PEMBUKA
1.1.
Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia diciptakan Allah SWT dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Dengan kelebihan kemampuan berfikir yang telah diberikan
Allah kepada manusia, manusia mulai mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang mungkin muncul dalam benaknya. Akan tetapi tentu saja apa
yang menjadi pertanyaan dan jawaban yang diperoleh manusia masih perlu terus
dibuktikan kebenarannya. Selama manusia itu bernafas maka selama itu pula
manusia selalu dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab untuk
dapat memuaskan dirinya. Untuk itulah maka manusia perlu berfikir lebih dalam
lagi untuk menguraikan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada
dalam benaknya tersebut.
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia juga memiliki sejumlah
kekurangan. Sebagai salah satu bentuk kekurangan itu adalah bahwa manusia
memerlukan berbagai kebutuhan dalam menunjang hidupnya. Untuk itu manusia
terus berupaya untuk selalu memenuhi segala kebutuhannya dengan segala upaya
yang ada dalam diri dan fikirannya.Pada saat itulah manusia mulai berfilsafat.
Seperti telah kita pahami bersama, bahwa filsafat merupakan permulaan
awal dari sebuah pengembangan ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu(all thing) yang menggunakan akal sampai pada hakikatnya (Surajiyo, h.4
dalam Dika Setiawan).
Menurut pemikiran Will Durant dalam buku Jujun S. Suriasumantri, h.2223, bahwa filsafat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan
1
membuahkan pengetahuan?
Bagaimana proses yang
memungkinkan
ditimbanya
ilmu
1.2.
Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ontologi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi ke-3 menyebutkan
bahwa ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat
hidup.
Menurut Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu menuliskan bahwa
secara etimologi, kata ontologi berasal bahasa Yunani yaitu, on/Ontos = ada, dan
logos = ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah,
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/kongkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat
keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan
hubungan sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam dan kausa prima dan suatu
semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus: menjelaskan yang ada yang kita
lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca indera senantiasa berubah,meliputi
semua realitas dalam semua bentuknya.
2.2.
tentang segala sesuatu. Jadi yang menjadi obyek pemikiran filsafat ialah segala
sesuatu yang ada. Semua yang ada menjadi bahan pemikiran filsafat. Namun
karena filsafat merupakan usaha berfikir manusia secara sistematis, maka perlu
mensistematisasikan segala sesuatu yang ada itu.
Immanuel Kant(dalam Burhanuddin Salam mengajukan empat pokok
pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat, yaitu:
1) Was darf ich hoffen
: Apakah yang boleh saya harapkan
2) Was kann ich wissen
: Apakah yang dapat saya ketahui
3) Was soll ich tun
: Apakah yang harus saya perbuat
4) Was ich der mench
: Apakah manusia
Menurut Kant, pertanyaan pertama dapat dijawab oleh metafisika,
pertanyaan kedua dijawab oleh epistemologi; pertanyaan ketiga dijawab oleh
etika; dan pertanyaan keempat dijawab oleh antropologi (antropologi filsafat).
Selanjutnya, Butler (dalam Burhanuddin Salam) mengemukakan bebarapa
pokok masalah yang dibahas dalam filsafat, dalam hal ini ia menyusun sistematika
pembahasan filsafat, yaitu:
1. Metafisika
: a. Theologi
b. Kosmologi
5
c. Antropologi
2. Epistemologi
: a. Hakikat pengetahuan
b. Sumber pengetahuan
c. Metode pengetahuan
3. Aksiologi
: a. Etika
b. Estetika
2.3.1 Ontologi
Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya
dari segala sesuatu wujud yang ada, Ontology is the theory of being qua
being(Runes, 1963 h.219, dalam Burhanuddin Salam).
Dalam ontologi sain dibahas tentang hakikat dan struktur sain. Hakikat
sain menjawab pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Hakikat pengetahuan sain
adalah pengetahuan rasional empiris. Rasional yang dimaksud di sini adalah
menunjukkan adanya hubungan sebab akibat. Sedangkan empiris artinya apa yang
menjadi dugaan kita dapat diuji kebenarannya dengan mengikuti prosedur metode
ilmiah (Ahmad Tafsir, 2004).
7
Struktur sain secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu sain kealaman
dan sain sosial. Contoh bidang-bidang ilmu yang termasuk ke dalam kelompok
sain kealaman adalah:
a. Astronomi
b. Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
c. Kimia: kimia organik, kimia teknik
d. Ilmu Bumi: palaentologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi,
dan geografi
e. Ilmu Hayat: biofisika, botani dan zoologi
Dan contoh bidang-bidang sain sosial adalah:
a. Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik dan sosiologi
pendidikan.
b. Antropologi: Antropologi budaya, antropologi ekonomi,antropologi
politik
c. Psikologi: Psikologi pendidikan,psikologi anak, psikologi abnormal.
d. Ekonomi:ekonomi makro, ekonomi lingkungan dan ekonomi
pedesaan
e. Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional.
Selain dua bidang struktur diatas ada juga bidang Humaniora yang
biasanya dimasukan dalam struktur sain sosial (Ahmad Tafsir, 2004).
2.3.2 Metafisika Khusus
Secara etimologis metafisika berasal dari kata metadan fisika
(Yunani). meta berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan fisika berarti
nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan nature, yaitu alam. Metafisika
merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang
tersimpul di belakang dunia fundamental. Metafisika melampaui pengalaman,
Pertama yaitu sesuatu yang tetap sama, dan kedua terjadinya atau adanya
perubahan kualitas. Misalnya, sebuah tunas tumbuh menjadi pohon, suatu
pertanda adanya perubahan. Namun di samping perubahan tersebut harus ada ciriciri yang tetap yang suatu saat memiliki karakteristik sebagai tunas dan sebagai
pohon. Jadi tunas dan pohon itu mengalami perubahan, namun tunas dan pohon
itu memiliki karakteristik yang pasti dan tetap, yang berbeda satu sama lainnya
(Burhanuddin Salam, 2003).
2.3.2.2 Badan dan Jiwa
Masalah badan dan jiwa termasuk masalah utama yang sering
diperbincangkan para ahli metafisika tidak hanya pada zaman Yunani kuno saja
(Socrates, Plato, dan Aristoteles), namun pada zaman modern ini, orang
mempersoalkan badan dan jiwa, terutama sejak munculnya psikologi modern.
Pengetahuan dasar tentang jiwa dan badan yang paling umum adalah
bahwa masing-masing berbeda satu sama lainnya, namun keduanya memiliki
hubungan, satu sama lainnya saling berhubungan. Apabila terjadi sesuatu dalam
dunia fisik, akan mempengaruhi dunia rohani, mempengaruhi keinginan,
pemikiran sebagainya. Begitu juga sebaliknya, keinginan atau ide-ide tertentu
sebagai hasil rohaniah dapat mengubah peristiwa dalam dunia fisik.
Descartes (dalam buku Burhanuddin Salam), dalam teori pengetahuan
termasuk aliran Rasionalisme, sedangkan dalam metafisika ia tergolong aliran
Realisme. Menurut Descartes, kualitas atau karakteristik dari objek fisik adalah
kualitas geometri(besar, bentuk dan sebagainya), dan karakteristik dasar jiwa
adalah berfikir. Jadi ciri utama dari jiwa adalah berfikir, sedangkan ciri utama dari
fisik adalah keluasan; bukti adanya hubungan mental dan fisik. Ia memberikan
10
contoh yang secara umum dialami manusia, ialah badan dipukul, yang sakit bukan
hanya daerah yang dipukul, mental juga merasakan sakitnya.
2.4 Tipe Metafisika
Menurut Burhanuddin Salam ada 4 (empat) tipe sistem metafisika yaitu:
1) Idealisme
2) Materialisme
3) Naturalisme
4) Realisme
2.4.1
Idealisme
Idealisme disebut juga Spiritualisme, yang pada prinsipnya memandang
bahwa realisasi terakhir adalah rohani, yang pada hakikatnya immaterial. Dunia
fisik merupakan ekspresi yang tidak lengkap dari realisasi (realisasi adalah dunia
rohani). Dunia fisik itu ada namun menjadi alat atau melayani rohani, dan
menuntut dunia rohani sebagai dasarnya.
Plato, merupakan tokoh idealisme klasik, dan metafisika Plato disebut juga
Metafisika Idealistik. Menurut Plato hakikat dari dunia atau alam semesta, adalah
dunia cita atau dunia idea. Dunia sekarang yang dialami manusia, merupakan
dunia maya, atau bayangan dari dunia cita tersebut. Hakikat manusia adalah
rohaninya, bukan badannya. Badan adalah maya, merupakan bayangan dari
rohaninya. Dunia idea merupakan dunia absolut dan abadi, sedangkan dunia
sekarang yang dialami manusia penuh dengan ketidakpastian dan akan mengalami
kehancuran.
11
Materialisme
Berbeda dengan Idealisme, Materialisme menghilangkan jiwa, bahkan
termasuk juga Tuhan dihilangkan dari kerangka metafisika, dan mencoba untuk
menjelaskan segala sesuatu dari sudut peristiwa materi. Menurut Materialisme,
bahwa kenyataan yang sebenarnya, atau hakikat realisasi adalah materi, bukan
roh, bukan spiritual atau bukan supranatural. Materi merupakan satu-satunya
substansi yang mengisi ruang dan waktu, tidak ada dunia lain di luar dunia yang
kita alami sekarang ini. Dengan kata lain tidak ada kehidupan bagi manusia
setelah manusia itu mati, manusia adalah materi yang sama seperti batu, besi dan
materi yang lainnya.
Thomas Hobbes merupakan tokoh Materialisme Modern, berpendapat,
bahwa kesadaran manusia itu tidak lebih dan tidak kurang dari gerak-gerak yang
terdapat di dalam otak dan urat saraf. Semua kejadian di dunia dapat diterangkan
dengan hukum-hukum mekanika yang menguasai materi.
2.4.3 Naturalisme
Materialisme merupakan suatu bentuk Naturalisme, tetapi tidak semua
Naturalisme adalah Materialisme. Naturalisme memiliki banyak ragamnya, ia
merupak suatu pendirian(point of view), bukan merupakan suatu doktrin, atau
12
ajaran. Naturalisme memandang bahwa ada suatu aturan atau hukum alam yang
mengatur dunia ini secara cerdas(intelligible). Aturan ini identik dengan atau
dalam alam itu sendiri.
Spinoza (1631-1677) termasuk seorang Naturalis, memandang bahwa
Tuhan immanem dalam alam juga dalam diri manusia sehingga pandangannya
disebut Pantheisme, yaitu serba Tuhan.
2.4.4 Realisme
Pada dasarnya Realisme berpendapat bahwa hakikat dari realisasi adalah
terdiri dari dunia fisik dan dunia roh. Aristoteles sebagai tokoh Realisme
memandang dunia serba dua, atau secara dualistis. Aristoteles membangun sebuah
metafisika terutama untuk menjelaskan dunia alamiah, sebagai dunia nyata. Jadi
Aristoteles berbeda dengan gurunya Plato, gurunya mencoba menjelaskan dunia
cita sebagai dunia realita.
Descartes sebagai bapak filsafat modern, dapat juga digolongkan
Realisme. Descaetes membagi tiga komponen dasar alam semesta, yaitu Tuhan,
pikiran, dan materi yang dimengerti sebagai keluasan. Tuhan merupakan substansi
yang kreatif yang telah menciptakan kedua hal berikutnya (pikiran dan materi).
Pikiran disebut sebagai komponen dasar, karena dipahami bahwa manusia sebagai
makhluk yang berpikir, harus diterima juga bahwa pikiran merupakan hakikat
manusia. Sedangkan materi atau zat perwujudannya adalah tubuh atau badan.
13
penggunaan biasa, adalah sebuah teori yang tampaknya sulit masuk akal, yang
sering disebut metafisik.
Namun di balik spekulasi yang membicarakan di luar dunia fisik,
metafisika mencoba membuat hipotesa yang akan diperhitungkan bagi semua
pengetahuan ilmiah. Penjelasan metafisika bertujuan untuk mencakup ciri-ciri
kosmos yang fundamental yang paling umum, baik fisik maupun mental.
Copernicus, menyusun pandangannya tentang heliosentris, di mana
matahari merupakan pusat sistem tat surya sebetulnya merupakan hasil pemikiran
spekulatif, yang menjadi ciri pemikiran filsafat. Namun hal ini dijadikan hipotesis
oleh Galileo, sehingga ia mencoba untuk membuktikan kebenaran teori
kopernicus tersebut.
2.6 Teori Nilai
Teori nilai menyelidiki proses dan isi penilaian yaitu proses-proses ysng
mendahului,menggiringkan atau menentukan semua kelakukan manusia.Karena
itu teori nilai menghadapi manusia sebagai makhluk yang berkelakuan sebagai
objeknya.
Kita dapat menempatkan kelakuan manusia yang berdasarkan penilaian
dalam suatu rangka metafisika, di mana sifat terakhir daripada kenyataan ialah
perubahan atau urutan kejadian. Dalam sistem nilai Edward Spranger yang
membedakan nilai-nilai ekonomi,nilai sosial, nilai politik, estetik,dan nilai-nilai
agama, metafisika dan teori nilai itu sendiri adalah hasil kelakuan yang menilai
dengan tujuan nilai-nilai teori.
2.7.Asumsi dan Ilmu
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan;
15
1. Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/kongkret
maupun rohani/abstrak.
2. Objek pemikiran filsafat adalah segala sesuatu yang ada baik secara
nyata dapat yang dapat diterima oleh pancaindera maupun alam
metafisik.
3. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan
tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fundamental.
Metafisika melampaui pengalaman, obyeknya di luar hal yang dapat
ditangkap oleh panca indera.
4. Hakikat sain menjawab pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Hakikat
pengetahuan sain adalah pengetahuan rasional, empiris. Rasional yang
dimaksud di sini adalah menunjukkan adanya hubungan sebab akibat.
Empiris artinya apa yang menjadi dugaan dapat diuji kebenarannya.
5. Ontologi merupakan sinonim dari metafisika.
3.2 Saran
Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan , akan tetapi makalah
ini juga masih jauh dari sempurna, karena itu diperlukan sumbangan
pikiran untuk penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18