Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah yang membahas tentang “PIDANA DAN PEMIDANAAN” dengan tepat waktu. Tak
lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjugan kita yakni Nabi Muhammad SAW sang
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu dan teman-teman yang telah mencurahkan tenaga
dan waktunya sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Penitensier. Selain itu, bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan dan pemahaman, serta meningkatkan kemampuan Analisa penulis terkait
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis telah berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
Demikianlah makalah ini penulis susun, semoga bermamfaat bagi pembaca. Terimakasih kepada
pembaca dan khususnya terimakasih kepada bapak DR. A. Irza Rias SH, MH sebagai dosen pengampu
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
pidana. Hukum penitensier memfokuskan dalam pembahasan kedua materi tersebut, hal ini selaras
dengan fakta bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum sebagai mana tertuang dalam UUD
1945.
Berbicara mengenai hukuman dalam hukum pidana, khususnya berkenaan dengan Hukum
Penitensier atau Hukum Penghukuman atau Hukum Pemidanaan, atau ada yang menyebutkannya
Hukum Peniten-sia senantiasa merupakan suatu wacana yang menarik. Studi mengenai hal ini telah
berkembang menjadi suatu mata kuliah terpisah dari Asas-asas Hukum Pidana (yang dalam
kurikulum berbagai Fakultas Hukum kini, lebih dikenal dengan sebutan Hukum Pidana).
Perkembangan ten-tang bidang pidana dan pemidanaan semakin mengemuka, mengingat hakikat
pidana sebagai penderitaan yang dikenakan oleh negara kepada seseorang yang melakukan tindak
pidana, yang dalam penerapannya akan bersinggungan dengan hak asasi manusia. Bukan hanya
menyang-kut kriteria pengancaman, penjatuhan suatu jenis atau macam pidana dalam rangka
pembalasan, dan perlindungan serta pengayoman masya-rakat, tetapi juga bagaimana upaya untuk
memperbaiki pelaku yang ter-sesat, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat serta memberikan
Selain itu, pesatnya kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan akibat globalisasi, turut
mewarnai corak pidana dan pemidanaan di suatu negara. Pengaruh interaksi dengan negara-negara
lain dan organisasi-organisasi dunia, seperti PBB, pun merupakan salah satu aspek yang sangat
menentukan agar suatu negara mendapatkan tempat dalam pergaulan dunia. Apalagi jika dikaitkan
dengan pendapat bahwa hukum pida-na suatu bangsa adalah cermin peradaban suatu bangsa atau
3. Untuk memperluas wawasan serta pengetahuan mengenai hal-hal yang terkait pidana dan
pemidanaan
4. Untuk memberikan gambaran dan penjelasan secara detail mengenai pidana dan pemidanaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang diartikan sebagai suatu penderitaan
(nestapa) yang semgaja dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan
1
S.R Sianturi & Mompang L. Panggabean, Hukum Penitensier di Indonesia, Alumni Ahaem Petehaem, Jakarta, 1996,
hal. 1
suatu tindak pidana. Secara Etimologi penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana.
Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan istilah lain yaitu hukuman, penghukuman,
pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana dan hukuman pidana. Berikut ini pendapat
a) Moelyatno
Istilah hukuman yang berasal dari kata “straf” dan istilah “dihukum” yang berasal
tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah yang non
konvensional, yaitu “pidana” untuk menggantikan kata ”straf” dan “diancam dengan
b) Sudarto
pengganti kata “starft” namun istilah “pidana” lebih baik digunakan daripada
“hukuman”.
c) Jimly Asshiddiqie
yaitu melalui pengadilan dimana hukuman/sanksi itu dikenakan pada seseorang yang
secara sah telah melanggar hukum pidana dan sanksi itu dijatuhkan melalui proses
peradilan pidana. Adapun proses peradilan pidana merupakan struktur, fungsi, dan
2
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan , Sinar Grafika, Depok, 2004, hlm. 21
Berikut defenisi pidana menurut para ahli:
a) Sudarto
Secara tradisional, pidana didefinisikan sebagai nestapa yang dikenakan oleh negara
b) Van Hamel
Adari pidana atau straf adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah
dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama
yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum
c) Simons
dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma, yang dengan suatu putusan hakim
Tidak semua sarjana berpendapat bahwa pidana pada hakikatnya adalah suatu
adalah “menyerukan untuk tertib” (tot de orde reopen). Pidana pada hakikatnya
pidana sebagai bagian dari reaksi sosial kadang terjadi pelanggaran terhadap norma-
norma yang berlaku, yakni norma yang mencerminkan nilai dan struktur masyarakat
3
Dwi Priyatno, 2007, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hlm. 8-
9.
sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu. Bentuknya berupa
B. Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian
sanksi dalam hukum pidana. Pidana diartikan sebagai hukum, sedangkan pemidanaan diartikan
sebagai penghukuman.
“Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana (sentencing) sebagai upaya yang sah yang dilandasi oleh
hukum untuk mengenakan sanksi pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana. Jadi pidana berbicara mengenai
hukumannya dan pemidanaan berbicara mengenai proses penjatuhan hukuman itu sendiri” 5 Menurut Prof
Sudarto, bahwa penghukuman berasal dari kata dasar “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai
Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku kejahatan
tersebut tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan yang serupa. Disini
terlihat bahwa pemidanaan itu sama sekali bukan ditujukan sebagai upaya balas dendam,
melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya
preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa. Pemberian pidana atau pemidanaan dapat
4
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan , Sinar Grafika, Depok, 2004, hlm. 25
5
Ibid.
6
Muladi dan Barda Nawawi A., 1984, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, hlm.01
Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan
suatu pidana tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti keseluruhannya yaitu perlindungan
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu untuk mengetahui tujuan serta fungsi
pemidanaan, maka tidak terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Patut diketahui, bahwa
tidaklah semua filsuf ataupun pakar hukum pidana sepakat bahwa negaralah yang mempunyai hak untuk
melakukan pemidanaan (subjectief strafrech). Hal ini dapat terlihat jelas pada pendapat Hezewinkel-
Suringa yang mengutarakan keyakinan mereka bahwa si penjahat tidaklah boleh dilawan dan bahwa
musuh tidaklah boleh dibenci. 7Pendapat ini dapat digolongkan sebagai bentuk negativisme, dimana para
ahli menyatakan bahwa hak menjatuhkan pidana sepenuhnya menjadi hak mutlak dari Tuhan .
Para penganutnya antara lain: E. Kant, Hegel,Leo Polak. Mereka berpandapat bahwa
hukum adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan dengan
Emmanuel Kant menyebutkan bahwa “apabila seseorang telah membunuh orang lain,
maka orang tersebut harus dibunuh pula”. 8Jadi, teori pembalasan ini adalah teori yang
berpatokan bahwa bukan dengan cara dikembalikan atau diberi edukasi agar orang tersebut
tidak kembali melakukan suatu tindak pidana, namun juga harus diberikan suatu pembalasan
Tujuan teori ini lebih menitikberatkan kepada mendidik orang agar tidak melakukan suatu
tindak pidana dengan cara menakut-nakuti orang agar orang tersebut tidak melakukan delik.
Mengacu kepada Tujuan dari pidana, menuurut Wirjono Prodjodikoro tujuan dari hukum pidana
ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Selanjutnya ia mengatakan, “Di antara para sarjana hukum
banyak (generale preventie), maupun menakut-nakuti orang tertentu yang telah melakukan
kejahatan, agar di kemudian hari ia tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie);
Untuk mendidik atau memperbaiki orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan,
agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. 9
Teori ini menitikberatkan pada pandangan bahwa pidana hendaknya didasarkan pada tujuan
pembalasan namun juga mengutamakan tata tertib dalam masyarakat, dengan penerapan
secara kombinasi yang menitik beratkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan
unsur lainnya maupun dengan mengutamakan keseimbangan antara kedua unsur ada.
Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat dan martabat
seseorang.
Edukatif, dalam artian bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas
perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan
Keadilan, dalam artian bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh terhukum
Jenis-jenis pidana dalam KUHP yang menentukan bahwa perbuatan pidana atau hukuman dapat
dipahami sebagai suatu penderitaan atau nestapa yang dengan sengaja ditimpakan oleh negara kepada
setiap orang yang terbukti telah melanggar aturan-aturan pidana yang terdapat dalam undang-undang.
9
Pipin Syarifin, 2008, Hukum Pidana DI Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, hlm. 22
10
Amir Ilyas, dan Yuyun Widaningsih,2010, Hukum Korporasi Rumah Sakit, Yogyakarta hlm. 13
Penderitaan berupa pidana yang dapat ditimpakan itu haruslah sesuatu yang secara eksplisit ditentukan
dalam undang-undang. Artinya, orang tidak dapat dikatakan sanksi berupa pidana di luar dari apa yang
Oleh karena itu, dalam hal penjatuhan pidana hakim tidak terikat pada jenis-jenis sanksi pidana
yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Ini sudah merupakan pendirian dari Mahkamah Agung RI
yang secara tegas ditentukan dalam Putusan MA RI tanggal 11 Maret 1970 No. 59K/KR/1969 dan
Putusan MA RI tanggal 13 Agustus 1974 No. 61 K/KR/1973 yang menentukan bahwa perbuatan
menambah jenis-jenis pidana yang telah ditentukan dalam Pasal 10 KUHP dengan lain-lain jenis pidana
adalah terlarang. Hukum pidana Indonesia menentukan jenis-jenis pidana itu atas pidana pokok dan
pidana tambahan. Hal tersebut disebutkan secara tegas pada Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai
berikut:
1.Pidana Pokok
a. Pidana Mati
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan dengan mempergunakan sebuah
jerat di leher terpidana dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan
pada tempat orang itu berdiri. Menurut Pasal 11 KUHP, cara ini yang dipakai Indonesia (dalam
perkembangannya diatur lebih lanjut dalam UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana
Mati di Indonesia). Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari brigade mobil (brimob) yang
dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati.
Regu tembak tersebut terdiri dari seorang bintara, 12 orang tamtama, di bawah pimpinan seorang
perwira. Dalam UU 2/PNPS/1964 itu juga diatur bahwa jika terpidana hamil, pelaksanaan pidana mati
baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan. Tentang pelaksanaan pidana mati diatur
5) Pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu (Pasal 140 ayat 3 dan 340).
6) dan lain-lain.
b. Pidana Penjara
Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu sesuai dengan Pasal 12 ayat (1)
KUHP dan pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima
belas tahun berturut-turut berdasarkan Pasal 12 ayat 2 KUHP. Ketentuan lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat
(1) KUHP dikenal pidana penjara dengan sistem minimum umum paling pendek satu hari dan maksimum
umum paling lama 15 (lima belas) tahun berturut- turut. Sementara itu, ketentuan pada ayat (3) jo ayat
(4), Pasal 12 KUHP mengenal pidana penjara dengan sistem maksimum khusus (boleh dijatuhkan untuk
(1) Hal menunjukkan tempat untuk menjalani pidana penjara, kurungan atau kedua-duanya, begitu juga
hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu; hal membedakan orang terpidana dalam golongan-
golongan, hal yang mengatur pekerjaan, upah pekerjaan, dan perumahan terpidana yang berdiam di luar
penjara, hal yang mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat agama, hal tata tertib, hal
tempat untuk tidur, hal makanan dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai
(2) Jika perlu menteri kehakiman menetapkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang
terpidana.
c. Pidana Kurungan
Sama halnya dengan pidana penjara, pidana kurungan juga merupakan suatu pidana berupa
pembatasan kebebasan bergerak dari seseorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang
tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan kewajiban untuk memenuhi semua
ketentuan tata tertib lembaga pemasyarakatan. Pidana kurungan biasanya dijatuhkan oleh hakim sebagai
pokok pidana ataupun pengganti pidana denda. Pidana kurungan terdiri dari sebagai berikut:
1) Kurungan Principle
Lamanya minimal 1 (satu) hari maksimum 1 (satu) tahun, dan dapat ditambah menjadi 1 tahun 4 bulan
dalam hal-hal gabungan tindak pidana, penggabungan tindak pidana dan aturan dalam Pasal 52 KUHP.
2) Kurungan Subsider
Lamanya minimal 1 (satu) hari maksimum 6 (enam) bulan dan dapat ditambah sampai 8 (delapan) bulan
dalam ini gabungan tindak pidana, pengulangan tindak pidana dan aturan pelanggaran dalam Pasal 52
KUHP.
Pada dasarnya pidana kurungan pengganti denda ini dapat dikenakan kepada seseorang yang
dijatuhi pidana denda, yakni apabila ia tidak dapat/tidak mampu untuk membayar denda yang harus
dibayarnya. Terdapat perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan, antara lain sebagai
berikut:
1) Pidana penjara dapat dijatuhkan dalam lapas di mana saja, sedangkan pidana kurungan tidak dapat
dijalankan di luar daerah di mana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu pidana itu
dijatuhkan.
2) Orang yang dipidana penjara pekerjaannya lebih berat daripada pidana kurungan dan tanpa waktu
bekerja tiap hari bagi terpidana penjara selama 9 (sembilan) jam, sedangkan bagi pidana kurungan
3) Orang-orang yang dipidana kurungan mempunyai hak pistole, yaitu hak untuk memperbaiki
keadaannya dalam rumah penjara atas biaya sendiri, sedangkan terpidana penjara tidak memiliki hak
tersebut
Dalam RKUHP Tahun 2019 sudah tidak lagi mencantumkan pidana kurungan sebagai jenis pidana di
Indonesia.
d. Pidana Denda
Pidana denda ditujukan kepada harta benda orang. Pidana denda ini biasa
diancamkan/dijatuhkan terhadap tindak pidana ringan, yakni berupa pelanggaran atau kejahatan ringan.
Oleh karena itu, pidana denda adalah satu-satunya jenis pidana pokok yang dapat dipikul orang lain,
selain terpidana. Dalam KUHP pengaturan pidana denda ini diatur dalam Pasal 30 dan 31 KUHP.
(2) Jika pidana denda tidak dibayar ia diganti dengan pidana kurungan.
(3) Lamanya kurungan pengganti sedikitnya 1 (satu) hari dan paling lama 6 (enam) bulan.
(4) Pengganti ditentukan sebagaimana berikut. Jika tindak pidana Rp7,5 sen atau kurungan dihitung 1
(satu) hari, jika lebih Rp7,5 sen, tiap-tiap kelebihan itu dihitung 1 (satu) hari demikian pula sisanya yang
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena
ketentuan Pasal 52 KUHP maka pidana kurungan pengganti paling lama dapat menjadi 8 (delapan) bulan.
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih 8 (delapan) bulan.
(1) Terpidana denda dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu
pembayaran denda.
(2) Setiap waktu ia berhak dilepas dari kurungan pengganti jika ia membayar dendanya.
(3) Pembayaran sebagian pidana denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalankan pidana
kurungan pengganti membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang seimbang dengan
2. Pidana Tambahan
Pencabutan hak-hak tertentu merupakan pidana tambahan yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) KUHP.
3) hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
4) hak untuk menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali
pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5) hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau pengampuan atas anak sendiri;
6) hak menjalankan mata pencaharian tertentu. Pencabutan beberapa hak tertentu ini diberikan kepada:
1) menyuruh melakukan dan mengeluarkan surat palsu kepada pembesar negeri/pejabat pemerintah
2) perbuatan memfitnah sehingga orang lain melakukan tindak pidana (Pasal 318 KUHP);
4) menggugurkan kandungan, baik dengan izin/tanpa izin wanita yang hamil tersebut (Pasal 347 dan 348
KUHP);
5) melakukan pembunuhan;
Menurut Pasal 39 KUHP, ada dua jenis barang yang dapat dirampas, yaitu sebagai berikut:
1) Barang yang dapat dirampas adalah barang yang diperoleh dari kejahatan dan barang yang digunakan
untuk kejahatan.
Seorang terpidana dibebaskan dari terpidana kurungan apabila pidana kurungan pengganti perampasan
barang yang pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan besarnya sama dengan nilai yang dirampas.
Pidana kurungan pengganti denda hanya dapat dibebaskan dengan membayar denda yang ditetapkan
dengan putusan hakim. Pidana kurungan ini dapat diperpanjang paling lama 6 bulan, sedangkan pidana
kurungan pengganti barang tidak dapat diperpanjang dari batas maksimum 6 bulan.
Pengumuman putusan pidana oleh hakim senantiasa diucapkan di muka umum, tetapi bila dianggap
perlu, di samping sebagai pidana tambahan, putusan tersebut akan langsung disiarkan sejelas-jelasnya
1)televisi;
2)radio;
Semuanya itu atas biaya orang yang dihukum yang dapat dipandang sebagai suatu pengecualian karena
pada umumnya penyelenggaraan hukuman itu harus dipikul oleh negara. Dalam pengumuman putusan
(1) Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara
(2) Jika biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, maka
3. Pidana Bersyarat
Pidana bersyarat (voorwaardelijke veroordeling) terdapat pada Pasal 14 KUHP. Pidana bersyarat adalah
suatu pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang telah
ditetapkan dalam putusan hakim. Ketentuan tentang pidana bersyarat itu terdapat pada Pasal 14a
sampai dengan f KUHP diwaris dari Belanda, tetapi dengan perkembangan zaman telah terdapat
perbedaan antara keduanya. Ketentuan tentang pidana bersyarat masih tetap terikat pada Pasal 10
KUHP, hanya batas pidana itu tidak akan lebih satu tahun penjara atau kurungan. Pasal 14c KUHP
menyatakan bahwa apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama atau pidana kurungan, dalam
putusannya hakim dapat memerintahkan bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari
ada putusan hakim yang memang lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis atau karena terpidana
selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang ditentukan dalam perintah itu. Pidana
bersyarat juga dapat diberikan karena pidana denda apabila hakim, yakin bahwa pembayaran denda
betul-betul dirasakan berat oleh terpidana. Berdasarkan Pasal 14c ayat (1) di atas pidana bersyarat dapat
diadakan apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama 1 tahun/ pidana kurungan. Jadi, yang
menentukan bukanlah pidana penjara yang diancamkan, melainkan pidana penjara yang dijatuhkan pada
a) Syarat umum
Terpidana bersyarat tidak akan melakukan delik apa pun dalam waktu yang ditentukan.
b) Syarat khusus
Syarat ini ditentukan oleh hakim. Di samping itu juga, dapat ditentukan syarat khusus lainnya mengenai
tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan/selama sebagian masa percobaan.
Dasar pembenaran dari penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana terletak pada adanya
atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkannya pidana kepada
pelaku. Dasar pembenaran pidana terdapat di dalam kategorischen imperatif, yakni yang menghendaki
agar setiap perbuatan melawan hukum itu harus dibalas. Pembalasan merupakan suatu keharusan
menurut keadilan dan menurut hukum. Keharusan menurut keadilan dan menurut hukum tersebut,
merupakan keharusan mutlak, hingga setiap pengecualian atau setiap pembatasan yang semata-mata
Beberapa titik pangkal pemikiran mengenai dasar pembenaran pemidanaan sebagai berikut:
Menutup uraian tentang dasar pembenaran pemidanaan ini, perlu diingat pendapat Prof. Muladi,
yang mengatakan bahwa:
1) Pada teori absolut, dasar pembenaran pemidanaan semata-mata karena orang telah
melakukan suatu tindak pidana/kejahatan (quiapeccatum est)
2) Pada teori relatif, dasar pembenaran pemidanaan terletak pada tujuannya yaitu supaya
orang jangan melakukan tindak pidana( nepeccetur) 12
Pemidanaan dalam KUHP dilihat dari sudut kajian, yaitu ketentuan umum hukum pidana dalam Buku I
KUHP dan perumusan ancaman sanksi pidana dalam Buku II dan Buku III KUHP.Perumusan ancaman
pidana dalam Buku I KUHP mengacu kepada norma pemidanaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal
10 KUHP, yaitu :
a. pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
12
Muladi dan Barda, Teori-teori dan Kebijakan ….., Op.cit, hal. 10, 16
2. perampasan barang-barang tertentu;
Ketentuan pidana tersebut metode pengamanannya dalam norma hukum pidana diatur dalam Pasal 11
sampai dengan Pasal 43 KUHP. Ketentuan pemidanaan dalam Buku I KUHP ini diformulasikan secara
konsisten dalam norma hukum pidana dalam Buku II dan Buku II KUHP. Fungsi ketentuan umum hukum
pidana dalam Buku I benar-benar menjadi pedoman dalam memformulasikan ancaman pidana dalam
norma hukum pidana dan dalam pelaksanaan pidana Ditinjau dari tiga sisi masalah dasar dalam hukum
pidana, yaitu pidana, perbuatan pidana, dan pertanggungjawaban pidana, muatan hukum pidana dalam
KUHP tidak menyebutkan tujuan dan pedoman pemidanaan, sehingga pidana dijatuhkan ditafsirkan
sesuai dengan pandangan aparat penegak hukum dan hakim yang masing-masing memiliki interpretasi
yang berbeda. Pidana dalam KUHP juga bersifat kaku, dalam arti tidak dimungkinkannya modifikasi
pidana yang didasarkan pada perubahan atau perkembangan diri pelaku. Sistem pemidanaan dalam
KUHP yang demikian itu jelas tidak memberi keleluasaan bagi hakim untuk memilih pidana yang tepat
untuk pelaku tindak pidana. Sebagai contoh mengenai jenis-jenis pidana, pelaksanaan pidana pidana
mati, pidana denda, pidana penjara, dan pidana bagi anak. Sistem beracara pidana pada kasus yang
diancam dengan hukuman mati (pasal 340 KUHP) dan yang tidak dengan ancaman pidana mati (pasal
338 KUHP) prosedurnya sama, tidak mempunyai perbedaan dan tidak mempunyai kualifikasi dan
prosedur yang berbeda. Sebagai contoh, seorang didakwa mencuri ayam dan seorang yang didakwa
dengan pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, prosedurnya sama. Hal ini seringkali
memunculkan adanya praktek-praktek rekayasa yang dapat mencederai rasa keadilan di dalam
masyarakat.
1. Pidana Mati
Pengaturannya :
- Pidana mati sebagai pidana pokok yang terberat yang diancamkan kepada tindak pidana yang sangat
berat selalu disertai dengan alternatif pidana sumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
- Menurut UNDANG-UNDANG No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang
Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer dilaksanakan dengan cara tembak
mati.
2. Pidana penjara
Pengaturannya :
- Lamanya dapat seumur hidup atau selama waktu tertentu (Minimal umum 1 hari, maksimal umum 15
tahun)
*ada alternatif pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama waktu tertentu,
*ada pembarengan, pengulangan, atau kejahatan yang dilakukan oleh pejabat (Pasal 52)
- Masa percobaan Pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama 3 tahun dan pelanggaran lainnya 2
tahun.
3. Pidana kurungan
Pengaturannya :
- Jika ada pembarengan, pengulangan, atau dilakukan oleh pejabat maka maksimal 1 tahun 4 bulan.
4. Pidana Denda
Pengaturannya :
- Minimal umum Rp 3,75
* Kurungan pengganti minimal 1 hari maksimal 6 bulan. Tapi jika ada perbarengan, pengulangan, atau
dilakukan pejabat maka maksimal 8 bulan. Deskripsi penormaan hukum pidana dan pengancaman sanksi
1. Pengaturan sistem pengancaman pidana dalam KUHP diatur dalam pedoman umum pengancaman
1) Ancaman pidana denda saja sebanyak 1 kali dengan menggunakan rumusan "pidana denda‟ saja yang
ditujukan kepada pengurus perseroan yang turut andil dalam menerbitkan ijin untuk melakukan
2) Ancaman pidana denda sebagai pidana alternatif pidana lain sebanyak 122 kali yang didahului dengan
1) Pidana kurungan dipergunakan sebagai ancaman pidana pokok sebanyak 9 kali yang prumusannya
2) Pidana kurungan sebagai pidana alternatif dari pidana lain dipergunakan sebanyak 28 kali yang dalam
pengancaman:
2) Pidana mati selalu diancamkan sebagai pidana pemberatan ditujukan kepada delik yang dikualifisir.
3) Pidana mati selalu dialternatifkan sebagai pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara paling
lama 20 tahun.
d. Pidana Penjara dipergunakan sebagai ancaman pidana sebanyak 485 kali dengan rincian:
1) Kedudukan sanksi pidana penjara sebagai pidana pokok, sebagai alternatif atau sebagai pidana yang
2) Pidana penjara dengan hitungan tahun sebagai ancaman pidana pokok dipergunakan sebanyak 274
kali.
3) Pidana penjara baik dengan hitungan tahun atau seumur hidup dipergunakan sebanyak 292 kali.
4) Pidana penjara diancamkan sebagai ancaman pidana alternatif dari ancaman pidana lain dipergunakan
sebanyak 26 kali.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang diartikan sebagai suatu penderitaan
(nestapa) yang semgaja dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan
suatu tindak pidana. Secara Etimologi penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana.
Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan istilah lain yaitu hukuman, penghukuman,
pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana dan hukuman pidana. Pemidanaan dapat
diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana.
Terdapat 3 teori mengenai tujuan pemidanaan, yaitu : 1. Teori absolut, 2. Teori relative
dan 3. Teori gabungan. Ketiga teori tersebut berbeda dalam memandang tujuan dari adanya
pidana.
Jenis-jenis pidana terdapat dalam Pasal 10 KUHP yaitu, pidana pokok yang terdiri :
Pidana mati, Pidana penjara, Pidana kurungan, Pidana denda dan Pidana tutupan. Kemudian
pidana tambahan yang terdiri dari : . pencabutan hak-hak tertentu perampasan barang-barang
Pemidanaan dalam KUHP dilihat dari sudut kajian, yaitu ketentuan umum hukum pidana
dalam Buku I KUHP dan perumusan ancaman sanksi pidana dalam Buku II dan Buku III
KUHP.Perumusan ancaman pidana dalam Buku I KUHP mengacu kepada norma pemidanaan
DAFTAR PUSTAKA