Anda di halaman 1dari 3

JUSTIFIKASI

Pengertian Justifikasi
Justifikasi adalah alasan kenapa seseorang memiliki suatu keyakinan, sebuah penjelasan
mengenai kenapa sebuah keyakinan adalah benar, atau bagaimana seseorang tahu apa yang
diketahuinya. Pembenaran juga berarti melakukan pertanggungjawaban rasional atas klaim
kebenaran kepercayaan atau pendapat yang dipegang
Banyak hal yang bisa dijustifikasi, diantaranya : keyakinan, tindakan, emosi, klaim, aturan,
teori-teori dan lain-lain. Secara epistemologi justifikasi mengacu pada keyekinan. Hal ini sebab
pengaruh dari suatu definisi pengetahuan yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah
kepercayaan yang benar yang dijustifikasi, yang sering kali di asosiasikan dengan sebuah teori
yang didiskusikan oleh socrates dalam dialog nya “Theaetetus”. Secara umum, teori-teori
justifikasi berfokus kepada pen justifikasian terhadap setatemen atau proposisi.[16]
Pada teori paling awal mengenai pengetahuan bahwa pengetahuan adalah “justified true
belief” atau bisa diterjemahkan secara bebas kepercayaan yang benar dan terjustifikasi yang di
promosikan oleh Plato yang mana teori ini kemudian mendapat kritik dari Gettier pada tahun 1963.
Pengertian yang diusung oleh plato masih dianggap bukanlah suatu pengetahuan, sebagaimana
ditulis oleh Keith Lehrer bahwa syarat-syarat ini masih belum cukup, dan perlu diadakan
penambahan kriteria karena penjelasan tersebut masih irasional.[17]
contoh kasus yang diutarakan oleh Edmund Gettier adalah diantaranya sebagai berikut.
Contoh kasus 1 : Smith mengajukan lamaran kerja, tetapi dia menjustifikasi yakin bahwa Jon lah
yang akan mendapatkan pekerjaan. Smith juga yakin bahwa Jon memiliki 10 coin di saku nya.
Kemudian smith membuat kesimpulan bahwa orang yang akan mendapatkan pekerjaan memiliki
10 koin disakunya. Pada kenyataannya, Jon tidak mendapat pekerjaan. Akan tetapi, justru Smith
yang mendapatkan pekerjaan. Namun ternyata Smith juga memiliki 10 koin di sakunya. Jadi
kepercayaan Smith bahwa orang yang mendapat pekerjaan adalah orang yang memiliki 10 koin
disakunya terjustifikasi dan benar. Akan tetapi bukanlah suatu pengetahuan.[18]

Beberapa Teori Justifikasi


1. Fondasionalisme
Fondasionalisme adalah teori pembenaran yang menyatakan bahwa suatu klaim kebenaran
pengetahuan untuk dapat dipertanggungjawabkan secara rasional perlu didasarkan atas suatu
fondasi atau basis yang kokoh, yang jelas dengan sendirinya, tak dapat diragukan kebenarannya
dan tak memerlukan koreksi lebih lanjut.
2. Koherentisme
Menurut teori ini, semua kepercayaan mempunyai kedudukan empirik yang sama, sehingga tidak
perlu ada pembedaan antarkepercayaan dasar dan kepercayaan simpulan sebagaimana dibuat
fondasionalisme. Jadi suatu kepdengan sendirinya suatu kepercayaan bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya kalau kepercayaan itu koheren atau konsisten dengan keseluruhan sistem
kepercayaan yang selama ini diterima kebenarannya.[19]
3. Internalisme
Internalisme adalah pandangan bahwa orang selalu dapat menentukan dengan melakukan
introspeksi diri apakah kepercayaan atau pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara rasional atau tidak. Motivasi yang mendorong orang untuk menganut aliran
internalisme adalah bahwa manusia sebagai makhluk rasional secara prima facie mempunyai
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan secara apa yang ia percayai atau apa yang menjadi
pendapatnya.
4. Eksternalisme
Berlawanan dengan para internalis, kaum eksternalis lebih menekankan proses penyebaban dari
faktor-faktor eksternal seperti dapat dapat diandalkan tidaknya proses pemerolehan pengetahuan
yang terjadi, berfungsi tidaknya secara normal dan semestinya sarana-sarana wajar kita untuk
mengetahui. Demikian juga lingkungan, sejarah dan konteks sosial yang mempengaruhi proses
pemerolehan pengetahuan menjadi bagian dari faktor penentu dibenarkan tidaknya suatu
kepercayaan atau pendapat.[20]
Justifikasi Epistemik
Pertama, sebuah pengetahuan membutuhkan justifikasi epistemik, meskipun begitu disana
ada juga justifikasi-justifikasi yang tidak epistemik. Sebagai contoh ketika seorang pmukul bola
kasti kemungkinan besar bisa memukul bola jika dia yakin bahwa dia bisa memukul bola. Tentu
saja dia mungkin saja tidak berhasil memukul bola, akan tetapi memiliki keyakinan semacam ini
akan berdampak baik bagi sang pemukul tersebut. Dengan begitu bisa disebut hal itu
adalah justifikasi praktis atas keyakinannya meskipun hal ini tidak bisa disebut justifikasi
epistemik.[21]
Epistemik sendiri dari bahasa yunani episteme yang berarti “pengetahuan, pemahaman”.
Yang mana menurut plato bahwa pengetahuan adalah sebuah kepercayaan yang benar yang dapat
dijelaskan dengan baik. Menurut teori bahwa pengetahuan adalah sebuah kepercayaan yang benar
dan terjustifikasi, bahwa seseorang agar tahu bahwa proposisi itu benar maka seseorang tidak
hanya harus percaya bahwa proposisi-proposisinya benar, akan tetapi dia juga harus memiliki
alasan-alasan yang kuat untuk keyakinannya itu.[22]
Ketika seseorang mengalami sakit dan yang sangat membahayakan, yang mana banyak
orang meninggal karena penyakit ini. Meskipun bukti bahwa orang-orang tidak bisa sembuh dari
penyakit semacam ini, akan tetapi sebuah keyakinan bahwa orang ini bisa sembuh adalah suatu
hal positif yang bisa meningkatkan kesempatan orang itu. Dalam hal semacam ini orang ini
memiliki justifikasi kehati-hatian atau moral yang menyebabkannya memiliki keyakinan bahwa
dia akan sembuh meskipun tidak ada justifikasi epistemik mengenai hal itu.
Tidak seperti justifikasi moral dan kehati-hatian, justifikasi epistemik memiliki ikatan yang
erat dengan dengan jalan menuju kebenaran. Meskipun susah untuk digambarkan bagaimana jalan
yang seperti apakah yang bisa menghubungkan kepada kebenaran. Mungkin secara dangkal bisa
dikatakan bahwa justifikasi epistemik mencapai suatu kebenaran dengan cara yang sama sekali
berbeda dengan cara-cara justifikasi moral dan kehati-hatian. Dengan kata lain ketika seseorang
menjustifikasi sebuah kepercayaan atas suatu proposisi maka kepercayaan seseorang itu bisa
dikatakan benar.
Kedua, sebuah proposisi bisa saja benar akan tetapi tidak di justifikasi. Sebuah contoh
bahwa (i) jumlah bintang-bintang dilangit itu selalu sama, dan (ii) jumlah bintang dilangit itu tidak
sama. Kedua hal ini (i) dan (ii) adalah sama-sama benar, akan tetapi kita tidak bisa menjustifikasi
nya. Karena kita tidak memiliki bukti akan hal itu.
Ketiga, sebuah kebenaran bisa saja dijustifikasi akan tetapi tidak benar. Misalnya anda
menjustifikasi bahwa sekarang adalah tengah hari (noon), anda menjustifikasi seperti ini karena
anda melihat jam tangan dan jam itu menunjukkan bahwa sekarang adalah tengah hari. Akan tetapi
tanpa anda ketahui bahwa jam anda berhenti saat tengah hari, dan kenyataannya sekarang adalah
jam 12:30. Sebuah contoh lain A yakin bahwa dia melihat seeorang yang didepan kelas adalah
Lisa. A menjustifikasi begitu karena dia melihat seseorang yang dia lihat itu persis, berbaju dan
bertingkah laku seperti Lisa. Tanpa dia ketahui bahwa Lisa memiliki saudari kembar identik dan
yang dilihat si A bukanlah Lisa. Jadi keyakinannya salah, akan tetapi terjustifikasi.
Keempat, justifikasi itu relatif. Karena suatu proposisi bisa di justifikasikan pada seseorang
akan tetapi tidak bisa kepada orang lain. Contoh, A adalah seorang pencuri, dan proposisi bahwa
A adalah pencuri mungkin dijustifikasikan hanya kepada A, dan tidak kepada yang lain. Lebih
jauh lagi bahwa suatu proposisi bisa dijustifikasikan pada seseorang, pada suatu waktu akan tetapi
tidak pada waktu yang lain. Contoh : teman-teman A menjustifikasi kepercayaan mereka bahwa
A bukan pencuri, akan tetapi setelah dipelajari dan dilihat bukti-bukti lebih lanjut kini mereka
memiliki justifikasi keyakinan bahwa A adalah pencuri.
Kelima, justifikasi epistemik memiliki tingkatan. Sebuah justifikasi muncul pada tingkatan
yang pasti atau maksimal, atas sebuah proposisi yang di justifikasi, dan masuk akal. Sebuah
proposisi bahwa 2=2, bahwa saya berpikir, bahwa saya ada, adalah hal yang pasti. Sebaliknya
sebuah proposisi bahwa saya masih hidup tiga bulan lagi adalah sesuatu yang tidak pasti atau tidak
maksimal terjustifikasi bagi saya. Hal itu bukan suatu keyakinan yang pasti karena proposisi
bahwa saya hidup sekarang lebih terjustifikasi bagi saya dari pada hal tadi.[23]

Anda mungkin juga menyukai