terjadi sekitar abad ke 8 dan 9 ketika
Alexandria dan Suriah menjadi pusat ilmu filsafat yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani dan
beberapa pemikiran India serta Persia. Al-Mamun (813-933), khalifah (pemimpin) dari dinasti
Abassah, menunjukkan ketertarikan terhadap karya dari Yunani untuk diterjemahkan kedalam
Bahasa Arab. Dia membuat sekolah filsafat yaitu Baitul Hikmah, tempat untuk menterjemahkan karya
filsafat dari Yunani, mengomentari, dan membuat penanganan atau solusi di banyak area ilmu
pengetahuan. Muslim tertarik terhadap filsafat dikarenakan anjuran dari Al-Quran dimana manusia
memikirkan mengenai keberadaannya, alam, kualitas ketuhanan, dan dunia sekarang serta
setelahnya (akhirat). Dan juga dari Hadist Nabi yang mengatakan betapa bernilainya ilmu
pengetahuan. Usaha Muslim untuk mengerti akan alam semesta (ilmu pengetahuan) disebut sebagai
Kalam dan di bagi menjadi dua yaitu Muta’zilites (rasionalis) dan Asharites (tradisional atau
ortodoks). Al-Mamun lebih mendukung Muta’zilites, dikarenakan ia lebih suka untuk merasionalkan
segala sesuatu, termasuk agama.

Keunikan dari filsafat Islam adalah menggabungkan filsafat dari luar dan pemikiran dari agama
Islam itu sendiri, sehingga menghasilkan perbedaan terhadap Hellenistik (filsafat Yunani). Ketika
Yunani menolak dogma agama Kristen, Muslim membangun dan menggabungkan agama dengan
filsafat. Karya filsuf muslim mencakup: a. Hubungan antara agama dengan filsafat, b. Sebab pertama
(first cause), c. Bukti keberadaan Tuhan, d. Teori penciptaan dan evolusi, dan e. Teori Jiwa. Ketika
pada awalnya filsuf Muslim mengulas masalah teologi (agama), setelah itu mengarahkan kepada
pengembangan mistik. Dan pada akhirnya, menjadi sebuah ilmu filsafat tersendiri yang sangat
berpengaruh untuk ilmu pengetahuan. Biasanya ilmu filsafat Islam berasal dari Al-Quran dan Hadist.
Yang tersurat/berhubungan di luar Al-Quran (Shariya) dan tersirat/makna (haqiqah) dari ayat-
3
ayatnya. Sebenarnya filsafat Islam berusaha keras untuk mendapatkan haqiqah, sebagai realitas
tunggal dan satu-satunya kebenaran sebagai tujuan filsafat Islam.

Ilmu pengetahuan Islam mulai menurun di abad ke 14, dikarenakan penutupan ijtihad
(kebebasan interpretasi) yang membuat ilmu pengetahuan berhenti dari apa yang sudah kita ketahui.
Tradisionalis percaya bahwa pengetahuan baru akan membawa inovasi, namun pelaksanaannya di
cap haram (terlarang) di Islam. Bagaimanapun, ada hadist yang menyinggung mengenai inovasi yang
baik dan buruk. Peneliti Islam saat ini mengklarifikasikan bahwa inovasi dalam agama itu terlarang,
sedangkan dalam sains tidak. Factor lainnya yang membuat ilmu pengetahuan islam berhenti
dikarenakan kolonisasi dunia Muslim, yang menghasilkan adopsi budaya Barat oleh para elit. Imitasi
secara membabi buta membuat pemuda Muslim kehilangan imannya terhadap budaya mereka
sendiri.

Al Ash’ath Bin Qais Al-Kindi (801-866)

Al Kindi (Latin, Alchendius) berasal dari Baghdad diyakini sebagai filsuf muslim pertama. Ia
memiliki lebih dari 239 karya termasuk buku dan risalah singkat. Yang berhubungan dengan psikologi
adalah: “On Sleep and Dreams”, “First Philosophy”, dan “the Eradication of Sorrow”. Kindi
menjelaskan “Sorrow (kesedihan)” sebagai “Penderitaan spiritual (Nafsani) yang disebabkan
kehilangan yang dicintainya atau barang pribadi, atau kegagalan untuk mendapatkan sesuatu yang
sangat di inginkan.” Ia menambahkan “Jika penyebabnya dapat dilihat, maka dapat disembuhkan
(Hamarnah, 1984, p. 362).” Kindi merekomendasikan jika kita tidak mentolerasi kehilangan atau tidak
suka jika hal yang kita sukai dirampas, jadi kita harus mencari ilmu pengetahuan. Dimana ilmu
pengetahuan adalah hal yang paling berharga bagi kita dan takkan pernah bisa hilang. Hal yang
hanya dirasakan akan dengan mudah hilang dari dalam diri kita. Ia berpendapat bahwa kesedihan
tidak akan ada pada diri kita jika kita tidak membawanya kepada diri kita sendiri. Ia menggunakan
strategi kognitif untuk melawan depresi dan mendiskusikan fungsi dari jiwa dan kecerdasan di dalam
diri manusia. Ia mengingatkan bahwa jiwa memiliki unsur yang baik untuk berkembang. Para
komentator dari karya Kindi mengindikasikan bahwa dasar dari penelitian dan observasi KIndi berasal
dari Aristoteles. Contohnya karyanya akan mimpi dan kecerdasan disadur dari ide Aristoteles dan
Plato. Kindi menekankan bahwa Tuhan tidak bisa dimengerti oleh kecerdasan manusia bahkan bisa
menjurus kepada “negative theology”.

Ali Ibn Sahl Rabban At-Tabari (838-870)

At-Tabari, seorang filsuf Muslim yang berasal dari Persia, adalah seorang pionir di bidang
pengembangan anak, saat ia menjelaskannya dalam bukunya yang berjudul Firdaus al Himah.
Firdaus dasarnya adalah sebuah teks medis yang dibagi menjadi 7 bagian dan 30 risalah singkat (360
bab). Tabari menjelaskan teks India kuno di dalam bukunya dan mereferensikan dari kontribusi
Sushtra dan Chanakya dalam hubungannya dengan obat termasuk psikoterapi (Hamarnah, 1984). Ia
juga menekankan kebutuhan psikoterapis untuk menjadi cerdas dan bijaksana agar pasien mereka
merasa lebih baik. Masyarakat biasanya merasa sakit saat berimajinasi delusive, Tabari menjelaskan,
tetapi dokter yang kompeten dapat merawat mereka dengan cara “Wise Counseling (konseling
bijak)”. Ia menghubungkan kisah praktisi yang menyanyakan pasiennya “apakah kau ingin makan
buah anggur atau semangka?” saat sesi psikoterapi. Pertanyaan intuitif seperti itu akan membuat
pendekatan kepada pasien menjadi lebih mudah dan menumbuhkan rasa percaya diri pasien

4
sehingga akan menuntuk ke hasil terapeutik yang positif. Tabari juga menenkankan ikatan yang kuat
antara obat dan psikologi.

Abu Zaid Al-Balkhi (850-934)

Abu Zaid mungkin psikolog kognitif dan medis pertama yang dapat membedakan dengan jelas
antara neurosis dan psikosis, untuk mengkasifikasikan penyakit saraf, dan menunjukkan dengan detil
bagaimana terapi rasional dan spiritual kognitif bisa digunakan untuk merawat salah satu dari
penyakit yang ia klasifikasi. Abu Zaid mengklasifikasikan neurosis menjadi empat penyakit emosi:
fear and anxiety (rasa takut dan rasa cemas), anger and aggression (rasa marah dan agresi), sadness
and depression (rasa sedih dan depresi), dan obsessions (obsesi). Dia juga membandingkan fisik
dengan penyakit fisik dan menunjukkan indikasi yang menyebabkan psikomatik. Ia menyarankan
orang yang sehat menyiapkan P3K didekatnya untuk berjaga-jaga apabila terjadi hal darurat yang
tidak terduga, dan mempersiapkan pemikiran dan perasaan yang sehat dalam pikirannya untuk
berjaga-jaga apabila terjadi ledakan emosi yang tidak diinginkan. Abu Zaid berkata bahwa
keseimbangan antara tubuh dan pikiran akan membuat orang menjadi sehat, sebaliknya apabila
tidak seimbang maka orang itu akan sakit. Lebih lanjut, Abu Zaid berkata bahwa sifat tubuh akan
berlawanan dan pendekatan timbal-balik saat tidak seimbang. Contohnya demam-menggigil
(kedinginan). Pendekatan ini diesebut “al-ilaj bi al-did” yang sama dengan pendekatan “reciprocal
inhibition” yang diperkenalkan oleh Joseph Wolpe pada tahun 1969. Abu Zaid mengklasifikasikan
depresi menjadi 3 bentuk: kesedihan sehari-hari (yang saat ini disebut dengan depresi normal),
endogenous depression, dan reactive depression. Endogenous depression berasal dari dalam tubuh
sedangkan reactive depression berasal dari luar tubuh.

Abu Bakr Mohammad Ibn Zakariya Al-Razi (864-932)

Seorang filsuf Persia yang lebih dikenal sebagai Rhazes di Barat, bidang yang ditekuninya
adalah psikoterapi, sama seperti gurunya al-Tabari. Ia menekankan komentar dari dokter yang
memberikan harapan kepada pasiennya, akan membuat mereka merasa lebih baik, dan
mempercepat proses penyembuhan. Al-Razi percaya bahwa ledakan emosional yang tidak terduga
mempunyai efek kuratif yang cepat dalam psikologis, psikomatik, dan kelainan organic. Ia adalah ahli
prognosis dan obat psikomatik dan juga anatomi. Al-Razi juga membuat risalah singkat untuk
mengukur kecerdasan, namun terjemahannya ke dalam Bahasa Inggris masih belum ditemukan.
Karyanya “al-Hawi” atau “al-Hawi fit-Tibb” adalah karya terpanjang yang pernah dibuat dalam
pengobatan Islam dan ia telah diakui sebagai otoritas medis di Barat sampai abad ke 18. Dalam
catatannya, Razi membandingkan opini medis ilmuwan Yunani dan Arab dengan pemikirannya sendiri
dan tidak seperti kebanyakan filsuf pada masanya ia mengkritisi karya Hippocrates dan Galen,
ilmuwan Yunani tersohor. Karya al-Razi lainnya adalah “Mujarabbat”, buku mengenai pengalaman
rumah sakit, “al-Tibb al-Mansuri”, buku mengenai seni penyembuhan medis, dan “al-Tibb al-Ruhani”,
dimana ia mendiskusikan cara untuk merawat moral dan penyakit psikologis dari jiwa manusia. Dia
menulis praktek medis tergantung pada pemikiran idependen dan jiwa yang terawat sebagai
substansi dan otak sebagai instrument. Dia juga menulis bahwa agama bisa menjadi alasan yang kuat
untuk kesehatan mental yang lebih baik.

5
Abu Nasr Mohammad Ibn Al-Farakh (Al-Farabi) (870-
950)

Al-Farabi juga dikenal sebagai Alpharabius, Avenasser, atau Abznazar berasal dari Turki. Dia
menulis risalah singkatnya dalam tema psikologi sosial, dan banyak dipengaruhi oleh model kota. Al-
Farabi berpendapat bahwa individu yang mengisolasi dirinya sendiri tidak akan bisa melakukan
apapun secara baik dengan dirinya sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Dia juga menulis “ Cause of
Dreams-Chapter 24 in the Book of Opinions of the people of the Ideal City” dan membuat perbedaan
antara interpretasi mimpi dan alam dan penyebab mimpi. Al-Farabi juga menulis risalah singkat
mengenai makna kecerdasan dan efek terapeutik music terhadap jiwa. Selain itu karyanya antara lain
“Aims of Aristotle’s Metaphysics”, “Bezels of Wisdom”, “The Book on the one and the Unity”,
“Explanatory remarks on Wisdom”, dll

Abul Hasan Ali Abbas Al-majusi (D.995)

Al-Majusi dikenal di Eropa, sebagai “Haly Abbas” berasal dari Persia. Pendahulunya menganut
agama Zoroaster (majus) dan gugusan bintang saat awal periode Islam. Ia menulis “Al-Kitab Al-
Malaki (al-Kamil)” atau “The Royal Notebook”, sebagai salah satu karya klasik terhebat dalam dunia
medis Islam saat jaman pertengahan sampai jaman modern. Ia bekerja sebagai dokter raja Adud-ad-
Dawlah ketika menulis buku ini. Buku ini juga dua kali diterjemahkan kedalam Bahasa Latin dan
disebut sebagai “Liber Regius” (nanti disebut “The Complete Art of Medicine”), Majusi menulis
mengenai keseluruhan bidang kesehatan termasuk penyakit mental dan otak. Majus
mendeskripsikan anatomi, fisiologi dan penyakit otak termasuk penyakit tidur, kehilangan memori,
hypochondria, koma, panas dan dingin meningitis, epilepsy vertigo, penyakit cinta, dan hemiplegia. Ia
menekankan menjaga kesehatan dengan cara mencegah penyakit dan penyembuhan alami daripada
pelayanan medis atau obat-obatan yang seharusnya menjadi cara terakhir. Bukunya sendiri terdiri
dari 20 risalah singkat yang mencakup keseluruhan bidang medis. 10 risalah singkat mengenai teori
(399 bab) dan 10 sisanya mengenai praktek (644 bab).

Ikhwan Al-Safa: The Brethren of Purity (10th Century


A.D)

Sekelompok filsuf yang merahasiakan identitasnya, terletak di Basra, Selatan Iraq. 52 atau 53
karyanya mengenai spiritual dan ilmu pengetahuan tersebar luas di abad ke 10. Karyanya terbagi atas
matematika dan ilmu alam, psikologi, metafisik, dan teologi. Para filsuf ini mendapatkan ilmunya
berdasarkan sumber yang berbeda, termasuk Taurat dan Gospel, filsuf Yunani awal, astranomi, alam,
dan buku suci lainnya. Konsekuensinya, karyanya sering disebut “syncretic”. Para filsuf ini meyakini
bahwa tidak ada paksaan dalam agama, bagaimanapun mereka tetap menyarankan orang lain untuk
beragama, dalam artian hukum diperlukan di lingkungan sosial. Dalam karyanya, mereka menulis
tentang jiwa, otak, dan proses berpikir. Mereka membagi jiwa menjadi jiwa tumbuhan, jiwa hewan,
dan jiwa manusia (rasional). Ketika jiwa tumbuhan bekerja dalam nutrisi, pertumbuhan, dan
reproduksi. Jiwa hewan menekankan dengan pergerakan dan sensasi (persepsi dan emosi). Jiwa
manusia menekankan seseorang untuk berpikir dan berbicara. Mereka berpendapat bahwa otak
adalah organ terpenting dimana memiliki fungsi yang amat tinggi seperti persepsi dan berpikir, dan

6
percaya bahwa hati/heart adalah organ utama. Mereka memandang proses berpikir dimulai dari
kelima panca indera yang mengirimkan sinyal/pesan melalui syaraf ke otak.

Abu Ali Ahmad B. Muhammad B. Ya’kub Ibn Miskawayh


(941-1030)

Ibn Miskawayh adalah seorang pemikir yang menulis di banyak bidang termasuk psikologi.
Bagaimanapun, karyanya yang terkenal antara lain sistem etika, lebih khusus lagi, “The Taharat al-
araq” (Purity of Disposition) atau dikenal dengan “Tahdib al-Akhlaq” (Cultivation of Morals). Dalam
bukunya al-Fauz al-Asgar (The Lesser Victory), Ibn Miskawayh membicarakan mengenai bukti
keberadaan tuhan, kenabian, dan jiwa. Berdasarkan kebajikan, ia menggabungkan ide dari Plato dan
Aristoteles dengan sentuhan sufi dan pertimbangan kebijakan sebagai penyempurna aspek jiwa yang
mewakilkan manusia. Contohnya yang membedakan manusia dengan hewan. Ia menyarankan bahwa
kita membutuhkan untuk mengontrol emosi dan mengembangkan sifat untuk menghindarkan kita
dari kesalahan. Argumennya mengenai kesia-siaan akan takut mati menarik, sebagaimana ia
mengingatkan bahwa alasan jiwa dan moral itu sendiri tidak bisa diambil. Konsep moralitas yang
dibuat Ibn Miskawayh sangat erat kaitanya dengan masalah jiwa. Ibn Miskawayh memperkenalkan
kepada kita sesuatu yang hampir sama dengan “self-reinforcement” dan “response cost”. Ibn
Miskawayh memaparkan bahwa seorang Muslim, yang merasa bersalah karena melakukan kesalahan
atas tekanan nafsu amarahnya, harus belajar menghukum dirinya sendiri secara psikologis, fisik, atau
spiritual seperti mendermakan sejumlah uang kepada yang membutuhkan, puasa, dll.

Abu ‘Ali Al-Husayn B. ‘Abd Allah Ibn Sina (980-1037)

Ibn Sina, lebih dikenal dengan Avecenna di Barat berasal dari Bukhara. Terkenal sebagai tokoh
filsuf dan dokter, namun ia juga berkontribusi di banyak ilmu pengetahuan semasa hidupnya. Dalam
bidang psikologi, Ibn SIna menulis mengenai pikiran, keberadaan, hubungan pikiran dan badan,
sensasi, persepsi, dll. Bukunya yang terkenal adalah ash Shifa (penyembuh). Pada umumnya,
pengaruh pikiran terhadap tubuh bisa dilihat melalui pergerakan, contohnya ketika pikiran
menginginkan untuk menggerakkan tubuh, tubuh menurut. Hal yang lebih tinggi lagi pengaruh
pikiran terhadap tubuh berasal dari emosi dan keinginan. Sebagai contoh, jika sebatang kayu
digunakan sebagai jembatan diantara dua jurang, seseorang bisa sangat takut dan tidak mampu
untuk melewatinya dikarenakan bayangan mereka sudah lebih dahulu membayangkan bahwa ia akan
jatuh. Emosi yang kuat mampu menghancurkan tempramen seseorang dan mengantarkannya
kepada kematian. Pada sisi lainnya, jiwa yang kuat dapat membuat sesorang menjadi lebih baik
tergantung fenomenanya, ia menerima realita hypnosis (al Wahm al-Amil). Ia membagi persepsi
manusia menjadi lima rasa eksternal dan lima rasa internal: (a) pusat data yang mengintegrasikan
seluruh rasa ke dalam persepsi. (b) imajinasi yang megubah persepsi menjadi gambar, (c) rasa
imajinasi, berfungsi kepada gambar dengan menggabungkan dan memisahkan mereka (dengan
kecerdasan dalam diri manusia) dan kecerdasan praktis (d) Wahm atau insting yang menerima bahwa
hal itu baik atau buruk, cinta atau benci, dll, dan terbentuk berdasarkan karakter seseorang yang
tidak terpengaruhi oleh sebuah alasan, (e) intensi (ma’ni) yang mengkonversi seluruhnya kedalam
memori. Ia menulis mengenai kecerdasan potensial (didalam diri) dan kecerdasan aktif (diluar diri)
dan kognisi tidak bisa secara mekanis diproduksi namun melibatkan intuisi di setiap tahapnya. Ibn
Sina juga memberikan penjelasan psikolgis terhadap beberapa penyakit somatik. Ia berpendapat
bahwa “berfilsafat” adalah cara jiwa untuk mencapai kesempurnaan. Ibn Sina selalu mengubungkan

7
penyakit fisik dan psikis secara bersama-sama. Ia menyebutnya Melancholia (depresi) adalah sebuah
penyakit suasana hati dimana dalam seseorang bisa timbul pobia tertentu. Kemarahan menurutnya
berperan sebagai transisi dari melancholia menjadi mania. Ia menjelaskan kelembapan didalam
kepala bisa berkontribusi terhadap penyakit suasana hati. Hal ini terjadi ketika jumlah napas
berubah. Kegembiraan meningkatkan napas, yang menimbulkan kabut di dalam otak namun jika
kabut ini melebihi batas maka otak akan kehilangan kontrol terhadap pemikiran rasional yang
berujung pada penyakit mental. Ia juga menggunakan metode psikologis untuk merawat pasiennya.
Ibn Sina juga menulis mengenai simptom dan perawatan penyakit cinta (Ishq), mimpi buruk, epilepsi,
dan memori lemah.

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1058-1111)

Al-Ghazali lahir di Tus, Khurasan, dan kemudian wafat di tempat yang sama. Ia seorang filsuf,
teologis, penulis, dan mistis. Ketia ia menjadi seorang ilmuwan dan mendapatkan kehormatan yang
besar di Baghdad, ia pergi meninggalkan Baghdad dan pensiun di Damaskus. Ia diakui sebagai arsitek
dalam pengembangan agama Islam. Seumpama dengan Al-Ghazali, jaman lama datang kepada
kehancuran dan jaman baru muncul. Setelah Ghazali, semua sekolah mendapat pengukuran yang
segar atas kesatuan dan harmonitas di dapatkan. Beberapa karyanya yang hebat adalah, Ihya Ulum
Ad Din (Revival of the Religious Sciences), Al- Munqid min ad-Dalal (the Savior from Error), Thafaut
al-Fhalasifa (Destruction of the Philosophy), Kimiya as-Saadah (Alchemy of Felicity), Ya Ayyuhal
walad (O Young Man), Mishkat al-Anwar (the Niche of the Lights). Keseluruhan total karyanya, ia
menulis sekitar 70 buku.

Ghazali mendeskripsikan manusia untuk mengungkapkan ”self”, sebagai tujuan tertinggi, dan
menyebabkan penderitaan dan kebahagiaan. Ia memamaparkan konsep self menjadi empat kata:
Qalb, Ruh, Nafs, dan Aql, semuanya secara signifikan menjadi entitas spiritual. Ia lebih memilih kata
Qalb ketimbang self di setiap karyanya. Self memiliki sifat bawaan untuk menjadi ideal, dan berusaha
untuk menyadari dan menganugerahi dengan kualitas untuk membantu mewujudkannya. Untuk
mencukupi kebutuhan tubuh self memiliki mesin dan sensor motivasi. Mesin motivasi melputi
kecenderungan dan dorongan. Kecenderungan ada dua macam, nafsu dan amarah. Nafsu
menimbulkan rasa lapar, haus, dan hasrat seksual. Amarah membuat bentuk kasar, agresi, dan
dendam. Dorongan meliputi otot, pergerakan organ untuk memenuhi kecenderungan.

Sensor motivasi (apprehension) termasuk lima eksternal seperti penglihatan, pendengaran,


perasa/pengecap, pembau, dan peraba dan lima dorongan internal seperti perasaan umum (Hiss
Mushtarik) mensitesiskan impresi sensual yang dibawa ke otak untuk diberikan makna, imajinasi
(Takhayyul) mampu membuat manusia mempertahankan gambaran dari pengalamannya, refleksi
(Tafakkur) memikirkan pemikiran yang berhubungan atau tidak dan mempertimbangkan apakah
pantas atau tidak; tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan karena tidak memikirkan masa
depan, pengkoleksian ulang (Tadhakkur) mengingat kembali bentuk sebuah objek yang tersimpan
didalam memori, dan memori (Hafiza) impresi yang di dapatkan melalui rasa yang tersimpan di
dalam memori. Senasi dalam tidak terletak pada sebuah organ, namun berada di bagian otak.
Sebagai contoh, memori terletak di bagian otak hinder lobe. Sensasi dalam membantu seseorang
untuk belajar dari pengalaman masa lalunya dan memprediksikan situasi dimasa depan. Dalam Ihya,
ia mengurutkan bahwa hewan memiliki lima sensasi dalam yang sama dengan manusia. Dalam
Mizan al Amal, karya berikutnya, ia mengklarifikasi bahwa hewan tidak melewati masa
pengembangan yang baik untuk merefleksikan dirinya. Hewan biasanya berpikir dengan cara yang
mudah dan tidak mampu mengasosiasikan dan mendisosiasikan ide yang lebih abstrak yang

8
berhubungan dengan refleksi. Self membawa dua kualitas tambahan, yang membedakan manusia
dengan hewan dan membuat manusia mendapatkan kesempurnaan spiritual. Kualitas tersebut
adalah Aql (kecerdasan) dan Irada (keinginan). Kecerdasan adalah dasar untuk merasionalkan
sesuatu, yang membuat manusia mampu menjeneralisirkan dan membentuk konsep dan
mendapatkan ilmu pengetahuan. Keinginan manusia dengan keinginan hewan berbeda. Pada
manusia, keinginan dikondisikan berdasarkan kecerdasan, ketika pada hewan, dikondisikan
berdasarkan amarah dan nafsu. Kedua kemampuan tersebut mengatur dan meregulasi tubuh. Qalb
(hati/heart) mengatur kesemua hal diatas. Hati memiliki enam kemampuan: appetite (nafsu), anger
(amarah), impulse (dorongan), apprehension (pengertian), intellect (kecerdasan), dan will (keinginan).
Tiga terakhir yang membedakan manusia dengan hewan. Hanya manusia yang memiliki keenam
pengetahuan tersebut, sedangkan hewan hanya memiliki tiga di awal.

Menurut Ghazali, ilmu pengetahuan dibagi dua yaitu: fenomena (materi, dunia) dan spiritual
(tuhan, jiwa, dll). Ilmu pengetahuan bisa didapatkan melalui imitasi, penalaran logika, kontemplasi,
dan intuisi. Ada empat elemen dalam hakikat manusia: orang bijak (kecerdasan dan penalaran), babi
(malas dan dengki), anjing (amarah), dan setan (karakter kasar). Tiga terakhir berlawanan dengan
yang pertama dan konsekuensinya setiap orang memiliki keempat elemen tersebut dengan
bagian/proporsi yang berbeda.

Ghazali membagi Nafs menjadi tiga kategori berdasarkan Al-Quran: Nafs Am-marah-perilaku
seseorang yang secara bebas mengikuti keinginannya untuk melakukan hal buruk dan kasar, Nafs
Lawammah-pertimbangan manusia secara langsung akan salah atau benar, dan Nafs Mutmainah-
jiwa yang mencapai kedamaian optimum. Jiwa didalam tubuh diumpamakan sebagai raja di
kerjaannya. Setiap organ diumpamakan sebagai rakyat, dan kecerdasan diibaratkan sebagai
penasihat raja, saat nafsu sebagai penjahatnya, dan amarah sebagai polisi. Raja menjalankan
perannya bersama dengan penasihat umumnya dan mencoba untuk menjauhkan penjahat dalam
kebijakannya dan menjaga rakyat serta polisinya sesuai dengan pekerjaan dan fungsinya masing-
masing secara tepat. Lebih mudahnya, jiwa menjadi seimbang apabila menjaga amarahnya untuk
tetap terkontrol dan membuat kecerdasan mendominasi nafsu. Jiwa yang sempurna harus melewati
beberapa tahapan antara lain sensual (seperti kepompong, tidak memiliki memori), imajinatif
(hewan yang rendah), insting (hewan yang lebih tinggi), rasional (melewati tahapan hewan dan
mendapatkan objek sesuai skala perasaannya) dan suci (mendapatkan hal-hal realita spiritual)

Ia menjelaskan bahwa penyakit ada dua bentuk, yaitu penyakit fisik dan spiritual. Penyakit
spiritual lebih berbahaya dan mengakibatkan ketidak pedulian dan deviasi dari tuhan. Penyakit
spiritual antara lain: gila harta tahta jabatan, tidak peduli, licik, dengki, ragu (waswas), benci, dll.
Ghazali biasanya menggunakan terapi terbalik, misalnya untuk menyembuhkan ketidak pedulian
maka pasien di sarankan untuk belajar lebih peka, jika benci maka mencinta, dll. Ghazali percaya
semakin jauh dengan tuhan maka akan lebih mudah untuk timbul abnormalitas.

Bagi Ghazali, manusia berada di posisi tengah antara hewan dan malaikat dan yang
mempengaruhi kualitas posisinya adalah ilmu pengetahuan. Manusia dapat melampaui malaikat
dengan bantuan ilmu pengetahuan atau jatuh ke posisi yang sama dengan hewan atau lebih rendah
lagi jika manusia mengikuti nafsu amarahnya.

Abu Bakr Mohammed Bin Yahya Al-Saigh Ibn Bajjah


(1095-1138)

9
Ibn Bajjah atau lebih dikenal sebagai Avempace berasal dari Spanyol. Ia belajar ilmu psikologi
berdasarkan fisika. Dalam essay yang ia kerjakan mengenai kecerdasan aktif ia menjelaskan bahwa
kemampuan terpenting manusia dan menulis banyak essay mengenai sensasi dan imajinasi. Ia
menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan panca indera saja tidak cukup, namun
masih membutuhkan kecerdasan aktif. Ia memulai diskusinya mengenai jiwa bahwa tubuh terbentuk
dari keberadaan dan kecerdasan adalah bagian terpenting dari manusia-ilmu pengetahuan yang
didapatkan melalui kecerdasan, mampu membawa seseorang kedalam kemakmuran dan membuat
karakter seseorang. Menurutnya kebebasan terjadi ketika seseorang dapat berpikir dan berperilaku
secara rasional dan tujuan hidup seharusnya mencari pengetahuan spriritual dan mengasah
kecerdasan aktif dan menuju kesucian.

Ibn Al-Ayn Zarbi (D. 1153)

Lahir di Ayn Zarbi (Anazarbos), sebuah kota di Siciliia tenggara, Zarbi pindah ke Baghdad untuk
belajar dimana dia diakui seni penyembuhannya. Sebagai salah satu dokter terkemuka, ia juga diakui
sebagai seorang ahli di bidang astronomi, astrologi, logika, matematika, dan ilmu alam. Ibn Zarabi
menulis tujuh risalah singkat dimana hanya dua yang masih ada. Bukunya mengenai kesehatan yang
berjudul al-Kafi fit-Tibb mendeskripsikan penyakit fisik dan mental serta cara penyembuhannya.
Dalam bab otak dan kelemahan mental, penulis mendeskripsikan dasar dari kehilangan kecerdasan,
kebingungan mental, amnesia, kelelahan, epilepsy, dll. Sebuah catatan penting bahwa menurutnya
roh jahat tidak mempengaruhi penyakit mental, cara pendekatan yang dilakukannya tetap objektif
dan bebas dari pengaruh budaya dimasanya.

Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Ibn Tufayl


(1110-1185)

Ibn Tufayl atau lebih dikenal sebagai Abubacer berasal dari Spanyol, bekerja sebagai dokter
pemerintahan dan seorang qazi dari khalifah Abu Yaqub Yusuf yang dengan bangganya mencari dan
mengumpulkan ilmuwan dan pemikir ketimbang kerajaan lain di daerah Muslim Barat. Ibn Tufayl
menulis dua risalah singkat mengenai medis dan beberapa karya mengenai filsafat umum termasuk
perawatan jiwa. Filsafat yang ia kemukakan memiliki konsep unik yaitu Hayy bin Yaqzam (The Living,
Son of the Awake), bahwasanya setiap orang memiliki kekuatan mistik dan filsafat yang cukup,
bahkan jika hidup di dalam sebuah pulau seorang diri, untuk mendapatkan sebuah kebenaran hakiki
bahwasanya ia memiliki bakat terpendam untuk melakukannya. Buku ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Pococke dengan judul Philosophicus Autodidactus yang menginspirasi Daniel Defoe
untuk menulis Robinson Crusoe. Alegori (kiasan) yang dibuat Ibn Tufayl sebenarnya bedasarkan
“Floating Man” eksperimen percobaan yang ditulis Ibn Sina ketika ia dipenjara di kastil Fardajan
(dekat Hamadhan) dan mereferensikan kecerdasan aktif melalui komunikasi kepada tuhan mengenai
kebenaran akan manusia. Dalam alegorinya, Ibn Tufayl mencoba untuk menunjukkan bahwa tidak
hanya dengan bahasa, budaya, dan bahkan agama yang dibutuhkan untuk mengembangkan
pemikiran sempurna-hal itu bahkan menimbulkan halangan dalam pengembangannya. Ia
membedakan antara filsafat dan agama dengan berkata bahwa keduanya memiliki kebenaran yang
sama, namun filsafat tidak diperuntukan bagi semua orang. Lain halnya dengan agama, agama
mampu menjadi pendekatan eksoteris (hal yang mudah dipahami bagi semua orang) untuk mengerti
keberadaaan tuhan melalui simbol dan menggabungkan filsafat dan agama akan menimbulkan
kegagalan. Argumen ini tentu saja, tidak dapat di terima oleh beberapa filsuf.

10
Abu’l Walid Muhamad Bin Ahmad Ibn Rushd (1126-
1198)

Ibn Rushd atau lebih dikenal sebagai Averroes berasal dari Spanyol namun tinggal di Maroko.
Ia menyimpulkan bahwa pemikiran adalah hal pasif, dan abstraksi adalah hal aktif. Dalam
kemampuan keberadaan pikiran, dimana didesain untuk menerima bentuk yang jelas, dari
kecerdasan aktif. Kemampuan ini berdasarkan kecerdasan pasif atau imajinasi, dan semenjak hal ini
terpisah dari tubuh, hal ini akan binasa bersamanya. Bagi Ibn Rushd, jika seseorang ingin mengerti
sesuatu hal, kecerdasan aktifnya harus terhubung dengan pikirannya dalam sebuah cara. Efisiensi
kecerdasan aktif disebabkan bentuk dari imajinasi, dan bentuk manusia yang membuat lebih spesifik
bagi mereka untuk mengoptimalkan fungsi dan produksi dari ide abstrak dan kontemplasi. Ia
berargumen bahwa ada tiga jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan menerima (receiving intellect),
kecerdasan menghasilkan (producing intellect), dan kecerdasan membuat (produced intellect). Dua
awal kecerdasan mutlak, namun yang ketiga tergantung dari salah satu panca indera, bisa mutlak
atau tidak. Ia percaya bahwa kita tidak bisa menggunakan sensasi kita saja untuk mengobjekkan
pemikiran kita, tapi membutuhkan imajinasi untuk memisahkan secara cukup dari data sensasi, agar
lebih objektif. Dalam Fasl al Maqal (The Decisive Treatise) Ibn Rushd mendsekripsikan tiga tahapan
belajar. Pertama belajar melalui dialetika argument (Jadali). Kedua demonstrasi (Burhan). Ketiga
retoritikal argument (Khatabi)

Fakhr Al-Din Muhammad Umar Al Razi (1149/50-1209)

Al-Razi berasal dari Persia. Menurut dia, setiap jiwa manusia berbeda; beberapa ada yang
tinggi, dan beberapa ada yang rendah. Beberapa ada yang baik dan lembut, dan beberapa ada yang
lalim dan mendominasi; beberapa tidak menyukai tubuhnya dan beberapa ada yang memiliki
keinginan untuk mengatur dan mendapatkan jabatan. Mereka tidak pernah menyimpang dan salah
posisi namun dengan latihan dan kesadaran mereka dapat mengubah sikap dan kebiasaannya. Al Razi
dalam bukunya, “al Nafs Wa’l Ruh” menganalisa perbedaan tipe kesenangan sensasi dan kecerdasan
dan menjelaskan komparasi hubungan di keduanya. Kesenangan sensasi bagi manusia dan hewan
bukan merupakan tujuan khusus manusia untuk kesempurnaan kebahagiaan. Faktanya, al Razi
menegaskan bahwa pengawasan kesenangan sensasi secara hati-hati akan menghilangkan rasa sakit.
Contohnya orang yang sangat lapar, akan merasakan kesenangan sensasi ketika sedang makan.
Terlebih lagi, gratifikasi kesenangan sensasi juga ada di dalam kebutuhan atau keinginan hewan.
Ketika kebutuhannya terpenuhi atau keinginannya tercapai, kesenangan tersebut berubah menjadi
rasa muak, bahkan makanan dan seks tidak lagi menghasilkan kesenangan, namun rasa sakit. Pada
manusia, permintaan tubuh yang berlebihan akan kesenangan akan menimbulkan penolakan.
Manusia tidak dibuat untuk memenuhi dirinya sendiri dengan kepuasan tubuhnya sendiri akan
kesenangan, namun lebih kearah aprehensi kecerdasan dan kontemplasi akan kehadiran kesucian
dan pandangan cahaya kesucian. Kebutuhan dan keinginan manusia tidak pernah berakhir, dan
menurut Al Razi, kepuasan adalah hal yang mustahil. Hal yang terpenting di dunia bukanlah
memenuhi dengan penambahan atau penyelesaian tetapi lebih kearah membuang dan
menghindarinya. Dia menyumpulkan bahwa tekanan mental yang tinggi dan sempurna daripada
sensasi kesenangan dan sugesti bahwa manusia menjadi lebih sempurna hanya bisa dicapai dengan
ilmu pengetahuan dan sikap yang baik dan bukan dari makan, minum, dan pernikahan.

11
Muhyid-Din Muhammad Ibn Ali (Ibn Arabi) (1164-1240)

Ibn Arabi lahir di Murcia (Spanyol), belajar di Lisbob dan pindah ke Seville dimana dia bertemu
guru spiritual pertamanya. Ia banyak membuat karya namun hanya sekitar 150 karyanya saja yang
masih ada. Membuat ketidak pastian akan berapa jumlah total karyanya. Dipercayai hampir di setiap
karyanya ditulis saat dia berada di Mekkah dan Damaskus-dengan gaya nya yang sulit dan ambigu.
Dalam bidang psikologi, Ibn Arabi menulis mengenai teori jiwa, persepsi, keinginan alami, imajinasi,
dan mimpi. Interpretasi sufinya mengenai hati adalah hati merupakan tempat dimana pengetahuan
estorik (batin) di dapatkan. Hati bukan hanya seonggok daging di dalam dada tapi lebih kearah
“terhubung dengan tubuh dan spiritual tapi berbeda dari keduanya”. Hati adalah symbol dari aspek
rasional manusia namun tidak sama dengan kecerdasan-keduanya bagian dari “alasan universal”. Hati
memiliki “mata batin” yang bisa menipu realita. Bagaimanapun, pemikiran jahat dari jiwa hewan dan
kebutuhan materi di dunia bisa dengan mudah membutakan “mata batin”. Seperti Aristoteles, Ibn
Arabi membagi manusia menjadi tiga elemen yaitu tubuh, jiwa, dan ruh dan mengklasifikasikan jiwa
manusia menjadi tiga aspek, tumbuhan, hewan, dan rasional. Bagaimanapun, ia tidak menyamakan
rasional dengan kecerdasan. Jiwa manusia baginya adalah mode dari jiwa universal dan ruh adalah
mode alasan universal. Ruh juga menjadi prinsip rasional untuk mencari ilmu pengetahuan yang
sebenarnya. Ketika jiwa tumbuhan mencari makan untuk organisme, jiwa hewan adalah fisik halus
dari hati. Jiwa rasional adalah ruh murni yang abadi yang berasal dari dosa namun dosa terakumulasi
berdasarkan hasil pertentangan antara jiwa rasional dan jiwa hewan. Kecerdasan adalah salah satu
kemampuan dari jiwa rasional yang berfungsi bersama tubuh. Jiwa rasional tentu saja berdiri sendiri
dan mampu ada tanpa perlu tubuh bahkan setelah kematian. Ia menjelaskan bahwa khayal atau
imajinasi selalu aktif, bahkan ketika sedang tidur yang menyebabkan mimpi sebagai asosiasi gambar
yang diinginkan seseorang.

Kontemporari psikologi barat dan dilemma psikologis


muslim

Setiap murid dari psikologi modern mengetahui bahwa psikologi berasal dari filsafat yang
dimulai sekitar akhir abad ke 19. Kata psikologi (psychology) sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang
berarti “psych” atau jiwa dan “logos” yang berarti cinta. Jadi, sebenarnya psikologi mempelajari jiwa
sebagai sebuah subjek dari keberadaan. Sebelumnya, di abad ke 14, psikologi direferensikan sebagai
akar dari “pneumatology”, pembelajaran spiritual dan substansi dan di abad ke 16, kata
“anthropologia” dimasukkan ke dalam psikologi, pembelajaran pikiran manusia dan “somatologia”,
pembelajaran tubuh manusia. Di abad ke 18, pengaruh empirisme dan rasionalisme sebagai jalur dari
seorang peneliti psikologi, namun di tahun 1879 laboratorium psikologi pertama di dirikan di Jerman.
Pembuat lab tersebut adalah Wilhelm Wundt yang mempelajari kesadaran, seperti apa yang terjadi
di pikiran kita. Setelahnya pandangan ini berubah berdasarkan psikolog Amerika yaitu John Watson
yang berpendapat bahwa psikologi bisa di ilmiahkan hanya jika mengobservasi dan mempelajari
tingkah laku manusia. Pengaruh paham Behaviorisme yang dikemukakan Watson menjadi sangat
kuat sampai tahun 1960-an, khususnya muncul teori kondisi operandi (operant condition) yang
dibuat oleh Skinner. Saat tahun 1960-an sampai 70-an, revolusi kognitif mengambil alih pengukuran
teknologi dari kejadian kognitif seperti persepsi, mimpi, memori, dll. Peneliti lain mencoba meneliti
keakuratan proses tubuh seperti detak jantung dan tekanan darah sebagai aktifitas neurologis dalam
otak juga mempengaruhi psikologi. Singkatnya, psikologi menjadi ilmu sendiri sebagai hasil dari
pengaruh fisiologi, psikiatri (contohnya Freud’s psychodynamic perspective), dan diatas itu semua,

12
pengaruh positif yang berhasil menghilangkan elemen metafisika dari alam dal pengetahuan
manusia.

Dari sudut pandang itu semua, kita bisa melihat bahwa psikologi modern tidak lebih dari
tujuan seorang professional untuk membantu individu mengerti dirinya sendiri, tujuan dan maksud
kehidupan, dan bagaimana cara menyeimbangkan tingkah laku dalam kehidupan. Psikologi modern
membuat asumsi bahwa tingkah laku manusia bisa di observasi dengan panca indera dan terlebih
lagi subjek kuantitas dan pengukuran, saat menolak aspek yang sangat penting dalam manusia.
Kemanusiaan tidak selalu bisa diukur dengan mesin, materialistic, dan cara reduksi. Tidak seperti
ilmu alam, psikologi mempelajari tingkah laku manusia dan proses kognitif, seperti didalamnya ada
kepercayaan, sikap, norma, custom, dan pengaruh agama berdasarkan aspek terpenting dalam
pengalaman dan nilai dari suatu sistem. Polkinghorne (1984) menulis bahwa dimensi manusia adalah
unik dalam istilah:

- Sistematis karakter atau relasi kontekstual (systemic character or contextual relations)

- Kualitas yang belum selesai (unfinished quality), misalnya dimensi manusia berada pada
bagian alur dan memiliki kisah pengembangan.

- Makna yang tidak bisa secara langsung di observasi (meaning that is not directly
observable), dimana terkadang kita harus menerima bukti dari alam yang berbeda.

Dikarenakan alasan tersebut, psikolog kontemporari dihadapkan pada tantangan yang serius
dari psikolog Muslim. Dikarenakan dasar dari sudut pandang secular, saat ini psikologi tidak dapat di
terima di oleh para psikolog Muslim. Usaha untuk mengerti tingkah laku manusia akan menuntun
psikolog Muslim untuk mengikuti perspektif Islam mengenai manusia dan ini akan membawa mereka
kembali ke sejarah pendahulunya dimana karya-karyanya dibuat berdasarkan keislaman. Psikolog
yang tertarik dalam perspektif Islam butuh untuk bekerja secara keduanya, yaitu teori dan praktek
untuk membawa kembali keaslian psikologinya. Secara teori, psikolog Muslim butuh untuk
mengidentifikasikan dan mengklarifikasi sudut pandang mereka dalam ilmu pengetahuan secara
umum dan mengembangkan lebih dalam ke awal dan tujuan dari ilmu pengetahuan. Ini akan
memerlukan klarifikasi dari dasar kepercayaan Islam dan pengertian perbedaan dari sekulerisme dan
Islam. Mereka juga perlu mengartikan subjek keberadaan psikologi dari perspektif Islam
menggunakan paradigma Tawhidic-maksudnya mempelajari “Nafs” (jiwa), secara terus menerus, dari
perspektif agama Islam. Mereka juga perlu mengembangkan dan memperluas teoritikal untuk segala
topik yang ada bersama dimensi psikologi Islam. Secara praktek, akan lebih terlibat dalam
mengumpulkan materi/karya peneliti muslim dari awal sampai modern yang berhubungan dengan
psikologi termasuk yang berasal dari Bahasa Arab, Bahasa Prancis, Bahasa Persia, Bahasa Turki, dan
Bahasa Urdu dan di terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris untuk pembaca umum. Diharapkan
organisasi tertarik dengan praktek seperti ini. Pihak universitas menjamin, dan mengganti setiap
keuangan yang digunakan dalam praktek ini. Mereka perlu membentuk jaringan psikolog yang
tertarik untuk membantu. Psikolog Muslim perlu belajar, mengembangkan, dan mengajarkan
psikologi Islam kepada yang lainnya. Mereka perlu mengembangkan skala standarisasi untuk populasi
Muslim, membuat pembelajaran empiris, dan membuat cara islami untuk merawat masalah
psikologis saat melakukan konseling dan terapi.

13
Pandangan penulis mengenai “Psikologi dari perspektif
Islam”

Ada beberapa acuan utama untuk memahami inti dari psikologi berdasarkan perspektif Islam.
Pertama adalah, tentang metodologi yang digunakan dalam meneliti kepribadian manusia, segala
dasar yang dijadikan sumber rujukan berasal dari sumber hukum Islam, yakni Al-Quran dan
perkataan Nabi Muhammad SAW (hadist), termasuk didalamnya penginderaan, akal, dan naluri atau
intuisi. Kedua, perlu dipahami bahwa konsep psikologi dalam ranah Islam ini artinya segala pemikiran
dan pendapat sudah melalui tahap filterisasi dan didalamnya sudah terkandung wawasan tentang
agama Islam. Artinya, sudut pandang psikologi Islam adalah juga tentang mengeliminasi paham-
paham atau konsep-konsep yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sumber hukum islam.
Dan yang ketiga, psikologi Islam disini mempelajari pola perilaku seseorang dengan lingkungan
sekitar, dirinya sendiri dan dalam ranah aktivitas rohani yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas
diri. Baik itu kualitas kesehatan mentalnya maupun kualitas keberagaman individu tersebut.

Psikologi secara umum memiliki beberapa fungsi dan tujuan, diantaranya adalah mampu untuk
mengurai, menyediakan kemungkinan-kemungkinan (prediksi) dan memperbaiki perilaku atau
mengontrol perilaku manusia. Dalam psikologi Islam, ada dua hal utama yang menjadi tugas lagi,
yakni pengembangan psikologi itu sendiri dan menjadikan agama Islam sebagai pedoman utama
ilmu. Jika pada psikologi Barat membatasi ruang lingkupnya kedalam tiga hal, yakni dimensi fisik,
dimensi kejiwaan dan dimensi sosio kultural, maka dalam psikologi Islam, terdapat penambahan.
Penambahan itu berasal dari dimensi kerohanian (kejiwaan) serta dimensi spiritual. Psikologi Islam
dinilai merupakan sebuah jawaban bagi problem psiko-spiritual dan memiliki peranan tersendiri
dalam penyempurna ilmu pengetahuan dalam peradaban manusia.

Daftar Pustaka

Amber Haque (2004); Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars
and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists; Journal of Religion and Health, Vol. 43, No. 4
(Winter, 2004), pp. 357-37; Springer

14

Anda mungkin juga menyukai