Anda di halaman 1dari 12

A.

Ontologi Ilmu Pendidikan


Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha mengkaji secara mendalam hakikat pendidikan
dan semua unsur yang berhungan dengan pendidikan. Menurut Made Pidarta dalam buku .H.
Jalaluddin, ontology filsafat pendidikan mempertanyakan hal-hal berikut.
1. apakah pendidikan itu ?
2. apa yang hendak di capai ?
3. bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan pendidikan ?
4. bagaimana sifat pendidikan itu ?
5. bagaimana perbedaan pendidikan teori dengan praktik ?
6. bagaimana hakikat kurikulum yang disajikan ?
7. siapa dan bagaimana para peserta didiknya ?
8. bagaimana system pengembangan bakat dan minat anak didik ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memnerikan inspirasi terhadap upaya pengembangan
pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang berbudi luhur, rasional, terampil dan
mandiri. Manusia yang bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan diri, keluarga,
masyarakat, dan Negara. Akan tetapi, jawaban terhadap semua pertanyaan ontologis biasanya
memerlukan penelitian, analisis, dan deskripsi, dan penjabaran. Oleh karena itu, dari ontology
filsafat pendidikan dilanjutkan oleh epistimologi filsafat pendidikan.Pendekatan ontology atau
metafisik menekankan pada hakikat keberadaan, dalam hal ini keberadaan pendidikan itu sendiri.
Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia. Oleh sebab itu, hakikat
pendidikan berkenaan dengan hakikat manusia.
Dalam pendekatan ini, keberadaan peserta didik dan pendidik tidak terlepas dari makna
keberadaan manusia itu sendiri. Apakah manusia itu, dan apakah makna keberadaan manusia itu?
Pertanyaan-pertanyaan metafisik tersebut juga merupakan pertanyaan-pertanyaan yang esensial
dalam proses pendidikan. Kedua jenis pendekatan mengenai hakikat pendidikan, baik
pendekatan ontologis maupun pendekataan metafisik, mempunyai kebenaran masing-masing.
Ilmu pendidikan sebagai ilmu, tentunya mempunyai objek, metodologi, serta analisis mengenai
proses pendidikan. Sekalipun demikian, objek ilmu pendidikan atau subjek ilmu pendidikan
adalah anak manusia sehingga tidak terlepas dari pertanyaan mengenai hakikat manusia.
Memang, ada ahli filsafat yang meredusir hakikat manusia senagai manusia yang berpikir.
Sekalipun demikian, pendekatan-pendekatan tersebut tidak menyajikan suatu pengertian yang
utuh mengenai manusia dan mengenai hakikat pendidikan.
B. Pengertian Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu taonta yang artinya ‘yang berada’ dan logos yang
berarti ‘ilmu pengetahuan’. Adapun definisi ontologi menurut Aristoteles yaitu pembahasan
tentang hal yang ada sebagai hal ada.
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah studi tentang sifat dasar ilmu yang menentukan arti,
struktur dan prinsip ilmu. Ontologi merupakan dasar dari fondasi ilmu, dimana terletak “undang-
undang dasarnya” dunia ilmu. Menurut Susanto (2010) Ontologi merupakan cabang teori hakikat
yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Dengan demikian, ontology berarti studi tentang suatu hal yang ada.
Namun pada dasarnya term ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontology.
Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan
hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori tentang keadaan. Hakikat ialah realitas,
realiltas ialah kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan
yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang
menipu, bukan keadaan yang meberubah.
Ontology menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek
fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontology dianggap
sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya
akhir-akhir ini ontology dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontology sering diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-filsafia atau
filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu, keesaan,
persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya. Dengan demikian,
metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar
atau dalam dari segala sesuatu yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia
mengatakan bahwa ontology ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya
apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya,
tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang
dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan
jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita
nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek kajian ontology ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan
ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontology adalah hakikat
seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya
menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme

          Secara etimologi ontologi berasal dari bahasa Yunani "ethos" dan "logos", ethos adalah
kata kerja dari einai artinya yang sedang berada, sedangkan logos berarti ilmu (Dick Handoko,
1995:74). Dengan demikian secara bahasa ontologi dapat diartikan ilmu yang membicarakan
segala sesuatu yang ada. Atau dengan kata lain ontologi adalah bagian cabang filsafat yang
membahas tentang hakikat (kebenaran) hidup. (Ahmad A.K. Muda, 2006:393).
Ontologi merupakan salah satu cabang filsafat yang ingin mencari dan menemukan
hakikat dari sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada itu dicari oleh manusia agar ia dapat mencari
dan menemukan hakikat kenyataan yang bermacam-macam yang pada akhirnya nanti akan
memberikan makna pada kehidupan manusia itu sendiri (Musa Asy'ari, 1999:36).
Runes melihatnya dalam arti luas yang dipakai dalam filsafat ilmu yang sinonim dengan
metafisika. Fokus kajian bab ini adalah ontologi sebagai paradigma metafisis dalam kaitannya
dengan epistimologi dan aksiologi. Ia mengkaji ontologi buikan hanya mengenai objek ilmu dari
sudut substansi dan hubungan kausal satu sama lain, tapi juga mengenai diri manusia sebagai
subjek ilmu.
Dalam analisis Kunaryo dan Masri pendekatan ontologi adalah usaha manusia mengenal
dirinya (hakikat manusia) dan beranggapan bahwa manusia adalah subjek dan objek pendidikan.
Sebagai manusia dewasa bertanggungjawab menyelenggarakan pendidikan dan berkewajiban
secara moral atas perkembangan pribadi anak, sedangkan sebagai manusia yang belum dewasa
sebagai objek pendidikan atau sasaran pembinaan.
Dari deskripsi diatas dapat dipahami bahwa ontologi merupakan cabang atau istilah
filsafat dimana segala sesuatu itu mempunyai prinsip mendasar yang tidak menimbulkan
pertentangan.Sesuatu yang nyata pasti dapat diterima oleh semua orang sehingga dapat
menghasilkan kebenaran.Hakikat realitas menurut sudut pandang filsafat Islam pada hakikatnya
adalah spiritual (dalam prinsip metafisika Islam, realitas berpusat dan berasal dari Allah).Prinsip
ini mengarah pada aspek fundamental dari spiritual Islam, yaitu bahwa segala sesuatu yang
mengitari kita, semua realitas materi atau kejadian merupakan pelaksanaan (efektivitas
kekuasaanNya). Selanjutnya hakikat esensi dalam kajian filsafat akan terhenti pada penetapan
adanya unsur pokok dari segala sesuatu, yang sifatnya fundamental. Unsur pokok itu menunjuk
pada suatu jawaban yang abstrak, tidak kelihatan, tidak terukur dan tidak bisa ditimbang.Hakikat
esensi terletak pada eksistensinya, tidak pada bendanya, tetapi pada kata kerjanya yang aktualis
(Musa Asy'ari, 1999:44-46).
Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ontologi sebagai salah satu cabang dari filsafat
yang ingin mencoba menemukan hakikat dari suatu yang ada, realitas merupakan bagian dari
yang ada itu sendiri.Hakikat dari realitas adalah segala sesuatu yang mengitari kita. Sisi dari
realitas merupakan esensi dan hakikat esensi adalah pada eksistensinya, yang akan berhenti
setelah adanya ketetapan atau jawaban yang benar. Dari sudut pandang Islam semua realitas atau
kejadian merupakan kekuasaan Allah.Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi adalah
memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas mengontrol
pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita jelas tidak akan
memperoleh jawaban darimana kita nantinya akan membina kumpulan ilmu pengetahuan yang
kita miliki dan menetapkan disiplin tentang masalah-masalah pokoknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan cabang filsafat yang
membahas masalah tentang kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari sesuatu
(Prasetya, 2000: 87).Ontologi mempertanyakan hakikat realitas yang ada di dunia ini.dalam
interaksinya dengan alam semesta manusia mempertanyakan apakah realitas alam semesta ini
merupakan realitas materi. Ataukah ada realitas dibalik sesuatu yang ada itu.Apakah alam
semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan.Ataukah alam semesta ini bersifat tidak kekal
(berubah-ubah).Apakah unsur alam semesta ini monisme atau dualisme ataukah pluralisme
(Mohammad Noor Syam, 1988: 28).
Untuk melakukan tugas dan spesifikasinya secara sistematis ada bermacam-macam
ontologi yaitu idealisme, realisme, Islam dan yang lainnya.Dalam kajian ini tidak disebutkan
semuanya, hanya yang perlu saja untuk mengetahui hakikat ontologi.Tokoh pertama dari
golongan idealis adalah Plato. Di dalam aliran filsafat idealis dirasakan pentingnya untuk
membagi semua realitas ke dalam dua bagian besar, yaitu: yang nampak dan yang sejati. Dalam
lingkungan yang nampak ini termasuk segala yang mengalami perubahan.Di sini terdapat
ketidaksempurnaan, ketidakteraturan, ketidaktenangan, dan inilah alam kesulitan dan kesusahan,
alam penderitaan dan kesengsaraan dan alam kejahatan atau dosa.Sebaliknya keadaan alam
realitas yang sejati tidaklah demikian, dia merupakan alam ideal, alam pikiran sejati dan
murni.Jadi di alam inilah terdapat nilai-nilai yang langgeng, kualitas yang abadi dan disanalah
terdapat keteraturan, kebenaran sejati, kemakmuran, kedamaian dan kelestarian segala sesuatu
(Prasetya, 2000: 99).
Filsafat lain yang masuk dalam aliran idealis adalah Hegel. Ia mengemukakan bahwa
segala realitas adalah perlombaan yang bergerak dari dua macam pertentangan yang merupakan
perwujudan dari dialektika alam, yaitu semacam dialektika yang muncul berulang kali dalam
sifat dan alam manusia. Menurut Hegel, setiap idea plato pasti ada anti thesisnya. Hegel
memakai tiga serangkai thesis-antithesis-sinthesis untuk menerangkan yang dimaksud (Prasetya,
2000 :101).
Selain aliran idealis dalam kajian ini dikemukakan pendapat dari aliran realisme
mengenai realitas atau ontologi.Tokoh atau bapak dari aliran realisme adalah Aristoteles.
Pandangan Aristoteles tentang dunia nyata ini menurut cara ontologis adalah bahwa dunia ini
terbuat dari zat benda (matter).  Zat ini terus menerus mengalami perubahan bahkan  lebih hebat
dari yang dikatakan Aristoteles, semua partikel bergerak tanpa henti. Demikian ahli-ahli filsafat
realis telah menetapkan untuk menamakan dunia nyata ini sebagai zat yang bergerak.Filosof
realis menganggap bahwa dunia nyata di mana kita hidup ini adalah dasar utama dari realitas dan
unsur-unsur komponennya semua bergerak dan bertindak tanduk sesuai dengan hukum alam
yang pasti.
Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi menurut kaum idealis adalah bahwa realitas
tertinggi itu adalah alam pikiran (idea), sedangkan menurut kaum realis hakikat ontologi adalah
adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa bergerak semacam
mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan yang harmonis (Prasetya, 2000: 107-
109).
Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan.
Sebab, anak bergaul dengan dunia lingkungannya akan mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah selalu menghadapi realita,
obyek pengalaman : benda mati, benda hidup, sub-human dan human. Bagaimana asas-asas
pandangan religious tentang adanya makhluk-makhluk hidup yang berakhir dengan kematian,
bagaimana kehidupan dan kematian dapat dimengerti.Begitu pula realita semesta, dan esksistensi
manusia yang memiliki jasmani dan rokhani.Bahkan bagaimana sebenarnya eksistensi Tuhan
Maha Pencipta.
Memang bukanlah kewajiban sekolah atau pendidikan semata-mata membimbing
pengertian anak-anak untuk memahami realita dunia yang nyata ini.Kewajiban sekolah juga
untuk membimbing kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita itu tadi.Ini berarti
realita itu sebagai tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran.Anak-anak
secara sistematis wajib dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran itu.Mereka harus
mampu mengerti perubahan-perubahan di dalam lingkungan hidupnya baik tentang adat-istiadat,
tentang tata sosial dan pola-pola masyarakat, maupun tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya
pikir yang kritis akan sangat membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidikan melalui latar
belakang ontologis ini ialah pembina daya pikir yang tinggi dan kritis itu.
C. Hubungan Ontologi dengan Filsafat Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwasanya ontology ialah suatu kajian keilmuan yang
berpusat pada pembahasan tentang hakikat. Ketika ontology dikaitkan dengan filsafat
pendidikan, maka akan munculah suatu hubungan mengenai ontology filsafat pendidikan.
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Disini bermakna bahwa adanya
pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan, maka dengan ini tujuan menjadi hal penting
dalam penyelengaraan pendidikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat
membawa anak menuju kepada kedewasaan, dewasa baik dari segi jasmani maupun rohani.
Dengan mengetahui makna pendidikan maka makna Ontologi dalam pendidikan itu sendiri
merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang
bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa
yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang
mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati
posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya
dunia ilmu.
Di atas telah disebutkan bahwa Pendidikan ditinjau dari sisi ontology berarti persoalan
tentang hakikat keberadaan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan selalu berada
dalam hubungannya dengan eksistensi kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak
mungkin bisa menjalankan tugas dan kewajibannya di dalam kehidupan, pendidikan secara
khusus difungsikan untuk menumbuh kembangkan segala potensi kodrat (bawaan) yang ada
dalam diri manusia. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa ontology pendidikan berarti
pendidikan dalam hubungannya dengan asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.
Tanpa manusia, pendidikan tak pernah ada.
D. Penerapan Ontologi Filsafat Pendidikan Menurut Beberapa Aliran
1. Pandangan Ontologi Progressivisme
Asal hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak
terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atau segala sesuatu,pengalaman manusia
tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita
manusia hidup sampai mati. Pengalaman adalah suatu sumber evolusi maju setapak demi
setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (Proses
perkembangan yang lama). Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan
dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia mampu
mengatasi perjuangan , perubahan dan berani bertindak.
Aplikasi pandangan ini terhadap pendidikan adalah pada saat proses pembelajaran agar
anak dapat memahami apa yang dipelajari, mereka harus mengalami secara langsung.
Untuk mendapatkan pengalaman secara langsung anak dapat diajak untuk melakukan
berbagai kegiatan misalnya, eksperimen, pengamatan, diskusi kelompok, observasi,
wawancara, bermain peran dan lain-lain.
2. Pandangan Ontologi Essensialisme
Essensialisme adalah pendiddikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban manusia. Essensialisme memandang bahwa pendidikan
berpijak pada nilai-nilai yang memilikki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat
ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah
disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah
membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan
sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan.
Aplikasinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar guru diselipkan nilai-nilai
keagamaan antara lain saat sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung dilakukan berdo’a
bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
3. Pandangan Ontologi Perennialisme
Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan sekarang. Perennialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori
maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan jaman sekarang.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan
krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk
itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada
kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Ontologi perennialisme menyatakan segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan
bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan
manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang didalam hidupnya tidak jarang
dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan tidak jarang pula dimilikkinya akal, perasaan dan
kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak
menuju tujuan (teologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (tuhan)
yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan tujuan akhir.
4. Pandangan Ontologi Rekontruksionisme
Dengan ontologi, dapat diterangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran
rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita
itu ada dimana dan sama di setiap tempat. Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan
bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa.
Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina
kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula
demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru
dalam pengawasan umat manusia.
Kaitan aliran ini dengan pendidikan adalah pendidikan itu tidak diselenggrakan secara
terpusat melainkan secara universal. Mengingat situasi dan kondisi disetiap tempat
berbeda-beda. Di sini setiap sekolah berhak menentukan indicator sesuai dengan situasi,
lingkungan, serta kebutuhan peserta didik
Kewajiban pendidik melalui latar belakang ontologis ialah membina daya pikir yang
tinggi dan kritis. Implikasi pandangn ontologi di dalam pendiddikan ialah bahwa
pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan
isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, melainkan sesuatu yang tak terbatas. 
E. Implikasi ontologi dalam dunia pendidikan
          Ontologi dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. pendidikan terutama yang berkaitan
dengan cita-cita dan tujuan pendidikan, muatan kurikulum dan metode pengajaran sangat
menekankan pentingnya pandangan filsafat pendidikan yang menyeluruh. hal ini menunjukkan
bahwa filsafat pendidikan sangat bergantung pada kepercayaan, keyakinan, atau pandangan
hidup individu atau masyarakat yang terlibat di dalamnya. hal ini juga disokong  oleh fakta yang
secara eksplisit maupun implisit mengatakan bahwa setiap ide, keputusan, atau tindakan-
tindakan yang berkaitan dengan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pandangan filsafat,
agama ataupun sains mengenai hakikat manusia, baik jasmaniah maupun ruhaniah (Wan Mohd
Nor Wanita Daud, 2003: 78).
Masalah kurikulum baik jangkauan maupun isinya, diambil dari hal-hal yang telah
diketahui dan dialami oleh orang sebelumnya, dari nilai-nilai yang diperoleh manusia dari alam
semesta yang dia sendiri menjadi bagiannya.Apa yang harus diketahuinya yang merupakan
himpunan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, semua itu merupakan produk dari
keingintahuannya dan penyelidikan-penyelidikan yang dilakukannya yang dihimpun menjadi
pengalamannya. Keingintahuan dan penyelidikan-penyelidikan itu nyata sekali dikontrol oleh
pendapatnya tentang dunia ini dan oleh pertanyaan serta penyelidikan yang sesuai.
Implikasi ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan.Pada sebagian
SMA, mata pelajaran yang berpokok pangkal pada idea, seperti kesusastraan umpamanya, masih
dianggap oleh sebagian masyarakat mempunyai derajat yang lebih tinggi.Seluruh kurikulum
berisi macam-macam mata pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan secara hierarki.Di SMA
terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan konsep-konsep.Pada tingkatan
universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi penerapannya.Pengetahuan seni budaya
adalah bidang studi yang mempersiapkan bahan pemikiran dan kebebasan berpikir.Bidang studi
yang dianggap penting adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis (Prasetya,
2000: 100).
Pertanyaan untuk menetapkan realitas tertinggi harus melalui media yang samar dari
yang terlihat saja. Keyakinan seorang guru haruslah tercermin dalam pelajaran yang dia
ajarkan.Dia harus merasa yakin bahwa hal tersebut merupakan perwujudan dunia nyata dimana
dia dan para siswanya bertempat tinggal.
Selain itu pandangan ontologi ini cara praktis akan menjadi masalah utama pendidikan.
Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti
sesuatu. Anak-anak di sekolah atau masyarakat akan menghadapi realita, objek pengalaman,
benda mati,  sub human dan human. Bagaimana asas-asas pandangan religius tentang adanya
makhluk-makhluk yang berakhir dengan kematian.Bagaimana kehidupan dan kematian dapat
dimengerti.
Anak-anak harus dibimbing untuk memahami realitas dunia yang nyata ini dan untuk
membimbing pengertian anak-anak untuk memahami suatu realita bukanlah semata-mata
kewajiban sekolah atau pendidikan.Kewajiban sekolah juga untuk membina kesabaran tentang
kebenaran yang berpangkal atas realitas.Ini berarti realita itu sebagai tahap pertama, sebagai
stimulus untuk menyelami kebenaran.Anak-anak secara sistematis wajib dibina potensi berpikir
kritis untuk mengerti kebenaran.
Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut, diharapkan anak-anak mampu mengerti
perubahan-perubahan didalam lingkungan hidupnya baik tentang adat-istiadat, tata sosial dan
pola-pola masyarakat, maupun tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya pikir yang kritis akan
sangat membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidik kaitanya dengan ontologis ini ialah
membina daya pikir yang tinggi dan kritis pada anak.
Implikasi pandangan ontologi terhadap pendidikan adalah bahwa dunia pengalaman
manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti
sebagai pengalaman sehari-hari.Melainkan sebagaisesuatu yang tak terbatas realitas fisis,
spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (Mohammad Noor Syam, 1988:32).
F. Contoh Ontologi Pendidikan
Contoh dari ontologi pendidikan yaitu visi misi lembaga pendidikan atau sekolah. Didalam
lembaga pendidikan atau sekolah visi misi merupakan komponen yang harus ada. Karena visi
misi merupakan perjalanan yang harus di tempuh untuk mencapai suatu tujuan atau hasil. Maka
dalam ilmu filsafat pendidikan visi misi yang merupakan identitas dari suatu lembaga pendidikan
atau sekolah yang harus dapat membuktikan dan mengeksistensikannya. Jadi visi misi tidak
hanya terpampang dan hanya bacaan saja tetapi juga harus ada pembuktiannya. Ada eksistensi
dan menunjukkan bahwa lembaga pendidikan ini ada dan tujuan di ciptakannya suatu lembaga
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi, Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Anwar, Saeful. Filsafat Ilmu Al-Ghazali, Dimensi Ontologi, dan Akseologi. 2007.   Bandung: CV
Pustaka Setia
Noor Syam, Muhammad. FILSAFAT PENDIDIKAN DAN DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN
PANCASIA.1988.Surabaya: Usaha Nasional
Khobir, Abdul. Landasan Pendidikan Islam. 2007. Yogyakarta: Gama Media Offset.
Susanto. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi aksara.
Susanto. A. 2001. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
https://www.kompasiana.com/friskytwinzasihnurjanah/5e6a5777d541df21095f8742/ontologi-
pendidikan-epistimologi-pendidikan-dan-aksiologi-pendidikan?page=1&page_images=1
https://www.kompasiana.com/baitinurfitria/5e67a177d541df33c937e232/perbedaan-ontologi-
pendidikan-epistemologi-pendidikan-dan-aksiologi-pendidikan

Anda mungkin juga menyukai