Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Filsafat
Manusia
Potensialitas dan
Aktualitas Manusia

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

05
Psikologi Psikologi Ahmad Sabir, M.Phil.

Abstract Kompetensi
Potensialitas dan aktualitas manusia Mahasiswa dapat memahami
merupakan struktur manusia yang Potensialitas dan Aktualitas yang
berada dalam proses menjadi, memiliki berkembang sebagai kodrat manusia
kemungkinannya sendiri dan
aktualisasi diri
POTENSIALITAS dan AKTUALITAS MANUSIA
Pengertian Potensialitas dan Aktualitas dalam Filsafat

Ada pendapat yang sangat umum mengenai potensialitas dan aktualitas manusia
walaupun lazimnya hanya implisit dan tersembunyi saja. Pegangan pertama dapat diambil
dari contoh klasik: seorang seniman memahat patung dari potongan kayu. Potongan kayu
itu mengandung bermacam-macam kemungkinan, dapat digarap menjadi patung atau meja
atau apa saja. Lalu, ide ‘patung’ mempunyai suatu kepenuhan ideal; dan seniman itu selalu
berusaha mencapai suatu idam-idaman keindahan. Namun, sambil bekerja, idam-idaman itu
seakan-akan dibatasi oleh kemungkinan kayu (dan oleh seniman sendiri), atau oleh
pembentukan konkret. Jika kemungkinan kayu dapat dikatakan sebagai potensi kayu, maka
batas kemungkinannya itu disebut sebagai aktualitas kayu dalam pembentukan konkretnya.

Dalam contoh klasik diatas Kemungkinan disini dalam konteks manusia merupakan
salah satu dimensi yang dikatakan sebagai potensialitas karena Ia sendiri yang menciptakan
kemungkinannya sendiri, sebagaimana berbeda dengan kayu yang diberikan
kemungkinannya. Jadi potensialitas manusia disini tidak diartikan sebagai sebatas potensi
atau kemampuan manusia, melainkan segala kemungkinan yang menjadi milik manusia.
Akan tetapi, dalam potensialitas manusia itu hanya satu yang dihayati atau diakui sebagai
sebuah kemungkinannya sendiri dalam setiap momen kemewaktuan manusia. Manusia
dibatasi sendiri oleh kemungkinannya sendiri dalam pencariannya. Disinilah letak aktualitas
manusia itu.

Posisi Potensialitas dan Aktualitas Manusia Dalam Filsafat Tradisional Populer

 Hubungan Potensialitas dan Aktualitas

Bentuk merupakan hakikat sesuatu sehingga kekal dan tidak berubah-ubah. Tetapi
dalam panca indera terdapat perubahan, perubahan menghendaki dasar yang di atasnyalah
perubahan itu terjadi, dasar inilah yang disebut materi. Materi berubah tetapi bentuk kekal.
Bentuklah yang membuat materi berubah, artinya materi berubah untuk memperoleh bentuk
tertentu. Dengan memperoleh bentuk tertentu, materi mempunyai potensialitas yang ada di
dalamnya, menjelma menjadi aktualitas. Antara bentuk dan materi terdapat hubungan gerak.

2014 Filsafat Manusia


2 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedang yang menggerakkan potensialitas untuk menjadi aktualitas adalah penggerak
pertama, karena penyebab utama dari gerak terjadi dari perubahan dari perbuatan yang
menggerakkan, digerakkan pula oleh sesuatu penggerak lain. Demikianlah seterusnya,
sehingga terdapat suatu rentetan penggerak dan yang digerakkan. Rentetan ini tidak
berkesudahan bila di dalamnya tidak terdapat sesuatu penggerak yang tak bergerak.

 Potensialitas Penuh

Makin manusia dekat kepada asal-usulnya sendiri (pada titik pangkalnya), makin
pula ia ‘memiliki’ kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas jumlahnya. Pada titik
permulaan itu potensialitasnya masih paling luas atau paling ekstensif. Ia masih dapat
menjadi apa-apa: menteri, dosen, tokoh masayarakat, tukang becak; baik dan pinter dan
kecil dan bodoh atau apa saja. Masih dapat menerima sembarang ketentuan-ketentuan;
daia masih semacam tabula rasa atau kertas putih. Kemungkinan-kemungkinan itu
bersama-sama dapat dipandang sebagai suatu keseluruhan walaupun tanpa hubungan satu
sama lain. Mereka merupakan kemungkinan manusiawi murni; belum ada sedikitpun selain
potensial belaka.

Karena yang diselidiki ialah substansi manusia, maka kemungkinan ini disebut
potensialitas substansial. Kemungkinan ini merupakan suatu ‘belum’ yang radikal dan
substansial. Potensialitas substansial ini adalah dasar dan cakrawala terakhir bagi semua
kemungkinan substansi; seakan-akan merupakan pengakuan tanpa batas tertentu, penuh
dengan segala kemungkinan manusiawi. Kemungkinan murni itu sudah sejak permulaan
ada di dalam masing-masing manusia unik.

 Aktualitas Penuh

Manusia pertama-tama dipikirkan menurut realisasi ideal; manusia ideal merupakan


sistesis dari semua ketentuan yang manusiawi dan puncaknya yang mutlak; suatu
kepenuhan manusiawi yang tak terbatas. Namun, bukan digambarkan sebagai suatu massa
‘pasir’ seperti potensialitas murni, melainkan sebagai pengepalan padat yang
menyintesakan semua yang berharga di dalam kemanusiaan. Tidak ada satupun aspek
potensialitas yang masih melulu potensial. Idam-idaman ini merupakan aktualitas manusiawi
murni.

2014 Filsafat Manusia


3 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesempurnaan ini juga merupakan aktualitas substansial; suatu ‘sudah’ kenkret-real
yang bulat. Aktualitas ini merupakan cakrawala dan limit terakhir dari semua kesempurnaan
dan ketentuan manusiawi.

 Manusia Konkret

Di dalam substansi manusia yang konkret kedua unsur tadi seakan-akan bertemu di
dalam suatu dialektika yang kompleks. Potensialitas murni merupakan unsur ‘belum-
ditentukan’, yang menunggu dan menantikan penentuan yang harus diterimanya dengan
pasif. Aktualitas murni berupa unsur ‘menetukan’, yang bertindak secara aktif. Namun, di
dalam substansi konkret kedua limit tadi sudah tidak ditemukan menurut kemurniannya.

Aktualitas mengumpulkan dan mengepalkan potensialitas-potensialitas yang


terpancar seperti pasir, dan membentuk substansi actual. Di dalam proses itu potensialitas
disalurkan dan dibatasi eksistensinya. Artinya: diatasi kekosongannya yang murni dan
tercapai suatu kepadatan, namun hanya bidang terbatas yang diaktuir. Sebenarnya
potensialitas tidak dikurangi, ia tetap ada seluruhnya di dalam substansi yang telah
terbentuk. Namun ia hanya teraktuir hanya untuk sebagian saja, dan bidang-bidang lainnya
seakan-akan lebih jauh dari aktuasi, lebih mundur lagi.

Misalnya, kalau anak didik dalam keluarga seorang petani, maka potensialitasnya
yang diaktuir itu lain daripada di dalam pendidikan pada keluarga seorang dokter. Sekolah
yang saya kunjungi juga memberi aktuasi terbatas; diambil rel tertentu, ke dalam arah
tertentu. Kemungkinan-kemungkinan lain seakan-akan menjauh, dan mungkin tidak pernah
lagi mendapat kesempatan.

Aktualitas baru direalisir sejauh mengaktuir potensialitas. Namun, sekaligus dibatasi


pula di dalam kepadatannya oleh potensialitas yang diaktuir itu. Kesempurnaannya hanya
terwujud secara terbatas namun tetap hadir seluruh kesempatan itu di dalam realisasi
substansi terbatas pun, dengan seluruh dorongannya.

Substansi manusia itu selalu menjadi kesatuan potensialitas dan aktualitas. Di dalam
manusia konkret kedua aspek tidak dapat dipikirkan lepas satu sama lain. Saling meresapi
dan saling melingkupi dan saling menentukan. Hanya dalam kesatuan bersama mereka
dapat menjadi real. Selalu ada potensialitas-yang-diaktuir (namun masih mempunyai latar
belakang kemungkinan-kemungkinan tak terbatas yang seakan-akan ditangguhkan), dan
aktualitas-yang-direalisir (namun diliputi suatu cakrawala kesempurnaan tak tertinggal, yang
seakan-akan masih tersembunyi). Mereka berdua itu koekstensif, sama luas.

2014 Filsafat Manusia


4 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Potensialitas dan Aktualitas Berkembang dengan Nilai yang Tidak Sama

Perkembangan ideal dapat dibayangkan sebagai berikut. Aktualitas mengaktuir


potensialitas sedemikian sehingga seluruh kesempurnaan aktualitas dapat ‘keluar’ dan
menjadi; apalagi bersama dengan itu juga seluruh potensialitas diaktuir sehingga tidak ada
lagi yang masih ‘belum’. Demikian ada perkembangan dari potensialitas murn, di mana juga
aktualitas telah harus dipikir pada titik nolnya, sampai kepada aktualitas murni, dimana
seluruh potensialitas tetap hadir juga, namun sebagai teraktuir dengan penuh.

Hubungan antara potensialitas dan aktualitas itu dianggap bersifat sangat unik;
hanya berlaku untuk hubungan antara kedua aspek ini. Hubungan itu seperti antara ‘belum’
dan ‘sudah’, antara ‘yang-belum-sempurna’ dan ‘yang-sempurna’. Potensialitas lebih
ditempatkan pada titik permulaan, dan dinilai rendah. Potensialitas murni ialah batas atau
limit realitas manusiawi yang paling minim. Aktualitas lebih ditempatkan pada titik hasil, dan
dinilai tinggi. Aktualitas murni ialah batas atau limit realitas manusiawi yang paling maksimal.

Pengertian serta Posisi Potensionalitas dan Aktualitas Manusia dalam Filsafat Modern

Potensi(alitas) objektif atau ‘possibility’ adanya manusia disini tidak dibicarakan lagi.
Mungkin akhirnya harus dijabarkan kepada ‘potensialitas’ pula sebab kemungkinan adanya
manusia hanya diketahui dari fakta adanya saja sebagai ‘ab esse ad posse valet illatio’
(kesimpulan yang valid). untuk problem itu lihatlah metafisika/ontology. Disini hanya
dibicarakan potensialitas subjektif saja.

Penolakan konsep potensi

Filsafat modern, mulai dari Descartes, menolak konsep ‘potensi’ dan ‘aktualitas’.
Sebab bersama dengan timbulnya ilmu pengetahuan eksakta, maka ‘potensi’ substansial
dan aspek-aspeklnya yang lebih khusus dibayangkan sebagai suatu sifat atau hal yang fisis-
real di dalam substansi; dan filsafat skolastik memang telah memberikan alasan bagi salah
paham itu oleh karena caranya memakai ‘potensi’ di dalam keterangannya tentang soal-soal
ilmiah positif. Tidak dapat ditemukan potensi-potensi seperti itu dengan memakai
eksperimen-eksperimen atau analisis ilmiah, maka seluruh konsep ‘potensi’ sebagai
‘realitas’ yang berdistingsi-real dari aktualitas itu ditolak. Demikian rasionalisme (Descartes),
empirisme (Hume), dan mekanisme.

2014 Filsafat Manusia


5 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hanya Leibniz berusaha memakai kembali ‘potensi’ di dalam penyusunan teorinya
mengenai ‘monas’. Menurut dia realitas terdiri dari kumpulan-kumpulan ‘monas-monas’. Dan
setiap ‘monas’ merupakan sentrum atau titik ‘daya’ (potensi) yang bukan berkeluasan dan
bukan materiil. Pada taraf-taraf lebih tinggi monas itu sekaligus merupakan kesatuan
kesadaran.

Filsafat perubahan

Filsafat ‘perubahan’, seperti misalnya Bergson, menganggap bahwa perubahan yang


kontiniu merupakan inti realitas. Untuk mereka ‘potensi(alitas)’ itu melulu suatu abstraksi,
atau suatu aspek yang tidak dibedakan dengan keadaan real dari ‘akt(tualitas)’, atau hanya
merupakan proyeksi mental dari ‘sekarang’ kearah ‘masa lampau’.

Kemudian filsafat modern akhirnya menerima kembali konsep ‘potensi’. Pada abad
ke-20 ilmu pengetahuan meninggalkan gambaran dunia yang berciri mekanis. Maka baik
ahli filsafat maupun ahli ilmu pengetahuan lain (a.l Heisenberg) kembali lagi kepada
pengertian ‘potensi’. Potensionalitas dianggap syarat mutlak untuk menerangkan proses
perkembangan organis dan jenjang kemungkinan-kemungkinan kegiatan yang tak terduga di
dalam alam-dunia.

Potensi dan sublimasi

Menurut Freud, di dalam manusia ada suatu daya psikis, yang merupakan motor
perkembangan, yaitu ‘libido’. Daya itu di dalam hewan dikendalikan oleh naluri dan
keterikatannya kepada alam sekitar. Tetapi di dalam manusia daya itu jauh lebih luas dan
tendensi-tendensinya seakan-akan tak terbatas. Terpaksa oleh benturan realitas, maka
ketidak-terbatasan ‘libido’ itu disalurkan ke dalam sublimasi dorongan pada taraf yang lebih
tinggi.

Gehlen mempunyai pandangan serupa dengan lebih bertolak dari bidang biologis.
Dibandingkan dengan yang infrahuman, manusia disebut mangelwesen, yaitu ‘makhluk
yang berkekurangan’. Misalnya, hewan sudah agak cepat berspesialisasi di dalam macam-
macam unsur; bentuk kaki-tangannya, moncong, sayap, kebiasaan-kebiasaan (naluri) dll.
Manusia itu lebih’ primitif’, tidak demikian berspesialisasi, tidak beradaptasi, bersifat
embrional. Jadi, potensialitas manusia jauh lebih kurang terbentuk, dan jauh lebih luas dari
hewan. Maka manusia dapat bertahan terus karena ia mengatasi kelemahan-kelemahan
dan kekurangan-kekurangan tadi dengan kegiatan pada taraf lebih tinggi, yakni taraf mental-
spiritual.

2014 Filsafat Manusia


6 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Refleksi Antara Potensionalitas dan Aktualitas

Secara metodis penyelidikan filosofis itu voraussetzungelos (mengandaikan). Tidak


mulai dengan menerima salah satu konsep atau rumusan menurut arti manapun juga;
menolak semua apriori dan segala prasangka. Baru berdasarkan analisis mengenai
kenyataan sendiri disusun konsep dengan arti tertentu.

Aktualitasku

Aku sekarang memahami diri-dan-yang-lain. Kesadaran itu bersifat ‘aktual’,


merupakan realitas yang berarti disini dan kini, suatu aktual yang konkret. Aktualitasku yang
tertentu ini meliputi segala ‘kesempurnaan’ yang ada padaku; mewujudkan seluruh
kemanusiaanku. Dan kesempurnaan dan ketentuan lain dari itu secara ‘defacto’ tidak ada,
sekarang ini. Kesempurnaan ini sebagai otonomiku mengandung dan mencandra
bermacam-macam unsur yang sekunder, atau ‘kesempurnaan’ (atau ‘sifat’) yang khusus.

Potensialitasku

Kemampuan

Bahwa aku ini ‘aku’ dengan actual mengandaikan dan menuntut (sebagai syarat
mutlak) bahwa aku dapat mengakui diri dan ‘yang-lain’. Aku memiliki kemampuan agar
‘memanusia’, seperti sekarang ini saya lakukan. ‘mampu’ itu merupakan arti pokok dari kata
kerja latin posse; possum ialah ‘aku bisa’ (je peux=prancis). Kemampuanku ‘meng-aku’
sekarang ini merupakan potensialitasku, atau dengan kata lain yang lebih konkret:
‘potensi’ku. Aku ini suatu potensi ‘mengaku’ yang substansial.

Personal-konkret

Kemampuan atau potensiku ini dapat juga disebut ‘kemungkinan’: aku mungkin
mengakui diri. Sebetulnya, istilah ‘kemungkinan’ terlalu abstrak dan kurang personal. Hanya
menunjukkan dugaan bahwa tidak mustahil sesuatu peristiwa akan terjadi, atau sudah
terjadi, atau sedang terjadi tanpa saya ketahui dengan tepat. Istilah itu justeru membuat
abstraksi dari kepastian dan penyadaran dan pelaksanaanku sendiri. Misalnya, waktu masih
anak-anak, saya membayangkan segala kemungkinan yang terbuka bagi saya umumnya itu
hanya spekulasi abstrak; dan tidak jelas apakah penantian itu realistis, dan apakah itu
memang potensialitas subjektif di dalam diri saya.

2014 Filsafat Manusia


7 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Padahal potensialitasku tidak dapat saya pandang lepas daripada diri saya yang
konkret. Saya sadari pada saat sekarang ini, sejauh saya akui. Potensiku ini bukan
kemungkinan-kemungkinan abstrak, melainkan bersifat instrinsik, dan diluar ‘sekarang’ tidak
ada kemampuanku yang lain.

Refleksi

Kedua aspek diatas antara aktualitas dan potensialitas berkembang sejajar dengan
‘aku’. Dalam kerangka potensialitas manusia dapat kita lihat misalnya ketika seorang ibu
atau ayah dapat membayangkan semua kemungkinan yang terbuka bagi anaknya. Namun
itu baru spekulasi abstrak; dan sama sekali belum begitu jelas. Kurang tepat juga
mengatakan bahwa potensialitas bagi manusia itu paling luas, bahkan tak terbatas pada titik
permulaannya; bahwa dia dapat menjadi apa-apa. Kurang tepat bahwa keleluasaan itu
lambat laun dipersempit, bahwa makin lama makin banyak pintu ditutup. Potensialitas
demikian itu bukan konkret pribadi, melainkan melulu kekosongan tyanpa dinamika yang
benar. Kebelumhadiran ketentuan itu dapatlah disebut potensialitas murni. Namun,
sebenarnya hanya merupakan ekstensi (keluasan) belaka (kemungkinan-kemungkinan
abstrak yang tak terbatas banyaknya), tanpa komprehensi apapun (sintetis ataui kepadatan
real). Potensialitas itu tidak berarti apa-apa; sebenarnya hanya nol besar yang dapat
‘menghasilkan’ apa-apa saja.

Potensialitas manusia atau kemampuan untuk ‘memanusia’ itu pada permulaan


minim sekali, menurut aspek komprehensif dan ekstensif. Lama-kelamaan berkembang
sesuai dengan historisitas manusia. Potensialitas itu memiliki juga masa lampau dan masa
depan, mengandung janji dan ramalan. Di dalam anak kecil, kemampuan atau daya ‘meng-
aku’ itu jauh lebih lemah daripada di dalam orang dewasa. Dengan makin mendalam dan
menjadi padat, menghasilkan potensi baru yang lebih ekstensif-komprehensif.

Sementara aktualitas manusia tidak pula dipikirkan sebagai suatu kepenuhan ideal,
yang disampaikan dan dipenjarakan oleh potensialitas dulu. Aktualitas demikian pada
bentuk murni hanya komprehensi saja (sintesis padat yang sempurna) tanpa ekstensi
(pluralitas bidang-bidang penghayatan). Itu bukan manusiawi. Kurang tepat bahwa aktualitas
itu lama-kelamaan membebaskan diri dari keterbatasan potensialitas, dengan
mengaktuirnya. Sebaliknya, aktualitas itu justeru bertitik tolak dari kecil, dan berkembang
perlahan-lahan secara kreatif. Di luar aktualitasku sekarang tidak ada kesempurnaan
apapun, yang terbelenggu pun tidak, kecuali janji untuk masa depan. Aktualitas murni tidak
terpikirkan, dan tidak ada. Hanya ada sejauh menjadi real di dalam ‘sekarang’ dan sebagai
janji.

2014 Filsafat Manusia


8 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selain sejajar berkembang dengan ‘aku’ kedua aspek diatas juga berkembang
bersama-sama. Di dalam aktualitasku kedua-duanya merupakan hasil dari masa lampau;
hasil itu diolah kembali secara baru, dan akan berkembang lagi. Baik ekstensi maupun
komprehensi (kepadatan) bertambah. Misalnya di dalam pandangan abstrak potensialitas
dalam sebuah batu sekurang-kurangnya menurut ekstensinya lebih luas daripada
potensialitas di dalam manusia. Di dalam manusia kemungkinan-kemungkinan telah lebih
terarah dan terbatas. Potensialitas manusia sebenarnya tidak hanya secara komprehensif
lebih mendalam dan lebih besar daripada di dalam batu, melainkan juga secara ekstensif
jauh lebih luas.

Potensialitas tidak boleh dikatakan makin diaktuir oleh kesempurnaan;


kesempurnaan tidak boleh disebut makin direalisir bersama aktuasi potensialitas. Mereka
berkembang bersama, menjadi ‘aku’ sadar yang lebih kaya dan daya mengucap ‘aku’ yang
lebih kuat. Dengan berkembang dengan saling memuat, maka ‘aku’ menjadi makin terisi,
tegang dan eksplosif. Proses perkembangan juga dapat disebut aktualisasi dan
potensialisasi yang memuncak. Dan jikalau perkembangan ini dirasa sebagai peruncingan
potensialitas orisinal yang menyempit, dan sebagai realisasi aktualitas ideal yang terbatas
saja, maka sebenarnya terjadilah peralihan dari potensialitas khayalan dan aktualitas impian
kepada potensialitas-aktualitas yang sungguh realistis dan pribadi.

Kesimpulan

Kalau dipandang pada hakikat manusia, dalam hubungan dengan Potensialitas


sebagai yang ‘memanusia’ dan ‘meng-aku’, maka pada dasarnya sama saja pengertian dan
defenisi antara potensialitas manusia, potensi, kemampuan, kepandaian, daya juga bakat.
Dari refleksi diatas ditemukan bahwa potensialitas manusia tidak dapat dipikirkan lepas dari
aktualitas manusia. Potensialitas tidak boleh hanya dihubungkan dengan masa lampau,
melainkan mereka baru konkret-eksistensial sekarang ini. Kesempurnaan dan cita-cita tidak
boleh hanya dihubungkan dengan masa depan, melainkan berciri realistis yang berarti
sekarang ini saja. Mereka merupakan struktur ku yang ‘sekarang’; aku sekarang merupakan
baik potensi dan bakat mengakui diri-dan-yang-lain, maupun sasaran dan cakrawala
pengakuan yang dicita-citakan itu. Dengan demikian ketiga aspek, yakni potensialitas (bakat
atau daya), aktualitas dan kesempurnaan (cita-cita), merupakan kesatuan yang berbeda
sekali dari lampau-sekarang-depan.

Dari fakta-fakta diatas, di dalamnya didapatkan aspek-aspek baru lagi; dan unsur
potensialitas-kesempurnaan, bakat, cita-cita ini mewarnai aktualitas otonomi-di-dalam-
korelasi, dan mengisi struktur perkembangan. Namun mereka tidak memberikan keterangan

2014 Filsafat Manusia


9 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
atau dasar bagi perkembangan sendiri. Mereka juga hanya merupakan eksplisitasi dari satu
fakta induk, ‘aku me-manusia’. Mereka antara potensialitas dan aktualitas bersama-sama
mewujudkan struktur manusia yang hakiki, yang berlaku selalu dan dimana-mana. Mereka
bersama-sama ikut memberikan arti lengkap kepada ‘substansi’ manusia.

2014 Filsafat Manusia


10 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Bakker, Anton, 2000, Antropologi Metafisik, Kanisius, Yogyakarta.

Internet encyclopedia of philosophy (IEP)


http://www.iep.utm.edu/

2014 Filsafat Manusia


11 Ahmad Sabir
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai