Anda di halaman 1dari 13

MASA DALUWARSA PENUNTUTAN PIDANA

Nama................1

Abstraksi

Penelitian ini mengangkat pembahasan terkait hapusnya hak menuntut karena


daluwarsa, menyikapi masalah diatas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan gugurnya hak menuntut dan
menjalankan hukuman, serta untuk mengetahui bagaimana ketentuan daluwarsa
penuntutan dalam Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP), dan bagaimana pencegahan daluarsa. Penelitian dalam tulisan ini
menggunakan metode hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yang bersifat
preskriptif atau terapan.2 Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Undang-Undang (statue appoarch). Adapun hasil dari penelitian
ini adalah bahwa tuntutan pidana secara singkat adalah permohonan jaksa (penuntut
umum) kepada pengadilan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Namun, dalam
hukum pidana terdapat aturan tentang dasar-dasar atau alasan-alasan untuk hapusnya
hak menuntut yang diatur dalam Buku I Bab VIII yaitu: 1). Telah ada putusan Hakim
berkekuatan Hukum Tetap; 2). Terdakwa Meninggal Dunia; 3). Perkara Tersebut
Daluwarsa/Lewat Waktunya; 4). Terjadinya Penyelesaian Diluar Persidangan (Pasal
82 KUHP); 5). Ne bis in idem (Pasal 76). Dalam tindak pidana, terdapat beberapa
peristiwa yang membuat hak penuntutannya gugur karena daluwarsa, yaitu: 1).
Sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggar dan bagi kejahatan yang dilakukan
dengan mempergunakan percetakan; 2). Sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan,
yang terancam hukuman denda,kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 tahun;
3). Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang terancam hukuman
penjara sementara, yang lebih dari 3 bulan; 4). Sesudah lewat delapan belas tahun
bagi semua kejahatan yang terancam dilakukan mati atau penjara seumur hidup.

Kata kunci: masa daluwarsa, penuntutan pidana

Pendahuluan
Kadaluwarsa merupakan salah satu sebab seorang jaksa tidak dapat
mengajukan tuntutan atas nama negara terhadap seorang tersangka ke pengadilan.
Begitu pula, dengan adanya daluwarsa, jaksa tidak dapat mengeksekusi suatu putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap seorang terhukum.
Dalam hukum pidana, dari seluruh proses peradilan, mulai dari tingkat penyelidikan,
1
Mahasiswa Program S1 Akuntasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka. Email:
nama_pengarang@gmail.com
2
Peter Mahmud Marzuki, 2016. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group
penyidikan, penuntutan, persidangan, putusan hingga eksekusi putusan, kadaluwarsa
diberlakukan pada tahap penuntutan dan pelaksanaan hukuman. Sesuai ketentuan
pasal 78 hingga 85 KUHP.3
Dalam aturannya, hak menuntut pidana menjadi hapus karena lewatnya waktu
berdasarkan pasal 78 ayat (1). Dasar dari ketentuan ini sama dengan dasar dari
ketentuan pasal 76 ayat (1) tentang asas ne bis in idem ialah untuk kepastian hukum
bagi setiap kasus pidana agar si pembuatnya tidak selama-lamanya ketenteraman
hidupnya diganggu tanpa batas waktu oleh ancaman penuntutan oleh negara, pada
suatu waktu gangguan seperti itu harus diakhiri, orang yang berdosa karena
melakukan tindak pidana untuk menghindari penuntutan oleh negara mengharuskan
dia untuk selalu bersikap waspada kepada setiap orang, bersembunyi, menghindari
pergaulan umum yang terbuka, semua itu membuat ketidaktenangan hidupnya.
Ketidaktenangan hidup yang sekian lama sebelum masa daluwarsa berakhir
pada dasarnya adalah suatu penderitaan jiwa yang tidak berbeda dengan penderitaan
akibat menjalani suatu pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan.5 Apabila
diperhatikan dari rumusan yang terdapat dalam Pasal 78 KUHP, maka jangka waktu
daluwarsa adalah tergantung pada tingkat keseriusan tindak pidana yang dilakukan.
Adapun menurut Jan Remmelink, berdasarkan Pasal 86 KUHP, terhadap percobaan
(poging) untuk melakukan tindak pidana, dan penyertaan (medeplichtigheid), berlaku
ketentuan jangka waktu daluwarsa yang sama seperti yang ditetapkan untuk
daluwarsa tindak pidana pokok.6
Berdasarkan keterangan diatas menarik untuk dianalisis lebih lanjut mengenai
hapusnya hak menuntut karena daluwarsa, menyikapi masalah diatas maka tujuan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan
gugurnya hak menuntut dan menjalankan hukuman, serta untuk mengetahui
bagaimana ketentuan daluwarsa penuntutan dalam Hukum Pidana ditinjau dari Pasal
78 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), dan bagaimana pencegahan
daluarsa.

Kerangka Teori
Daluwarsa dalam KUHP
3
Hanif Azhar, Daluwarsa Dalam Kuhp Dan Fiqh Jinayah. Cendekia: Jurnal Studi Keislaman
Volume 4, Nomor 2, Desember 2018
Dalam terminologi ilmu hukum dikenal istilah daluwarsa. Menurut KBBI kata
yang baku ialah kedaluwarsa. Dengan begitu penulisan lainnya (kadaluwarsa,
kadaluarsa, kedaluarsa, atau bisa juga daluarsa). Sebenarnya tidak baku namun umum
dipakai di masyarakat.4 Terutama dalam ilmu hukum, istilah yang populer ialah
daluwarsa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan
terjemahan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda, Boergerlijk
Van Straftrecht, asal dari daluwarsa ialah Verjaring.5 Jika dilihat pengertian dalam
Bahasa Indonesia, istilah daluwarsa dimaknai sebagai sudah lewat (habis) jangka
waktunya (tentang tuntutan dan sebagainya) atau habis tempo. 6
Pandangan lain dikemukakan oleh Michael R. Purba, daluwarsa ialah lewat
waktu daluwarsa; hapus atau gugur karena lewatnya waktu; tidak dapat dituntut atau
digugat lagi karena lewatnya waktu. 7 Sedangkan yang dimaksud daluwarsa dalam
bahasa awam adalah “gugatan atau penuntutan atau upaya hukum lainnya yang sudah
tidak bisa dilakukan atau diupayakan lagi.basi atau tidak masuk akal”. 6
Dalam KUHP dalawarsa ada dua macam: (1). Daluwarsa dalam penuntutan
dan (2). Daluarsa dalam menjalankan hukuman. Daluarsa Penuntutan (Verjaring)
Ketentuan tentang daluwarsa diatur dalam pasal 78-83 KUHP. Alasan gugurnya hak
menuntut dalam KUHP ialah sebagai berikut:
1. Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP)
2. Matinya terdakwa (Pasal 77 KUHP)
3. Daluwarsa Hak Penuntutan (Pasal 78 KUHP)
4. Pembayaran denda maksimum terhadap pelanggaran yang diancam pidana denda
(Pasal 82 KUHP).
5. Abolisi dan Amnesti (di luar KUHP)8

Metode Penelitian

4
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kedaluwarsa, diakses 16 April 2021
5
Lihat Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Jakarta: Eresco, 2003),
141.
6
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kedaluwarsa, diakses 16 April 2021
7
Michael R. Purba, Kamus Hukum Internasional Dan Indonesia (Jakarta: Widyatamma, 2009),
104.
8
Andi Sofyan dan Nurul Aziza, Buku Ajar Hukum Pidana (Makassar: Pustaka Pena Press,
2016), 241. Lihat A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab (Jakarta: Galia:
1983), 166.
Penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode hukum normatif atau
penelitian hukum doktrinal yang bersifat preskriptif atau terapan. 9 Pendekatan yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang-Undang (statue
appoarch).10

Pembahsan
Faktor Gugurnya Hak Menuntut Dan Menjalankan Hukuman
Tuntutan pidana secara singkat adalah permohonan jaksa (penuntut umum)
kepada pengadilan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Jadi tuntutan pidana baru
muncul apabila pelaku tindak pidana sudah disidangkan di pengadilan dan
pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim. Dalam tuntutan pidana apabila penuntut
umum berpendapat pelaku tindak pidana terbukti bersalah melakukan tindak pidana
maka meminta agar pengadilan menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana
tersebut. Dalam tuntutan pidana ini akan disebutkan berapa lama pidananya, lamanya
pidana ini bisa sama dengan maksimal ancaman pidana, lebih rendah atau dalam hal
tertentu melebihi maksimal ancaman pidana.
Namun, dalam hukum pidana terdapat aturan tentang dasar-dasar atau alasan-
alasan untuk hapusnya hak menuntut yang diatur dalam Buku I Bab VIII yaitu: 11
1. Telah ada putusan Hakim berkekuatan Hukum Tetap
Di dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang
mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde) berkaitan perkara pidana yang berkaitan dengan grasi
yang berbunyi:12
“Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap” adalah :
a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi
dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana;

9
Peter Mahmud Marzuki, 2016. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group
10
ibid
11
Lihat Buku I Bab VIII, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana No. 1 Tahun 1946.
12
Pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi 
b. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu
yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
c. Putusan kasasi.

Jadi, berdasarkan penjelasan tersebut, suatu putusan mempunyai


kekuatan hukum tetap adalah:
a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah
waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, sebagaimana diatur dalam
Pasal 233 ayat (2) jo. Pasal 234 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), kecuali untuk putusan bebas
(vrijspraak), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechts
vervolging), dan putusan pemeriksaan acara cepat karena putusan-putusan
tersebut tidak dapat diajukan banding (lihat Pasal 67 KUHAP).
b. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu
empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu
diberitahukan kepada terdakwa (Pasal 245 ayat [1] jo. Pasal 246 ayat [1]
KUHAP).
c. Putusan kasasi

Bagaimana jika putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap


kemudian diajukan peninjauan kembali (PK)? Apakah putusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum tetap? Mengenai hal ini kita dapat menyimak
pendapat M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali (hal. 615) sebagai berikut:
“Selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya
peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian
hanya dapat ditempuh upaya hukum biasa berupa banding atau kasasi. Upaya
hukum peninjauan kembali baru terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa
banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak
boleh melangkahi upaya hukum banding dan kasasi.”13

13
Harahap, M. yahya, 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta; Sinar
Grafika
Berdasarkan pendapat Yahya Harahap tersebut, dapat diketahui bahwa
putusan yang diajukan peninjauan kembali haruslah putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Permintaan untuk dilakukan peninjauan
kembali justru karena putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sudah
tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Bahkan, permintaan peninjauan
kembali atas suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut (Pasal
268 ayat [1] KUHAP).
Pengaturan secara umum upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam
Pasal 263 s.d. Pasal 269 KUHAP. Putusan perkara pidana yang dapat diajukan
peninjauan kembali adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal
263 ayat [1] KUHAP). Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar
antara lain (Pasal 263 ayat 2 KUHAP):
a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya
akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum
atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu
diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang
lain;
c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
2. Terdakwa Meninggal Dunia
Pasal 77 KUHP: Hak menuntut hukum gugur (tidak laku lagi) lantaran si
terdakwa meninggal dunia. Apabila seorang terdakwa meninggal dunia sebelum
ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut gugur. 14 Jika hal ini
terjadi dalam taraf pengusutan, maka pengusutan itu dihentikan. Jika penuntut
telah dimajukan, maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatakan tidak
14
Penjelasan Pasal 77 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
dapat diterima dengan tentunya (niet outvanhelijk verklaard). Umumnya
demikian apabila pengadilan banding atau pengadilan kasasi masih harus
memutuskan perkaranya.
3. Perkara Tersebut Daluwarsa/Lewat Waktunya
Dalam Pasal 78 ayat 1 KUHP: Hak menuntut hukuman gugur (tidak
dapat dijalankan lagi) karena lewat waktunya: 15 Ayat 2: “Bagi orang yang
sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan belas tahun,
maka tempo gugur waktu yang tersebut diatas dikurangi sehingga jadi
sepertiganya”.
4. Terjadinya Penyelesaian Diluar Persidangan (Pasal 82 KUHP)
5. Ne bis in idem (Pasal 76)
Arti sebenarnya dari ne bis in idem ialah “tidak atau jangan dua kali yang
sama”. Sering juga digunakan istilah “nemo debet bisvexari”(tidak seorang pun
atas perbuatannya dapat diganggu/dibahayakan untuk kedua kalinya) yang dalam
literatur Angka Saxon diterjemahkan menjadi “No onecould be put twice in
jeopardy for the same offence”.16 Dasar Peniadaan Menjalankan Pidana adalah:
a. Matinya terpidana (Pasal 83)
b. Daluarsa (Pasal 84 dan 85)
Yang terdapat diluar KUHP:
a. Pemberian amnesti
b. Pemberian grasi

Daluwarsa Hak Penuntutan


Menurut pandangan Wirjono Prodjodikoro menjelaskan argumen mengapa
suatu daluarsa dapat diberlakukan. Apabila suatu tindak pidana oleh karena beberapa
hal tidak diselidiki dalam jangka waktu yang agak lama, maka masyarakat tidak
begitu ingat lagi padanya, sehingga tidak begitu dirasakan perlunya dan manfaatnya
menjatuhkan hukuman kepada si pelaku. Hal ini terutama berlaku bagi tindak- tindak
pidana yang ringan, yaitu seluruh jenis pelanggaran dan jenis kejahatan yang diancam
dengan hukuman kurungan dan denda. Untuk kejahatan yang lebih dari itu, semakin

15
Penjelasan Pasal 78 ayat (1) KUHP.
16
Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut Untuk Menjalankan Pidana, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2012,
hal. 31.
lama perkara tidak diusut akan semakin sulit mendapatkan bukti- bukti yang cukup
apabila terdakwa nantinya menyangkal kesalahannya. 17
Dari sini jelas bahwa mayoritas tindak pidana yang dalam penuntutannya
dapat diberlakukan daluwarsa terdiri dari kategori pelanggaran dan kejahatan yang
diancam dengan hukuman kurungan dan denda saja. Beberapa saja yang tergolong
tindak pidana berat. Pasal 78 ayat 1 KUHP menyebutkan waktu daluwarsa dan tindak
pidana apa saja yang dapat hak penuntutannya gugur karena daluwarsa, yaitu:
1. Sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggar dan bagi kejahatan yang
dilakukan dengan mempergunakan percetakan;
2. Sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan, yang terancam hukuman
denda,kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 tahun.
3. Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang terancam
hukuman penjara sementara, yang lebih dari 3 bulan.
4. Sesudah lewat delapan belas tahun bagi semua kejahatan yang terancam
dilakukan mati atau penjara seumur hidup.

Sementara pasal 78 ayat 2 menyebutkan apabila pelaku kejahatan itu umurnya


belum 18 tahun, maka masa gugurnya waktu yang ditetapkan di atas dikurangi
menjadi sepertiganya, yakni:
1. 4 bulan, untuk semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan,
2. 2 tahun untuk kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana
kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun,
3. 4 tahun untuk kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga
tahun,
4. 6 tahun untuk kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup.18

Kemudian kapan suatu masa daluwarsa itu dimulai atau terhitung sejak kapan
masa daluwarsa itu berjalan?. Pasal 79 KUHP menjelaskan bahwa tenggang

17
Lihat Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Jakarta: Eresco, 2003),
141
18
R. Soegandi, KUHP dengan Penjelasannya (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), 97-98.
daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan. 1 hari sesudah
peristiwa pidana itu terjadi. Kecuali dalam tindak pidana tertentu maka masa berlaku
daluwarsa diatur sebagai berikut:
1. Pemalsuan atau perusakan mata uang, berlaku pada hari sesudah barang
yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan,
2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, dimulai pada
hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau
meninggal dunia,
3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, dimulai
pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran- pelanggaran itu,
menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register- register
catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke
kantor tersebut.

Pencegahan Daluwarsa (Stuiting Der Verjaring)


Selain pemberlakuan daluwarsa dalam penuntutan, berlaku pula pencegahan
dan penangguhan daluwarsa dalam penuntutan. Yang dimaksud di sini ialah
daluwarsa dihentikan (dicegah) sehingga tidak berjalan oleh karena suatu hal, tetapi
pada waktu itu dimulai lagi tenggang daluwarsa baru. 19 Menurut R. Soegandi, kata
“pencegahan” di sini memiliki arti yang berbeda dengan kata “penangguhan”.
Sesudah pencegahan, dimulailah masa daluwarsa yang baru. Sementara sesudah
penangguhan, berjalan lagi masa daluwarsa yang semula ditangguhkan itu (vide pasal
81).20
Pasal 80 KUHP menjelaskan:
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu
diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut
cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum,
2. Sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa baru. Yang dapat mencegah
berlakunya masa daluwarsa ini ialah segala bentuk tindakan penuntutan yang
diketahui orang yang dituntut atau menurut undang-undang telah diberitahukan
kepadanya.
19
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana ..., 143
20
R. Soegandi, KUHP dengan Penjelasannya ..., 100.
Tidak termasuk tindakan penuntutan ini ialah segala tindakan yang sifatnya
mencari keterangan dan menyelidiki yang dilakukan jaksa atau polisi. Yang itu berarti
tergolong tindakan penyelidikan atau penyidikan.

Penangguhan Daluwarsa (Schorsing Der Verjaring)


Pasal 81 KUHP menyatakan: penundaan penuntutan pidana berhubung
dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa Hal ini terjadi apabila
penuntutan pidana ditunda sementara karena masih adanya perselisihan hukum yang
harus diputuskan lebih dahulu oleh kekuasaan lain, maka selama waktu penundaan itu
masa daluwarsa tidak berjalan terus. Setelah perselisihan itu diputuskan, maka masa
daluwarsa tadi berjalan lagi. Misalnya suatu penuntutan perkara perzinaan
ditangguhkan untuk menyelesaikan terlebih dahulu perkara perceraian suami-istri,
yang salah satunya terlibat perzinaan yang sedang dituntut tadi. Perselisihan di sini
biasa disebut perselisihan prejudicial.

Daluwarsa Hak Menjalankan Hukuman


Menurut Wirjono Prodjodikoro argumen hapusnya hak menjalankan hukuman
sama dengan argumen hapusnya hak penuntutan kecuali dalam hal sulitnya
pembuktian karena toh pelaku sudah divonis. 21 Masa gugurnya hak menjalani
hukuman ditetapkan lebih lama daripada masa gugurnya hak penuntutan pidana
karena kesalahan terdakwa sudah pasti. Khusus untuk terpidana mati, hak menjalani
hukuman mati tidak dapat gugur karena daluwarsa.. 22
Daluwarsa menjalankan hukuman ini diatur dalam pasal 84 dan 85 KUHP.
Pasal 84 menyatakan:
1. Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa,
2. Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya 2 tahun,
mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya 5
tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan
tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga,

21
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana ..., 145.
22
R. Soegandi, KUHP dengan Penjelasannya ..., 103
3. Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya
pidana yang dijatuhkan,
4. Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.

Mengenai mulainya masa berlaku daluwarsa menjalankan hukuman pasal 85


KUHP menyatakan:
1. Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan
hakim dapat dijalankan,
2. Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada
esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa
baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya
setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru,
3. Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut
perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas
kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung
dengan pemidanaan lain.
Sebagaimana daluwarsa dalam penuntutan, daluwarsa hak menjalankan
hukuman juga berlaku pencegahan daluwarsa dan penangguhan daluwarsa. Pasal 85
ayat 2 menyatakan: jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana,
maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa
baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah
pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.
Pasal 85 ayat 3 menyatakan: tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan
pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama
terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu
berhubung dengan pemidanaan lain. Penangguhan daluwarsa ini terjadi misalnya
apabila terhukum mengajukan grasi. Oleh karena pengajuan grasi ini, untuk
sementara waktu hukuman tidak dijalankan.

Penutup
Tuntutan pidana secara singkat adalah permohonan jaksa (penuntut umum)
kepada pengadilan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Namun, dalam hukum
pidana terdapat aturan tentang dasar-dasar atau alasan-alasan untuk hapusnya hak
menuntut yang diatur dalam Buku I Bab VIII yaitu: 1). Telah ada putusan Hakim
berkekuatan Hukum Tetap; 2). Terdakwa Meninggal Dunia; 3). Perkara Tersebut
Daluwarsa/Lewat Waktunya; 4). Terjadinya Penyelesaian Diluar Persidangan (Pasal
82 KUHP); 5). Ne bis in idem (Pasal 76). Dalam tindak pidana, terdapat beberapa
peristiwa yang membuat hak penuntutannya gugur karena daluwarsa, yaitu: 1).
Sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggar dan bagi kejahatan yang dilakukan
dengan mempergunakan percetakan; 2). Sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan,
yang terancam hukuman denda,kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 tahun;
3). Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang terancam hukuman
penjara sementara, yang lebih dari 3 bulan; 4). Sesudah lewat delapan belas tahun
bagi semua kejahatan yang terancam dilakukan mati atau penjara seumur hidup.

Dafar Pustaka
Hanif Azhar, Daluwarsa Dalam Kuhp Dan Fiqh Jinayah. Cendekia: Jurnal Studi
Keislaman Volume 4, Nomor 2, Desember 2018
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Jakarta: Eresco,
2003).
Michael R. Purba, Kamus Hukum Internasional Dan Indonesia (Jakarta:
Widyatamma, 2009).
Andi Sofyan dan Nurul Aziza, Buku Ajar Hukum Pidana (Makassar: Pustaka Pena
Press, 2016), 241. Lihat A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab
(Jakarta: Galia: 1983).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana No. 1 Tahun 1946.
Pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi 
Harahap, M. yahya, 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Jakarta; Sinar Grafika
Penjelasan Pasal 77 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana
Penjelasan Pasal 78 ayat (1) KUHP.
Alfitra, Hapusnya Hak Menuntut Untuk Menjalankan Pidana, Raih Asa Sukses,
Jakarta, 2012.
Lihat Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Jakarta: Eresco,
2003)
R. Soegandi, KUHP dengan Penjelasannya (Surabaya: Usaha Nasional, 1980)
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:
Eresco, 2002
Sugandhi. R, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981.

Wibsite
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kedaluwarsa, diakses 16 April 2021

Anda mungkin juga menyukai